Edisi Pertama
Tahun 1443 H / 2022 M
Diterbitkan
Pustaka Pelajar
Jl. Celeban Timur UH, III/548, Tahunan,
Umbulharjo,Kota Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55167
Sampul .................................................................................... i
Halaman Judul ...................................................................... ii
Tim Penyusun ......................................................................... iii
Sambutan ............................................................................... iv
Kata Pengantar ..................................................................... v
Daftar Isi .................................................................................. vi
ََ َقَال:َعَنَ َ َهمامَ َبَنَ َمَنػَبَوَ َاََنموَ َسَعَ َاَبَ َىََريػََرةَ َيػَقَول
َََلَ َتػَقَبَلَ َصَلَةَ َمَن:ََرسَولَ َللاَ َصََلميَللاَ َعَلَيوَ ََوسََلمم
ََمَا:ََقَالَ ََرجَلَ َمَنَ َحَضََرمَ َوت,َضأ َت َيػَتػَ َو م
َاَحَدَثَ َحَ م
ََ(رواه.َ ََفَسَاءَ َاَوَ َضََراط:َاَلَدَثَ َيَ َاَبَ َىََريػََرةَ ؟َقَال
َ َ)البخاري
Fiqh As’adiyah I1
Artinya: dari Hammam bin Munabbih, bahwa dia
perna mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah
saw bersabda: tidak diterima shalat seseorang yang
berhadas (batal wudhu) hingga dia berwudhu lagi,
berkata seseorang dari Hadramaut: apa itu hadats
wahai abu Hurairah? , Abu Hurairah menjawab:
kentut tanpa bunyi atau berbunyi. (HR. Bukhari, dan
Ahmad).
Dalam Hadits tersebut yang disebutkan hanya
buang angin dapat menyebabkan batal wudhu,
apa lagi buang air kecil dan buang air besar lebih-
lebih membatalkan wudhu.
b. Hilang akal karena tidur, kecuali tidur dalam
posisi duduk.
َ َََ
Artinya: ... atau menyentu perempuan... (QS.al-
Maidah: 6)
َب َصلي َللا َعليو َ َاَ مَن َالَنم م,َ َعَنَ َبَسََرةَ َبَنَتَ َصَفََوان
ََ َاَذَا َاَفَضَي َاَحََدكَمَ َبَيَدَهَ َاَلَ َفػََرجَو:َ َوسلم َقَال
َض َأ
َفػَلَيػَتػَ َو م
)(سننَالنسائي
Artinya: dari Busrah binti shafwan, bahwa Nabi
shallallahu „alaihi wasallam bersabda: jika salah
seorang diantara kalian menyentu kemaluan
dengan tangannya, maka hendaklah dia berwudhu
(HR. Al-Nasai)
Hal yang mengangkat atau menghilangkan
hadas kecil adalah wudhu.
2. Tatacara Wudhu
Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai
tatacara pelaksanaan wudhu.
Fiqh As’adiyah I3
a. Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa dengan didamma
waunya “ ضوء ُ " ُوbermakna air yang digunakan
pada anggota badan tertentu. Kata wadhu "ضوء ُ " َو
dengan difatha waunya bermakna air yang dipakai
berwudhu. Sedang menurut syara’ : “ salah satu
cara bersuci dengan menggunakan air pada
empat anggota tubuh, yaitu wajah, dua tangan,
kepala, dan dua kaki dengan cara-cara yang
dijelaskan oleh syara’.
b. Dasar Hukum wudhu
Fukaha secara sepakat mengatakan bahwa
wudhu disyareatkan sebagai syarat sahnya shalat.
Atas dasar itu, hukum asal wudhu adalah fardhu.
Dasar hukumnya adalah al-Qur’an, as-Sunnah dan
Ijma’.
1) al-Qur’an, Allah swt berfirman dalam surat
al-Maidah ayat 6:
َاَّلِل
نػويتَالوضوءَلرفعَالدثَالصغرَفػرض م
َ َتعال
Artinya: Aku berniat wudhu untuk
mengngkat hadas kecil fardhu karena Allah.
Sah juga dengan menggunakan
bahasa kita sendiri seperti bahasa Bugis tapi
harus dalam hati. Hal ini berdasar pada
sabda Rasulullah saw.:
َاعوذَبهللَمنَالشميطانَالمرجيم
2) Membaca tasmiyah, yaitu : sekurang-
kurangnya
ََبسمَللا
lebih sempurnanya
ََلوَل:ََعنَالنمبَصليَللاَعليوَوسلم:قالَابوَىريػرة
َان َاشكمَ َعليَامت َلمرتػهم َبلسواك َعند َكل َوضوء
َ )(َرواهَالبخاري
Fiqh As’adiyah I9
Artinya: abu Hurairah berkata dari Nabi saw
bersabda: seandainya tidak berat bagi umatku
pasti aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali
wudhu. (HR. Bukhari)
5) Mencuci kedua telapak tangan sampai
pergelangan.
6) Mendahulukan mencuci dua tangan
sebelum berkumur-kumur.
7) Berkumur, yaitu memasukkan air di mulut.
8) Sempurnanya menggerakka mulutnya
setelah memasukkan air kemudian
mengeluar-kannya. Hal ini berdasar pad
Hadits berikut:
َعنََُحرانَمولَعثمانَانموَرايَعثمانَدعاَبَنء
َفافػرغ َعليَك مفيو َثلث َمرار َفػغسلهماَثمَادخل
ََييػنو َِف َالَنء َفمضمض َواستػنػثػر َثم َغسل
َوجهو َثلث َممرات َويديو َالَالرفػَقي َثلث
َممرات َثم َمسح َبرأسو َثم َغسل َرجليو َثلث
َ َقال َرسول َللا َصلي َللا َعليو:ممرات َثم َقال
َضأ ََنو َوضوئي َىذا َثم َصلمي
َمن َتػو م:َ وسلم
َركعتػي َل َُيدث َفيهماَنػفسو َغفر َلو َماَتػَقدمم
َ )منَذنبوَ(رواهَالبخاري
Artinya: dari Humran mantan budak Usman
mengabarkan kepadanya, bahwa ia telah
melihat Usman bin Affan minta untuk diambilkan
10 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
bejana (berisi air), lalu ia menuangkan pada
telapak tangannya tiga kali lalu membasuh
keduanya, lalu ia memasukkan tangan
kanannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur
dan memasukkan air ke dalam hidung,
kemudian membasuh wajahnya tiga kali,
kemudain membasuh kedua tangan hingga siku
tiga kali, kemudian mengusap kepala, kemudian
membasuh kedua kakinya tiga kali hingga
kedua mata kaki. Setelah itu ia berkata:
Rasulullah saw bersabda: barangsiapa
berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat
dua rakaat dan tidak berbicara antara
keduanya, maka dosanya yang telah lalu akan
diampuni. (HR. Bukhari)
9) Istinsyaq, yaitu memasukkan air di hidung
kemudian mengeluarkannya. Berdasakan
Hadits berikut:
Fiqh As’adiyah I 11
11) Mengusap air merata ke seluruh kepala,
sebagai ikutan kepada Rasul :
Fiqh As’adiyah I 13
15) Memanjangkan Gurrah dan Tahjil, yaitu
membasuh lebih dari batas seperti membasuh
muka sampai ke kulit kepala, dua telinga sampai
kedua kuduknya, membasuh tangan sampai ke
atas siku, dan membasuh kaki sampai di atas
mata kaki. Berdasarkan hadits Bukhari Muslim:
Fiqh As’adiyah I 15
dengan jari kedua jari telunjuknya, kemudian
membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali,
kemudian beliau bersabda: “ beginilah cara
berwudhu, barangsiapa yang menambah atau
mengurangi dari keterangan ini, maka dia telah
membuat kejelekan dan kezhaliman atau
kezhaliman dan kejelekan.(HR. Abu Dawud)
17) Mendahulukan yang kanan diwaktu
membasuh tangan dan kaki. Sebagaimana
peraktik Nabi saw. Dan Rasulullah saw
sangat menyukai mendahulukan kanan
baru kiri dalam segala hal. Salah satu Hadits
dari Aisyah ra, sebagai berikut:
Fiqh As’adiyah I 17
َعَنَ َعَبَدَ َللاَ َبَنَ َعَمََروَاَ مَن ََرسَولَ َللاَ َصليَللا
َعليوَوسلمَمَمَر َبَسَعَدَ ََوىَوَ َيػَتػَ َوضَأَ َفػَقَالَ َمَاَىَذَا
َ,َ َنػَعَم:ََالوضََوءَ َاَسََراؼَ َقَال
َ َال مسَرؼَ َفػَقَالَ َأِف
َ )ََواَنََكَنَتََعَلَيَنػَهَرََجَارََ(َابنَماجو
Artinya: Dari Abdullah bin Amr berkata,
Rasulullah saw melwati Sa‟ad yang sedang
berwudhu, lalu beliau bersabda: “kenapa
berlebih-lebihan? “ Sa‟ad berkata, apakah
dalam wudhu juga ada berlebih-lebihan?,
beliau menjawab, “Ya, meskipun di sungai yang
mengalir (HR. Ibnu Majah).
3) Berbicara saat berwudhu.
4) Orang yang berpuasa, berlebihan dalam
berkumur dan menghirup air dengan
hidung.
5) Berwudhu di tempat najis.
6) Mengusap raqabah (tengkuk).
7) Menggunakan air sangat panas dan sangat
dingin (panas atau dingin tidak
membahayakan), kalau membahayakan
kulit menjadi haram, dan
8) Air yang terjemur oleh matahari pada
bejana terbuat dari logam.
g. Membatalkan wudhu
1) Keluarnya sesuatu dari dua jalan kotoran
(kemaluan dan dubur), kecuali mani karena
keluarnya mani mewajibkan mandi,
diantaranya yang biasa terjadi seperti air
kencing, berak, angin, mazi, wadi. Yang
tidak biasa terjadi seperti cacing, batu kerikil,
darah sedikit atau banyak
َََقَال:ََعَنََ َهمامََبَنََمَنػَبَوََأََنموََسَعََأبََىََريػََرةََيػَقَول
ََ َ" َلَ َتػَقَبَل:َرسَولَ َللاَ َصلي َللا َعليو َوسلم
َََقَالَ ََرجَلَ َمَن."ََضأ َت َيػَتػَ َو م
َصَلَةَ َمَنَ َأحَدَثَ َحَ م
َََفَسَاء:ََمَاَاَلَدَثََيََاَبََىََريػََرةََ؟َقَال:َحَضََرمَ َوت
َ )أوََضََراطََ(َالبخاريََواُحد
Artinya: Dari Hammam bin Munambih, bahwa
beliau mendenganr Abi Hurairah berkata:
Rasulullah saw bersabda: “tidak diterima
shalatnya orang yang berhadas hingga ia
berwudhu”, berkata seseorang dari Hadramaut,
apa yang yang dimaksud berhadas wahai Abu
Hurairah?, Abu Hurairah menjawab: Kentut,
bunyi atau tidak bunyi. (HR. Bukhari, Ahmad)
2) Hilang akal atau kesadaran, sebab mabuk,
gila, ayan, ataupun tidur, kecuali tidur
dalam keadaan duduk.
ََكَانَ َاَصَحَابَ ََرسَولَ َللاَ َصَليَللا َعليو:َعَنَ َاَنَسَ َقَال
َت َََفَقَ ََرءَوسَهَمَ َ َثم
َوسلم َيػَنػَتَظََرونَ َاَلعَشَاءَ َاَلَخََرةَ َحَ م
َ )َضئَونََ(رواهَابوَداود َيَصَلََونَََولََيػَتػََو م
Fiqh As’adiyah I 19
Artinya: Dari Anas ra berkata: dulu shabat
Rasulullah saw mereka menunggu shalat isya,
hingga kepalanya me angguk-angguk, lalu
mereka shalat dan tidak berwudhu. (HR. Abu
Dawud)
3) Menyentuh kemaluan manusia atau
tempatnya jika kemaluan itu putus, baik
kemaluan orang mati, anak-anak, kubul,
dubur, terpasang maupun sudah terlepas
kecuali potongan khitan, dengan
menggunakan telapak tangan.
... َأوَلمستمَالنساء...
Artinya, “ atau menyentuh wanita”.
Persentuhan kulit antara dua anak kecil,
atau satu anak kecil sedang lainnya dewasa,
dan persentuhan laki-laki dengan perempuan
yang ada hubungan mahram, tidak
20 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
membatalkan wudhu; baik dari segi nasab,
susuan, atau perkawinan.
3. Hal-hal yang haram dilakukan orang yang berhadas
kecil
a. Melakukan shalat baik shalat pardhu ataupun
sunat, sebagaimana Hadits berikut:
Fiqh As’adiyah I 21
ََقال َرسول َللا َصلميَللا َعَليو:َ عن َابن َعبماس َقال
ََالطمواؼ َبلبػيت َصلة َامل َا من َللا َابح َفيو:َ وسلمم
َ َ(رواه.النطق َفمن َنطق َفيو َفل َيػنطق َامل َِبي
َ )الدارمي
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah saw
bersabda: Tawaf mengelilingi Ka‟bah adalah shalat,
hanya saja Allah memperbolehkan berbicara ketika
melakukannya, barangsiapa berbicara disaat
melakukan tawaf, maka janganlah ia berbicara
kecuali yang baik.(HR. Al Darimi).
c. Menyentuh mushaf al-Qur’an. Berdasar ayat al-
Qur’an yang berbunyi :
َ )77:ََ(الواقعةَََ
Artinya: tidak menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan. (QS. 56:79)
Dan diperkuat dengan sabda Rasulullah saw,
sebagai berikut:
َعن َعبد َللا َبن َأيب َبكر َبن َُم ممد َبن َعمرو َبن
ََأ منَِفَالكتابَاملذيَكتػبوَرسولَللاَصلميَللا:َحزم
"أن َل ََي م:َ عليو َوسلمم َلعمروَبن َحزم
َس َالقران َالم
)َطاىرَ(رواهَمالك
Artinya: Dari Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad
bin Amr bin Hazm : Bahwa dalam kitab yang telah
ditulis oleh Rasulullah saw terhadap Amr bin Hazm:
Fiqh As’adiyah I 23
a. Hubungan senggama yang dilakukan oleh laki-
laki dengan perempuan baik mengeluarkan
mani atau tidak.
b. Keluar mani baik laki-laki ataupun perempuan
tanpa melalui persetubuhan, baik secara
sengaja atau tidak sengaja seperti dalam mimpi.
c. Wanita mengeluarkan darah haid.
d. Nifas. Bagi wanita dalam keadaan keluar darah
setelah melahirkan.
e. Wiladah, Oleh karena itu, apabila wanita itu
melahirkan tanpa mengeluarkan darah, mereka
tetap berhadas besar dan wajib mandi.
f. Masuk Islam, orang kafir yang islam dalam
keadaan junub tetap dikatakan berhadas besar.
Jika tidak dalam keadaan junub, maka mandi
baginya adalah sunat.
Bagi yang mengalami hal-hal di atas disebut
berhadas besar, untuk hilangnya hadas besar itu
diwajibkan mandi. Dan termasuk juga menyebabkan
wajib mandi adalah matinya seorang muslim yang
bukan mati syahid, tapi yang diwajibkan adalah orang
hidup terhadap orang mati. Untuk selengkapnya
penjelasan mengenai mandi, adalah sebagai berikut.
4. Fardhu Mandi
Adapun fardhu mandi yang harus dilakukan pada
saat mandi, yaitu:
a. Niat, yaitu berniat menyingkirkan kejunuban
bagi orang yang junub, atau haid bagi orang
yang mandi sebab haid. Berniat wajib
dibarengkan dengan permulaan mandi. Yaitu
dengan basuhan badan yang pertama kali,
sekalipun mulainya membasuh dari bagian
bawah.
b. Meratakan air pada bagian luar badan,
termasuk kuku, kulit bawah kuku, rambut sampai
pangkal dan kulit tempat tumbuhnya bulu
sekalipun lebat.
5. Sunat-sunat mandi
24 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
Dalam melaksanakn mandi, baik mandi wajib atau
mandi sunat, ada hal-hal yang sunat dilakukan pada
saat mandi, yaitu :
a. Diawali dengan basmalah;
b. Membuang kotoran yang suci seperti mani dan
lendir hidung dan kotoran yang najis seperti
madzi;
c. Kencing sebelum mandi, agar sisa-sisa mani
atau darah ikut keluar bersama kencing itu;
d. Berkumur, menyesap air ke dalam hidung dan
berwudhu dengan sempurna, setelah selesai
membuang kotoran;
e. Memulai menyiram kepala kemudian pundak
bagian kanan lalu bagian kiri;
f. Melanggengkan keadaan suci dari hadas kecil
sampai selesai mandi, sehingga bila berhadas di
tengah mandi, disunatkan berwudhu lagi;
g. Bersungguh-sungguh dalam membasuh
anggota badan yang berlipat, seperti telinga,
ketiak, pusar, ekor mata, dan bagian yang
retak-retak;
h. Menggosok bagian badan yang bisa dijamah
oleh tangannya;
i. Mengulangi sampai tiga kali semua basuhan
badan;
j. Menghadap ke Kiblat, muwalat atau sambung
menyambung, tidak berbica yang tidak perlu;
k. Sesudah mandi, disunatkan membaca dua
kalimat syahadat lalu dilanjutkan doa seperti
dibaca setelah wudhu.
6. Hal-hal yag diharamkan bagi orang yang junub :
a. Melakukan shalat, sebagaimana firman Allah
swt:
Fiqh As’adiyah I 25
Maksud ayat di atas, Allah swt memerintahkan
orang yang sedang junub untuk bersuci, berarti sebelum
suci dilarang melakukan aktifitas ibadah, seperti shalat
dan sebagainya.
b. Thawaf di sekeliling Ka’bah sekalipun tawaf
sunat, sebagaimana Hadits Nabi:
َ )77:ََ(الواقعةَََ
Artinya: tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan. (QS. 56:79)
d. Membaca al-Qur’an bertujuan untuk al-Qur’an,
kalau bermaksud doa, pujian, zdikir itu tidak
haram.
ََ َكَانَ ََرسَولَ َللاَ َصََلمي َللاَ َعَلَيوَ َ َوسََلمم:َعَنَ َعَلَيَ َقَال
َ (يػَقََرئػَنَاَاَلقََرأنََعَليَكَلََحَالََمَاََلََيَكَنََجَنػَبَاَ(الرتمذي
Artinya: Dari Ali berkata: Adalah Rasulullah saw
membacakan al-Qur‟an kepada kita atas segala
keadaan selama Ia tidak junub. HR. At-Timizdi:146)
Fiqh As’adiyah I 27
ََ َ َ َ َ َ َ َ َ
َ ...ََََ َ
Terjemahannya: Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah (mengalir), daging babi, yang
disembeli atasa nama selain Allah, yang tercekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas kecuali yang sempat
kemau menyembelihnya, dan yang disembelih
untuk berhala, mengundi nasib dengan anak
panah, itu adalah kefasikan ... (QS. 5: 3)
Ada darah yang tidak diharamkan atau
dikecualikan yaitu darah yang bekuh, sebagaimana
Hadits di bawah ini.
Nabi saw. bersabda:
َ َ
Terjemahannya: Hai orang-orang yang beriman
sesungguhnya khamar, judi, berhala, mengundi
nasib dengan panah adalah kotor termasuk
perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
m. Babi, anjing, serta keturunannya masing-masing
dalam tunggal sejenis atau dengan binatang
lain. Dalil mengani babi, lihat QS. Al-Maidah:3.
Sedangkan mengenai najis anjing, lihat Hadits di
bawah ini.
Fiqh As’adiyah I 29
َ َا من َرسول َللا:عن َايب َىريػرة َرضي َللا َعنو َقال
ََاذاَشربَالكلبَِفَاَنء:َصلميَللاَعليوَوسلممَقال
(َاحدكمَفػليػغسلوَسبػعاَ(رواهَالبخاري
Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: bahwa
Rasulullah saw bersabda: Jika anjing meminum
pada suatu bejana, maka hendaklah mencucinya
tujuh kali (HR. Bukhari).
: َعنَايبَواقدَاللميثيَرضيَللاَعنوَقال
َ َما َقطع َمن:قال َرسولَ َللا َصلمي َللا َعليو َوسلمم
(َ(اخرجوَابوداود.البهيمةَوىيَحيمةَفهيَميتة
Artinya: Dari Abi waqid allaisi ra. Berkata: Rasulullah
saw bersabda: apa-apa yang terpotong dari hewan
َ َقال َرسول َللا َصلمي َللا َعليو َوسلمم:عن َايب َىريػرة َقال
ََطهورَاَنَءَاحدكمَاذاَولغَفيوَالكلبَانَيػغسلوَسبعَممرات:
َ (َاولى منَبلتػرابَ(مسلم
Fiqh As’adiyah I 31
Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah saw
bersabda: suci bejana salah seorang diantara kamu, jika
telah dijilat anjing mencuci tujuh kali sekali diantaranya
dengan tanah. (HR. Muslim ).
)ٖٔٓ
Artinya: sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang –orang yang beriman. (QS.
An-Nisa: 103).
Dan masih banyak ayat-ayat al-Qur‟an lainnya yang
mejelaskan tentang perintah shalat.
Dasar hukum shalat yang terdapat dalam hadits juga
cukup banyak, diantaranya:
Fiqh As’adiyah I 33
ِ َ ََع ِن ابْ ِن عُ َمَر َر ِض َي هللاُ َعْنػ ُه َما ق
ُصلَّي هللا َ اؿ َر ُس ْو ُؿ هللا
َ َ ق:اؿ
ِ ِ ٍ َْ بُِِن اِِْل ْسالَ ُـ َعلي َخ: علَ ِيو َو َسلَّ َم
َ َش َه َادة َع ْن ِلَ الو: س َ
َّ َواِيْػتَ ِاء,الصالَة
,ِالزَكاة َّ َواِقَاِـ,ِوؿ هللا َّ َو,ُاِِلَّ هللا
ُ أف ُزلَ َّم ًدا َر ُس
) :ضا َف (رواه البخاري ِ و,واْحل ِج
َ ص ْوـ َرَم َ َ َّ َ
Artinya: dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah saw
bersabda: Islam itu didirikan atas lima dasar, yaitu: 1)
kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhamma adalah utusan Allah, 2) mendirikan shalat 3)
menunaikan zakat 4) melaksakan ibadah haji 5)
melaksanakan puasa ramadhan. (HR. Bukhari).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, Ulama Fikih
sepakat menyatakan bahwa shalat itu merupakan
kewajiban yang harus diketahui dan dilaksanakan setiap
individu muslim.
