Anda di halaman 1dari 45

By : Indra Pratama Dana

030.07.117
 Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak
diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik
dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat.
 Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya
 Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.
 Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi
dari tumor. Keluhan dari lesi kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di
abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan pada kolon
kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi
sampai obstruksi.
 Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.
 Mukosa usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan
kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak
mempunyai kelenjar.
 Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang
terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa
membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut
appendices epiploicae.
 Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat
lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan
lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler.
 Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli,
yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot
sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang
 Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti
periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus.
 Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica
dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae.
 Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke
vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke
dalam vena porta.
 Aliran limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica
media, nn. colica sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti
pembuluh darah menuju truncus intestinalis
1. Pertukaran air dan elektrolit
 Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit.
 Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari.
 Natrium diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase.
 Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari.
 Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik.
 Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara
pasif.
 Klorida diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat.
2. Asam lemak rantai pendek
 Asam lemak rantai pendek seperti asetat,

butirat dan propionat diproduksi oleh


fermentasi bakterial yang berasal dari
karbohidrat.
 Asam lemak rantai pendek ini berguna sebagai

sumber energi bagi mukosa kolon dan


metabolisme usus seperti transportasi natrium.
3. Mikroflora kolon dan gas intestinal
 Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan
spesies terbanyak ialah Bacteroides.
 Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak.
Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan
karbohidrat dan protein di kolon dan berpartisipasi
dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen
dan kolesterol.
 Bakteri ini juga di[perlukan dalam produksi vitamin K
dan menghambat pertunbuhan bakteri patogen seperti
Clostridium difficle
4. Motilitas
 Usus besar memperlihatkan kontraksi

intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi durasi


pendek akan meningkatkan waktu transit di
kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan
perubahan elektrolit.

 Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan


motilitas kolon.
5. Defekasi
 Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan
terkoordinasi melibatkan pergerakan massa kolon,
peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal
serta relaksasi lantai pelvis.
 Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses
memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di
dinding rektum atau otot levator.
 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari
sfingter ani yang menyebabkan kontak dengan
kanal anal.
 Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon
atau jaringan rektum.

 Sebagian besar kanker colorectal adalah


adenocarcinoma.
 Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat
insiden dan mortalitas
 Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan
Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India,
Amerika Selatan dan Arab Israel.
 Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling
sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas
 Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang
banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker
menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima
kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita
 Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki
faktor genetik dan lingkungan :

• Sindroma kanker familial

• Kasus sporadik

• Faktor lingkungan
1. Polip
 Polip telah diketahui potensial untuk menjadi

kanker kolorektal.
 Evolusi dari kanker merupakan sebuah proses

yang bertahap, dimulai dari hiperplasia sel


mukosa, pembentukan adenoma,
perkembangan dari displasia menuju
transformasi maligna dan invasif kanker
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
A. Ulseratif Kolitis
 Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang
jelas untuk kanker kolon, sekitar 1% dari pasien
yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
 Risiko perkembangan kanker pada pasien ini
berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan
berbanding lurus dengan keterlibatan dan
keaktifan dari ulseratif kolitis
B. Crohn’s Disease
 Pasien yang menderita penyakit crohn’s
mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker
kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan ulseratif kolitis.
 Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul
pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan
striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari
adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis
3. Faktor Genetik
A. Riwayat Keluarga
 Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada
pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga
terdekat.
 Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai
kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk
menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki
riwayat kanker kolorektal pada keluarganya
B. Kanker Kolorektal Herediter

 Abnormalitas genetik terlihat mampu


memediasi progresi dari normal menuju
mukosa kolon yang maligna.

 Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan


adenokarsinoma yang besar berhubungan
dengan mutasi genetik.
4. Diet
 Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi

kalori, daging dan diet rendah serat


berkemungkinan besar untuk menderita kanker
kolorektal pada kebanyakan penelitian,
meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat
dan kanker kolorektal
5. Gaya Hidup
 Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20
tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki
adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang
besar.
 Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun
berhubungan dengan risiko dua setengah kali
untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
 Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan
dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
6. Usia
 Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut
(≥ 65 thn) pria dan wanita adalah 61% dan 56%.
 Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7
kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada
wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per
100.000 orang per tahun) bila dibandingkan
dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn)
 Mutasi dapat menyebabkan aktivasi dari
onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen
supresi tumor ( APC, DCC deleted in
colorectal carcinoma, p53).

