A. Pengertian
Obtruksi usus merupakan gangguan sebagian atau komplit dari aliran maju isi usus (Black,
2014). Kejadian obstruksi usus umumnya terjadi pada bagian ileum, sebagai bagian tersempit.
Carsinoma colorectal adalah keganasan yang terjadi di daerah colon dan rectum dan paling
sering ditemukan di daerah kolon, terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas dan dalam stadium
awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Insidensnya meningkat sesuai dengan usia
(usia lebih dari 55 tahun) dan risiko tinggi pada individu yang memiliki riwayat keluarga memiliki
kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Persentase distribusi tempat kanker dalam
kolon dan rektum adalah 25% terdapat di kolon asenden, 10 % terdapat di transversum, 15%
terdapat di kolon desenden, 20% terdapat di sigmoid, dan 30% terdapat di area rektal (Smeltzer &
Bare, 2002).
B. Etiologi
Penyebab dari obstruksi usus halus adalah penyempitan dari lumen usus karena inflamasi,
kanker, perlengketan, hernia, volvulus, intususepsi, blok, atau kompresi dari luar usus. Kanker
berperan pada 80% obstruksi dari usus besar, yang sebagian besar terjadi pada kolon sigmoid
(Black, 2014).
Di bawah ini merupakan etiologi dari penyebab kanker kolon dan rektum (Workman &
Ignatavicius, 2006):
1. Faktor Genetik
Individu dengan saudara kandung atau keluarga dengan kanker kolorektal beresiko 3
sampai 4 kali terserang kanker kolorektal. Masalah genetik autosom yang sering terjadi
adalah poliposis adenomatosa keluarga. Selain itu, mutasi gen herediter kanker kolorektal
nonpoliposis adalah penyebab lain dari genetik yang dapat menyebabkan kanker kolon.
2. Faktor Personal
Sekitar 75% dari kanker kolorektal tidak diketahui faktor predisposisinya. Usia merupakan
faktor resiko yang menyebabkan perkembangan kanker kolorektal. 95% kasus ini terjadi
pada usia diatas 50 tahun. Orang yang telah didiagnosa kanker kolon dan sudah ditretament
juga beresiko perkembangan kanker kolorektal ke dua kalinya, seringnya pada anatomi
yang dilakukan pembedahan.
3. Faktor Diet
Penurunan waktu pengosongan usus dan makanan tertentu yang mengandung mutagen
kimia dapat menyebabkan resiko terjadinya kanker kolorektal. Makanan tersebut juga
menyebabkan lamanya waktu pengosongan usus dan akhirnya terekspos zat karsinogen.
Diet tinggi lemak, khususnya lemak hewani seperti daging akan mensekresi asam dan
bakteri anaerob yang bersifak karsinogen di usus. Diet dengan makanan yang tinggi
karboidrat namun sedikit serat juga dapat meningkatkan masa pengosongan usus.
4. Penyakit Inflamasi Usus
Penyakit inflamasi usus misalnya ulserasi colitis, beresiko meningkatkan kanker kolorektal
C. Patofisiologi
1. Patofisiologi Kanker Kolorectal
Kanker kolorektal merupakan penyakit yang berasal dari lapisan mukosa dinding usus. Dari
dalam ke luar, dinding usus terdiri dari beberapa lapisan, yang meliputi mukosa, submukosa,
propria muskularis (mengandung lapisan otot melingkar dan halus), dan serosa (Yeatman, 2001).
Lapisan paling dalam dinding usus, yaitu mukosa merupakan lapisan tunggal dari sel epitel
kolumnar, beberapa diantaranya menghasilkan sejumlah besar lendir yang disebut sel goblet. Ini
adalah tempat terjadinya perubahan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker
(Yeatman, 2001).
95% dari kanker kolorektal merupakan adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah tumor yang
berasal dari jaringan epitel kolumnar. tumor kolorektal berkembang melalui beberapa tahapan
proses, sebagai akibat dari perubahan molecular seperti kehilangan kunci gen penekan tumor dan
aktivasi onkogen tertentu yang merubah sel mukosa kolon. Peningkatan proliferasi dari mukosa
kolon ini membentuk suatu pilop yang dapat bertransformasi menjadi kanker maligna (Workman &
Ignatavicius, 2006). Di bawah lapisan mukosa ini terletak submukosa yang merupakan lapisan
kekuatan usus. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, limfatik, dan serabut saraf terminal.
Lapisan ini merupakan lapisan penting yang berkaitan dengan asal usul kanker karena sekali tumor
telah menyerang ke lapisan ini dari dinding usus itu bisa masuk ke aliran darah dan sistem limfatik,
yang memungkinkan terjadinya penyebaran jauh ke seluruh tubuh (Yeatman, 2001). Hati
merupakan tempat yang paling sering terkena metastasis dari kanker kolorektal. Selain itu
metastasis ke paru-paru, otak, tulang, dan kelenjar adrenal juga dapat terjadi. Tumor kolon dapat
pula menyebar ke area peritoneal selama pembedahan tumor. Penyebaran ini biasanya terjadi
karena potongan sel kanker pecah dari tumor ke ruang peritoneum. Selain melalui pembuluh limfa
dan permbuluh darah, penyebaran kanker juga dapat terjadi karena infiltrasi langsung ke struktur
yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
WOC KANKER KOLOREKTAL
Klasifikasi
Klasifikai kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah
bening regional, M =jarak metastese).