Adapun sejarah awal mula disyariatkannya shalat yaitu
pada malam hari ketika Rasululllah saw melakukan Isra‟
Mi‟raj pada tanggal 27 Rajab demikian pengakuan al-Hafidz
Ibnu Hajar, satu setengah tahun sebelum Nabi Muhammad
saw hijrah ke Madinah. Shalat pertama-tama dikerjakan
oleh Rasulullah saw, adalah shalat zhuhur, setelah datang
Jibril mengajarkan tatacara pelaksanaan shalat pada
keesokan harinya.
D. Syarat-Syarat Shalat
Syarat menurut bahasa, pertanda atau indikasi.
Sedangkan menurut istilah syar‟i, syarat ialah “ Sesuatu yang
tergantung padanya keberadaan hukum syar‟i dan ia
berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya
menyebabkan hukum pun tidak ada. Ulama Fikih membagi
dua macam syarat shalat, yaitu syarat wajib dan syarat sah
shalat.
1. Syarat wajib shalat adalah sebagai berikut :
a. Islam, menurut Jumhur Ulama, orang kafir tidak
wajib melaksakan shalat, sekalipun orang kafir
melaksakan shalat, shalatnya tidak dianggap
sah.
b. Balig (dewasa), anak yang belum balig belum
dituntut untuk melaksakan shalat. Hal ini sesuai
sabda Rasulullah saw. Sebagai berikut :
وؿ هللاِ صلي هللا َ أف َر ُسَّ ,َع ْن َعائِ َشةَ َر ِضي هللاُ َعْنػ َها
َ
َع ِن النَّائِِم: ُرفِ َع اْل َقػلَ ُم َع ْن ثََالثٍَة:اؿ
َ َعليو وسلم ق
Fiqh As’adiyah I 35
َّ َو َع ِن,َ َو َع ِن اْدلْبػتَػلَي َح ََّّت يَػْبػَرأ,َح ََّّت يَ ْستَػْي ِػق َظ
ِّ ِالص
ب
ُ
) (رواه ابوداود.َح ََّّت يَ ْكبَػَر
Artinya: dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: “
ada tiga orang yang tidak dibebani hukum, yaitu :
orang yang tidur hingga ia bangun, orang gila
hingga ia sembuh, anak-anak hingga ia balig
(dewasa)”. (HR. Abu Dawud:).
c. Berakal, orang yang tidak berakal, seperti orang
gila, tidak diwajibkan shalat. Hal ini sejalan
dengan kandungan Hadits di atas.
d. Suci dari haid dan nifas, wanita yang sedang
haid dan nifas tidak diwajibkan melakukan
shalat dan juga tidak wajib mengqadhanya. Hal
ini sesuai sabda Nabi kita Muhammad saw :
ِ ُكنَّا ََِنيض علَي عه ِد رسوِؿ هللا:عن عائِشةَ قَالَت
ُْ َ َْ َ ُ ْ ْ َ َ َْ
ض ِاء ِ
َ فَػيَأْ ُم ُرََن بَِق, ُُثَّ نَطْ ُه ُر,صلَّي هللاُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َ
) الصالَةِ ( رواه الرتمذي َّ ض ِاء ِ
َ الصيَ ِاـ َوِلَ ََيْ ُم ُرََن بَِق
ّ
Artinya: Dari Aisyah ra berkata: Kami (isteri2 Nabi)
sedang haid pada masa Rasulullah saw, kemudian
kami suci, lalu Rasulullah saw memerintahkan ami
mengqadha puasa dan memerintahkan
mengqadha shalat. (HR. Al-Tirmidzi).
2. Syarat sah shalat adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui masuknya waktu shalat, seorang
muslim melakukan shalat tanpa mengetahui
waktu masuknya, shalatnya dianggap tidak sah.
Setiap shalat yang lima kali sehari semalam
mempunyai waktu tertentu, sebagaimana firman
Allah swt. dalam surat an-Nisa ayat 103.
َ ََوثِيَاب
)ٗ: ك فَطَ ِّه ْر ( ادلدثر
Artinya: dan pakaianmu bersihkanlah (QS. 74:4)
i. Menutup aurat, wajib menutup aurat saat
melaksankan shalat sekalipun di tempat sepi
dan gelap.
Allah swt berfirman dalam surat al-A‟raf ayat
31 sebagai berikut:
Fiqh As’adiyah I 39
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid ...(QS.7:31).
Menurut Abdullah bin Abbas salah seorang fakar
Tafsir dari kalangan sahabat, maksud ayat di atas
adalah pakaian dalam shalat.
Hal ini sesuai sabda Nabi saw :
)ٔ٘ٓ : (البقرة...
Artinya: Dan dari mana saja kamu (keluar), maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan
dimana saja kamu (sekalian) berada, maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya ... (QS.2:150).
k. Mengetahui kewajiban shalat dan tatacara
mengerjakannya. Wajib bagi setiap muslim
mampu membedakan mana yang termasuk
fardhu shalat dan yang disunatkan, bila orang
yang buta hukum ataupun juga orang berilmu
sudah meyakini semua perbuatan shalat itu
fardhu, maka sahlah shalatnya, tetapi kalau
di‟itikadkan sunnah, maka shalatnya tidak sah.
)ٖٗ:(البقرة
Artinya: dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orang-orang yang ruku (QS. 2:43).
Fiqh As’adiyah I 43
Dalam Hadits, Rasulullah saw bersabda:
َّ ت اِ َيل
َ الصالَةِ فَ َكَِّْب ُُثَّ اقْػَرأْ َما تَػيَ َّسَر َم َع
ك ِ
َ اذَا قُ ْم...
... آف ُُثَّ ْارَك ِع َح ََّّت تَطْ َمِّ َّن َراكِ ًعا
ِ ِمن اْل ُقر
ْ َ
)( رواه البخاري
Artinya: ... jika kamu berdiri untuk shalat shalat, maka
mulailah dengan takbir, kemudian bacalah apa yang
mudah bagimu dari al-Qur‟an, kemudian ruku‟lah
hingga benar-benar ruku‟ dengan tuma‟ninah
(tenang) ... (HR. Bukhari)
e. I‟tidal, yaitu berdiri tegak setelah ruku‟
هللا لي ص ِ َكا َف رسو ُؿ هللا:اؿ َ َ أَنَّوُ ق,اس ٍ ََّع ِن ابْ ِن َعب
ُ َّ َ ُْ َ
ُّ َّش ُّه َد َك َما يػُ َعلِّ ُمنَا
الس ْوَرَة ِم َن َ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يػُ َعلَّ ُمنَا الت
ات ِ ِ
ُ الصلَ َو
َّ ات ُ ات اْدلُبَ َارَكُ َّ " التَّحي:اْل ُقْرآف فَ َكا َف يَػ ُق ْو ُؿ
ِالسالَـ علَيك اَيػُّها النَِّب ور ْْحةُ هللا ِ ِ الطَّيِب
َ َ َ ُّ َ َ ْ َ ُ َّ ,ات لِل ُ َّ
ِ الص
,َاحل ْني َّ ِالسالَ ُـ َعلَْيػنَا َو َعلَي ِعبَ َاد هللا َّ ,َُوبَػَرَكاتُو
."ِوؿ هللا ُ اَ ْش َه ُد اَ ْف ِلَ اِلَوَ اِِلَّ هللاُ َواَ ْش َه ُد اَ َّف ُزلَ َّم ًدا َر ُس
)ٓ(رواه مسلم وابوداود
Artinya: dari Abdullah bin Abbas, bahwa Dia berkata:
Rasulullah saw mengajari kami (bacaan) tasyahud
sebagaimana mengajari kami surat dari al-Qur‟an lalu
Rasulullah membaca:
Fiqh As’adiyah I 45
السالَ ُـ َّ ,ِات ِلِل ُ َات الطَّيِّبُ الصلَ َو
َّ ات ُ ات اْدلُبَ َارَك
ِ
ُ َّالتَّحي
السالَـُ َعلَْيػنَا َّ ,َُّب َوَر ْْحَةُ هللاِ َوبَػَرَكاتُو
ُّ ِك اَيػُّ َها الن َ َعلَْي
هللا َّ
ِلِ اَشهد اَ ْف ِلَ اِلَو ا,َاحلني ِ الصَّ ِوعلَي ِعباد هللا
ُ َ ُ َ ْ ْ َ َ ََ
."ِوؿ هللا
ُ َواَ ْش َه ُد اَ َّف ُزلَ َّم ًدا َر ُس
j. Membaca shalawat atas Nabi saw. setelah
membaca tasyahud akhir dalam keadaan
duduk. Bershalawat kepada Nabi saw. hukumnya
adalah wajib, karena adanya perintah Allah di
dalam al-Qur‟an memerintahkan kita
bershalawat, sebagai berikut:
F. Sunnat-Sunnat shalat
Disamping syarat-syarat dan rukun-rukun shalat, ada
juga amalan yang termasuk dalam ketegori sunnah.
Fiqh As’adiyah I 47
Pekerjaan yang dihukumkan sunnah dalam shalat ini, ada
yang terdapat di dalam shalat itu sendiri dan ada pula yang
terdapat di luar shalat.
1. Amalan sunnah dalam shalat.
Amalan-amalan sunnah yang terdapat dalam
shalat, baik berupa ucapan (bacaan) ataupun
perbuatan. Amalan-amalan sunnah ini dibagi kepada
dua bagian, yaitu yang berbentuk ab‟ad (bagian dari
shalat) adalah sunat shalat yang apabila ditinggalkan
menghendaki dilakukannya sujud sahwi, sedangkan
sunat shalat yang berbentuk haiaat adalah apabila
ditinggalkan tidak perlu dilakukan sujud sahwi.
a. Sunnah shalat yang termasuk ab‟ad ( ) ابعبض,
yaitu :
1) Tasyahud awal
Artinya: Apabila kamu mebaca al-Qur‟an
hendaklah kamu meminta perlindungan kepada
Allah dari syetan yang terkutuk. (QS. 16:98)
Lapazh ta‟awudz sebagai berikut :
الرِجْي ْم ِ
ِ َهلل ِمن الشَّيط
َّ اف ْ َ اَعُ ْوذُ ِِب
Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari
godaan syetan yang dirajam
7) Membaca al-fatihah dan surah dengan
jahar (bersuara pelan) pada dua rakaat
subuh dan Jum‟at, dua rakaat pertama
Magrib dan Isya, serta shalat-shalat lain yang
disunatkan untuk mebacanya dengan jahar
seperti shalat dua hari raya, shalat gerhana
bulan, Tarwih, witir ramadhan, dan istisqa.
8) Membaca al-fatihah dan surah dengan sir
pada seluruh rakaat shalat zhuhur, ashar,
dan dua rakaat terakhir shalat isya, dan
rakaat terakhir shalat magrib. Adapun shalat
sunnah lainnya, jika di siang hari dibaca
dengan sir, di waktu malam dibaca jahar,
yang afdhal dibaca sedang (antara jahar
dan sir).
9) Membaca ta‟min atau kalimat آهييusai
memabca al-fatihah dengan suara keras
bagi makmum dan sir bagi orang yang
shalat sendirian.
:صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َاؿ ِ
َ اَ َّف َر ُس ْوَؿ هللا,ََع ْن اَِِب ُىَريْػَرة
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ فَانَّوُ َم ْن َوافَ َق ََتْمْيػنُوُ ََتْم,اذَا اََّم َن اِْل َم ُاـ فَأ َّمنُوا
ني
Fiqh As’adiyah I 55
(رواه البخاري.َّـ ِم ْن َذنْبِ ِو ِ ِ ِ
َ غُفَر لَوُ َما تَػ َقد,اْدلَالَئ َكة
)ومسلم وابوداود والرتمذي والنسائي ومالك
Artinya: dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw
bersabda: jika Imam membaca amiin, maka
bacalah amiin, karena barang siapa bacaan
amiin nya bersamaan dengan bacaan
Malaikat, maka dosanya yang telah lau akan
diampuni. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-
Trmidzi,an-nasai, dan Malik).
10) Membaca surah setelah al-Fatihah pada
dua rakaat pertama bagi imam dan
selainnya. Kecuali ma‟mum pada shalat
jahar jika imamnya membaca jahar.
11) Membaca takbir ketika ruku‟, sujud, dan
bangkit dari sujud, kecuali ketika kembali
dari ruku‟ dan takbiratul ihram.
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ٍ
ُ ْ َرأَي: َع ِن ابْ ِن َم ْسعُ ْود قَ َاؿ
َّ ِت الن
َ َّب
)ض ٍع َوقِيَ ٍاـ َوقُػ ُع ْوٍد (رواه الدارمي
ْ يُ َكَِّبُ ِِف ُك ِّل َرفْ ٍع َوَو
Artinya: dari Abdullah bin Mas‟ud berkata: saya
melihat Rasulullah saw bertakbir pada setiap
rukuk dan sujud, berdiri dan duduk. (HR. Ad-
Darimy).
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َمَ َّب َّ أ,هللا بْ ِن َم ْسعُ ْوٍد
َّ َِف الن
ِ عن عب ِد
َْ ْ َ
وفَػ َعلَوُ اَبػُ ْو بَ ْك ٍر:
َ قَ َاؿ,ض ٍ َكا َف يُ َكَِّبُ ِِف ُك ِّل َرفْ ٍع َو َخ ْف
)(رواه اْحد.ُو َع َمَر َر ِض َي هللاُ َعْنػ ُه َما
Artinya: dari Abdullah bin Mas‟ud, bahwa Nabi
saw membaca takbir setiap kali bangkit dan
turun, berkata Ibnu Mas‟ud itu dilakukan juga
oleh Abu Bakar dan Umar . (HR. Ahmad)
هللا قَ َاؿ :قَ َاؿ عُ ْقبَةُ بْ ُن َع ْم ٍرو :أَِلَ عن س ٍِامل أَِِب عب ِد ِ
َْ َْ َ
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ؟ قَ َاؿ: ِ ِ
ص َال َة َر ُس ْوؿ هللا َ اُِريْ ُك ْم َ
ض َع يَ َديِْو َعلَي ُرْكبَػتَػْي ِو فَػ َقاـ فَ َكبَّػر ُُثَّ رَكع فَج َ ِ
اِف يَ َديْو َوَو َ َ َ ََ َ
ِ وفَػَّرج بػني أ ِ ِ ِ ِ
استَػ َقَّر ُك ُّل َش ْئَصابِعو م ْن َوَراء ُرْكبَػتَػْيو َح ََّّت ْ َ َ َْ َ َ
استَػ َّقَّر ُك ُّل َش ْئ ِمْنوُ َس َج َد ِ
مْنوُ ُُثَّ َرفَ َع َرأْ َسوُ فَػ َق َاـ َح ََّّت ْ
صلَّي اَْربَ َع ِ
استَػ َقَّر ُك ُّل َش ٍئ مْنوُ قَ َاؿ :فَ َ اِف َح ََّّت ْ فَ َج َ
هللا صلي هللا عليو ات ُُثَّ قَ َاؿ :ى َك َذا راَيت رسوَؿ ِ رَكع ٍ
َ َ ْ ُ َ ُْ ََ
ِ وسلم يصلِّي .أَو :ى َك َذا َكا َف ي ِ
صلَّي صلّي بِنَا َر ُس ْو ُؿ هللا َ َُ َُ ْ َ
هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم (رواه اْحد)
13) Membaca tasbih ketika ruku‟ sebanyak tiga
kali.
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم,َّب َ ِ َع ْن ُح َذيْػ َفةَ أَنَّوُ َ َّ
صلي َم َع الن ِّ
ِب اْ َلع ِظْي ِم َوِِف ِِ ِ
فَ َكا َف يَػ ُق ْو ُؿ ِف ُرُك ْوعو ُ :سْب َحا َف َرِ َ
ِِ
ِب اِْلَ ْعلَي ( رواه ابو داود) ُس ُج ْوده ُسْب َحا َف َرَِّ
Artinya: dari Hudzaifah, bahwa Nabi saw.
Membaca diwaktu ruku‟nya: Maha suci Tuhanku
yang Maha Agung dan diwaktu sujudnya :
Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi (HR. Abu
)Dawud
Fiqh As’adiyah I 59
ض َع َك َّفْي ِو َح ْذ َو ِ ِ ِ ألر
َ ض َوَنََّي يَ َديْو َع ْن َجْنػبَػْيو َوَو ْ ْا
)َمْن ِكبَػْي ِو (رواه الرتمذي
Artinya: dari Abu Humaid As Saidi berkata: Ketika
Nabi saw sujud menekankan hidung dan
dahinya ke bumi, menjauhkan kedua tangan
dari lambungnya, dan meletakkan dua telapak
tangannya sejajar lurus dengan dua bahu. (HR.
At-Tirmidzi).
18) Merenggangkan kedua paha dari perut dan
kedua siku dan sisi tangan dari kedua rusuk
bagi laki-laki ketika sujud dan sebaliknya
bagi wanita.
19) Menghadapkan jemari ke arah kiblat ketika
sujud, baik laki-laki maupun perempuan.
Fiqh As’adiyah I 61
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو ِ َّ أ: َع ِن ابْ ِن عُ َمَر
َ َف َر ُس ْوَؿ هللا
ض َع يَ َدهُ اْليُ ْسَري ِ وسلَّم َكا َف اِذَا قَػع َد ِِف الت
َ َّش ُّهد َو َ َ َ ََ
ض َع يَ َدهُ اْليُ ْم َِن َعلَي ُرْكبَتِ ِو ِِ
َ َعلَي ُرْكبَتو اليُ ْسَري َوَو
لسبَابَِة (رواه َّ َش َار ِْبَ ني َوأ ِ
َ ْ اْليُ ْم َِن َو َع َق َد ثَالَثَةً َوَخَْس
)مسلم
Artinya: dari Ibnu Umar bahwa apabila Raslullah
saw duduk tasyahud, beliau meletakkan tangan
kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan
tangan kanannya di atas lutut kanannya, dan
beliau lingkarkan jarinya sehingga membentuk
angka lima puluh tiga, lalu beliau memberi
isyarat dengan jari telunjuk. (HR. Muslim).
24) Membaca do‟a berlindung dari azab
setelah tahiyat akhir;
هللا ي َّ
ل ص ِاؿ رسو ُؿ هللا َ ََع ْن ِأِب ُىَريْػَرَة ق
ُ َ ْ ُ َ َ َ ق:اؿ
ِ اِ َذا تَش َّه َد اَح ُد ُكم فَػْليستعِ ْذ ِِبهلل: علَي ِو وسلَّم
َْ َ ْ َ َ َ ََ َْ
ِ ك ِمن َع َذ
اب َ ِله َّم اِِّين اَعُوذُ ب ِ
ُ َّ أل:م ْن اَْربَ ٍع يَػ ُق ْو ُؿ
ْ ْ
اب اْل َق َِْب َوِم ْن فِْتػنَ ِة اْدل ْحيَا ِ ج َهنَّم وِمن َع َذ
ْ َ َ َ
َ
َّج ِاؿ (رواه َّ ات َوِم ْن َشِّر فِْتػنَ ِة اْدل ِسْي ِح الد ِ واْدلم
ََ َ
َ
) مسلم
25) Mengucapkan salam kedua;
)ٕ-ٔ:(ادلؤمنوف
Fiqh As’adiyah I 63
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-
orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang
yang khusyu‟ dalam shalatnya (2) (QS.23:1-2)
هللا يَّ
ل ص ِوؿ هللا َ س ر َّ
َف أ و ن
ْ ع هللا ي ِ عن اَِِب ىريػرةَ ر
ض
ُ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ َْ ُ ْ َ
َ ََعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق
لَْوِلَ اَ ْف اَ ُش َّق َعلَي اَُّم َِّت أ َْو َعلَي:اؿ
Fiqh As’adiyah I 65
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ َّ َع ْن اَِِب ُىَريْػَرَة أ
َ َف َر ُس ْوَؿ هللا
ِ ِّ لَو يػ ْعلَم النَّاس ما ِِف النِّ َد ِاء والص:اؿ
ْف اِْلََّوؿ ُُثَّ َمل َ َ َ ُ ُ َ ْ َ َق
ََِي ُدوا اِِلَّ أَ ْف يَ ْستَػ َه ُموا َعلَْي ِو ِلَ ْستَػ َه ُموا َولَْو يَػ ْعلَ ُم ْو َف
َما ِِف التػ َّْه ِج ِْْي ِلَ ْستَػبَػ ُقوا اِلَْي ِو َولَْو يَػ ْعلَ ُم ْو َف َما ِِف
)الصْب ِح َألَتَػ ْو ُُهَا َولَْو َحْبػ ًوا (رواه البخاري ُّ اْ َلعتَ َم ِة َو
Artinya: dari Abi Hurairah ra. Bahwa Rasulullah saw
bersabda: seandainya manusia mengetahui apa
(kebaikan) yang terdapat pada azan dan shaf
awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya
kecualai dengan cara mengundi, niscaya mereka
akan melakukannya. Dan seandainya mereka
mengetahui kebaikan yang terdapat dalam
bersegera (menuju shalat), niscaya mereka akan
berlomba-lomba. Dan seandainya mereka
mengetahui kebaikan yang terdapat pada shalat
isya dan subuh, niscaaya mereka akan
mendatanginya walaupun harus dengan
merangkak. (HR. Bukhari)
c. Menjawab orang yang sedang azan dan
iqamah.
Disunatkan bagi yang mendengar azan dan
iqamah menjawab atau membaca apa yang
dibaca dalam azan dan iqamah itu,
Kecuali pada kalimat ح ِ َعلَي اْلفَال َّ علَي ال
َّ َح, صالَ ِة
َ ي َّ َح.
َ ي
yang mendengarkannya membaca apa yang
disampaikan oleh Nabi saw dalam Hadits berikut:
Fiqh As’adiyah I 67
d. Hal yang disunatkan setelah azan dan iqqamah:
1) Bersalawat kepada Nabi saw bagi yang
azan dan yang mendengarkannya setelah
selesai azan;
Berdasar pada Hadits Nabi saw, berikut :
هللا ي َّ
ل ص ِوؿ هللا
َ س ر َّ
أف ِعن جابِ ِر ب ِن عب ِد هللا
ُ َ َُ َْ ْ َ ْ َ
ِ ِ َ َ من ق:اؿ ِ
َني يَ ْس َم ُع النّ َداء َ ْ اؿ ح ْ َ َ ََعلَْيو َو َسلَّ َم ق
الصالَةِ اْل َقائِ َم ِة َّ َّع َوةِ الت ِ َّ اَلَّله َّم ر:
َّ َّام ِة َو ْ ب َىذهِ الد َ ُ
ضْيػلَةَ َواْبْػ َعثْوُ َم َق ًاماِ آت ُزل َّم ًدا الو ِسيػلَةَ والْ َفِ
َ ْ َ َ
ِ
اع َِّت يَػ ْوَـَ ت لَوُ َش َف ْ َّ َحل,َُْزل ُم ْوًدا الَّذي َو َع ْدتَو
)اْ ِلقيَ َام ِة (رواه البخاري
Artinya: dari Jabir bin Abdullah, bahwa
Rasulullah saw bersabda: “ barangsiapa
berdo‟a setelah mendengar azan: Ya Allah Rab
Pemilik serua yang sempurna ini, dan pemilik
shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah
(kedudukan yang tinggi di surga) dan
keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah
ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana
Engkau telah janjikan, maka ia berhak
mendapatkan syafaatku pada hari kiamat. (HR.
