Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

OBSTRUKSI USUS & CA KOLORECTAL


Oleh: Nadia Prahesti Amalia/1206218783

A. Pengertian
Obtruksi usus merupakan gangguan sebagian atau komplit dari aliran maju isi usus (Black,
2014). Kejadian obstruksi usus umumnya terjadi pada bagian ileum, sebagai bagian tersempit.
Carsinoma colorectal adalah keganasan yang terjadi di daerah colon dan rectum dan paling
sering ditemukan di daerah kolon, terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas dan dalam stadium
awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Insidensnya meningkat sesuai dengan usia
(usia lebih dari 55 tahun) dan risiko tinggi pada individu yang memiliki riwayat keluarga memiliki
kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Persentase distribusi tempat kanker dalam
kolon dan rektum adalah 25% terdapat di kolon asenden, 10 % terdapat di transversum, 15%
terdapat di kolon desenden, 20% terdapat di sigmoid, dan 30% terdapat di area rektal (Smeltzer &
Bare, 2002).

B. Etiologi
Penyebab dari obstruksi usus halus adalah penyempitan dari lumen usus karena inflamasi,
kanker, perlengketan, hernia, volvulus, intususepsi, blok, atau kompresi dari luar usus. Kanker
berperan pada 80% obstruksi dari usus besar, yang sebagian besar terjadi pada kolon sigmoid
(Black, 2014).
Di bawah ini merupakan etiologi dari penyebab kanker kolon dan rektum (Workman &
Ignatavicius, 2006):
1. Faktor Genetik
Individu dengan saudara kandung atau keluarga dengan kanker kolorektal beresiko 3
sampai 4 kali terserang kanker kolorektal. Masalah genetik autosom yang sering terjadi
adalah poliposis adenomatosa keluarga. Selain itu, mutasi gen herediter kanker kolorektal
nonpoliposis adalah penyebab lain dari genetik yang dapat menyebabkan kanker kolon.
2. Faktor Personal
Sekitar 75% dari kanker kolorektal tidak diketahui faktor predisposisinya. Usia merupakan
faktor resiko yang menyebabkan perkembangan kanker kolorektal. 95% kasus ini terjadi
pada usia diatas 50 tahun. Orang yang telah didiagnosa kanker kolon dan sudah ditretament
juga beresiko perkembangan kanker kolorektal ke dua kalinya, seringnya pada anatomi
yang dilakukan pembedahan.
3. Faktor Diet
Penurunan waktu pengosongan usus dan makanan tertentu yang mengandung mutagen
kimia dapat menyebabkan resiko terjadinya kanker kolorektal. Makanan tersebut juga
menyebabkan lamanya waktu pengosongan usus dan akhirnya terekspos zat karsinogen.
Diet tinggi lemak, khususnya lemak hewani seperti daging akan mensekresi asam dan
bakteri anaerob yang bersifak karsinogen di usus. Diet dengan makanan yang tinggi
karboidrat namun sedikit serat juga dapat meningkatkan masa pengosongan usus.
4. Penyakit Inflamasi Usus
Penyakit inflamasi usus misalnya ulserasi colitis, beresiko meningkatkan kanker kolorektal