T ( Tumor Primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.
To : Tidak ada tumor primer.
Tis : Tumor in situ.
T1 : Invasi mukosa di lapisan sub mukosa.
T2 : Invasi tumor di lapisan otot propia.
T3 : Invasi tumor melewati otot propia ke sub serosa atau nonperitoneal pericolik atau
ke jaringan perirectal.
T4 : Tumor mengalami perforasi visceral atau mengalami invasi ke organ lain/struktur
lain.
N (Kelenjar Getah Bening)
Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dibagi.
No : Tdk terjadi metastasis di nodes lymph regional.
N1 : Metastasis di 1-3 pericolik atau nodus lymph perirectal.
N2 : Metastasis di 4 atau lebih ke kelenjar pericolik atau nodus lymph perirectal.
N3 : Metastasis pada kelenjar limfe, pembuluh darah dan atau pada kelenjar apical.
M (Jarak Metastasis)
Mx : Jarak metastasis tidak dapat dinilai.
Mo : Tidak ada jarak metastasis.
M1 : Terdapat jarak metastasis.
I (A) T2 No Mo
T3 No Mo
T4
II (B) Setiap T No Mo
Setiap T No Mo
Setiap T
IV (D) Setiap N M1
Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kanker kolorektal (terlampir).
Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
Prognosis pasien yang terkena kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat operasi; dan jauh lebih buruk bila telah terjadi
penyebaran di luar usus (metastasis) ke kelenjar limfe, hepar. paru, dan organ-organ
lain.
F. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon menurut Doenges (1999) diperoleh data
sebagai berikut sbb:
1. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen
dengan keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap
pola istirahat dan tidur.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja.
Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah. Integritas ego, Faktor stress (keuangan,
pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress ( misalnya merokok, minum
alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat,
pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak merasakan, rasa bersalah, kehilangan.
Tanda : Kontrol, depresi, menyangkal, menarik diri, marah.
3. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah,
warna, dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak adakah keluhan
yang menyertainya. Apakah kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan
observasi adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan feses.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran
kelenjar inguinal, pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi
badan dan berat badan, lingkar perut, dan colok dubur.
4. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan komposisi
setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada keluhan anoreksia,
mual, perasaan penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga menyebabkan berat
badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
5. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga
sirkulasi darah ke otak tidak lancar.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
7. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok). Pemajanan
asbes
8. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlehihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi
9. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada tingkat
kepuasan. Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun Multigravida, pasangan seks
multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
10. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.Riwayat perkawinan
(berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
11. Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara
Sisi primer: penyakit primer, tangga ditemukan didiagnosis
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang
diberikan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2. Radiologi.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya
metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan.
Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu
striktura.
3. Ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar
getah bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi.
Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk
pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi
karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
5. Laboratorium.
Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap
pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor)
yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan
karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer
lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air
besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan
juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat
dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih:
trombosit meningkat atau berkurang.
9. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
3. Nyeri (Akut)
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
5. Gangguan citra tubuh
Rencana Asuhan Keperawatan
Kolaborasi :
Menunjukkan penggunaan Dorong penggunaan tehnik Membantu pasien untuk istirahat lebih
keterampilan relaksasi dan relaksasi, mis., bimbingan efektif dan memfokuskan kembali
kenyamanan umum sesuai imajinasi,visualisasi. perhatian, sehingga menurunkan nyeri
indikasi situasi pasien. dan ketidaknyamanan.
Kolaborasi :
Konsult dengan ahli diet. Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi
pasien dalam perubahan pencernaan dan
fungsi usus.
5. Gangguan citra tubuh Kriteria Evaluasi : Mandiri : Memberikan informasi tentang tingkat
berhubungan dengan : Pastikan apakah konseling pengetahuan pasien/orang terdekat
1. Adanya stoma;kehilangan Menyatakan penerimaan diri dilakukan bila mungkin terhadap pengetahuan tentang situasi
kontrol usus eliminasi. sesuai situasi, menerima dan/ostomi perlu untuk pasien dan proses penerimaan.
2. Gangguan struktur tubuh. perubahan kedalam konsep diri didiskusikan.
tanpa harga diri yang negatif.
Dorong pasien/orang terdekat Membantu pasien untuk menyadari
Menunjukkan penerimaan untuk menyatakan perasaan perasaanya sebelum mereka dapat
dengan melihat/menyentuh tentang ostomi. menerima dengan efektif.
stoma dan berpartisipasi dalam
perawatan diri.
Kaji ulang alasan untuk Pasien dapat menerima ini lebih mudah
Menyatakan perasaan tentang pembedahan dan harapan masa bahwa ostomi dilakukan untuk
stoma/penyakit;mulai menerima mendatang. memperbaiki penyakit kronis/jangka
situasi secara konstruktif. panjang daripada sebagai cidera
traumatic.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2010). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaak dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinkingfor collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir
Saunders.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.
Yeatman, T.J. (2001). Colon cancer. Encyclopedia of Life Sciences. 1-6.