Bukhari).
3) Berdo‟ah antara azan dan iqamah
Fiqh As’adiyah I 69
قاؿ رسوؿ هللا صلي:عن أنس بن مالك قاؿ
ني اِْلَذَ ِاف
َ ْ ُّعاءُ ِلَ يػَُرُد بَػ
َ الد: هللا عليو وسلم
:اؿَ َوؿ هللاِ ؟ ق َ وؿ َاي َر ُسُ فَ َما ذا نَػ ُق:َواِِْلقَ َام ِة قَالُوا
آلخَرَة (رواه ِ ْالدنْػيا وا ُّ ِفِ ة
َ يِسلُوا هللا اْلعاف
َ َ َ َ َ َ
)الرتمذي
Artinya: dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah
saw bersabda: tidak akan ditolak do‟a diantara
azan dan iqamat, mereka bertanya: lalu apa
yang harus kami katakan ya Rasulullah? Beliau
menjawab: Mohonlah keselamatan
(kesejahteraan) kepada Allah di dunia dan di
akhirat. (HR. At-Tirmidzi)
Lapazh-lapazh azan :
قاؿ
َ :اؿ َ ََع ْن أبِْي ِو ق الر ْْحَ ِن بْ ِن ِأِب َسعِْي ٍد َّ َع ْن َعْب ِد
صلَّي اَ َح ُد ُك ْم ِ ِ وؿ هللاِ صلَّي هللا ع
ليو َو َسلَّ َم
َ اذَا: َ ُ َ ُ َر ُس
ِ ِ فَػْلي
َ ْ ص ِّل ا َيل ُسْتػَرةٍ َولْيَ ْد ُف مْنػ َها َوَِل يَ َد ْع اَ َح ًدا َديُّر بَػ
ني َُ
يَ َديْ ِو فَاِ ْف َجاءَ اَ َح ٌد َديُُّر فَػْليُػ َقاتِْلوُ فَاِنَّوُ َشْيطَا ٌف (رواه
) ابن ماجو
Fiqh As’adiyah I 71
Artinya: dari Abdur Rahman bin Abi Said dari
bapaknya berkata: Rasulullah saw bersabda: jika
salah seorang diantara kalian shalat, hendaklah
menghadap ke sutra dan mendekatinya, jangan
membiarkan sesorang melintas di depannya, jika
ada seseorang yang melintasinya hendaklah ia
bunuh sebab dia adalah syetan. (HR. Ibnu Majah).
Adapun sifat dan ukuran sutrah, ulama berbeda
pendapat mengenai hal itu. Yang jelas disunatkan
ada sesuatu benda atau tanda batas antara
dimana kita berdiri dan tempat sujud.
إ َذا قَ َاـ:صلَّي هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِوؿ هللا ُ اؿ َر ُسَ َق:اؿَ ََع ْن اَِِب ذَ ٍّر ق
َ
َصي َوِل حل ا
ْ س دي ال ف
َ ةْح
ْ الر و تَلػ بػ ق
ْ ػ تإس ِالصالَة
َّ يل َ ِأح ُد ُكم ا
ََ ُّ ُ َ َ ُ َّ
َ ُ َ ْ ْ َ ْ َ
) ُحيَِّرُك َها (رواه أْحد
Atinya: dari Abu Dzar al-Gafari berkata: Rasulllah saw
bersabda: Jika salah seorang diantara kalian hendak shalat,
maka rahmat Allah menghadap kepadanya, lalu jangan
dia menyentu kerikil dan tidak boleh menggerakkannya (HR.
Ahmad).
4. Membaca surah tidak sesuai susunan al-Qur‟an,
seperti membaca pada rakaat pertama surat al-
Fiqh As’adiyah I 73
9. Menyandarkan diri ke dinding atau yang lainnya
tanpa suatu keperluan;
10. Mendahulukan kaki yang satu atas kaki yang
lainnya;
11. Membaca surah atau ayat pada rakaat ketiga
shalat magrib atau ketiga dan keempat pada shalat
zhuhur,, ashar, dan isya;
12. Mengeraskan bacaan atau jahar pada shalat
zhuhur dan ashar atau pada rakaat ketiga shalat
magrib dan rakaat ketiga dan keempat pada shalat
isya. Dan sebaliknya membaca sir pada rakaat
pertama dan kedua pada shalat subuh, magrib dan
isya;
13. Shalat dengan menahan buang air kecil, buang air
besar, dan buang angin;
14. Memakai pakaian yang bergambar hewan atau
manusia atau makhluk lain;
15. Membaca bacaan shalat bukan pada tempatnya,
seperti tahmid di tempat membaca tasbih;
16. Meludah;
17. Menambah waktu istirahat melebihi waktu duduk
antara dua sujud;
18. Kedua siku menyentu lantai ketika sujud;
19. Sujud di atas gambar atau foto walaupun kecil;
20. Shalat dengan pakaian dapur atau kerja yang
kebersihannya diragukan;
Fiqh As’adiyah I 75
21. Membatalkan niat ketika shalat sedang
berlangsung;
22. Berubah niat dari satu shalat ke shalat yag lain;
23. Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan
sengaja;
24. Meninggalkan salah satu syarat shalat sengan
sengaja;
25. Menambah salah satu rukun shalat, seperti
menambah ruku‟ atau sujud;
26. Melakukan tahiyat pada rakaat pertama atau
ketiga;
27. Muntah dengan sengaja;
28. Murtad;
29. Gila;
30. Menggerakkan anggota badan tiga kali berturut-
turut;
31. Meninggalkan salah satu rukun shalat karena
keraguan terhadap niat;
32. Berniat keluar dari shalat sementara shalat itu belm
sempurna;
33. Niatnya ragu-ragu dalam melanjutkan shalat;
34. Memanjang-manjangkan salah satu rukun shalat
yang seharusnya pendek;
35. Mengulang takbiratul ihram kedua kalinya dengan
niyat iftitah (memulai).
I. Shalat Jamaah
1. Pengertian Shalat Jamaah
Al-Jamaah berasal dari bahasa arab yang berarti
menghimpun, mengumpulkan. Sedang menurut istilah
shalat jamaah adalah “ shalat yang dilakukan secara
bersamam-sama dipimpin oleh seorang imam”.
2. Hukum dan Keutamaan shalat Jamaah
Ulama sepakat bahwa dasar hukum shalat
berjamaah berdasarkan al-Qur‟an, al-Sunnah, dan Ijma‟.
Adapun dalil dari al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 102, Allah
berfirman:
)ٕٔٓ : (النساء...
Artinya: dan apabila kamu berada di tengah-tengah
mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu ...
(QS. 4:102)
Menurut ahli Tafsir dan ahli Fiqih, ayat ini
mengandung perintah untuk melaksanakan shalat
berjamaah dalam keadaan takut di medang perang.
Apabila dalam keadaan perang diperintahkan untuk
melaksanakan shalat berjamaah, maka dalam keadaan
aman (tidk perang) tentu lebih diperintahkan lagi. Lebih
lanjut para fukaha menyatakan, kalaulah shalat
berjamaah tidak disyariatkan, tentu saja di waktu
perang juga tidak disyariatkan.
Adapun dasar hukum shalat jamaah dalam sunnah
ada beberapa Hadits diantaranya sebagai berikut:
Fiqh As’adiyah I 77
صلَّي هللاُ َعلَْي ِو ِ ٍِ
َ َّب ِّ َع ْن ِأِب َسعْيد اْخلُ ْد ِر
َّ ِي أنَّوُ َمس َع الن
س ٍ صالَةَ اْلَف ِّذ ِِبَ ْم
َ ض ُل
ِ صالَةُ اْجلم:وؿ
ُ اعة تَػ ْف
َ ََ َ ُ َو َسلَّ َم يَػ ُق
) (رواه النخاري. ًَو ِع ْش ِريْ َن َد َر َجة
Artinya: dari Abu Said al-Khudari, bahwa Dia mendengar
Nabi saw bersabda: shalat berjamaah melebihi shalat
sendirian dengan lima puluh derajat. (HR. Bukhari).
Derajat yang dimaksudkan dalam kedua Hadits di
atas adalah pelipatgandaan pahala. Berdasarkan ayat
al-Qur‟an dan Hadits di atas, ulama Fiqih sepakat (ijma‟),
menyatakan bahwa shalat jamaah itu disyariatkan dan
lebih utama dilaksanakan daripada shalat sendirian.
Mengenai hukum shalat berjamaah, terdapat
perbedaan pendapat Ulama Fiqih dalam menetapkan
hukum shalat berjamaah. Ulama Mazhab Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa shalat berjamaah bagi
shalat fardhu, selain Jum‟at, hukumnya sunat muakkad
(sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki yang telah balig
dan mampu melaksanakannya tanpa suatu kesulitan.
Alasan mereka menetapkan hukum sunat muakkad
adalah sabda Nabi saw tentang keutamaan shalat
berjamaah dari shalat sendirian sebanyak 25 atau 27
derajat, karena hadits itu hanya membicakaan
keutamaan, maka hal itu menunjukkan dianjurkan saja,
tetapi anjuran yang sangat kuat. Menurut Mazhab Syafii,
shalat jamaah itu hukumnya wajib kifayah (kolektif) bagi
setiap laki-laki yang merdeka dan sedang mukim. Oleh
sebab itu, apabila seluruh masyarakat suatu
daerah/kampung tidak melaksanakan shalat jamaah,
maka semuanya berdosa. Alasan mereka adalah sabda
Rasulullah saw :
Fiqh As’adiyah I 79
hukumnya. Mereka beralasan pada Hadits
berikut:
d. Laki-laki, jika yang jadi makmum laki-laki atau
khunsa, maka tidak sah jika perempuan atau
khunsa imam kepada laki-laki baik shalat fardhu
maupun shalat sunat. Adapun jika yang
mengikut perempuan tidak disyaratkan
imamnya laki-laki.
e. Suci dari hadas dan najis.
f. Bagus bacaan qur‟annya dan menegakkan
rukun-rukun shalat, maka tidak sah ikutannya
yang qari‟ (bagus bacaannya) kepada ummi
(tidak baik baca qur‟annya). Dan juga tidak sah
ikut kepada yang tidak mampu ruku‟, sujud,
duduk atau yang tidak mampu menghindari
najis kecuali sesamanya.
g. Imamnya bukan makmum, maka tidak sah
mengikut kepada makmum kecuali imamnya
sudah salam atau ia berhadas.
h. Menurut Hanafiyah dan syafiiyah hendaknya
shalat imam itu sah menurut makmum, kalau
pengikut syafii shalat di belakang orang hanafi
yang sudah menyentuh perempuan
umpamanya, maka shalat si makmum batal.
Berbeda pendapat dengan Malikiyah dan
Hanabilah, mereka mengatakan shalat
makmum tetap sah karena sah shalat imam
menurut mazhabnya.
4. Syarat sah kudwa ( ikutan)
a. Makmum tidak mengetahui batal shalat
imamnya;
b. Tidak mengikut kepada orang yang sedang
shalat dengan shalat yang wajib di qadha,
seperti orang yang mukim dengan pakai
tayamum karena tidak adanya air pada
tempat yang biasanya ada air;
J. Shalat Jum’at
Setiap orang Islam yang sudah memenuhi ketentuan
dalam shalat Jum‟at wajib baginya melaksanakan. Untuk
)ٜ : (اجلمعة
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (QS. 62:9).
Ayat di atas menerangkan kewajiban kepada setiap
muslim untk melakukan shalat Jum‟at dan meninggalkan
aktivitas kerja apapun jika waktu shalat jum‟at sudah
masuk (saat khatib sudah berada di mimbar), seperti
meninggalkan jual beli dan kegiatan yang tidak ada
hubungannya shalat jum‟at.
Fiqh As’adiyah I 85
Dasar hukum shalat Jum‟at dari Hadits Rasulullah
saw di antaranya:
Fiqh As’adiyah I 87
a. Mandi, memakai wangian, dan memakai
pakaian yang bangus bagi yang mau
mendatangi shalat jum‟at;
b. Berpagi-pagi berangkat ke Jum‟at dengan
memperbanyak dzikir di perjalanan;
c. Membersihkan anggota badan sebelum shalat,
eperti memotong kuku, mencukur kumis dll;
d. Membaca surat al-Kahfi pada hari jum‟at dan
malamnya;
e. Memperbanyak do‟a di haru jum‟at dan
malamnya;
f. Memperbanyak shalawat kepada Nabi saw di
ahri jum‟at dan malamnya;
g. Imam membaca setelah al-fatihah pada rakaat
pertama surat al-Jumuah dan rakaat kedua al-
Munafikun, atau surat al-a‟la dengan al-
Gasyiyah;
h. Membaca surat al-Sajadah pada rakaat
pertama dan surat al_insan pada rakaat kedua
pada shalat subuh jum‟at;
i. Membaca surat al-Fatihah, al-Ikhlash, al-Falaq,
dan an-Nas setelah shalat jum‟at
6. Rukun Dua Khutbah
Rukun dua khutbah Jum‟at sebaggai berikut :
a. Mengucapkan puji-pujian kepada Allah swt.
b. Membaca shalawat kepada atas Rasulullah
saw.
c. Membaca dua kalimat syahadat.
d. Berwasiyat dan mengajak jamaah untuk
bertaqwa kepada Allah swt.
e. Membaca minimal satu ayat al-Qur‟an pada
salah satu dari dua khutbah dan menjelaskan
kandungannya kepada jamaah dan
f. Berdo‟a untuk seluruh kaum muslimin-muslimat
dan mukminin-mukminant pada khutbah yang
kedua.
7. Syarat Dua Khutbah
K. Shalat Qashar
1. Pengertian dan Dasar Hukumnya
Al-Qashr menurut bahasa beramakna
memperpendek atau meringkas. Sedang menurut istlah
yaitu “ memperpendek shalat wajib, yang jumlahnya
empat rakaat menjadi dua rakaat bagi musafir”. Shalat
qashar merupakan salah satu keringanan yang
diberikan Allah swt kepada hamba-Nya yang sedang
musafir dalam melaksanakan kewajiban shalat.
Dasar hukum shalat qashar dimaksudkan untuk
menghindari kesulitan umat Islam ketika melakukan
perjalanan, sehingga shalat empat rakaat dapat
dikerjakan hanya dua rakaat. Dasar hukum yang
membolehkan mengqashar shalat dalam perjalanan,
adalah firman Allah swt dalam surat an-Nisa ayat 101:
Fiqh As’adiyah I 91
menjenguk orang sakit, dan perjalanan yang sifanya
mubah, seperti perjalanan bisnis dan sebagainya.
Ulama golongan Syafiiyah dan Hanabilah
menyatakan bahwa mengqashar shalat yang empat
rakaat hukumnya rukhsah dengan jalan pilihan bagi
orang musafir untuk menyemprnakan shalatnya atau
mengqasharnya, namun mengqashar itu lebih baik dari
pada menyempurnakan empat rakaat. Mereka berdalil
pada ayat al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 101 dan Hadits
Rasulullah saw berikut ini:
Fiqh As’adiyah I 93
L. Shalat Jamak
1. Pengertian Shalat Jamak
Al-Jam‟u menurut bahasa bermakna
mengumpulkan. Sedang arti shalat jamak yaitu “
Mengumpulkan dua shalat yang dikerjakan pada satu
waktu”.
2. Hukum dan Dalil disyariatkannya
Jumhur Ulama membolehkan menjamak shalat
antara zhuhur dan ashar secara takdim dilakukan pada
waktu zhuhur, secara ta‟khir dilakukan di waktu ashar,
antara magrib dan isya juga bisa takdim dan ta‟khir,
dan shalat jum‟at sama dengan zhuhur boleh dijamak
dengan shalat ashar secara takdim.
Dalil disyariatkannya jamak takdim sebagai berikut:
Fiqh As’adiyah I 95
2) Perjalanan masih berlanjut sampai
selesainya shalat kedua.
Urutan dalam mengerjakan jamak ta‟khir
tidaklah wajib. Sesorang boleh mendahulukan ashar
daripada zhuhur dalam jamak ta‟khir, demikian juga
mendahulukan isya daripada magrib. Akan tetapi,
tetap mengikuti urutan shalat tersebut hukumnya
sunat.
M. Shalat Sunnat
1. Pengertian shalat Shalat Sunat
Sayyid Sabiq dalam kitabnya ”Fiqh al-Sunnah” jilid I,
mengatakan: Tathawwu‟ ialah Shalat yang bukan
wajib, maksudnya adalah sunnah atau nafal. Sedang
dalam ”Fiqh Ala al-Mazdahib al-Arba'ah”, buah karya
Abd. Rahman Al-Juzairy jilid I, beliau mengatakan
Tathawwu' ialah ”Apa-apa yang dituntut untuk
dikerjakan dari orang mukallaf sebagai tambahan
terhadap shalat yang diwajibkan dengan tuntutan yang
tidak pasti”.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
shalat sunnah ialah: ”Ibadah shalat yang tidak
diwajibkan kepada orang mukallaf untuk
melakukannya”. Maka bagi orang mukallaf yang muslim
tidak melakukannya, di akhirat kelak ia tidak dituntut
lagi, namun diharapkan kepada orang Islam untuk
mengerjakan shalat sunnah sebagai tambahan
terhadap shalat pardhunya.
2. Keutamaan Shalat Sunat
Di bawah ini akan dibahas mengenai keutamaan
shalat sunat berdasarkan Hadits Nabi saw. Sebagai
berikut:
Shalat sunnah lebih afdhal di lakukan di rumah dari
pada di Masjid.
Sabda Rasulullah Saw. :
Fiqh As’adiyah I 99
2) Shalat Sunnah Bukan Rawatib dan Bukan
Muakkad, terbagi dua :
a) Shalat sunnah terkait dengan waktu dan
atau punya sebab, antara lain sebagai
berikut :
(1) Shalat Sunnah Tasbih
(2) Shalat Sunnah Istikharah
(3) Shalat Sunnah Hajat
(4) Shalat Sunnah Taubat
(5) Shalat Sunnah Tahiyatul Masjid
(6) Shalat Sunnah Ihram
(7) Shalat Sunnah Wudhu
(8) Shalat Sunnah Kudum
(9) Shalat Sunnah Safar
(10) Shalat Sunnah Awwabiin
b) Shalat Sunnah Muthlak, yaitu: Shalat
yang tidak terkait dengan waktu atau
sebab, artinya tidak ditentukan
waktunya begitu juga jumlah rakaatnya,
cara pelaksanaannya sama seperti
shalat sunnah lainnya.
Sabda Rasulullah Saw. :
النب صلي هللا عليو َّ عن عائشة اهنع هللا يضر اف
َركػْعتػَا الفػَ ْجرِ َخْيػٌر ِم َن الدُ نْيا: وسلم قاؿ
َّ
(رواه اْحد ومسلم والرتمذي.وما فِْيها
) والنساءي
Artinya : Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi Saw.
Bersabda: dua rakaat shalat sunnah subuh
lebih baik dari pada dunia beserta isinya. (
HR. Ahmad, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-
Nasaiy ).
Dan masih ada beberapa Hadits Nabi
yang terdapat dalam berbagai kitab Hadits
menjelaskan tentang keutamaan shalat
sunnah qabliyah subuh, yang penulis tidak
menyebutkan semuanya dalam buku ini.
b) Bacaan yang dibaca setiap rakaat,
dalam shalat sunnah subuh disunnahkan
membaca setelah al-Fatihah surah al-
Kafirun pada rakaat pertama, dan surah
al-Ikhlash pada rakaat kedua.
Fiqh As’adiyah I 101
Rasulullah Saw. Bersabda :
ت ِ
ُ ْ َحفظػ:عنِ ابْنِ عُ َمَر رضي هللا عنهما قاؿ
بل ػ ق ِ
ني ػتع ػكر : عاتٍ ِمنَ النب ملسو هيلع هللا ىلص ع َشر ركػ
َ َ ََ َ ْ ْ ََ َ َ
ب ِ ني بػ ْع َد ادلغػِْر ِ ْ عدىا ورْك َعتَػ
َ َالظُ ْه ِر َوَركعتني ب
َ َ َ َ
ِبعد العِ َش ِاء ِف بَػْيتِ ِو ورْك َعتػَْني
َ ني ِ َِِْف بَػْيتِو ورْك َعتػ
ََ ََ
) الصْبح ( رواه البخاري ِ قػبل
ُ صالة َ َ َْ
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Berkata : Aku
hafal ( ingat ) dari Nabi Saw. 10 rakaat
(shalat sunnah): dua rakaat sebelum Zhuhur
dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat
sesudah Magrib di rumahnya, dua rakaat
sesudah Isya di rumahnya dan dua rakaat
sebelum shalat Subuh (HR. Bikhary).
b) Keutamaan shalat Sunnah Zhuhur
ت ِم َن ِ ِ
ُ ْ َحفظػ:عنهما قاؿ ُ ُعنِ ابْنِ عُ َمَر َرض َي هللا
: ات ٍ النػَّب صلي هللا عليو وسلم ع َشر ركػع
ََ َ َ َ َ َ ُ َّ َ
عدىا َوَركػَْعتػَْنيِ بَعد ِ َْركػَْعتػَْنيِ قػَْبل الظُ ْهروركػَْعتػ
َ َني ب ََ َ َ
ب ِِف بَػْيتِ ِو وركعتني بعد العِ َش ِاء ِِف بَػْي ِتو ِ ادلغػِْر
ِ َ
) الصْبح ( رواه البخاري ُّ صالة َ قبل
َ وركعتني
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Berkata : Saya masih
ingat dari Nabi Saw. 10 rakaat (shalat sunnah) :
yaitu dua rakaat sebelum dan sesudah shalat
zhuhur, dua rakaat sesudah Magrib di
rumahnya, dua rakaat sesudah Isya di
rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat
subuh. (HR. Bukhary).
6) Sunnah Isya, yaitu shalat sunnah dua rakaat
sebelum dan dua rakaat sesudah shalat
Isya. Yang dua rakaat sebelum Isya termasuk
sunnah bukan muakkad, sedang dua rakaat
sesudahnya adalah sunnah muakkad .