C. Patofisiologi
1. Patofisiologi Kanker Kolorectal
Kanker kolorektal merupakan penyakit yang berasal dari lapisan mukosa dinding usus. Dari
dalam ke luar, dinding usus terdiri dari beberapa lapisan, yang meliputi mukosa, submukosa,
propria muskularis (mengandung lapisan otot melingkar dan halus), dan serosa (Yeatman, 2001).
Lapisan paling dalam dinding usus, yaitu mukosa merupakan lapisan tunggal dari sel epitel
kolumnar, beberapa diantaranya menghasilkan sejumlah besar lendir yang disebut sel goblet. Ini
adalah tempat terjadinya perubahan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker
(Yeatman, 2001).
95% dari kanker kolorektal merupakan adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah tumor yang
berasal dari jaringan epitel kolumnar. tumor kolorektal berkembang melalui beberapa tahapan
proses, sebagai akibat dari perubahan molecular seperti kehilangan kunci gen penekan tumor dan
aktivasi onkogen tertentu yang merubah sel mukosa kolon. Peningkatan proliferasi dari mukosa
kolon ini membentuk suatu pilop yang dapat bertransformasi menjadi kanker maligna (Workman &
Ignatavicius, 2006). Di bawah lapisan mukosa ini terletak submukosa yang merupakan lapisan
kekuatan usus. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, limfatik, dan serabut saraf terminal.
Lapisan ini merupakan lapisan penting yang berkaitan dengan asal usul kanker karena sekali tumor
telah menyerang ke lapisan ini dari dinding usus itu bisa masuk ke aliran darah dan sistem limfatik,
yang memungkinkan terjadinya penyebaran jauh ke seluruh tubuh (Yeatman, 2001). Hati
merupakan tempat yang paling sering terkena metastasis dari kanker kolorektal. Selain itu
metastasis ke paru-paru, otak, tulang, dan kelenjar adrenal juga dapat terjadi. Tumor kolon dapat
pula menyebar ke area peritoneal selama pembedahan tumor. Penyebaran ini biasanya terjadi
karena potongan sel kanker pecah dari tumor ke ruang peritoneum. Selain melalui pembuluh limfa
dan permbuluh darah, penyebaran kanker juga dapat terjadi karena infiltrasi langsung ke struktur
yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
WOC KANKER KOLOREKTAL

Asupan makan tinggi lemak, rendah serat



Polip adenoma Gg pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari
 Risiko kerusakan integritas
Polip maligna kulit
 imobilisasi
Cincin anular mengelilingi dinding kolon

Obstuksi sebagian/total  tindakan bedah, reseksi kolon, dan
 kolostomi
Menyebar di seluruh jaringan sekitar Nyeri
 perdarahan
Infiltrat : gangguan absorbsi cairan
Peradangan rektum 
Tenesmi saat BAB, disertai nyeri panggul dan perut Gangguan volume cairan
Diare dan konstipasi bergantian dan elektrolit
Feses seperti kotoran kambing
BAB darah dan lendir
Mual, muntah dan tidak nafsu makan  Risiko perubahan nutrisi kurang dari
 kebutuhan tubuh
Penyebaran langsung ke daerah yang berdekatan 
 Malnutrisi
Kandung kemih, pemb darah, 
Kelenjar limfe perikolon, Risiko infeksi
dan mesokolon

Ke pembuluh darah ke sistem porta

2. Patofisiologi Obstruksi Usus


Secara normal, usus akan menyekresikan 7-8 L cairan kaya elektrolit, kemudian sebagian
besar cairan akan diabsorpsi kembali. Ketika usus mengalami obstruksi, cairan sebagian akan
tertahan di usus atau keluar melalui muntah, menyebabkan volume darah daam sirkulasi
berkurang sehingga menjadi hipotensi, dan berkurangnya alirna darah ke ginjal dan otak. Oleh
karena itu, terjadi kehilangan cairan dan bukan sel darah sehingga nilai Hb dan Ht akan
meningkat. Hal ini memungkinkan terjadi oklusi vaskular seperti trombosis koroner, serebral,
atau mesenterika.
Banyaknya udara dan cairan yang tertahan akan menyebabkan distensi. Distensi akan
menyebabkan peningkatan peristaltik sementara karena usus berusaha mendorong material
melalui area yang tersumbat. Tekanan yang besar di dalam usus, mengurangi kemampuan
penyerapan usus sehingga retensi cairan semakin meningkat. Kemudian, tekanan intra lumen
akan menurunkan aliran balik vena, tekanan vena meningkat, kongesti, dan pembuluh darah
menjadi rapuh. Proses ini akan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga memungkinkan
plasma mengalami ekstravasasi ke dalam lumen usus dan rongga peritoneal. Dinding menjadi
permeabel terhadap bakteri dan organisme dalam usus dapat memasuki rongga peritonium.
Peningkatan tekanan pada dinding usus menyebabkan penurunan aliran darah arteri
sehingga terjadi nekrosis, selanjutnya kandungan usus dapat terdorong ke rongga peritoneum
menyebabkan peritonitis. Bakteri akan berproliferasi di dalam usus dan membentuk
endotoksin. Ketika endotoksin dilepas ke rongga peritoneum, dapat mengakibatkan kolaps
sirkulasi menyebabkan mortalitas.
D. Manifestasi Klinis dan Komplikasi
Gejala klinis kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan pola defekasi, seperti
adanya perdarahan per anus, nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan berat badan. Tanda dan gejala
penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker. Karsinoma kolon kiri dan rectum cenderung
menyebabkan perubahan defikasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang dan
kembung sering terjadi, karena lesi kolon kiri cenderung melingkar yang menimbulkan gangguan
obstruksi. Mukus dan darah segar sering terlihat pada feses yang menyebabkan anemia akibat
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mempengaruhi radiks
syaraf, pembuluh limfe, vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid
nyeri pinggang bagian bawah, dan keinginan defikasi atau sering berkemih.