 Karsinoma kolorektal merupakan


perkembangan dari polip adenomatosa dengan
akumulasi dari mutasi diatas.
 Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon
dan rektum, yaitu :
1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol
kedalam lumen usus, berbentuk kembang kol dan
ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon
asendens.
2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga
terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama
ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan
rektum.
3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian
sentral terdapat di rektum.
 Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi
dan tidak spesifik.
 Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
 Kolon kanan
• Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat dideteksi
dengan tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan
pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah
diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu.
Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.
 Kolon kiri
• Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi
lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi
yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.
• Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif.
• Feses dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah
atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan
dengan gumpalan darah atau feses.
 Rektum
• gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.
Perdarahan seringkali terjadi persisten.
• Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada
pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan
atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus
dipikirkan.
 Tes darah samar
• Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota,
didapatkan kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai
tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC
sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%.
• Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat
sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah,
90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC.
 Rigid Proctoscopy
• Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal,
rektum dan kolon sigmoid. Prosedur ini biasa
digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip
rektum.
• Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan
resiko kematian pada kanker rektal dengan skrining
melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian
kanker kolon tidak dipengaruhi
 Flexible Sigmoidoscopy

• Skrining dengan flexible sigmoidoscopy setiap 5 tahun


menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan
mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan
adenoma.
 Colonoscopy

• Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat


dan paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar.
• Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil
sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi,
mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur.
• Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus
dan menyebabkan ketidaknyamanan karena memerlukan
sedasi.
 Barium enema kontras

• Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi


polip > 1cm yaitu sekitar 90%.

• Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan


efektivitasnya dalam skrining populasi besar.

• Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi


dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada
divertikulosis.
 CT Colonografi
• CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan
rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal.

• CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%.

• Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners


menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98%
untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki
resiko terjadinya perforasi tetapi dilaporkan hanya 1/22.000
pemeriksaan
 Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan
rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.
 Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk
usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
 Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk
kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung
kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.
 Kanker kolon
• Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi
luas dari lesi dan drainase regional limfatik. Reseksi
dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah
terjadi metastase.

• Adanya kanker synchronous, adenoma atau riwayat


keluarga yang kuat terhadap CRC mengindikasikan
seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field
defect) dan harus dilkukan subtotal atau total
kolektomi.
 Kanker rektum
• Biologis dari adenokarsinoma rektal sama dengan
adenokarsinoma kolon, dan prinsip operasi ialah reseksi
komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ
apapun yang terkena.

• Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka reseksi


lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi
lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium
yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan
radiasi.
 Kemoterapi sistemik
• Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker
kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi adjuvan
maupun metastase.

• Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombinasi


menunjukkan peningkatan efektivitas dan angka
harapan hidup pasien.

• Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur


yang digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi
dengan oxalipatin dan irinotecan
 Terapi radiasi
• Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien
dengan kanker rektum, tetapi terbatas bagi kanker
kolon.

• Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun


metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk
metastasis pada tulang atau otak
 Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh,
yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat
keganasan sel tumor.
 Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa
penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun
adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran
75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan
metastasis jauh satu persen.
 Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya
sangat buruk.
 Karsinoma kolorektal merupakan penyebab
kematian kedua setelah keganasan di paru-paru di
USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan
150.000 kasus baru dan 60.000 diantaranya
meninggal karena karsinoma kolorektal.
 Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan
berbagai upaya untuk menguranginya, salah
satunya dengan kebijakan deteksi dini atau
skrining terhadap kelompok berisiko yang
asimptomatis.
 Penanganan karsinoma kolorektal
membutuhkan kecermatan pemeriksaan
preoperatif untuk dapat memutuskan modalitas
terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun
radioterapi.
 Pada prinsipnya, semakin dini diagnosis
karsinoma kolorektal, semakin baik
prognosisnya karena penanganannya dapat
dengan pembedahan kuratif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In Schwartz’s
Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar
ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s Textbook of
Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal operation. 10th edition.
2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation. 10th edition.
2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for colorectal cancer.
http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp

Anda mungkin juga menyukai