Hadits yang dijadikan dalil oleh Ulama,
bahwa sebelum shalat Isya ada shalat sunnah,
sebagai berikut :
ليس رْػ تِ اَف ال:عن َعليٍ َر ِضي هللاُ عنو اَنػَّوُ قاؿ
و ْ
َ َ َ
سوؿ هللا صلي ُ لك ْن َرِ حبتػم كػصالتِ ُكم اْدلكػتػوب ِة و
َ ُْ َ ْ َ َ ْ َ
ىل
َ َ َاي ا:هللا عليو وسلم اَْوتػََر ثػَُّم قاؿ
ُّ الْقػُْرآفِ اَْوتُِروا فإ َف هللاَ ِوتػٌْر ُِحي
ب ال ِوتػَْر (رواه اْحد
واصحاب السنن وحسنو الرتمذي ورواه احلاكم
) ايضا وصححو
Artinya: Dari Ali ra. Bahwasanya ia berkata:
sesungguhnya witir itu tidak wajib sebagaimana
shalat fardhu yang telah diwajibkan kepadamu,
akan tetapi Rasulullah Saw. Berwitir kemudian
112 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
berkata: Wahai ahli Qur'an berwitirlah karena
Allah itu witir (Esa) menyukai yang tunggal. ( HR.
Ahamd. Ashabul Sunan, diangap baik oleh al-
Tirmizdi, dan juga diriwayatkan oleh al-Hakim
dan disahkannya).
(2) Waktu Pelaksanaan
Ulama sepakat bahwa shalat witir itu
dilakukan sesudah melakukan shalat Isya dan
terus hingga terbit fajar. Kadang-kadang
Rasulullah Saw. shalat witir pada awal malam,
kadang-kadang pada tengah malam, dan
kadang-kadang pada akhir malam. Hal ini
diceritakan oleh Abu Mas‟ud r.a :
هللا صلى ي ِعن َعْب ِد هللاِ بْنِ َعم ٍرو اَ َّف النبػ
ُ َ ْ ْ
اـ ي صِ ِالصي ِاـ اِىل هللا
ِ َّ اَح:عليو وسلم قاؿ
َُ َ ب َ
,صالةُ َد ُاوَد ِالصالةِ اِىل هللا َّ ب
َ َ ُ َواَ َح,َد ُاوَد
124 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
كا َف ينػ ِ
ف اللػَّْيلِ َويَقػَْوُـ ثػُلػُثػَوَُ ,ويَنػَاـُص َاـ ن ْ ََ ُ
وـ يَػ ْوًما ويَفػْطػُُر يَػ ْوًما (رواه صُُس ُد َسوَُ ,وكا َف يَ ُ
اجلماعة اِل الرتمذي)
Artinya: Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi
Saw. Bersbada: Puasa paling disukai Allah
adalah puasanya Nabi Dawud, shalat paling
disukai Allah adalah shalatnya Nabi Dawud,
karena ia tidur hingga 1/2 malam dan
bangun pada 1/3 malam dan tidur pada
1/6 nya, ia berpuasa sehari dan berbuka
sehari. (HR. Jama‟ah kecuali at-Tirmizdi).
3) Do‟a Shalat Tahajjud
) ٕ-ٔ : ( الكوثر
Artinya: Sesungguhnya Kami telah beri engkau
(Muhammad) akan kebajikan yang banyak,
sebab itu shalatlah engkau dan berkurbanlah
karena Tuhanmu … (Al-Kautsar: 1-2).
Sabda RAsulullah Saw :
لي
ِّ ص ِ ُ كػا َف رس
َ ُسلم ي
َّ صلي هللاُ عليو َو َّ وؿ هللا َُ َ
) يد َما َشاءَ هللاُ (رواه مسػلم
ُ ِالض َحي اَْربَػ ًعا َويَز
ُ
Artinya: Rasulullah SAW perna melakukan Shalat
Dhuha empat rakaat dan beliau menambah
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. ( HR.
Muslim)
3) Keutamaan Shalat Dhuha
Shalat dhuha bernilai shadaqah disamping
pahala shalat itu sendiri. Rasulullah Saw
bersabda :
:قاؿ
َ وسلم َ لي هللاُ عليو َّ صَ النبػِ َّي َع ْن َعائِ َشةَ اَ َّف
ِت هللا ِ واْلقػمر اَيتػافِ ِمن اَاي س َّ
َ ْ َ َ َ ََ َ َ اَف الشػَّْم
لِ َم ْوتِ اَ َح ِدكػُْم َوِل ِحلَيَاتِِو فػَاِذَ ا ِ ِلخيػ ِسفػ
اف َ َْ
وؿ
ُ قاؿ َر ُس َ :قاؿ َ َعنِ ابْنِ َعبَّاسٍ َر ِض َي هللاُ َعنػْ ُه َما
ِ ِِ ِ ِ ِ
ُصلَّي هللاُ َعلػَْيو َو َسلَّ َم ل َع ّمو اْ َلعبَّاسِ َرض َػي هللا
َ هللا
َك اَِل َ َاي َع َّمػاه اَِلَ اُ ْع ِطْي:فقاؿ
َ ػك اَِلَ اَْمنػَ ُح َ َُعنػْو
ت ِ ٍ ػوؾ اَِلَ اَف ػ ػعل ب ػػِك عش ػػر ِخص ػ
َ ْػاؿ اذَ ا اَن ػػ َ َ ْ َ َ ُ َْ َ اَ ْحبُػ
ُسْب َحا َف هللاِ َواْحلَ ْم ُد َِّلِلِ َوِل اِلَوَ اِِل هللاُ َوهللاُ اَكػْبَػ ُر
dan dibaca setiap ruku‟, I‟tidal, kedua sujud,
duduk antara dua sujud, duduk istirahat (duduk
sebelum berdiri mengambil rakaat berikutnya)
duduk istirahat ini, caranya, setelah selesai sujud
kedua, lalu mulai duduk, terlebih dahulu takbir
dan setelah berdiri tidak usah takbir lagi, dan
membaca tasbih setelah tasyahud (tahiyat).
Untuk rakaat yang tidak ada duduk istirahatnya,
maka pembacaan tasbih 10 kali ini diletakkan
setelah duduk tasyahud sebelum membaca
tasyahud. Boleh juga dengan cara lain, yaitu 15
kali dibaca sebelum al-Fatihah, berarti yang 10
kali sedianya dibaca pada duduk istirahat
dipindahkan pada sesudah al-Fatihah. Tasbih
dibaca setelah membaca bacaan setiap rukun,
misalnya: ruku‟ membaca س ْحبىَ ََبـِّي ال َع ِظي ِْن
ُ tiga kali
lalu membaca tasbih seperti di atas sebanyak 10
kali. Nantinya jumlah tasbih setiap rakaat 75,
begitulah seterusnya sampai empat rakaat
dengan jumlah tasbih 300.
h) Shalat Hajat
(1) Pengertian
Shalat Hajat ialah shalat sunnah yang
dilakukan karena ada hajat (keperluan) kepada
Allah Swt atau kepada sesama manusia (baik
Artinya: dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya
diri sendiri*, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah? dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui.(135) mereka itu
balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka
dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-
sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
Itulah Sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.(136)
*Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah)
ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak
hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang
lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri
ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya
hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau
kecil.
Setelah membaca kedua ayat tersebut,
hendaknya membaca Do‟a dengan penuh
kekhusyu‟an dan ketundukan kepada Allah
yang mengandung istigfar (minta ampun),
antara lain:
ك ِمنػَْها ِلاَْرجػِ ُع اِلَْيػ َها اَبَ ًدا ِ اللَّه َّم اِ ِِن اَتػ
َ وب الَْي
ُ ُ ّ ُ
Artinya: Ya Allah sesungguhnya aku bertaubat
kepada-Mu (dari dosa yang aku telah
perbuat), aku tidak akan kembali (melakukan
dosa) selamanya.
انت َخلػَقػْتػَِ َوا ََن َعْب ُد َؾ ِل ِالَلِّه َّم اَنت ربػِي ِلاِلَو ا
َ َ َّ َ ُ
ِ ِ
كَ ِت اَعُ ْوذُ بػ ُ استػَطَ ْعْ لى َع ْهد َؾ َوَو ْعد َؾ َما َ َواَ ََن َع
وء با
َو لي ع كَ ِك بػِنِعمتَ ل
َ وء بَا ت ع ػَنص ا م ِ
ر ش
َ ن مِ
ُ ُ َ َّ َ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ ّ ْ
ت ِ بػِذَ نْبػِى فػا ْغ ِفرِيل فاَِ نَّو ِليغػ ِفر الذُ نػو
َ ْب اِل اَن َ ُْ ُ ْ َ ُ ْ َ
(اخرجو البخارل عن شداد بن اوس رضي هللا
) عنهما عن رسوؿ هللا صلي هللا عليو وسلم
Artinya: Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku tiada
Tuhan selain Engkau, Engkau menciptakan
diriku, aku adalah hamba-Mu, aku berada
dalam perintah dan perjanjian-Mu, yang
dengan segala kemampuanku perintah-Mu
aku laksanakan, aku berlindung kepada-Mu
dari segala kejelekan yang aku perbuat
terhadap-Mu, Engkau Telah mencurahkan
nikmat-Mu kepadaku, sementara aku
senantiasa berbuat dosa, maka ampunilah
aku, sebab tidak ada yang dapat
mengampuni dosa kecuali Engkau.
Atau dengan do‟a-do‟a lainnya yang ada
kaitannya dengan taubat, meskipun bukan
bahasa Arab atau menurut bahasa kita
masing-masing.
j) Shalat Sunnat Wudhu
(1) Pengertian dan dalil disyareatkannya.
Shalat sunnat wudhu adalah shalat dua
rakaat yang dilakukan setelah melaksanakan
ك لَ ُو ِ ِ
َ ْاَ ْش َه ُد اَ ْف ِلالَوَ اِل هللاُ َو ْح َدهُ ِل َشري
ْ َواَ ْش َه ُد اَ َّف ُزلَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َوَر ُس ْولُوُ اللَّ ُه َّم
اج َعلػِِْن
, اج َعلػِِْن ِم َن ادلتػَطَهػِّرِ يْ َن ْ ني َو َ ِِْمن التػََّّوابػ
َ
ُ
لله َّم َوبػِ َح ْم ِد َؾ اَ ْش َه ُد اَ ْف ِل اِلَوَ اِِل ُ كا َ َُسْب َحان
) (اِلذكار النووية. ك ِ اَنْت اَستػغػ ِفرَؾ واَتػو
َ ب الَْي ُ ُْ َ ُ ْ َ ْ َ
Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah yang Tunggal dan tiada sekutu bagi-Nya,
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
adalah hamba-Nya dan juga utusan-Nya, Ya
Allah jadikanlah aku orang-orang yang
bertaubat, dan jadikanlah aku orang-orang
yang suci dan rajin bersuci, Maha Suci Engkau
ٗ .ُسْب َحا َف هللاِ َواْحلَ ْم ُد َِّلِلِ َوِلاِلوَ اِِلَّ هللاُ َوهللاُ اَكػْبَػ ُر
Terjadi atau dianggap Tahiyaatul Masjid bila
melaksanakan shalat fardhu atau shalat sunnat
lainnya saat masuk Masjid (selain shalat tahiyatul
masjid). Karena tujuan daripada Hadits dari
Qatadah di atas, hanya dilarang duduk sebelum
shalat dua rakaat. Misalnya kita memasuki
masjid setelah dikumandangkan adzan shalat
dhuhur, maka boleh langsung melakukan sunnat
zhuhur, niscaya juga mendapat pahala tahiyatul
Masjid, boleh juga tahiyatul masjid dahulu
kemudian sunnat zhuhur jika waktu
memungkinkan. Adapun jika sewaktu masuk
N. Shalat Jenazah
Para Ulama sepakat bahwa menyalatkan jenazah
hukumnya adalah fardu kifayah, berdasarkan perintah
Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam. Dalam sebuah Hadits
diriwayatkan:
ب (اْدليِّتَ ِة الغَائِبَ ِة) اَْربَ َعِ ِت الغَائ ِ ِاُصلِّي علَي اْدلي
َ َّ َ َ
أم ْوًما) هللِ تعايل ِ ِ ِ ٍ
ُ ض الك َفايَة (ا َم ًاما اَْوَم َ تَ ْكبِْيػَرات فَػْر
Artinya: saya menshalati mayit yang gaib ini empat
takbir fardhu kipayah (sebagai imam / ma‟mum)
karena Allah.
a. Berdiri bagi yang mampu.
Berdiri merupakan rukun shalat jenazah menurut
Jumhur Ulama. Tidak sah dilakukan dengan
keadaan duduk tanpa udzur. Bagi yang tida dapat
berdiri boleh shalat dengan duduk, dan kalau tidak
bisa duduk, boleh baring miring.
b. Takbir empat kali termasuk takbiratul ihram.
c. Membaca surat al-Fatihah.
d. Membaca shalawat Nabi sesudah takbir kedua.
e. Do‟a khusus untuk mayit sekalipun mayit anak-
anak.
f. Mengucapkan salam sesudah takbir keempat.
Sesudah takbir keempat ini tidak wajib
membaca apa-apa selain hanya salam.
3. Tatacara pelaksanaan shalat jenazah
Dibawah ini akan dijelaskan tatacara pelaksanaan
shalat jenazah sesuai rukun-rukun di atas, sebagai
berikut :
Takbir empat kali dengan urutan sebagai berikutr:
a. Takbir pertama (takbir ihram) dibarengi dengan
niyat shalat jenazah, untuk memulai shalat
170 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
dengan mengangkat tangan, dilanjutkan
membaca surat al-Fatihah tanpa membaca
do‟a iftitah.
b. Mengangkat tangan untuk takbir kedua, lalu
membaca shalawat berikut:
ص ِّل َعلي َسيِّ ِد ََن ُزلَ َّم ٍد َو َعلَي ِاؿ َسيِّ ِد ََن ُزلَ َّم ٍد
َ اَللَّ ُه َّم
Atau yang lebih panjang, ini yang lebih baik,
yaitu:
ص ِّل َعلي َسيِّ ِد ََن ُزلَ َّم ٍد َو َعلَي ِاؿ َسيِّ ِد ََن ُزلَ َّم ٍد َ اَللَّ ُه َّم
ت َعلي َسيِّ ِد ََن اِبْػَر ِاىْي َم َو َعلي ِاؿ َسيِّ ِد ََن َ صلَّْي
َ َك َما
اِبْػَر ِاى َيم َوَِب ِرْؾ َعلي َسيِّ ِد ََن ُزلَ َّم ٍد َو َعلي ِاؿ َسيِّ ِد ََن
ت علي َسيِّ ِد ََن اِ َبر ِاىبَم َو َعلي اَؿ َسيِّ ِد ََن ٍ
َ ُزلَ َّمد َك َما َِب ِرْك
َِ َاِبػر ِاىيم ِِف العالَ ِمني اِنَّك
. ْحْي ٌد َِرلْي ٌد َ ْ َ َ َْ
c. Mengangkat tangan untuk takbir ketiga, lalu
mendo‟akan si jenazah (laki-laki atau
perempuan) dengan do‟a sekurang-kurangnya
sebagai berikut :
ِِ ِ
ُف َعْنو ُ َّاَل
ُ له َّم ا ْغفْر لَوُ َو ْار َْحْوُ َو َعافو َو ْاع
Artinya: Ya Allah ampunilah ia, berilah rahmat,
kesejahteraan, maafkanlah ia.
Untuk jenazah wanita do‟anya :
ِ ِ
ف َعْنػ َها ُ َّاَل
ُ له َّم ا ْغفْر َذلَا َو ْار َْحْ َها َو َعاف َها َو ْاع
Atau yang lebih panjang :
له َّم َِل ََْت ِرْمنَا اَ ْجَرَىا َوَِل تَػ ْفتِنَّا بَػ ْع َدىاَ َوا ْغ ِفْر لَنَا َوَذلَا
ُ َّاَل
172 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
Do‟a yang panjang dan sempurna serta afdhal
(untuk jenazah perempuan diganti dhamirnya ه
menjadi ) هب, sebagai berikut:
له َّم َِل ََْت ِرْمنَا اَ ْجَرَه (ىا) َوَِل تَػ ْفتِنَّا بَػ ْع َده (ىا) َوا ْغ ِف ْر لَنَا َولَ َو
ُ َّاَل
وَن ِِب ِِلْديَاِف َوَِل ََْت َع ْل ِِف قُػلُ ْوبِنَا َ ين َسبَػ ُق َ
ِ َّ(ىا) وِِِلخوانِنا ال
ذ َ َْ َ
وؼ َّرِحْي ٌم ِ ِ ِِغ ِّال ل
ٌ ُك َرء َ َّين اََمنُوا َربػَّنَا ان
َ لذ
Artinya: Ya Allah janganlah Engkau halangi kami
dan mendapat pahalanya, janganlah Engkau
jadikan fitnah buat kami setelah dia tiada,
ampunbilah kami dan dia, serta sauara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami,
dan janganlah Egkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman, ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
e. Setelah berdiam sejenak atau setelah
membaca do‟a, kemudian memberi salam ke
kiri dan ke kanan.
ِ
ُلس َال ُـ َعلَْي ُك ْم َوَر ْْحَةُ هللا َوبػََرَكاتُو
َّ َا
Setelah selesai shalat, boleh berdo‟a atau tidak,
jika ingin berdo‟a, angkatlah kedua tangan dengan
membaca do‟a di bawah ini atau dengan do‟a
yang lain.
ني ِ
ب اْ َلعالَم َ بسمميحرلا نمحرلا هللا .اَحلم ُد هللِ ر ِّ
َ َْ
يد ََن ُزلَ َّم ٍد
.اَلَّله َّم ص ِل علي سيِ ِدَن ُزل َّم ٍد وعلي اَِؿ س ِ
َ ُ َ ّ َ َّ َ َ َ
ب .الله َّم ربػَّنا تَػ َقبَّل ِمناَّ اِنَّك اَنْت ِمسيع الد ِ
ُّعاء َوتُ ْ َ َ َُْ َ ُ ََ ْ
ك اَنْت تَػ َّواب َّ ِ ِ
(ىا) اج َعْلوُ َ الرحْي ِمُ .
الله َّم ْ ُ َعلَْيػنَا انَّ َ َ
(ىا) َو َسل ًفا َو َذ ْخًرا َو َعظَةً َو ْاعتِبَ ًارا ِ ِ
فَػَرطًا ِلَبَػ َويْو َ
الصْبػَر علي َو َش ِفْيػ ًعا َوثػَ ِّق ْل بِِو (ىا) َم َوا ِزيْػنَػ ُه َما َواَفْ ِرِغ َّ
َّه َما بَػ ْع َده (ىا) َوَِل ََْت ِرْمنَا اَ ْجَرهُ (ىا). ِ ِِ
قُػلُوِب َما َوَِل تَػ ْفتنػ ُ
صغِ ِْيََن ِ ِِ ِ ِ ِِ
الله َّم ا ْغفْر حلَيِّتنَا َوَميِّتنَا َو َشاىد ََن َو َغائبِنَا َو َ ُ
O. Shalat Gaib
Shalat gaib adalah shalat jenazah yang dilakukan
dengan mayit tidak ada di tempat dimana dilaksanaan
shalat.
Menshalati mayit yang gaib (tidak ada), maksudnya
mayit itu tidak berada satu tempat atau satu wilayah
dengan orang yang mau shalat gaib tersebut. Jadi jika
memungkinkan untuk menghadiri atau melayaknya, maka
tidak boleh dilakukan shalat gaib.
Adapun cara pelaksanaan shalat gaib, sama saja
dengan pelaksanaan shalat jenazah yang hadir, hanya
niyatnya saja yang berbeda, sebagai berikut :
أس ػ ػتَػ ْغ ِف ُر هللاَ اْ َلع ِظ ػ ْػي َم الَّ ػ ِػذي ِلَ اِلَ ػػوَ اِِلَّ ُى ػ َػو اْحلَ ػ ُّػي اْل َقيُّػ ػ ْػوُـ
ْ
ب اِلَْي ِو
ُ َواَتُػ ْو
Bettuwanna: mellauaddampekka ri puang alla taala
puwang marajae, de puwang sangadinna alenami
bawang, puang tuwo mannennungenge,
makkedekengi sininna namalarie atanna nenniya
tobakka rialena.
صػ ِّػل َعلَػػي َسػػيِّ ِد ََن ُزلَ َّمػ ٍػد َو َعلػػي اَِؿ َسػػيِّ ِدَن ُزلَ َّمػ ٍػد, اَللَّ ُهػ َّػم َ
اىًرا َوَِب ِطنًا ِِف َعافِيَ ٍػة َو َسػالََم ٍة, اؿ اْدلتابػع ِة لَو ظَ ِ
َو ْارُزقْػنَا َك َم َ َُ َ َ ُ
له َّػم اِِّين
ُ َّ
ل ا , ني
َ ْ
ي ولِم َش ِاخيَي و ِجل ِمي ِع اْدلسلِ ِ
م َ َ ُْ ْ ََ َّ دَ وا ْغ ِفرِيل ولِوالِ
َ ْ ََ
أسػ ػتَػ ْغ ِف ُرَؾ لِ َم ػػا ِلَ
أعلَ ػ ُػم َو ْ
ػك َوأ ََن ْ ػك أ ْف أ ْشػ ػ ُك ُر بِ ػ َ أعُ ػػوذُ بِػ َ
ِ ِ أعلَػػم ,تُػبػ ِ ِ ِ
ػت ل َو ْجػػو هللا الْ َكػ ِرِْْي مػ ْػن ُكػ ِّػل َع َمػ ٍػل َذمػْػي ٍم ,اَلَّ ُ
لهػ َّػم ْ ُ ْ ُ
ِ
ك َوالنَّا ِر, ك ِم ْن َس َخ ِط َ اؾ َواْجلَنَّةَ َونَػعُوذُ بِ َ ضَ ك ِر َ ا ََّن نَ ْسألُ َ
أس ػ ػتَػ ْغ ِف ُر هللاَ اْ َلع ِظػ ػ ْػي ِم الَّػ ػ ِػذي ِلَ اِلَػ ػػوَ اَِِّل ُىػ ػ َػو اْ َحلَػ ػ ُّػي
ْ
ِِ
قيُّوـ وأتُوب الَيو 3 X
اْل َ ُ َ ُ ْ
ك لَو اِذلا و ِ ِ ِ
اح ًػدا َوَرِِّب أ ْش َه ُد أ ْف ِلَ الَوَ اِلَّ هللاُ َو ْح َدهُ ِلَ َش ِريْ َ ُ ً َ
ف 3X ود ِس َواهُ َوََْن ُن لَوُ ُم ْسلِ ُم ْو َ َشاى ًدا ِلَ َم ْعبُ َ
ِ
Kemudian membaca do‟a berikut dengan
mengangkat kedua tangan:
ِ ِِ ِ ِ
ني, ب اْ َلع ػ ػ ػػالَم ْ َ بِ ْسػ ػ ػ ػ ِم هللا ال ػ ػ ػ َّػر ْْحَ ِن ال ػ ػ ػ َّػرحْي ِم ,احلَ ْم ػ ػ ػ ُػد لِل َر ِّ
ني َس ػػيِّ ِد ََن ِ ِ
ػاي اِْلَنْبِيَػػاء َواْدلُْر َس ػػل ْ َ
الس ػالَ ُـ َعلَػػي َخ ػ َِ الص ػالَةُ َو َّ َو َّ
صػالَتَػنَا ػاَّ
ن مأَجعِني ,اَلَّله َّم تَػ َقبَّل ِ ْ ُزل َّم ٍد وعلَي اَلِِو وصحبِ ِ
و
َ ْ ُ َ ْ َ ََْ َ ََ
أع َماَلِنَػا َوِلَ تُػ َعػ ِّذبْػنَا يَػ ْػوَـ
ود ََن َو َسػائَِر ْ َوقيَ َامنَا َوُرُك ْو َعنَا َو ُس ُج َ
ِ
180 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
ك اِْديَػا ًَن َدائِ ًمػػا ْ َل
َُأ ػ س ن
َ َّ
َن القيام ِػة اِنَّػك َغفػور الػ َّػرِحي ِم .اَلَّله َّػم اِ
ََ َ ُ ُ ْ ُ
ِ
اشػ ػ ًػعا َوِرْزقً ػػا َو ِاسػ ػ ًػعا َح ػ ػالًَِل طَيِّبً ػػا َو ِعْل ًمػ ػػا ََنفِ ًعػ ػػا وقَػْلبػ ػػا خ ِ
َ ً َ
ني. ِِ ػورا بَِر ْْحَتِ َ وعم ًال م ْقبوِلً وِ
ػك َاي ْأر َح َػم ال َّػراْح ْ َ بػَت ػن ل
َ ة
ً
َ ََ َ ُ َ َ ْ ُ ًار َت
َ
اب ذَ ػ ع ػا نربػَّنا اَتِنػا ِِف ال ُّػدنْػيا حسػنةً وِِف اِْلَ ِخػرةِ حسػنةً وقِ
َ َ َ َ َ ََ َ َ َ ََ َ ََ َ
صػ ْػحبِ ِو ِِ ٍ ِ
ص ػلَّي هللاُ َعلَػػي َسػػيِّد ََن ُزلَ َّمػػد َوعلػػي اَلػػو َو َ النَّػػا ِرَ .و َ
ب اْلِعػ َّػزةِ ع َّمػػا ي ِ ِْ
ص ػ ُف ْو َفَ ,و َس ػالَ ٌـ َ َ ػك َر ِّػنيُ .سػ ْػب َحا َف َربِػّ َأَجَعػ ْ َ
ِ ِ ِ
ني.