Kolon kanan Kolon kiri Rektum


Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena tenesmi

Defekasi Diare /diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi


terus menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak/jarang

Darah pada feses Okul Okul /makroskopik Makroskopik

Feses Normal/diare Normal Perub bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat


Stadium pada pasien kanker diantaranya:
1. Stadium I, bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar
(lapisan mukosa).
2. Stadium II, terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan
mukosa.
3. Stadium III, sel kanker sudah masuk ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di
sekitar usus.
4. Stadium IV, terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan
ke organ-organ lain.

Klasifikasi
Klasifikai kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah
bening regional, M =jarak metastese).
T ( Tumor Primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.
To : Tidak ada tumor primer.
Tis : Tumor in situ.
T1 : Invasi mukosa di lapisan sub mukosa.
T2 : Invasi tumor di lapisan otot propia.
T3 : Invasi tumor melewati otot propia ke sub serosa atau nonperitoneal pericolik atau
ke jaringan perirectal.
T4 : Tumor mengalami perforasi visceral atau mengalami invasi ke organ lain/struktur
lain.
N (Kelenjar Getah Bening)
Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dibagi.
No : Tdk terjadi metastasis di nodes lymph regional.
N1 : Metastasis di 1-3 pericolik atau nodus lymph perirectal.
N2 : Metastasis di 4 atau lebih ke kelenjar pericolik atau nodus lymph perirectal.
N3 : Metastasis pada kelenjar limfe, pembuluh darah dan atau pada kelenjar apical.
M (Jarak Metastasis)
Mx : Jarak metastasis tidak dapat dinilai.
Mo : Tidak ada jarak metastasis.
M1 : Terdapat jarak metastasis.

Pengelompokkan Stadium (Duke’s)


Stadium T N M
(Duke’s)
O Tis No Mo
T1

I (A) T2 No Mo
T3 No Mo
T4

II (B) Setiap T No Mo
Setiap T No Mo
Setiap T

III (C) Setiap T N1 Mo


N2 Mo
N3 Mo

IV (D) Setiap N M1

Komplikasi kanker kolon yaitu:


1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
Manifestasi dari obstruksi usus (Black, 2014):
1. Muntah akibat dari peningkatan tekanan berujung pada peristaltik terbalik
2. Nyeri abdomen, berasal dari distensi dan usaha peristaltik dari usus untuk mendorong
kandungannya melewati obstruksi. Nyeri terasa di abdomen atas dan tengah pada obstruksi
usus halus. Obstruksi usus besar, nyeri terasa di abdomen bawah
3. Hipoksia, karena pernapasan tidak adekuat. Diafragma terangkat akibat distensi yang parah.
Hipoksia juga dapat disebabkan oleh hipotensi.
4. Dehidrasi, karena klien cenderung kehilangan cairan dan elektrolit setelah muntah.
Dehidrasi akan menurunkan volume darah yang berisrkulasi
E. Penatalaksanaan (Medis, Keperawatan, Diet)
Penatalaksanaan Medis .
5. Pembedahan Reseksi
Pembedahan reseksi adalah bedah kolon dengan batas minimal 5 cm di sebelah distal
dan proksimal dari tempat kanker. Pada kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker
di kolon transversal dan di pleksura lienalis dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat
anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan
hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di
rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis
desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan
dibuat anastomosis kolorektal.
6. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini
dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan pembuatan kolostomi adalah untuk
tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan atau obstruksi usus.
Jenis-jenis kolostomi :
a. Jenis kolostomi berdasarkan sifatnya:
- Sementara
Indikasi untuk kolostomi sementara :
1). Hirschprung disease
2). Luka tusuk atau luka tembak
3). Atresia ani letak tinggi
4). Untuk mempertahankan kelangsungan anastomosis distal usus setelah
tindakan operasi (mengistirahatkan usus).
5). Untuk memperbaiki fungsi usus dan kondisi umum sebelum dilakukan
tindakan operasi anastomosis.
- Permanen
Indikasi untuk kolostomi permanen :
Penyakit tumor ganas pada kolon yang tidak memungkinkan tindakan operasi
reseksi-anastomosis usus.
b. Jenis kolostomi berdasarkan letaknya :
Colostomy Colostomy Colostomy
Asendens Transveral Desendens
Lokasi Colon Asendens Colon Transversum Colon Desendens
Konsistensi feses Cairan atau lunak Lunak Padat
Pola defekasi Tidak ada Tidak ada Ada
Mudah terjad, karena Mungkin terjasi
Iritasi kulit kontak dengan enzim karena lenbab terus- Kadang terjadi
pencernaan menerus
Striktur atau retraksi
Komplikasi
stoma

- Jenis kolostomi berdasarkan teknik pembuatan :


1. Single Barreled Colostomy
2. Double Barreled Colostomy
3. Loop Colostomy

Perawatan Pasca Operasi Kolostomi


1. Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Asenden colostomi atau colostomi diperlukan menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, karena terjadi feses yang bersifat cair.
2. Perawatan Kulit.
Jika ada iritasi kulit harus dikaji secara tepat guna sehingga tindakan yang diambil
tepat.
Prinsip pencegahan kulit sekitar stoma :
a. Pencegahan primer bertujuan untuk proteksi : Bersihkan dengan perlahan- lahan,
gunakan skin barier, ganti segera kantong bila terjadi kebocoran / rembes atau penuh.
b. Pencegahan sekunder / penanganan kulit yang sudah terjadi kerusakan. Kulit dengan
eritema : ganti kantong kolostomi setiap 24 jam, bersihkan ku1it dengan air hangat
pakai kapas dan keringkan, gunakan kantong kolostomi yang tidak menimbulkan
alergi ku1it yang erosi, sama dengan eritema tetapi setelah dibersihkan olesi daerah
erosi dengan zalf misalnya zinksalf.
7. Diet.
Dianjurkan mengkonsurnsi diet yang seimbang terutama dengan stoma permanen.
Diet yang dikonsurnsi sifatnya individual asal tidak menyebabkan diare, konstipasi
dan menimbu1kan gas.
8. Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan
radiasi dengan dosis adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada neoplasma. Karena
pengaruh radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang
proliferasi, dan berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang
berada di dekatnya, maka jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat
yang dapat ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat
dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
9. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan
ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin.
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi.

Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kanker kolorektal (terlampir).

Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
Prognosis pasien yang terkena kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat operasi; dan jauh lebih buruk bila telah terjadi
penyebaran di luar usus (metastasis) ke kelenjar limfe, hepar. paru, dan organ-organ
lain.

F. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon menurut Doenges (1999) diperoleh data
sebagai berikut sbb:
1. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen
dengan keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap
pola istirahat dan tidur.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja.
Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah. Integritas ego, Faktor stress (keuangan,
pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress ( misalnya merokok, minum
alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat,
pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak merasakan, rasa bersalah, kehilangan.
Tanda : Kontrol, depresi, menyangkal, menarik diri, marah.
3. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah,
warna, dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak adakah keluhan
yang menyertainya. Apakah kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan
observasi adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan feses.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran
kelenjar inguinal, pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi
badan dan berat badan, lingkar perut, dan colok dubur.
4. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan komposisi
setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada keluhan anoreksia,
mual, perasaan penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga menyebabkan berat
badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
5. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga
sirkulasi darah ke otak tidak lancar.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
7. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok). Pemajanan
asbes
8. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlehihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi
9. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada tingkat
kepuasan. Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun Multigravida, pasangan seks
multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
10. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.Riwayat perkawinan
(berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
11. Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara
Sisi primer: penyakit primer, tangga ditemukan didiagnosis
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang
diberikan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2. Radiologi.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya
metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan.
Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu
striktura.
3. Ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar
getah bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi.
Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk
pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi
karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
5. Laboratorium.
Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap
pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor)
yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan
karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer
lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air
besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan
juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat
dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih:
trombosit meningkat atau berkurang.
9. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
3. Nyeri (Akut)
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
5. Gangguan citra tubuh
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Resiko tinggi terhadap kerusakan Kriteria Evaluasi : Mandiri :
integritas kulit berhubungan Lihat stoma/area kulit peristomal Memantau proses
dengan : Mempertahankan Integritas pada tiap penggatian kantong. penyembuhan/keefektifan alat dan
1. Tak adanya sfingter kulit. Bersihkan dengan air dan mengidentifikasi masalah pada area.
stoma. keringkan. Catat iritasi, Mempertahankan
2. Karakter/aliran feses Mengidentifikasi faktor resiko kemerahan (warna gelap, kebiru- kebersihan/mengeringkan area untuk
dan flatus dari stoma. individu. biruan). membantu pencegahan kerusakan kulit.
3. Pemakaian atau Identifikasi dini nekrosis stoma/iskemia
pengangkatan adesif Menunjukkan perilaku/teknik atau infeksi jamur memberikan intervensi
tak tepat. peningkatan tepat waktu untuk mencegah komplikasi
penyembuhan/mencegah serius.
kerusakan kulit.
Ukur stoma secara periodik, mis,, Sesuai dengan penyembuhan edema
tiap perubahan kantong selama 6 pascaoperasi (selama 6 minggu pertama)
minggu pertama. Kemudian ukuran kantong yang dipakai harus tepat
sekali sebulan selama 6 bulan. sehingga feses terkumpul sesuai aliran
dari ostomi dan kontak dengan kulit
dicegah.

Berikan pelindung kulit yang Melindungi kulit dari perekat kantong,


efektif, mis., wafer stomahesive, meningkatkan perekat kantong dan
karaya gum, Realiseal (Davol) memudahkan pengangkatan kantong bila
atau produk semacamnya. perlu.

Kosongkan, irigasi dan bersihkan Penggantian kantong yang sering


kantong ostomi dengan rutin. mengiritasi kulit dan harus dihindari.

Sokong kulit sekitar bila Mencegah iritasi jaringan/kerusakan


mengangkat kantong dengan sehubungan dengan “penarikan”
perlahan. kantong.

Selidiki keluhan rasa Indikasi kebocoran feses dengan iritasi


terbakar/gatal/melepuh disekitar periostomal, atau kemungkinan infeksi
stoma. kandida yang memerlukan intervensi.

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli Membantu pemilihan produk yang tepat


terapi/enterostomal untuk kebutuhan penyembuhan pasien,
termasuk tipe ostomi, status fisik/mental
dan sumber finansial.
Berikan sprei aerosol
kortikosteroid dan bedak nistatin Membantu penyembuhan bila terjadi
sesuai indikasi. iritasi peristomal/infeksi jamur.