ب اْ َلعا لَم ْ َ ني َواْحلَ ْم ُد هلل َر َِّعلَي اْدلُْر َسل ْ َ
ِ
: (البقرة... ُص ْمو ْ فً َم ْن َش ِه َد مْن ُك ْم الش...
ُ ََّهَر فَ ْلي
)ٔٛ٘
Artinya :… maka barang siapa menyaksikan (melihat)
bulan, maka hendaklah ia berpuasa … (QS: al-baqarah:
185)
2. Ikmal ( )اكوالatau menggenapkan umur sya‟ban
menjadi 30 hari, yaitu bila awa bulan sabit Raadhan
tidak terlihat dan puasa Ramadhan baru
dilaksanakan lusanya.
Perintah untuk ru‟yatul hilal dan ikmal didasarkan
sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut :
عن ْهل هنع هللا يضر عن النيب ملسو هيلع هللا ىلص ل ل إن يف اجلنة اباب
يقُل لو الراين يدخل منو الص ئمُن يُم القي مة َل
عن أِب ْلمة عن أِب ىريرة هنع هللا يضر عن النيب ّل للا
عليو وْلم ل ل من ل م ليلة القدر إمي ان واحتس اب
غفر لو م تقدم من ذنبو ومن ّ م رمض ن إمي ان
واحتس اب غفر لو م تقدم من ذنبو (رواه البخ ري
)ومسلم وابُ داود والًتمذي ىذا لفظ البخ ري
Artinya : Dari Abu Salamah dari Abu Hurairah
radiallahu „anhu dari Nabi Saw bersabda :
Barangsiapa yang menegakkan lailatul qadr
(mengisi dengan ibadah) Karena iman kepada
Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya)
maka akan diampuni dosa-dosa yang telah
dikerjakannya, dan barangsiapa yang
melaksanakan shaum Ramadhan karena iman
kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya
190 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosa yang
telah dikerjakannya. (HR. Bukhary, Muslim, Abu
Dawud, dan at-Tirmidzi. Hadits ini lafadzhnya
Bukhary).
c. Puasa melatih manusia untuk memilki jiwa,
watak dan akhlak mulia serta menumbuhkan
sifat-sifat kepribadian yang luhur, seperti
Amanah (jujur) dapat dipercaya dan lain-lain.
d. Do‟anya orang yang berpuasa mustajab
(diterima), sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
عن عبد للا بن أِب مليكة يقُل َسعت عبد للا بن
ل ل رُْل للا ّل للا: عمرو بن الع ص يقُل
"إن للص ئم عند فطرة لدعُة م ترد: عليو وْلم
)(رواه ابن م جو
Artinya : Dari Abdullah bin Abi Malikah berkata : Aku
pernah mendengar Abdullah bin Amr bin al-Ash
berkata : Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya
do‟a orang yang berpuasa saat berbuka tidak
ditolak. (HR Ibnu Majah).
e. Puasa mendidik manusia mengekang dan
mengendalikan hawa nafsunya. Hal ini
ditegaskan oleh Rasulullah Saw :
َل: عن أِب ىريرة هنع هللا يضر ل ل َسعت النيب ملسو هيلع هللا ىلص يقُل
.يصُمن أحدكم يُم اجلمعة إَل يُم لبلو أو بعده
)(رواه البخ ري ومسلم وابُ داود والًتمذي وامحد
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Aku
mendengar Nabi Saw bersabda : janganlah seirang
198 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
dari kalian berpuasa pada hari jum‟at kecuali
dibarengi dengan satu hari sebelum atau
sesudahnya. (HR. Bukhary, Muslim, Abu Dawud, at-
TIrmidzi dan Ahmad).
b. Puasa dikhususkan hari sabtu begitupula hari
ahad saja.
c. Puasanya orang sakit, yang msafir, wanita hamil,
wanita menyusui, orang lanjut usia jika ia
mengkhawatirkan adanya kesulitan yang
sangat. Dan kadang mereka itu haram puasa
jika yakin akan ada kerusakan pada anggota
badan bila mereka tidak makan (berpuasa).
d. Puasa setahun selain hari Raya (Fitrah dan
Adha) dan hari TAsyrik, karena bias
menghilangkan hak dan kewajiban pada diri
seseorang serta tidak diconrohkan oleh
Rasulullah Saw bahkan Nabi-nabi sebelumnya.
Rasulullah Saw bersabda :
فق ل النيب ملسو هيلع هللا ىلص َل ُّم فُق ُّم فُق داود شطر
) (رواه البخري ومسلم.الدىر ّي م يُم وإفط ر يُم
Artinya : Dari Abdullah bin Amr r.a : Nabi Saw
bersabda : tidak ada puasa yang lebih utama
daripada puasanya Nabi Dawud a.s yaitu puasa
setengah masa (tahun) Dia berpuasa sehari dan
buka sehari (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Puasa tiga hari setiap bulan, yaitu yang biasa
disebut hari putih atau tanggal 13, 14, 15 dari
bulan Qamariyah. Pahala puasa ini seperti
puasa setahun, satu kebajikan berlipat ganda
menjadi sepuluh. Dalilnya :
َن َّ ي َر ِض َي
َّ اَّللُ أَنَّوُ َح َّدثَوُ أ ِّ ص ِر َ َُّع ْن أَِِب أَي
َ ُْب ْاألَن
ّ َم ن م لَ ل
َ م َّ
ل ْو ِ ُل للاِ ّلَّ للا علَي
و َ ُْ َر
َ َْ َ ََ َْ ُ َ
ِ ض َن ُُثَّ أَتْ ب عو ْتِّ ِمن َش َُّ ٍال َك َن َك
ْ صيَ ِم الد
.َّى ِر ْ َ ََُ َ َرَم
ىذا لفظ,(رواه اجلم عة اَل البخ ري والنس ئ
)مسلم
طُ اخلَْيْ ْي لَ ُك ُم َ َّ َوُكلُُْا َوا ْشَربُ ُْا َح ّٰىت يَتَ ب.....
َ
اخلَْي ِط ْاَلَ ْْ َُِد ِم َن الْ َف ْج ِر ُُثَّ اَِِتُُّا ْ ض ِم َن ُ َْاَلَبْي
الصيَ َم اِ ََل الَّْي ِل َوََل تُبَ ِش ُرْوُى َّن َواَنْ تُ ْم ٰع ِك ُف ُْ َن ِ
ّ
… اَّلل فَل اتَ ْقرب ُى
ِٰ فِى لْم ٰس ِج ِد تِْلك ح ُدود
َ ْ َُ َ ّ ُ ْ ُ َ َ
Artinya: .... Dan makan serta minumlah hingga
jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih
dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa sampai (datang)
malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka
ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah
ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendeti
mereka (bersetubuh)... (QS. Al-baqarah :187)
عم اِب ىريرة عن النيب ملسو هيلع هللا ىلص ل ل َل يزال الدين ظ ىرا م
عجل الن س الفطر ألن البهُد والنص رى بؤخرون
)( رواه ابُ داود
Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau
berkata: agama ini akan senantiasa nampak selama
orang-orang (kaum muslimin) menyegerakan berbuka,
karena orang-orang yahudi dan nashrani menundanya
(HR. Abu Dawud)
4. Berdoa ketika berbuka puasa.
عن انس بن م لك يقُل ك ن رُْل للا ملسو هيلع هللا ىلص يفطر عل
رطب ت لبل ان يصلي فإن مل تكن رطب ت فعل ِترات
)فإن مل تكن حس حسُات من م ( رواه الُ داود
Artinya: Dari Anas r.a. berkata: adalah Nabi SAW
berbuka sebelum shalat dengan rutab (kurma matang),
kalau tidak ada kurma matang maka kurma yang
muda, kalau tidak ada juga, beliau minum beberapa
teguk air. (HR. Abu Dawud)
6. Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang
puasa.
Sabda Nabi SAW :
عن ع ئشة اهنع هللا يضر ل لت ك ن النيب ملسو هيلع هللا ىلص إذا دخل العشر
)شد مئزرة واحي ليلو وايفظ اىلو (رواه البخ ري
Artinya : Dari Aisyah ra. Berkata, sesungguhnya nabi SAW
jika memasuki 10 terakhir bulan ramadhan beliau
menghidupkan malam (shalat malam) dan
membangunkan keluarganya serta menjauhi wanita
(tidak berkumpul dengan isteri). (HR.Bukhari dan Muslim)
عن أم ْلمة وع ئشة أن النيب ملسو هيلع هللا ىلص ك ن يدركو الفجر
(رواه البخ ري.وىُ جنب من أىلو ُث يقيل فيُم
)والًتمذي وامحد
Artinya: Dari Ummu Salamah dan Aisyah bahwa Nabi
shalallahu'alaihi wa sallam menjumpai waktu fajar
sementara beliau sedang junub karena menggauli
isterinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa. (HR.
Bukhary, at-Tirmidzi dan Ahmad).
2. Meminyaki kumis dengan wangian.
3. Bercelak dan meneteskan sesuatu ke dalam mata
sebagasi obat.
Riwayat dari Anas :
عن ع ئشة اهنع هللا يضر أن رُْل للا ملسو هيلع هللا ىلص ك ن يقبل وىُ ّ ئم
) (رواه البخ ري ومسلم والًتمذي. وك ن أملکو ژبو
Artinya: Dari Aisyah berkata, Rasululiah Shallallaahu
'alaihi wasallam pernah menciumku dan mencumbuku
ketika sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang
paling kuat menahan dirinya.(HR. Bukhary. Muslim, at-
Tirmidzy).
5. Injeksi/suntikan, bagi orang sakit yang mengobati
sakitnya, baik suntikan dibawah kulit atapun pada
urat.
6. Berbekam (mengeluarkan darah dari kepala),
Rasulullah SAW sebagaiman yang diriwayatkan al
Bukhary pernah berbekam sedang puasa. Akan
tetapi jika melemahkan badan jadi makruh.
7. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung.
Hanya yang dimakruhkan secara mubalagah
(terlalu mendalam kumur-kumurnya).
ل ل رشُل للا ملسو هيلع هللا ىلص من نيي:وعن أِب ىريرة هنع هللا يضر ل ل
فإم, فليتم ضؤلو, فأكل أو شرب,وىُ ّ ئم
)أطلقتو آلو وشق ة (متفق عليو
Artinya: Dari Abu Hurairah RA. Bahwa Nabi SAW
bersabda : Barangsiapa lupa sedang dia puasa lalu
dia makan atau minum hendaklah ia
عن اِب ىريرة هنع هللا يضر ل لل ج رجل اَل النيب ّلل
للا عليو و ْلم فق ل ىلكت اي رُْل للا ل ل وم
اىلكك ل ل ولعت عل امرأيت يف رمض ن ل ل ىل
جتد م تعتق رلبة ل ل َل ل ل فهل تستطيع أن
تصُم شهرين متت بعْي ل ل َلل ل فهل جتد م تطعم
ْتْي مسكين ل ل َل ل ل ُث جلس فأيت النيب ّل
للا عليو و ْلم بعرق فيو ِتر فق ل تصدق هبذا ل ل
أفقر من فم بْي بتيه أىل بيت أحُج اليو من
فض حك النيب ّل للا عليو و ْلم حىت بدت
(رواه مسلم و.اني بو ُث ل ل اذىب فأطعمو أىلك
)الًتمذي وامحد و ابن م جو
Artinya: Dari Abu Hurairah rasulullah saw berkata;
Seorang laki-laki datang mmenghadap nabi saw
dan berkata, Celaka diriku wahai Rasulullah . Beliau
bertanya: apa yang telah mencelakakanmu? Laki-
laki itu menjawab, Saya telah menggauli istriku di
siang hari pada bulan Ramadhan. Beliau bertanya:
Sanggupkah kamu untuk memerdekakan budak? Ia
menjawab, Tidak. Beliau bertanya lagi: sanggupkah
kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?, Tidak,
Fiqh As’adiyah I 229
jawabnya. Beliau bertanya lagi: sanggupkah kamu
memberi makan kepada enam puluh orang miskin?
Ia menjawab, Tidak. Abu Hurairah berkata:
kemudian laki-laki itu pun duduk, sementarana Nabi
saw diberi satu keranjjang berisi kurma. Maka beliau
pun bersabda: Bersedekah dengan kurma ini. Laki-
laki itupun berkata, adakah orang yang kkebih dari
fakir dari kami ?karena tidak ada penduduk disekitar
sini yang lebih membutuhkannya daripada kami.
Nabi saw tertawa hingga gigi tarinngnya terlihat.
Akhirnya beliau bersabda: pilanglah dan berilah
makan kelurgamu dengannya.(HR.Muslim, at-
Tirmidzi, ahmad dan ibnu Majah)
Maklumat tentang pelaksanaan kaffarat ini, :
a. Puasa dua bulan berturut-turut tidak termasuk
didalamnya dua hari raya dan hari tasyruk serta
bulan ramaadhan begitupula wanita yang
sedang haid.
b. Jika sekiranya ia sedang puasa lantas ada
kemampuannya untuk memerdekakan hamba
sahaya tidaklah lazim baginya memindahkan
dari puasa lalu beralih ke memerdekakan
hamba, ini menurut Jumhur Ulama kecuali
golongan Hanafiyah.
c. Haid, Nifas, gila, pingsan tidaklah berbahaya
baginya, karena kesemuanya itu bertentangan
dengan puasa tidaklah terputus dua bulan
karena adanya hal tersebut.
d. Jika terjadi safar (perjalanan) atau sakit setelah
ijma‟ tidaklah gugur kaffarah menurut
Syafi‟,Maliki, dan Hambali, sebab udzur terjadi
setelah wajibnya kaffarah.
e. Jika wanita itu ridha atau keinginannya di ijma‟
maka wajiblah qada‟ dan kaffarah bagi wanita
itu.Adapun jika lupa, tersalah ataaukah dipaksa
atau takut marah suaminya maka tidak qadha
baginya. Menurut Syafii‟ : tiada kaffarah bagi
wanita secara mutlak, baik keadaan ikhtiar
230 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
(tanpa dipaksa) ataau terpaksa hanya wajib
qadha sajaa.
f. Jika ijma‟mnya dua hari satu ramadhan dan
belum kaffarah hari pertama, wajiblah dua
kaffarah baginya. Adapun jika ijma‟ dua kali
dalam satu hari sebelum kaffarah, baginya
hanya satu kaffarah.
g. Khusus bagi orang yang tidak sanggup
melakukan ketiga kaffarah tersebut, selama
hidupnya tetap akan melaksanakan kaffarah
kapan dia mampu, akan tetapi bila tidak
pernah mendapatkan kemampuan hingga dia
wafat, maka dimaafkanlah.
5. Tidak ada Kewajiban baginya.
Yang kelima ini, tidak wajib baginya qadha,
fidyah dan kaffarah, antara lain yaitu:
a. Orang yang tidak puasa karena belum mukallaf
dan orang-orang lupa. Sabda Rasulullah SAW :
عن ع ئشة النيب ملسو هيلع هللا ىلص ل ل رفع القلم عن ثالث عن
الن ئم حىت يستيقظ و عن ّغري حىت يكرب و عن
) (رواه النس ئ.اجملنُن حىت يعقل أو يفيق
Artinya: diangkat kallam (tidak kena beban hokum)
tiga golongan orang tidur hingga bangun, anak-
anak hingga ia dewasa (balig), orang gila hingga ia
sembuh dari gilanya,(HR. An-Nasai)
b. Orang yang kehilangan akal/gila yang
permanenn atau tidak mengalami kesembuhan.
Dalilnya sebagaimana Hadits di atas.
c. Orang yang makan dan minum karena lupa,
tersalah, atau terpaksa, maka tidak ada qadha,
fidya dan kaffarah baginya.
أرأيت ان: للت اي رُْل للا:عن ع ئشة اهنع هللا يضر ل لت
: "لُيل: م ألُل فيه ؟ ل ل,علمت أي ليلة ليلة القدر
Fiqh As’adiyah I 233
,اللهم عفُ حتب القُل ف عف عِن" – رواه اخلمسة
واحل كم, وّححو الًتمذي,غري أِب داود
Artinya: Dari Aisyah ra. Berkata yaa rasulullah kalau saya
dapat melihat Lailatul Qadar apa yang saya baca?
Nabi menjawab, bacalah ( اللهن اًك عفى تحب العفى فاغف عٌيYa
Allah sesungguhnya engkau pemaaf, menyukai orang
yang memberi maaf, maka maafkanlah saya.) (HR. Lima
perawi Hadis)
Tanda-tanda adanya lailatul qadar, sebagaimana
yang disebutkan oleh Ubay bin Ka‟ab dari Nabi SAW :
عن ع ئشة اهنع هللا يضر زوج النيب ملسو هيلع هللا ىلص أن النيب ملسو هيلع هللا ىلص ك ن
يعتكف اللعشر األواخر من رمض ن حيت تُف ه
ُث اعتكف أزواجو من بعده (رواه البخ ري و
)مسلم و ابُ داود
Artinya: Dari Aisyah ra., isteri Nabi SAW bahwa
Nabi SAW beri‟tikaf pada sepuluh hari yang akhir
dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian
isteri-isteri beliau beri‟tikaf setelah kepergian
beliau. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)
3) Ijma‟ Ulama
Ulama telah sepakat atas disyariatkan I‟tikaf
bagi ummat islam.
ْبح ن للا واحلمد للا وَل الو اَل للا و للا اكرب
Artinya : Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah,
tiada Tuhan (patut disembah) melainkan Allah,
dan Allah Maha Besar.
5) Membaca surat Qaf ( ) قatau al- A‟laa
( )االعليatau al – Kafirun ( ) الكافزوىdirakaat
pertama dan membaca surat al – Qamar (
) القوزatau al – Gasiyah ( ) الغاشتةatau al –
ikhlas ( ) االحالصdirakaat kedua, masing –
masing setelah al – Fatihah.
6) Menjaharkan (menyaringkan) bacaan,
terkecuali ma‟mun
7) Khutbah dua kali setelah shalat I‟d
ditunaikan.
a) Hukum kedua khutbah adalah sunnat
b) Rukun – rukun Khutbah I‟dil Fitri sama
dengan I‟dil Adha, yaitu :
1) Membaca shalawat pada Nabi SAW
tiap dua khutbah.
2) Membaca ayat dari Al- Quran pada
salah satu dari dua Khutbah.
3) Khatib mendoakan orang – orang
Mu‟min ( laki – laki dan perempuan )
dan disyariatkan doanyaa masalah
urusan akhirat serta tertuju orang –
orang yang hadir.
Fiqh As’adiyah I 245
Adapun Iftitah ( pembukaan ) Khutbah
dari kedua hari Raya adalah sunnat seperti
membaca Takbir. Berbeda pada Khutbah
Jum‟at, iftitahnya musti ada puji - pujian
seperti والحود هللاlihat rukun – rukun Khutbah
Jum‟at.
c) Syarat – syarat kedua Khutbah :
1) Khatib dengan suara keras untuk
memperdengarkan pada hadirin.
2) Kedua Khutbah dilaksanakan
setelah pelaksanaan shalat I‟d ( hari
raya )
d) Sunnat – sunnat Khutbah kedua hari
raya :
1) Berdiri pada dua Khutbah
2) Duduk diantara dua Khutbah
3) Tidak ada Adzan dan Iqamah, akan
tetapi disunnatkan membaca الصالة
جاهعةsebelum naik ke mimbar.
8) Disunnatkan mandi dan berhias dengan
memakai pakaian yang sebaik – baiknya.
Adapun perempuan tidak disunnatkan
berhias jika keluar shalat I‟d tapi jika tidak
keluar disunnatkan berhias, sebagaimana
laki – laki disunnatkan baginya jika tidak
shalat I‟d karena berhias dituntut untuk
harinya bukan untuk shalatnya. Ini disepakati
oleh Fukaha ( ulama Fiqhi ).
Hal ini berdasarkan Hadits dibawah ini :
B. Urgensi Zakat
Zakat merupakan pilar ketiga Islam sebagaimana
dijelaskan sebuah hadis
َُ لَا
اّلل َِ ُ ُاّلل عْه ممق اَق َ اَق َ رو ِ عن اب ِن عمر ر
َ اّلل َُ َ
َ ُ َ َ ََُ ْ ْ
ُ َ ي ض
س َش َم َقدةِ أَ ْن ال إِلَىَ إِال ٍ َْالم َعَا َخ و ِ
إل ا ِ
ِن
ُ ْ َُ َ ََ َْ ب : م َ وو ِ عَي
ى
ْ صالةِ َوإِيتَ ِقء الَزَكقةِ َو
اْلَ ِّج َ اّللِ َوإِاَقِم ال
َ ُ ُاّللُ َوأَ َن ُُمَ َم ًدا َر ُو
َ
)ضق َن (رواو البخقري ومسَم ِ و
َ ل ُْم َرَم ََ
252 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. berkata: Rasulullah bersabda:
Islam dibangun atas lima dasar, bersaksi tiada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menunaikan haji dan berpuasa
Ramadhan.