2. Nyeri (Akut) berhubungan dgn : Kriteria Evaluasi : Mandiri:


1. Faktor fisik;kerusakan Kaji nyeri, catat lokasi, Membantu mengevaluasi derajat
kulit/jaringan(insisi/drein) Menyatakan nyeri hilang atau karakteristik, intensitas (skala 0- ketidaknyamanan dan keefektifan
2. Biologis;aktivitas proses terkontrol. 10). analgesik.
penyakit (kanker,trauma)
3. Faktor psikologis, mis., Menunjukkan nyeri hilang, Berikan tindakan kenyamanan, Mencegah pengeringan mukosa oral dan
takut, ansietas. mampu tidur/istirahat dengan mis., perawtan mulut, pijatan ketidaknyamanan. Menurunkan tegangan
tepat. punggung, ubah posisi. otot dan meningkatkan relaksasi.

Menunjukkan penggunaan Dorong penggunaan tehnik Membantu pasien untuk istirahat lebih
keterampilan relaksasi dan relaksasi, mis., bimbingan efektif dan memfokuskan kembali
kenyamanan umum sesuai imajinasi,visualisasi. perhatian, sehingga menurunkan nyeri
indikasi situasi pasien. dan ketidaknyamanan.

Bantu melakukan latihan rentang Menurunkan kekakuan otot atau sendi.


gerak dan dorong ambulasi dini. Ambulasi mengembalikan organ ke
Hindari posisi duduk lama. posisi normal dan meningkatkan
kembalinya fungsi ketingkat normal.

Selidiki dan laporkan adanya Diduga inflamasi peritoneal, yang


kekakuan otot abdominal dan memerlukan intervensi medik cepat.
nyeri tekan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, mis., Menurunkan nyeri, meningkatkan
narkotik, analgesik. kenyamanan.

Berikan rendam duduk. Menurunkan ketidaknyamanan lokal.


Menurunkan edema dan meningkatkan
penyembuhan luka perineal.

Lakukan/pantau efek unit TENS. Perangsang kutaneus dapat digunakan


untuk menghambat transmisi rangsangan
nyeri.

3. Resiko tinggi terhadap Kriteria Evaluasi : Mandiri :


kekurangan volume cairan Catat pemasukan dan pengeluran Memberikan indikator langsung
berhubungan dengan : Mempertahankan hidrasi cairan dengan cermat, ukur faeses keseimbangan cairan.
1. Kehilangan yang adekuat dengan bukti membran cairan, Timbang berat badan tiap
berlebihan mis., muntah, mukosa lembab, turgor kulit hari.
diare, cairan NGT/usus, baik, dan pengisian kapiler baik,
selang drainase luka tanda vital stabil, dan Observasi tanda vital, catat Menunjukkan status
perianal. mengeluarkan urine dengan hipotensi postural, takikardi. hidrasi/kemungkinan kebutuhan untuk
2. Keluaran ileostomi dgn tepat. Evaluasi turgor kulit, pengisian peningkatan penggantian cairan.
volume tinggi. kapiler dan membran mukosa.
3. Pembatasan masukan
secara medik. Kolaborasi :
4. Gangguan absorpsi cairan Awasi hasil laboratorium, mis., Mendeteksi homeostasis atau
mis., Kehilangan fungsi Ht dan elektrolit. ketidakseimbangan dan membantu
kolon. menentukan kebutuhan penggantian.
5. Status hipermetabolik mis
inflamasi, proses Berikan cairan IV dan elektrolit Dapat dipergunakan untuk
penyembuhan. sesuai indikasi mempertahankan perfusi jaringan
adekuat/fungsi organ.
4. Resiko Tinggi Perubahan nutrisi Kriteria Evaluasi : Mandiri :
kurang dari kebutuhan tubuh Lakukan pengkajian nutrisi Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
berhubungan dengan : Mempertahankan berat dengan seksama. untuk membantu memilih intervensi.
1. Anoreksia lama/gangguan badan/menunjukkan
masukan saat praoperasi. peningkatan berat badan Auskultasi Bising usus. Kembalinya fungsi usus menunjukkan
2. Adanya diare/gangguan bertahap sesuai tujuan dengan kesiapan untuk memulai makan lagi.
absorpsi. nilai laboratorium normal.
3. Status hipermetabolik Mulai dengan makan cairan Menurunkan insiden kram abdomen,
(penyakit inflamasi Merencanakan diet untuk perlahan. mual.
praoperasi/proses memenuhi kebutuhan nutrisi.
penyembuhan). Identifikasi bau yang ditimbulkan Sensitivitas terhadap makanan tertentu
oleh makanan (mis., kol, ikan, tidak umum setelah bedah usus. Pasien
kacang-kacangan) dan sementara dapat mencoba berbagai makanan
batasi diet. sebelum menentukan apakah ini
membuat masalah.