Kelima rukun Islam itu sama kedudukannya antara satu
dengan lainnya dan mudah dipahami karena semuanya
bernilai ritual dan ibadah mahdah kepada Allah yang harus
diterima secara ta‟abbudi. Zakat agak sukar untuk dipahami
dan diyakini karena ia menyangkut materi yang paling
disayangi. Secara teoritis, sulitnya memahami dan
mengamalkan kewajiban zakat dapat dipahami karena ia
merupakan sesuatu yang bertentangan denga naluri
manusia yang pada umumnya sangat mencintai harta
benda.
Tujuan zakat baru dapat dipahami dan diyakini apabila
di dalam jiwa seseorang telah tumbuh beberapa nilai,
seperti keimanan, kemanusiaan dan keadilan. Oleh karena
itu,a-Qur‟an menggunakan kata shadaqah sebagai
padanan dari kata zakat tersebut. Makna shadaqah itu
sendiri merupakan manifesatasi atas pengakuan dan
pembenaran yang melahirkan keyakinan, sehingga timbul
kesadaran untuk memberikan sebagian dari harta yang
disayangi dalam bentuk zakat. Hal itu dipandang logis dan
wajar bahkan merupakan keharusan.
Zakat merupakan sarana atau tali pengikat yang kuat
dalam mengikat hubungan vertical antara manusia dengan
Tuhan dan hubungan horizontal antara sesama manusia,
khususnya antara yang kaya dan yang miskin. Dengan
zakat, terjadi pertukaran keuntungan moral dan materil, bak
dari pihak penerima (mustahiq) maupun dari pihak pemberi
(muzakki).
Zakat sebagai ibadah bidang harta benda (ibadah
maliyah) yang diberikan oleh orang kaya kepada orang
miskin. Harta benda yang dizakati itu pada hakikatnya
adalah milik Allah, dengan zakat itu seolah-olah harta itu
diterima kembali oleh Allah, meskipun secara lahiriyah yang
menerima harta itu fakir miskin.
Fiqh As’adiyah I 253
Zakat merupakan amanah Allah kepada orang yang
dipercayai untuk diserahkan sebagiannya kepada orang
yang berhak menerimanya. Jika zakat itu ditinjau dari segi
proses pengalihan hak milik sebagian harta benda dari
pemiliki nisbi (manusia) kepada pemilik hakiki (Allah), maka
zakat itu adalah perbuatan ibadah. Zakat itu adalah hak
Allah bukan sekedar hak fakir miskin. Tujuan zakat bukan
sekedar menyantuni fakir miskin, akan tetapi lebih jauh untuk
memberantas kemiskinan.
Kedudukan zakat sangat penting karena ia mempunyai
fungsi ganda, yaitu sebagai ibadah mahdhah fardhiyah
(individual) kepada Allah dan sebagai ibada muamalah
ijtimaiyah (sosial) dalam rangka menjalin hubungan
horizontal sesama manusia. Oleh karena itu, kewajiban zakat
merupakan kewajiban yang bersifat ijbari, guna menjamin
tegaknya keadilan dan diterimanya hak-hak fakir miskin
yang terdapat dalam harta orang kaya yang telah
ditetapkan oleh Allah.
Pembayaran zakat oleh orang-orang kaya untuk orang-
orang miskin akan memberi keuntungan dan memberi efek
positif bagi berbagai pihak, karena zakat menumbuh
suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil
dan merata. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
masyarakat, otomatis akan melancarkan perputaran modal
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada umumnya.
C. Hikmah Zakat
Hikmah diwajibkannya Zakat Fitrah berdasarkan Hadits
dari Ibnu Abbas, sebagai berikut:
~ فرض روُ هللا: عن ابن عبقس رضي هللا عهممق اق
, والرفث, ُلَصقئم من الَغ
ّ طمرة,~ ملسو هيلع هللا ىلص ~ زكقة الفطر
فمن ّأدايق ابل الصالة فمي زكقة, وطعمى لَمسقكني
فرض روُ هللا ملسو هيلع هللا ىلص زكقة الفطر واق: عن ابن عمر
(أعهُيم يف يذااليُم ز )رواو البيمقي والدار اطِن
Artinya: Dari ibnu Umar berkata: Rasulullah SAW
mewajibkan Zakat fitrah dan lapakanlah
(gembirakanlah) mereka (para pakir miskin) pada hari ini
( hari raya fitri). (HR.Baihaqy dan ad-Daraqutny)
D. Pembagian Zakat
Secara umum, zakat terbagi kepada dua bagian, yaitu
zakat mal dan zakat fitrah.
1. Zakat mal/harta
Menurut bahasa, harta adalah segala sesuatu yang
sangat diinginkan oleh manusia untuk memiliki,
memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut syara‟,
harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki
(dikuasai) dan dapat digunakan. Sesuatu dapat disebut
dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat,
yaitu:
a. Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
256 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
b. Dapat diambil manfaatnya seperti rumah, mobil,
ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dan
lain-lain.
Zakat mal adalah jenis zakat yang dikeluarkan
individu maupun lembaga atas harta atau
penghasilan yang diperolehnya dengan syarat dan
ketentuan yang sudah ditetapkan oleh syariat.
2. Harta yang wajib zakat
a. Emas dan perak
Emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya
berdasarkan firman Allah QS. Al-Taubah/9 :24 :
…
Terjemahannya: Dan Dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak
sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
d. Harta perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang
diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam
berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-
Fiqh As’adiyah I 261
alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain.
Perniagaan tersebut diusahakan secara perorangan
atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dan lain-
lain.
Besar zakat perniagaan adalah 2,5%,
dikeluarkan setelah dikurangi utang dan kerugian,
telah mencapai nisab (85 gram emas) dan telah
berusia satu tahun haul.
e. Hasil tambang, yaitu benda-benda yang
terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai
ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga,
marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dan lain-
lain. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang
dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar,
marjan, dan lain-lain.
Barang tambang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi, maka sangat wajar menetapkan adanya
zakat pada barang tersebut, meski ulama berbeda
pendapat tentang ada atau tidaknya zakat pada
hasil tambang. Pendapat yang mengatakan
adanya zakat pada barang tambang baik
tambang padat maupun cair lebih mendekati
kemashlahatan.
Ketentuan zakat pada barang tambang
adalah:
1) Kewajiban zakat pada barang tambang
berlaku apabila diusahakan oleh
perorangan maupun perusahaan. Jika
dikelola oleh negara dan digunakan untuk
kepentingan umum, maka tidak ada zakat
padanya.
2) Kewajiban zakat barang tambang berlaku
apabila hasilnya mencapai nilai nisab emas
(85 gram) atau perak (595 gram).
3) Mengingat eksplorasinya membutuhkan
biaya investasi yang besar, maka zakat
yang dikenakan hanya 2.5%.
فرض روُ هللا: عن ابن عبقس رضي هللا عهممق اق
َ َِالفطَْرةِ طُْمَرةً ل
ُِ صقئِِم ِم َن الَ ْغ ِ َلَا هللا عَيى ووَ م َزَكقة
ِص َالة ِ ْ ِث وطُ ْعمةً لَِْمسقك
َ فَ َم ْن أَ َد َايق اَْب َل ال,ني ِ َو الَرف
ََ َ َ َ
ِ َ ومن أَ َدايق ب ع َد ال,ٌفَ ِمي َزَكقةٌ م ْقب ُلَة
ٌل َداَة َ ص َالة فَ ِم َي َْ َ ْ ََ ُْ َ َ
) (رواو أبُ داود.قت ِ َص َدا
َ ِم َن ال
Artinya: Dari Ibnu Abbas, Beliau mengatakan: Rasulullah
saw. mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi
orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan
Fiqh As’adiyah I 265
keji dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat Idul
Fitri, maka itu termasuk zakat yang diterima. Barangsiapa
yang menunaikannya setelah shalat, maka itu termasuk
salah satu bentuk shadaqah
Adapun yang wajib zakat fitrah:
a. Orang Islam; tua, muda baik laki-laki maupun
perempuan
b. Orang yang menjadi tanggungan
Syarat wajib zakat fitrah
a. Islam
b. Memiliki kelebihan makanan sehari semalam
bagi seluruh keluarganya pada awaktu
terbenam matahari di akhir bulan Ramadhan
c. Orang yang hidup pada saat matahari
terbenam di akhir bulan Ramadhan
Ukuran zakat fitrah pada seseorang adalah 1 sha‟
yang sama dengan 2,305 kg, dibulatkan menjadi 2,5 kg
atau setara dengan 3,5 liter beras/makanan pokok bagi
penduduk setempat. Jumlah beras yang dibayarkan
untuk zakat fitrah berlaku sama di daerah manapun di
wilayah tertentu. Namun jika dibayar dengan uang
tunai, besarannya berbeda-beda sesuai dengan harga
beras atau makanan pokok lainnya di wilayah tersebut.
Zakat fitrah dengan uang atau seharga dengan
barangnya. Ulama berbeda pendapat tentang zakat
fitrah dengan uang.
a. Pendapat mayoritas ulama (Maliky, Syafii,
Hambali dan lain-lain) tidak membolehkan
mengeluarkan zakat fitrah dengan uang.
Mereka berpegang pada hadis
لَا هللاُ َعَْي ِى َو َوَ َم ِ ُِإِ ََّن ُُنْ ِرجمق عَا عم ِد رو
هللا
َ ُْ َ َْ َ َُ
ب ي
ِْ وَكق َن طَ َع َقمهَق التَمر والشَعِْي ر والَزب,قعق ِم ْن طَ َع ٍقم
ًل َ
ُ َ ُ َ َُ َ
)ط(رواو مسَم ُ ََو ْاألَا
266 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
Artinya: Kami mengeluarkan zakat fitrah pada masa
Rasulullah sebanyak satu sha‟ makanan, dan pada
waktu itu makanan kami adalah kurma, gandum,
anggur dan keju.
ِ ََّن نُع ِطيمق يف َزم
قعق
ًل َ لَا هللاُ عَيى ووَ َم َ الهيب
ِّ قن َ َ ْ
ْأو،قعق ِمن َشعِ ٍْي
ًل
ِ أو ل،ِمن طَعقٍم
َ ْأو،قعق من متٍَْر
ً َ ْ َ
تِ فَ َ َمق جقء معق ِويةُ وجقء،يب ٍ ِقعق ِمن َزب
َ َ َ َ ُ َ َ ًل َ
أ َُرى ُمدًّا ِمن يذا يَ ْع ِد ُ ُمدَيْ ِن (رواو: َ اق،ُال َس ْمَراء
)البخقري
Kebiasaan sahabat mengeluarkan zakat fitrah
berupa makanan merupakan dalil kuat bahwa
zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk bahan
makanan. Di samping itu, zakat fitrah merupakan
ibadah yang sudah ditentukan dengan bahan
makanan yang tidak bisa diganti dengan yang lain
serta harus dikeluarkan pada waktu tertentu.
b. Mazhab Hanafi membolehkan mengeluarkan
zakat fitrah dengan uang.
Menurut Yusuf Qardhawi, pemberian harga lebih
mudah di zaman sekarang ini terutama di
lingkungan masyarakat negara industry. Orang-
orang lebih banyak bermumalah menggunakan
uang. Uang di sebagian negara lebih besar
manfaatnya dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Rasulullah mewajibkan zakat fitrah dengan
makanan karena dua hal:
1) Jarangnya mata uang di tanah Arab pada
saat itu, sehingga pemberian makanan lebih
efisien dan memudahkan bagi mustahiq.
2) Nilai uang di masa Rasulullah tidak sabil,
berubah-ubah dari masa ke masa. Hal ini
Fiqh As’adiyah I 267
berbeda jika dibandingkan dengan nilai
makanan, yang jauh lebih stabil meski
zaman terus berganti. Makanan pada saat
itu lebih memudahkan bagi orang yang
member dan lebih bermanfaat bagi yang
menerima.
Pendapat pertama lebih banyak diikuti oleh
mayoritas masyarakat Indonesia dan lebih kuat dari
segi dalil. Sebagai alternatif agar tetap berpegang
pada madzhab Syafii/pendapat mayoritas, maka
panitia bisa menyiapkan beras untuk dibeli oleh
muzakki terlebih dahulu kemudian diserahkan
kepada panitia zakat/amil.
Apabila membayar dengan beras
memberatkan dan lebih banyak mashlahatnya jika
dibayar dengan uang, maka zakat fitrah boleh
ditunaikan dengan uang.
Zakat fitrah lebih utama dikeluarkan sebelum
shalat idul fitri dan boleh dikeluarkan pada
permulaan Ramadhan. Hal ini berdasarkan riwayat
sebuah hadis dari Ibnu Umar
عن ابن عمر رضي هللا عهممق أن الهيب هللا لَا هللا
عَيى ووَ م أمر بزكقة الفطر ابل خروج الهقس إىل
) (رواو البخقري.الصالة
Artinya: Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah
telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat
fitrah sebelum orang-orang keluar melaksanakan
shalat Idul Fitri
c. Membayar zakat fitrah secara online
Perubahan pola hidup masyarakat seiring
dengan perkembangan teknologi yang semakin
canggih berdampak pada perubahan pola
beragama mereka. Keadaan ini biasa diistilahkan
E. Zakat Profesi
Penghasilan yang paling potensial saat sekarang ini
adalah penghasilan yang berasal dari pekerjaan dan
profesi. Pekerjaan yang menghasilkan uang secara umum
ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang
dikerjakan sendiri tanpa tergantung pada orang lain, berkat
kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang
diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan
profesional, seperti dokter, arsitek, seniman, penjahit, tukan
kayu dan lain-lain. Kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan
seseorang untuk pihak lain, baik pemerintah, perusahaan
maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang
diberikan dengan tangan, otak ataupun keduanya.
Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah
ataupun honorarium.
Dalam perkembangan zaman yang semakin canggih,
banyak ragam profesi yang muncul dan mengalami
perkembangan pesat. Pada era milenial ada banyak profesi
yang memiliki pendapatan sangat besar hanya dengan
bermodal peralatan canggih seperti HP android, laptop dan
peralatan yang berbasis internet.
Generasi muda banyak menggunakan internet untuk
mencari uang. Profesi yang berbasis internet banyak
bermunculan seperti desainer web, programmer, blogger,
Terjemahannya: Wahai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Zakat profesi atau zakat penghasilan merupakan bagian
dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang
berasal dari penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak
melanggar syariah. Nishab zakat penghasilan sebesar 85
gram emas per tahun. Kadar zakat penghasilan senilai 2,5%.
Zakat penghasilan wajib dikeluarkan setiap kali menerima
270 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
gaji atau menerima penghasilan, yang telah dikurangi
utang, dan jumlahnya mencapai nisab. Zakat profesi dapat
dikeluarkan secara harian, mingguan, ataupun bulanan.
َ ِب َوَال ف
ض ٍة َال يُ َؤِّدي ِمْه َمق َح َق َمق إَِال إِ َذا ٍ ب ذَ َي ِ قح ِ مق ِمن ل
َ ْ َ
ُمح َي َعَْي َمقِْ ت لَى ل َفقئِح ِمن ََّن ٍر فَأ ِ َكق َن ي ُم الْ ِقيقم ِة
ْ َ َ ُ ْ ل ّف َح ُ َ َ ُ َْ
ِ
ت ْ ِيف ََّن ِر َج َمه ََم فَيُ ْك َُى ِبَق َجْه بُىُ َو َجبِيهُىُ َوظَ ْم ُروُ ُكَ َمق بََرَد
Fiqh As’adiyah I 273
ف َوهَ ٍة َح ََّت ِ ِ ٍ
َ ْني أَل َ ت لَىُ ِيف يَ ُْم َكق َن م ْق َد ُاروُ َخَْس َ أ ُِع
ْ يد
ْ ني الْعِبَ ِقد فَيَ َرى َوبِيَىُ إِ َمق إِ َىل
اْلَه َِة َوإِ َمق إِ َىل الهَق ِر َ ْ َضا بَ يُ ْق
Artinya: “Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak
menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali
jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-
lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam
neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya
dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin,
dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk
(menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu
hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan
(hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan
melihat (atau: akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan
menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka”.
QS. Ali Imran/3:180
I. Badal Haji
Ibadah yang terkait dengan badan dan harta, seperti
ibdah haji, menurut Jumhur ulama fikih, boleh diwakilkan
pelaksanaannya kepada orang lain asal memenuhi syarata-
syarat yang ditentukan.
Adapun syarat menggantikan haji orang lain, yaitu:
280 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
1. Niat haji itu diucapkan atas nama orsng yang
digantiksn, seperti: saya berihram/berniat atas nama
si fulan.
2. Orang yang digantikan hajinya itu telah wafat atau
dalam keadaan sakit yang diduga keras tidak akan
sembuh, sehingga tidak mungkin untuk melakukan
perjalanan haji serta sakitnya ini berlanjut sampai ia
wafat.
3. Biaya pelaksanaan haji itu ditanggung oleh orang
yang digantikan.
4. Ihram yang dilakuakn sesuai dengan kehendak
orang yang digantikan jika berwasiyat.
5. Orang yang akanmenggantikan haji orang lain
tersebut sebelumnya telah melaksanakan ibadah
haji untuk dirinya sendiri.
6. Balig dan berakal
7. Orang yang menggantikan haji itu tidak boleh
menggabungkan haji yang dilaksnakannya denga
haji orang lain yang diwakilinya.
, َو ِِلَ َم ِاِلَا, َو ِِلَ َسبِ َها, لِ َم ِاِلَا: تُْن َك ُح اَلْ َمْرأَةُ ِِل َْربَ ٍع
ِ ِ ِ ِِ
ت يَ َد َاك ْ َ فَاظَْفْر بِ َذات اَ ّلدي ِن تَ ِرب, َولدين َها
Artinya: "Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu
karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan
karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang
taat beragama, niscaya kamu akan beruntung." (HR
Bukhari dan Muslim).
B. Hukum Menikah.
Hukum asal pernikahan itu adalah jaiz/ mubah . Akan
tetapi hukum itu bisa berubah jika di ikuti dengan illat yang
berbeda.
D. Tingkatan Wali
Wali nikah ialah seorang laki laki dalam hadits rasulullah
Saw yang di riwayatkan oleh ibu majah dan daruqutni di
jelaskan ( “Perempuan tidak boleh menikahkan Perempuan
lain dan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri” ) laki laki ini
telah memenuhi syarat syarat secara hukum islam. Yaitu
beragama islam, aqil juga baligh. Wali nikah terdiri dari 2
jenis yaitu Wali nasab dan Wali hakim.
1. Wali Nasab.
Wali nasab yaitu wali nikah yang di sebabkan
pertalian darah atau nasab dengan calon mempelai
perempuan . susunan perwaliannya adalah :
a. Ayah kandung
b. Kakek ayahnya ayah
c. Ayahnya kakek dan seterusnya (dalam hal ini
hendaknya di dahulukan wali yang lebih dekat
dari beberapa kakek atas yang lebih jauh)
d. Saudara laki laki se ayah se ibu
e. Saudara laki laki seayah saja
f. Anak laki lakinya saudara laki laki yang seayah
se ibu
g. Anak laki lakinya saudara laki laki se ayah saja
h. Paman yang se ayah se ibu
ْب لَ ُك ْم َع ْن َش ْي ٍَ ِّمْن ُو ِ واٰتُوا النِّس ۤاَ ص ُد ٰقتِ ِه َّن ِ ِْنلَةً ۗ فَاِ ْن
ط
َْ َ ََ َ
ۤ ۤ
نَ ْف ًسا فَ ُكلُْوهُ َىنِْيًا َّم ِريًْا َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَََّل تُ ْق ِسطُْوا ِِف الْيَ ت ٰٰمى
ِ ۤ ِ ِ
ث َوُربٰ َع ۚ فَاِ ْن ٰ
َ َ ْ َ اِ لَ ُك ْم ّم َن النّ َس
ل ث
ُو ٰنٰ ثم َ ا َ َط ا م
َ ُْ ا
و ح ِ ْفَان
ك
ِ ِ ِ ِ
َ ت اَْْيَانُ ُك ْم ۗ ٰذل
ك اَ ْد ْٰٰٓن ْ خ ْفتُ ْم اَََّل تَ ْعدلُْوا فَ َواح َد ًة اَْو َما َملَ َك
ۗ
اَََّل تَعُ ْولُْوا
Terjemahnya “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan
yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu
tidak berbuat zalim” ( Annisa : 3).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW di kisahkan, bahwa
ada seorang sahabat bernama Gailan as- Saqafi masuk
dalam Islam dan mempunyai 10 orang istri , maka Rasulullah
SAW menyuruhnya untuk memilih empat orang saja sebagai
istri, sementara yang lainnya di ceraikan ( H.R. Ahmad bin
Hambal, Ibnu Majah, dan at-Tirmizi dari Ibnu Umar ). Dari
ayat dan riwayat hadits di atas jelaslah kebolehan poligami
yang terbatas pada 4 orang istri dalam satu waktu, jika lebih
maka haram.
Alasan pembatasan berpoligami sampai empat
menurut ulama antara lain, Karena kemampuan suami
dalam berlaku adil, membayar nafkah, pembagian waktu
dan sebagainya hanya sampai 4 orang dengan pengaturan
mingguan dalam 1 bulan, ini pendapat Wahbah az- Zuhaili.
Poligami di izinkan dalam islam di landasi beberapa
hikmah yang luar biasa antara lain :
Fiqh As’adiyah I 295
1.Untuk mendapatkan keturunan pada kasus suami
subur istri mandul.
2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa
menceraikan istri , meskipun istrinya itu tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai istri seperti
adanya cacat tubuh / badan, atau penyakit yang
sukar di sembuhkan lainnya.
3. Untuk menyelamatkan orang orang dengan hasrat
seksual yang sangat tinggi dari perbuatan zina dan
krisis akhlaq , semisal istri pada masa haid atau nifas ,
keinginan suami tetap bisa tersalurkan melalui istri
yang halal. Lain halnya kalau istri yang berada
dalam situasi suami, maka istri bisa minta Fasakh.
4. Untuk menyelamatkan perempuan perempuan dari
krisis akhlaq seperti pada negeri negeri yang jumlah
perempuannya lebih banyak dari pada laki lakinya.