Anjurkan pasien meningkatkan Dapat menurunkan pembentukan bau.


penggunaan yogurt dan mentega
susu.

Diskusikan mekanisme menelan Minum melalui sedotan, mengorok,


udara sebagai factor pembentukan ansietas, merokok, sakit gigi, dan
flatus. meneguk makanan meningkatkan
produksi flatus. Terlalu banyak flatus
dapat menjadi factor penyebab
kebocoran dari banyaknya tekanan dalam
kantong.

Kolaborasi :
Konsult dengan ahli diet. Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi
pasien dalam perubahan pencernaan dan
fungsi usus.

Tingkatkan diet dari cairan Diet rendah sisa dapat dipertahankan


sampai makanan rendah residu selama 6-8 minggu pertama untuk
bila masukan oral dimulai. memberikan waktu yang adekuat untuk
penyembuhan usus.
Berikan makanan enteral/ Pada kelemahan/tidak toleran terhadap
parenteral bila diindikasikan. makanan per oral. Hiperalimetasi
digunakan untuk menanbah kebutuhan
komponen pada penyembuhan dan
mencegah status katabolisme.

5. Gangguan citra tubuh Kriteria Evaluasi : Mandiri : Memberikan informasi tentang tingkat
berhubungan dengan : Pastikan apakah konseling pengetahuan pasien/orang terdekat
1. Adanya stoma;kehilangan Menyatakan penerimaan diri dilakukan bila mungkin terhadap pengetahuan tentang situasi
kontrol usus eliminasi. sesuai situasi, menerima dan/ostomi perlu untuk pasien dan proses penerimaan.
2. Gangguan struktur tubuh. perubahan kedalam konsep diri didiskusikan.
tanpa harga diri yang negatif.
Dorong pasien/orang terdekat Membantu pasien untuk menyadari
Menunjukkan penerimaan untuk menyatakan perasaan perasaanya sebelum mereka dapat
dengan melihat/menyentuh tentang ostomi. menerima dengan efektif.
stoma dan berpartisipasi dalam
perawatan diri.
Kaji ulang alasan untuk Pasien dapat menerima ini lebih mudah
Menyatakan perasaan tentang pembedahan dan harapan masa bahwa ostomi dilakukan untuk
stoma/penyakit;mulai menerima mendatang. memperbaiki penyakit kronis/jangka
situasi secara konstruktif. panjang daripada sebagai cidera
traumatic.

Berikan kesempatan pada pasien Ketergantungan pada perawatan diri


untuk menerima ostomi melalui membantu untuk memperbaiki
partisipasi pada perawatan diri kepercayaan diri dan penerimaan situasi.

Diskusikan kemungkinan kontak Membantu menguatkan pendidikan


dengan pengunjung ostomi dan (berbagi pengalaman) dan memudahkan
buat perjanjian untuk kunjungan penerimaan perubahaan sesuai dengan
bila perlu kesadaran pasien akan “hidup harus
berjalan terus” dan dapat menjadi relatif
normal.
Referensi:
Black, Joyce M., Jane Hokanson Hawks. (2009). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. Vol 1. 8th Ed.United
State : Saunders Elsevier.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2010). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaak dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinkingfor collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir
Saunders.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.
Yeatman, T.J. (2001). Colon cancer. Encyclopedia of Life Sciences. 1-6.

Anda mungkin juga menyukai