Kurangnya laki laki karena krisia perang dan
sejenisnya, maka dengan poligami surplus
perempuan perempuan itu bisa terselamatkan.
Demikian beberapa hal terkait poligami serta hikmah
yang luar biasa yang Allah hadirkan atasnya.
َ اّللِ تَ َع
اَل الطَََّل ُق َّ اِلَََل ِل إِ ََل
ْ ض ُ َأَبْ غ
Hadits yang bermakna bahwa “ sesuatu yang halal
yang amat di benci Allah ialah talak ” diriwayatkan Abu
Daud dan Ibnu Majah ini, menunjukkan betapa
sebaiknya talak itu menjadi alternatif terakhir dalam
menyelesaikan masalah di antara sepasang suami istri.
ََش ْي ٍء ََوِِفَالشَّْرِع
َ َم َقابَلَ ِة
ُ ِ
َِف ٍ َاَلْب يع َِِفَاللُّغ ِةَإِعطَاءَشي
ء َْ ُ ْ َ ُ َْ
ِ م َقاب لَةَُم ٍالَبِم ٍالَقَابِلِْيَلِلتَّصُّر
َ اب ََوقَبُ ْوٍل
ََعلَى ٍ فَِبِِيْج
َ َ َْ َ َ َ ُ
)الْ َو ْج ِوَالْ َمأْذُْو ِنَفِْي ِوَ(كفايةَاألخيار
Artinya: “Jual beli secara bahasa adalah bermakna
memberikan suatu barang untuk ditukar dengan barang
lain (barter). Jual beli menurut syara‟ bermakna
pertukaran harta dengan harta untuk keperluan
tasharruf/pengelolaan yang disertai dengan lafadh ijab
dan qabul menurut tata aturan yang diizinkan (sah).”
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu‟ Syarah al-
Muhadzdzab menyebutkan bahwa jual beli adalah:
َ …ََ َََََ
Artinya: ….Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba… (al-Baqarah/2:275)
Firman Allah dalam QS. Al-Nisa/4: 29
Fiqh As’adiyah I 301
ََ َ َ َ َ َ
َ َََََََ َ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (al-Nisa/4:29)
b. Hadis
Rasulullah bersabda:
ِ ِ اح ٍد َِمْن هم ِ َفَ ُك ُّل َو,إذَاَتَبايع َاَ َّلرج ََل ِن
َ اَِب ْْليَا ِر
ََْماَ ََل َ ُ َ ُ ََ َ
َِ ي تَ َفَّرقَاَوَكا ََن
ِ ُ َأ َْو,ًََجيعا
َ َفَإِ ْن,َح ُد ُُهَاَاَْْل َخَر
ََخيَّ َر َ َُيَّّيَُأ َ َ
َ,ب َاَلْبَ ْي ُع ج َو د قَ َف
َ ك ِأَح ُد ُُهاَاَْْلخر َفَت باي عاَعلَىَ َذل
َ ََ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ
َاح ٌد َِمْن ُه َماِ َوََل َي ْت رْك َو,وإِ ْن َتَ َفَّرقَا َبَع َد َأَ ْن َتَباي عا
َ ُ َ ْ َ ََ َ َْ َ
َظُ ََواللَّ ْف,َعلَْي ِو
َ ب َاَلْبَ ْي ُع َ)َ َ ُمتَّ َف ٌق
َ اَلْبَ ْي َع َفَ َق ْد ََو َج
لِ ُم ْسلٍَِم
Artinya: "Apabila dua orang melakukan jual-beli,
maka masing-masing orang mempunyai hak khiyar
(memilih antara membatalkan atau meneruskan
jual-beli) selama mereka belum berpisah dan masih
bersama; atau selama salah seorang di antara
keduanya tidak menentukan khiyar pada yang lain,
ُّ َأ:َسئِ َل
ََي ملسو هيلع هللا ىلص َ ِ
َِّبنلا
َ َ َّ
َن أَ هنع هللا يضرَ عٍ ِعن َ ِرفَاعةَ َب ِن َراف
ُ َّ َ ْ َ َْ
ِِ ِ ِ
َ َع َم ُل َاَ َّلر ُج ِل َبيَده:
ََوُك ُّل َبَْي ٍع, َ ال َ َب؟َق ُ َاَلْ َك ْسب َأَطْي
)ص َّح َحوَُاَ ْْلَاكِ ُم َ َو، َ َمْب ُروٍر
َ َ(رَواهَُاَلْبَ َّز ُار
Artinya: Dari Rifa‟ah bin Raafi‟ radhiyallahu „anhu,
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam ditanya mengenai
mata pencaharian yang halal? Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam menjawab, “Amalan seseorang
dengan tangannya dan setiap jual beli yang
diberkahi.” (HR. Al-Bazzar dan disahihkan oleh Al-
Hakim)
c. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual
beli diperbolehkan sebagai muamalah yang telah
dipraktekkan sejak zaman Rasulullah sampai saat ini,
dengan alasan bahwa manusia memerlukan orang
lain untuk mencukupi kebutuhannya. Oleh karena
itu, jual beli sudah menjadi satu bagian penting
dalam kehidupan manusia. Islam sangat
memperhatikan seluruh aspek kebutuhan manusia,
di antaranya adalah muamalah dengan jual beli.
d. Kaidah Fiqhi
ِْ تَاَ ْْلِ ُّلَ ِو
َاْل َِب َح َةَُإََِّّلَأَ ْنَيَ ُد َّل ِ َاَْألَصل َِِفَالْمعام ََل
َ َُ ُ ْ
َ َدلِْي ٌَلَ َعلَىَتَ ْح ِريْ ِم َها
َََََََََ
َ…
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Hadis Rasulullah
ِ
ََِّب ن لَاَ م ِ ََق:ال
د َ ق
َ َ - ام ه ن َع َّلل
َّ َاَ ي ضِ ر-َ اس
ٍ ب
َّ َع ِ
ن ب ِع ِن َا
ُّ َ ْ
َُ َ ُ َ َ َ ْ َ
َّ َ ََوُى ْم َيُ ْسلِ ُفو َن َِِف َاَلِِّّ َما ِر َا,َملسو هيلع هللا ىلص َاَلْ َم ِدينَة
ََلسنَة
ََف َِِف ِ ِ ْ َالسنَ ت
ْ ف َِِف ََتٍَْر َفَ ْليُ ْسل َ ََسلْ َ(َم ْن َأ:
َ ال َ َفَ َق,ْي َّ َو
ََم ْعلُ ٍومَ)ََ ُمتَّ َف ٌقَ َ لٍ َج أَ َلَ ِ
إَ, ٍ َُووزٍن َمعل,َكي ٍل َمعلُ ٍوم
وم ْ َ ََْ ْ َ ْ
َش َْي ٍَء
َ ف َِِف َ ََسل أَ ن َم: ِ
ي
ْ َْ ّ َُ َ َِْ
ر ا خ بلَِْول.علَي ِو
Artinya: Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam datang ke Madinah dan penduduknya
biasa meminjamkan buahnya untuk masa setahun
dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: "Barangsiapa
meminjamkan buah maka hendaknya ia
meminjamkannya dalam takaran, timbangan, dan
masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat
Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."
Objek jual beli salam pada masa Rasulullah
adalah buah-buahan dalam konteks zaman
َ
َ َ
َ َ
َ َ َ
َ
َ…
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Hadis Aisyah:
ََفجاءتَمن،َفقالتَهلمَفأبَ ْواَعليها،بريرةَُإَلَأىلِها
َ،َجالس م ِ َورسول َهللاِ َصلَّى َهللا
ََّعليو َوسل ُ ىم ِ
عند
ٌ ُ
َت َذلك َعليهم َفأبَ ْوا َإَّل َأن ُضْ َعَر
َ َإين َقد:فقالت
ِ َفس ِمعَالنِبَصلَّىَهللا،يكو َنَالوَّلءَهلم
َ،َعليوَوسلَّم ُ ُّ َ ُ
َ:َفقال،َعليو َوسلَّم َِ َُالنِب َصلَّىَهللا
َّ َُخبَ َرتَعائشة
ْ فأ
Fiqh As’adiyah I 309
َ َفإمنا َالوَّلءُ َعلى َمن،َاشَت ِطي َهلم َالوَّلء َِ (خ ِذيها َو ُ
ََُمثَقامَرسول َهللاِ َصلَّىَهللا،
ُ َُففعلتَعائشة.)أ َْعتَق
َ َمث،َفح ِم َد َهللاَ َوأَثْ ََن َعليو ِ عليو َوسلَّم َِف ِ
َ ،َالناس
ََِف
َ َيشَتطون َشروطًا َليست َِ َرجال ٍ َِبل ُ َ(ما:قال
ََِكتاب َهللا
ِ َشر ٍط َليس َِف َْ َما َكان َمن،ِكتاب َهللا ِ
َ،َح ُّق أَ ِ َقضاء َهللا،َشر ٍط ة
َ ائ ِ َوإن َكان،فهو َِبطل
َم
َ ُ ْ َ ٌ
َوإمناَالوَّلءَُلِ َمنَأَعتَق،وشْر ُطَهللاَِأ َْوثَ ُق
َ
Artinya: Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Barirah
datang kepadanya minta tolong untuk pelunasan
tebusannya, sedangkan dia belum membayarnya
sama sekali, Maka Aisyah berkata padanya :
“Pulanglah ke keluargamu, kalau mereka ingin agar
saya bayar tebusanmu namun wala‟mu menjadi
milikku maka akan saya lakukan.” Maka Barirah
menyebutkan hal ini pada mereka, namun mereka
enggan melakukannya, malah mereka berkata:
“Kalau Aisyah berkehendak untuk membebaskanmu
dengan hanya mengharapkan pahala saja, maka
bisa saja dia lakukan, namun wala‟mu tetap pada
kami.” Maka Aisyah pun menyebutkan hal ini pada
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan beliau
pun bersabda : “Belilah dia dan merdekakanlah
karena wala‟ itu kepunyaan yang
memerdekakan.”Dalam sebuah riwayat yang lain :
“Barirah berkata : “Saya menebus diriku dengan
membayar 9 uqiyah, setiap tahun saya membayar
satu uqiyah.” (HR. Bukhari)
َ ََََََََََ َ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu". (Q.S An Nisa : 29)
َ َ صلَّى
َُهللا َِ َ َن َرسوََل
َ َ هللا ْ ُ َ ََّ ي َهنع هللا يضر َأ ْ َ َب َ َسعِْي ٍَد
َْ اْلُ ْد ِر َْ َِع َْن َأ
َ َ(رواه،اضٍ َإِِّمنَا َالْبَ ْي َُع َ َع َْن َتَ َر:ال َ ََعلَْي َِو َ َوآلَِِو َ َو َسلَّ ََم َق
(البيهقيَوابنَماجوَوصححوَابنَحبان
Artinya: Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah
saw bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu
Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
َ ََََََََََ َ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
316 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
b. Membeli barang murah karena penjual terdesak
Adakalanya seseorang menghadapi masa
kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang segera,
namun tidak bisa mendapatkan uang atau
pinjaman bebas riba. Maka terpaksa ia menjual
barang-barangnya dengan harga murah di bawah
harga pasar.
Mayoritas ulama membolehkan jual beli ini,
karena pembeli sesungguhnya meringankan beban
penjual. Jika ia tidak membelinya dengan sesegera
mungkin, penjual akan semakin lama mendapatkan
biaya yang dibutuhkannya. Pendapat ini juga
dikuatkan oleh hadis Nabi ketika mengusir kaum
Yahudi dari Madinah dan menganjurkan mereka
agar menjual barang-barangnya agar tidak
merepotkan. Salah satu hadisnya diriwayatkan oleh
Abu Daud:
َيد َبْ ِنِ ِيد َأَخب رََن َاللَّيث َعن َسع ٍ ِحدَّثَناَقُت ي بةَُبن َسع
َ ْ َ ُ ْ ََ ْ َ ُ ْ َ َْ َ َ
ِ ٍ ِ أَِب
َاََن ُن
َْ َال َبَْي ن ُ َع ْن َأَِب
َ ََىَريْ َرَة َأَنَّوُ َق َ َع ْن َأَبِيو َ َسعيد َ
ََعلَْي ِو َِّ ول ِ َ ِفَالْمس ِج ِدَإِ ْذ
َّ ََّصل
َ ُىَاَّلل َ َاَّلل ُ اَر ُس َ ََخَر َجَإلَْي ن ْ َ َِ
ََح ََّّت و ع َم ا ن ج ر خ ف
َ َ ود ه َي َل
َ ِ
إ َ ا
و ق
ُ ِال َانْطَل
َ َو َسلَّ َم َفَ َق
َ َ َُ َ َ ْ َ َ ُ َ
ََعلَْي ِو ََو َسلَّ َم َّ َصلَّى َِاَّلل ِ
َ َُاَّلل َ َّ ول
ُ س َر
َُ َ ْ ام ق
َ َف
َ م اى
ُ ن
َ ئ
ْ ج
ََسلِ ُمواَتَ ْسلَ ُمواَفَ َقالُوا ْ ود َأََ َم ْع َشَر َيَ ُه َ ََي َ الَ فَنَ َاد ُاى ْم َفَ َق
ََصلَّى َِّ ول َ اس ِم َفَ َقِ قَ ْد َب لَّ ْغت ََي َأَِب َالْ َق
َ َاَّلل ُ ال َ َهلُْم ََر ُس َ َ َ َ
ِ اَّلل َعلَي ِو َوسلَّم َأ
َََي
َ ت َ َسل ُمواَتَ ْسلَ ُمواَفَ َقالُواَقَ ْد َبَلَّ ْغ ْ َ َ َ ْ َ َُّ
Fiqh As’adiyah I 317
ََعلَْي ِو ََو َسَلَّ َم َّ َصلَّى َِّ ول َ اس ِم َفَ َق ِ أَِب َالْ َق
َ َُاَّلل َ َاَّلل ُ ال ََر ُس َ
َََِّلل
َِّ ض َر َاأل
ْ اَ َّ
َمن أ َ او م ل
َ َاع ة
َ َِمثَّ َقَا َهلا َالَِّّال
ِّ ُ يد ِ
ر ُ
أ َ ك َِذل
ُ ْ ُ ْ َ َ ُ َ
َضَفَ َم ْن ْ َِى ِذه
ِ َاأل َْر ن ِ يدَأَ ْنَأُجلِي ُكم
َم ُ ِ
ر ُ
أ َ ينِِ
إ َو ِِورسول
و
َ ْ ْ َْ ّ َ ُ ََ
ِ
َاعلَ ُموا َأََّمنَا ْ ََشْي ئًا َفَ ْليَبِ ْعوُ ََوإََِّّل َف َ َو َج َد َِمْن ُك ْم َِِبَال ِو
ََعلَْي ِو ََو َسلّ َم َ(رواه َأبو َّ َصلَّى ِِ َ ََِّلل ِ ْاألَرض
َ َُاَّلل َ َوَر ُسولو َ ُ َّْ
)داود
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah
bin Sa'id telah mengabarkan kepada kami Al Laits
dari Sa'id bin Abu Sa'id, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa ia berkata; ketika kami berada di
Masjid, tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam keluar menuju kepada kami kemudian
berkata: "Pergilah kalian kepada orang-orang
yahudi!" kemudian kami keluar bersama beliau
hingga kami mendatangi mereka. Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan
menyeru mereka. Beliau berkata: "Wahai orang-
orang yahudi, masuk Islamlah kalian maka kalian
akan selamat." Mereka berkata; sungguh engkau
telah menyampaikan wahai Abu Al Qasim.
Kemudian beliau berkata kepada mereka:
"Masuklah Islam maka kalian akan selamat!" Mereka
berkata; sungguh engkau telah menyampaikan
wahai Abu Al Qasim. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "itulah yang aku
inginkan." Kemudian beliau mengucapkannya
ketiga kalinya, dan berkata: "Ketahuilah bahwa
bumi adalah milik Allah dan RasulNya, dan aku ingin
mengusir kalian dari negeri ini. Maka barang siapa
َ ََ ََََ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu
Akan tetapi ada pengecualian apabila dalam
akad jual beli terdapat khiyar (masa yang
dibenarkan bagi penjual dan pembeli untuk memilih
melanjutkan atau membatalkan akad yang telah
dibuat) atau terdapat fasakh (penjual dan pembeli
sepakat saling ridha untuk membatalkan akad).
b. Khiyar dalam jual beli, yaitu:
ََح ِكْي َم َبْ َن َِ ال ِ َاْلا ِر ِ عن َعب ِد
َ ت ُ ََس ْع: َ َث َق َْ َاَّلل َبْ ِن
ّ َْ ْ َ
ََاَّلل َعليو ّ َاَّلل َعنو َعن َالنِب َصلى ّ حزام َرضي
َ َفَاِ ْن،َمالَ ْم َيَتَ َفَّرقَا ِ ِ
َ َاَلْبَ ْي َعان َ ِِب ْْليَا ِر:وسلم َقال
َاَوإِ ْن َ َك َذ َِب ََوَكتَ َما
َ اَوبَيَّنَاَبُ ْوِرَك َ َهلَُماَبَْي عُ ُه َم
َ َص َدق
َ
)تَبََرَكةَُبَْيعِ ِه َماَ(رواهَالبخاري َْ ُُِم َق
Dari Abdullah bin Harits ia berkata: saya
mendengar Hakim bin Hizam r.a dari Nabi Saw
beliau bersabda: “penjual dan pembeli boleh
melakukan khiyar selama mereka berdua belum
berpisah. Apabila mereka berdua benar dan
jelas, maka mereka berdua diberi keberkahan
didalam jual beli mereka, dan apabila mereka
berdua berbohong dan merasiakan, maka
dihapuslah keberkahan jual beli mereka
berdua. (HR. Al-Bukhari)
Disamping itu ada hadis lain yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ibnu Umar:
َانتَِبَاْليارَِفَكلَسلعةَابتعتهاَثَلثَليال
)(رواهَالبيهقيَوابنَماجو
Artinya: “ engkau boleh khiyar pada segala
barang yang telah engkau beli selama tiga hari
malam“ (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Majah)
Ada juga yang mengatakan bahwa khiyar
syarat tidak memiliki batas maksimal selama
kedua belah pihak ridha. Khiyar syarat
merupakan hak keduanya, jadi batas maksimal
ditentukan oleh mereka. Hal ini didasarkan pada
keumuman hadis Rasulullah “Orang-orang Islam
itu memenuhi perjanjian/persyaratan yang
mereka buat”.
Pendapat kedua ini lebih bisa diterapkan
pad saat sekarang ini, karena adanya barang
yang tidak dapat diketahui cacatnya dalam
masa 3 hari.
Apabila waktu yang telah disepakati
berakhir, tapi tidak ada tindakan yang dilakukan
oleh kedua pihak, maka akad dianggap jadi.
3) Khiyar Aib
Yaitu, hak opsional antara melangsungkan
atau membatalkan transaksi ketika barang dibeli
tidak sesuai dengan kondisi atau spesikasi yang
diharapkan, tidak sesuai kondisi standar umum,
atau tidak sesuai akibat aksi manipulatif.
Khiyar aib artinya si pembeli boleh
mengembalikan barang yang dibelinya apabila
pada barang itu terdapat suatu cacat yang
322 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
mengurangi kualitas barang itu, atau
mengurangi harganya, sedangkan biasanya
barang yang seperti itu baik; dan sewaktu akad
cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak
tahu; atau terjadi sudah akad, yaitu sebelum
diterimanya.
B. Waqaf
1. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa ialah “menahan”,
sedangkan menurut istilah wakaf adalah “suatu harta
tertentu yang dapat di pindahakan dan memungkinkan
dapat di ambil manfaatnya, sedangkan keadaan
barangnya masih terus, dan dalam arti memutuskan
pengusahaan (pentasarrufan) harta atas janji, bahwa
harta tersebut akan di usahakan melalui jalan yang baik
karena taqarrub kepada Allah.
2. Dasar Hukum Wakaf
a. Al-Qur‟an
Q.S. ali-Imran ayat 92
Fiqh As’adiyah I 323
ُِ َّلَنَتَنَالُواَْالِْ َّبَح ََّّتَتُ ِنف ُقواْ َِِم
َاَُتبُّو َن ََوَماَتُ ِنف ُقواْ َِمن َ
﴾٢٩﴿ََعلِ ٌيم ِ َشي ٍءَفَِإ َّن
َ َاَّللََبِو
ّ ْ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.”
b. Hadits
Hadits Rasulullah SAW, yang mengisahkan
tentang sahabat Umar bin al-khattab yang
mewakafkan tanahnya di Khaibar untuk
kepentingan dan kebajikan umum.
3. Rukun, syarat pewakaf dan barang yang di
wakafkan
a. Rukun wakaf ada 4 yaitu :
1) Orang yang berwakaf ( wakif )
2) Harta/benda yang di wakafkan
3) Penerima Wakaf dan
4) Akad wakaf
b. Syarat pewakaf ( wakif ) adalah :
1) Merdeka
2) Harta itu milik penuh dan sempurna dari
pewakaf.
3) Baligh serta berakal dan
4) Memiliki kecerdasan
c. Adapun syarat barang yang di wakafkan
adalah :
1) Sesuatu yang jelas dan tertentu tidak samar
samar
2) Milik sempurna wakif atau pe wakaf dan
tidak terkait dengan orang lain
3) Bisa di manfaatkan sesuai peruntukan yang
ada
4) Bisa di manfaatkan secara terus menerus
dan tidak terbatas oleh waktu
324 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
d. Syarat penerima wakaf :
Penerima wakaf harus jelas misal, fakir miskin,
ulama, masjid ataukah madrasah, penerima wakaf
juga harus cakap menerima atau mengelolah
wakaf , di tujukan untuk kebaikan dan jika penerima
wakaf itu sudah tidak ada lagi, maka harta wakaf di
kembalikan kepada keluarga wakif yang miskin,
namun orang miskin yang lain pun bias saja
mendapatkan bagian dari wakaf itu.
C. Hibah
Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang sudah
diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Kata ini merupakan
mashdar dari kata wa-ha-ba yang berarti pemberian.
Apabila seseorang memberikan harta miliknya itu. Sebab
itulah, kata hibah sama artinya dengan istilah pemberian.
Kata hibah juga dipakai oleh al-Qur‟an dalam arti
pemberian. Hal ini, umpamanya, dapat ditemui pada firman
Allah dalam surat Ali Imran ayat 38 dan surat Shad ayat 9.
Dalam surat Ali Imran ayat 38 itu diceritakan tentang
ۖ
permohonan (doa) Nabi Zakaria kepada Allah:
ِ ۡ بَى ِ
ًَنكَذُ ِّريَّةَطَيِّبََةد
َ ُ َّ
ل َن َم ِ
َِل ب َ ِّ ال ََر
َ ََد َعاَ َزَك ِرََّي ََربََّوُۥَۖق
َك َ ُىنَال
٨٣َُّعآِء َ يعَٱلد َُ كَ ََِس
ََ َّإِن
Terjemahannya: Di sanalah Zakariya mendoa kepada
Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi
Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau
Maha Pendengar doa"
ۡ
Dalam surat Shad ayat 9 disebutkan:
ِ ۡ ِ ِۡ ِ ۡ ِ ۡ
ِ ِ
٢َكَٱل َعزيزَٱل َوَّىاب
َ َّخَزآئ ُن ََرمحَة ََرب
َ ند ُىم
َ أَمَع
Terjemahannya: Atau apakah mereka itu mempunyai
perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi
Maha Pemberi
D. Sedekah
Sekarang mari pula dilihat pemindahan hak milik dalam
bentuk sedekah. Sedekah (shadaqah) adalah pemberian
sesuatu benda oleh seseorang kepada orang lain karena
mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan
tidak mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau
penggantian. Banyak ayat dan hadist Nabi SAW yang
memerintahkan umat islam supaya bersedekah. Ini berarti
bahwa bersedekah itu mempunyai motivasi agama. Pada
motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah
letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan
hibah.
Para ulam membagi sedekah itu kepada sedekah wajib
dan sedekah sunat. Sedekah wajib adalah pemberian harta
yang wajib ditunaikan oleh seseorang yang telah memiliki
harta dalam jumlah tertentu (smpai senisab) dengan syarat-
syarat tertentu dan diberikan dalam jumlah tertentu kepada
pihak-pihak tertentu pula yang sudah diatur oleh agama.
Istilah lain untuk jenis sedekah wajib ialah “zakat” yang
pembicaraannya dikupas dalam fiqh ibadah.
Adapun sedekah sunat ialah pemberian harta oleh
seseorang kepada pihak lain dengan mengharapkan
pahala dari Allah di luar pembayaran zakat. Padanan kata
Fiqh As’adiyah I 331
jenis ini yang selalu dipakai dalam masyarakat kita ialah
“infak”. Jumlahnya tidak ditentukan kadarnya, semakin
banyak sudah tentu semakin baik.
Unsur-unsur yang harus ada dalam sedekah adalah
adanya pihak yang bersedekah, adanya pihak yang
menerima sedekah, adanya benda yang disedekahkan,
dan adanya shigat ijab kabul. Persyaratan untuk setiap
rukun sedekah sama dengan persyaratan dengan hibah.
E. Hadiah
Bentuk lain dari pemindahan hak milik yang berdekatan
dengan dua jenis di atas ialah hadiah. Pada dasarnya
hadiah tidak berbeda dari hibah. Hanya saja,
kebiasaannya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima
kasih dan kekaguman seseorang.
Seseorang pimpinan, umpamanya, biasa memberikan
hadiah kepada bawahannya sebagai tanda penghargaan
atas prestasinya dan untuk memacunya supaya lebih
berprestasi. Demikian pula, bisa terjadi, seseorang bawahan
memberikan hadiah kepada atasan sebagai tanda ucapan
terima kasih. Pemberian hadiah bisa pula terjadi antara
orang yang setaraf, dan bahkan antara seorang muslim dan
non muslim, atau sebaliknya. Dalam persoalan ini, hadiah
haruslah dibedakan dengan risywah (sogok). Perbedaannya
amat halus, yakni terletak pada motivasi yang
melatarbelakanginya.
Sebagaimana hibah, hadiah juga diperbolehkan oleh
agama. Rasulullah SAW sendiri pernah menerima hadiah
semasa hidupnya., sebagai tanda rasa hormat dan
bersahabat dari pihak lain. Dalam perjalanan sejarah, Umar
Bin Abdul Aziz pernah mengharamkan “hadiah”. Kenapa
demikian? Karena pada masa itu Umar melihat bahwa
gejala yang terjadi dalam masyarakat dalam pemberian
dan penerimaan hadiah bukan lagi murni hadiah, tetapi
sudah mengarah kepada risywah.
Rukun dan syarat hadiah sama dengan hibah dan
sedekah. Untuk terwujudnya suatu hadiah maka mestilah
ada pihak yang memberikan hadiah, pihak penerima
332 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
hadiah, materi yang dihadiahkan, dan ijab kabul sebagai
tanda adanya transaksi hadiah.
1. Perbandingan Hibah, Sedekah dan Hadiah
a. Hibah, yaitu memberikan barang dengan tidak
ada tukarannya dan tidak ada sebabnya.
b. Sedekah, yaitu memberikan barang dengan tidak
ada tukarannya karena mengharapkan pahala di
akhirat.
c. Hadiah, yaitu memberikan barang dengan tidak
ada tukarannya serta dibawa ke tempat yang
diberi karena hendak memuliakannya.
Di antara beberapa kebaikan itu disebut
disebutkan dalam firman Allah SWT QS. al-Baqarah/2:
177:
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َْي ََو ۡٱب َن ِس
ك َ
ٰ م ٱل َوى م ٰ
ت ي
َ َ َ َ ٰ َ ََ َ َٰ ُ ٱلَوِبر قيَٱلوِ ذ ِ ِ
َ ّ ُ ٰ ََ َ ََوءَات
َۦ و ب َحى لَع الَ م ىَٱل
ِ ََٱلرق
َاب ِّ ْي ََوِِف ِِ َّ ٱلسبِ ِيلَو
َ ٱلسآئل َ َّ
Terjemahannya: “Memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan, dan
orang-orang yang meminta-minta.”
Sabda Rasulullah SAW:
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw telah bersabda.
“Seakiranya saya diundang untuk memakan
sepotong kaki binatang, pasti akan saya kabulkan
undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki
binatang dihadiahkan kepada saya, tentu akan saya
terima‟.”(Riwayat Bukhari).
2. Rukun Hibah, Sedekah, dan Hadiah
a. Ada yang memberi. Syaratnya ialah orang yang
berhak memberikan hartanya dan memiliki
barang yang diberikan. Maka anak kecil, orang
gila, dan yang menyia-nyiakan harta tidak sah
memberikan harta benda mereka kepada yang
lain, begitu juga wali terhadap harta benda yang
diserahkan kepadanya.
Fiqh As’adiyah I 333
b. Ada yang diberi. Syaratnya yaitu berhak memiliki.
Tidak sah memberi kepada anak yang masih
berada di dalam kandungan ibunya dan kepada
binatang, karena keduanya tidak dapat memiliki.
c. Ada ijab dan kabul, misalnya orang yang
memberi berkata, “ Saya berikan ini kepada
engkau.” Jawab yang diberi, “Saya terima.”
Kecuali sesuatu yang menurut kebiasaan
memang tidak perlu mengucapkan ijab dan
kabul, misalnya seorang istri menghibahkan
gilirannya kepada madunya, dan bapak
memberikan pakaian kepada anaknya yang
masih kecil. Tetapi apabila suami memberikan
perhiasan kepada istrinya, tidaklah menjadi milik
istrinya selain dengan ijab dan kabul. Perbedaan
antara pemberian bapak kepada anak dengan
pemberian suami kepada istri ialah: Bapak
adalah wali anaknya, sedangkan suami bukanlah
wali terhadap istrinya. Pemberian pada waktu
perayaan menghitan anak hendaklah dilakukan
menurut adat yang berlaku di tiap-tiap tempat
tentang perayaan itu.
d. Ada barang yang diberikan. Syaratnya,
hendaklah barang itu dapat dijual, kecuali:
1) Barang-barang yang kecil. Misalnya dua atau
tiga butir biji beras, tidak sah dijual, tetapi sah
diberikan.
2) Barang yang tidak diketahui tidaklah sah
dijual, tetapi sah diberikan.
3) Kulit bangkai sebelum disamak tidaklah sah
dijual, tetapi sah diberikan.
3. Tetapnya pemberian menjadi milik
Barang yang diberikan belum tentu menjadi milik
orang yang diberi kecuali sesudah diterimanya, tidak
dengan semata-mata akad. Keterangan: Nabi Saw.
pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi,
kemudian Najasyi meninggal dunia sebelum
menerimanya. Nabi Saw. mencabut pemberian itu.
334 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
Kalau salah orang yang memberi atau yang diberi
mati sebelum menerima, ahli warisnya boleh menerima,
atau menerimakan barang yang telah diakadkan itu,
dan boleh juga mencabutnya
4. Keadilan terhadap beberapa anak
Sabda Rasulullah Saw.
“Dari Nu‟man. Nabi Saw. bersabda, “Hendaklah kamu
adil antara beberapa anakmu. (Perkataan ini beliau
ulangi sampai tiga kali).” (Riwayat Ahmad, Abu Daud,
dan Nasai)
Maka dengan hadis itu timbul dua pendapat antara
beberapa ulam yang terkemuka.
a. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa
menyamakan pemberian antara beberapa anak
hukumnya sunat. Alasannya dengan mengartikan
suruhan dalam hadis tersebut sebagai suruhan
sunat, bukan wajib karena ada qarinah.
b. Sebagian ulama berpendapat wajib disamakan.
Golongan inipun beralasan pada hadis tersebut,
dan mereka memahamkan arti suruhan dalam
hadis itu dengan makna wajib.
Perbedaan paham tersebut ialah apabila kebutuhan
antara beberapa anak itu sama, tetapi apabila
kebutuhannya tidak sama, tidak ada halangan
mengadakan pembagian dengan melebihkan yang
satu dari yang lainnya.
5. Mencabut pemberian
Pemberian yang sudah diberikan dan sudah diterima
tidak boleh dicabut kembali, kecuali pemberian bapak
kepada anaknya, tidak berhalangan dicabut atau
dimintanya kembali.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Nabi Saw. telah
bersabda, “Tidak halal bagi seorang laki-laki muslim bila
ia memberikan sesuatu kemudian dicabutnya kembali,
kecuali pemberian bapak kepada anaknya.” (Riwayat
Ahmad dan dinilai sahih oleh Tirmizi dan Ibnu Hibban)
B. Macam-Macam Mazhab
Dalam hukum Islam, mazhab-mazhab dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu antara lain:
1. Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan
yang telah Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam janjikan
akan selamat di antara golongan-golongan yang ada.
Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah
(mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa
oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah,
petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai
jama'ah kaum Muslimin.
Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah wal
Jama'ah tidak keluar dari definisi Salaf. Dan
sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf ialah
mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang
teguh dengan As-Sunnah. Jadi Salaf adalah Ahlus
Sunnah yang dimaksud oleh Nabi shalallahu'alaihi
wassalam. Dan ahlus sunnah adalah Salafush Shalih dan
orang yang mengikuti jejak mereka.
Ahlus sunnah wal jamaah terbagi dua, yakni:
a. Ahlu al-Ra’yi
Mazhab ini lebih banyak menggunakan nalar
dalam berijtihad, salah satunya adalah imam Abu
Hanifah. Beliau adalah imam yang rasional, yang
mendasarkan ajarannya dari al-Qur’an dan Sunnah,
ijma, qiyas, serta ihtihsan. Dan mazhab ini
berkembang di turki, Afghanistan, asia tengah,
Pakistan, india, irak, brasil, amerika latin dan mesir.
C. Keutamaan Bermazhab
Dalam beragama (Islam) kita sering mendengar ada
sebagian Muslim yang menyatakan bahwa dalam
mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam kita
tidak perlu menganut mazhab imam tertentu karena cukup
langsung merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Karena
kedangkalan ilmunya maka mereka menyangka bahwa
para mujtahid atau imam mazhab dalam beragama itu
tidak berpedoman, melanggar keduanya atau memahami
agama tanpa dalil dan tanpa metode.
Bermazhab seringkali dipahami oleh sebagian kelompok
sebagai sesuatu yang menyimpang dari pemurnian ajaran
Islam. Kelompok tersebut bahkan sering melontarkan kata-
kata mengkafirkan, membid’ahkan dan menyesatkan
orang-orang yang bermazhab. Kemudian kelompok ini
menyerukan untuk kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah
sebagai langkah pemurnian ajaran Islam yang mereka
pahami.
Dalam ajaran Ulama As’adiyah sesungguhnya
bermazhab adalah sesuatu yang sangat penting dan
sangat dianjurkan. Karena dengan bermazhab seseorang
mampu mengkaji dan mempelajari hukum-hukum Islam
yang tengah terjadi di masyarakat. Dengan bermazhab,
maka sesungguhnya seseorang telah mempunyai pedoman
dan langkah-langkah di dalam menjawab permasalahan
yang terjadi berdasarkan pandangan-pandangan ulama
terdahulu. Karena sesungguhnya dengan keterbatasan ilmu
dasar dan ilmu alat seseorang tidak mungkin mampu
mengkaji secara komprehensif ajaran Islam yang terdapat
pada kedua sumber primernya yaitu al-Qur’an dan Sunnah.
Seseorang tersebut membutuhkan sumber sekunder yaitu
pendapat-pendapat ulama yang terhimpun dalam suatu
mazhab.
اِلْتَِز ُام َغ ِْْي اْمل ْجتَ ِه ِد َم ْذ َىبًا ُم َعيَّنًا يَ ْعتَ ِق ُدهُ أ َْر َج َح أ َْو ُم َسا ِوًًي
ُ ِلِغَ ِْيه
ْ
Artinya: Berpegang teguhnya selain mujtahid kepada
mazhab tertentu yang diyakininya lebih kuat atau setara
dengan selainnya.
2. al-Syaikh Ramadhan al-Buthi dalam kitab Alla
Mazhabiyyah Akhtharu Bid’atin Tuhaddid al-Syari’ah
al-Islamiyyah menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan bermazhab (al-tamazhub) adalah:
ب ى ذْ م ِ أَ ْن ي َقلِّ َد الع ِامى أَو من ملْ ي ب لُ ْغ رتْ بةَ اْ ِإلجتِه
اد
َ َ َ َ ْ َ ُ َْ َ ْ َ ْ َ ُ
اش يَتَ َح َّو ُل ِم ْن ِ إِم ِام ُُْمتَ ِه ٍد سواء اِلْتَ زم و
ٍ اح ٌد بِ َعْينِ ِو أ َْو َع َ ََ ٌ َ َ َ
آخَر ى ل
َ ع ٍ اح
د ِو
َ َ َ
Artinya: Bertaklidnya orang awam atau orang yang
belum mencapai peringkat mampu berijithad kepada
mazhab imam mujtahid, baik ia terikat pada satu
mazhab tertentu atau ia hidup berpindah dari satu
mazhab ke mazhab yang lainnya.
3. Jibril Migha mendefinisikan al-tamazub sebagai
berikut:
ٱتَّبِعُواْ َمآ أُن ِزَل إِلَ ۡي ُكم ِّمن َّربِّ ُك ۡم َوَْل تَتَّبِعُواْ ِمن ُدونِِوٓۦ أ َۡولِيَآ ََۗء
قَلِيال َّما تَ َذ َّك ُرو َن
Terjemahannya: Ikutilah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Sangat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
Mengenai ittiba’ kepada para ulama dan mujahid
(selain Allah dan Rasul-Nya) terdapat perbedaan. Imam
Ahmad bin Hanbal hanya membolehkan ittiba’ kepada
Rasul. Sedangkan imam yang lain mengatakan bahwa
boleh ittiba’ kepada ulama yang dikategorikan sebagai
pewaris para nabi (warasatul anbiya), dengan alasan
firman Allah swt dalam QS. al-Nahl/16: 43 yang
terjemahannya bahwa maka bertanyalah kepada
orang-orang yang punya ilmu pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan (ahlu al-dzikr) dalam
ayat tersebut adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu
al-Qur’an dan Hadis serta bukan pengetahuan
berdasarkan pengalaman semata. Karena orang-orang
yang seperti yang disebut terakhir dikhawatirkan akan
banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Rasul,
bahkan yang terkandung dalam al-Qur’an. Untuk itu,
A. Al-Qur’an
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya
melalui perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah
Muhammad bin Abdullah dengan lafaz yang berbahasa
Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi
hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah,
menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti
petunjuknya, dan menjadi pendekatan diri kepada Allah
dan merupakan ibadah dengan membacanya.
Al-Qur‟an adalah yang dihimpun antara tepian lembar
mushaf yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup
dengan surat al-Nas, yang diriwayatkan kepada kita secara
mutawatir, baik secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke
generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan
penggantian apapun. Hal ini dbuktikan oleh firman Allah swt
dalam QS. al-Hijr/15: 9
ۡ ۡ
٩ إِ اَّن َ َۡن ُن نَازلنَا ٱل ِّذكَر َوإِ اَّن لَوُۥ َلََِٰفظُو َن
Terjemahannya: Sesungguhnya kami telah menurunkan al-
Qur‟an dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya.
Di antara keistimewaan al-Qur‟an adalah bahwa
lafaznya dan maknanya berasal dari Allah swt. Lafaz al-
Qur‟an yang berbahasa Arab itulah yang diturunkan oleh
Allah ke dalam hati Rasul-Nya. Sedangkan Rasul tidak lain
hanyalah membacakannya dan menyampaikannya.
Keistimewaan al-Qur‟an yang lain adalah bahwa al-Qur‟an
B. Sunnah
Sunnah menurut istilah syara‟ adalah sesuatu yang
datang dari Rasulullah saw baik berupa perkataan,
perbuatan, ataupun pengakuan (taqrir). Sunnah Qauliyyah
adalah hadis-hadis Rasulullah saw yang beliau katakan
dalam berbagai tujuan dan konteks. Misalnya sabda
Rasulullah saw:
َوح َٰأى إِ ا
ِل ي ۡ ق ۡل إِاَّنَاأ أَ َّ۠ن بشرٖ ِم ۡث لُ ُك
م
َ ُ ّ ََ َ ُ
Terjemahannya: Katakanlah sesungguhnya aku ini
hanya seorang manusia seperti kamu yang
diwahyukan kepadaku.
Diantara sabda dan perbuatan Rasul yang bukan
merupakan pembinaan hukum antara lain:
1. Hal-hal yang berasal dari Rasulullah saw yang
bersifat naluri kemanusiaan, seperti berdiri, duduk,
berjalan, tidur, makan, minum adalah bukan syariat,
karena hal ini bukanlah bersumber kepada
risalahnya, akan tetapi sumbernya adalah
kemanusiaannya. Akan tetapi apabila suatu
perbuatan yang bersifat kemanusiaan keluar dari
beliau, dan dalil menunjukkan bahwa yang
dimaksud dari perbuatannya itu merupakan tasyri‟
berdasarkan dalil ini.
2. Hal-hal yang berasal dari Rasulullah saw yang
berkenaan dengan pengalaman kemanusiaan,
kecerdasan, dan percobaan dalam berbagai
urusan keduniaan, seperti hal sewa-menyewa,
pertanian, pengaturan pasukan, strategi
peperangan, resep obat bagi suatu penyakit, atau
semisal hal-hal ini, maka ini juga bukan tasyri‟
(penetapan hukum Islam). Karena hal itu tidaklah
berasal dari misi kerasulannya. Ia hanyalah berasal
dari pengalamannya yang bersifat duniawiyah, dan
perkiraannya secara pribadi.
3. Hal-hal yang berasal dari Rasulullah saw dan dalil
menunjukkan bahwa hal itu khusus bagi beliau, dan
bukan pula merupakan tuntunan, maka hal itu
C. Ijma’
Ijma‟ menurut istilah ulama ushul fiqh adalah
kesepakatan seluruh para mujtahid di kalangan ummat
Islam pada suatu masa setelah Rasulullah saw wafat atas
hukum syara‟ mengenai suatu kejadian.
Apabila terjadi suatu kejadian yang dihadapkan
kepada semua mujtahid dari ummat Islam pada waktu
kejadian itu terjadi, dan mereka sepakat atas hukum
mengenainya, maka kesepakatan mereka itu disebut ijma‟.
Kesepakatan mereka atas suatu hukum mengenainya
dianggap sebagai dalil, bahwasanya hukum tersebut
merupakan hukum syara‟ mengenai kejadian itu.
Dalam definisi itu hanyalah disebutkan sesudah wafat
Rasulullah saw karena pada masa hidup Rasulullah, beliau
merupakan rujukan pembentukan hukum Islam satu-
satunya, sehingga tidak terbayangkan adanya perbedaan
dalam hukum syar‟i, dan tidak pula terbayangkan adanya
kesepakatan, karena kesepakatan tidak akan terwujud
kecuali dari beberapa orang.
Dalam definisi ijma‟ yang telah disebutkan bahwa ijma‟
adalah kesepakatan para mujtahid dari ummat Islam pada
suatu masa atas hukum syariat Islam. Dari definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa rukum ijma‟, dimana
368 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
menurut syara‟ tidak akan terjadi kecuali dengan
keberadaannya adalah empat hal yaitu sebagai berikut:
Pertama: Adanya sejumlah para mujtahid pada saat
terjadinya suatu peristiwa. Karena sesungguhnya
kesepakatan tidak mungkin dapat tergambar kecuali pada
sejumlah pendapat, di mana masing-masing pendapat
sesuai dengan pendapat lainnya. Maka kalau sekiranya
pada suatu waktu tidak terdapat sejumlah para mujtahid,
misalnya tidak ditemukan seorang mujtahid sama sekali,
atau hanya ditemukan seorang mujtahid, maka secara
syara‟ tidak akan terjadi ijma‟ pada waktu itu. Oleh karena
inilah, maka tidak ada ijma‟ pada masa Rasulullah saw,
karena hanya beliau sendirilah mujtahid waktu itu.
Kedua: Adanya kesepakatan seluruh mujtahid di
kalangan ummat Islam terhadap hukum syara‟ mengenai
suatu kasus/ peristiwa pada waktu terjadinya tanpa
memandang negeri mereka, kebangsaan mereka, ataupun
kelompok mereka. Maka kalau seandainya para mujtahid
negeri Makkah dan Madinah saja, atau para mujtahid Iraq
saja, atau mujtahid negeri Hijaz saja, atau para mujtahid ahli
bait, atau para mujtahid ahli sunnah, bukan mujtahid
golongan syi‟ah sepakat atas hukum syara‟ mengenai suatu
peristiwa, maka dengan kesepakatan khusus ini tidaklah sah
ijma‟ menurut syara‟. Karena ijma‟ itu tidak bias terjadi
kecuali dengan kesepakatan umum dari semua mujtahid
dunia Islam pada masa suatu kejadian. Selain mujtahid tidak
masuk penilaian.
Ketiga: Bahwasanya kesepakatan mereka adalah
dengan mengemukakan pendapat masing-masing orang
dari para mujtahid itu tentang pendapatnya yang jelas
mengenai suatu peristiwa, baik penyampaian pendapat
masing-masing mujtahid itu berbentuk ucapan, misalnya ia
memberikan fatwa mengenai peristiwa itu, atau berbentuk
perbuatan, misalnya ia memberikan suatu putusan
mengenainya, baik masing-masing dari mereka
mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri dan setelah
pendapat-pendapat itu dikumpulkan barulah ternyata
kesepakatan pendapat mereka, atau mereka
Fiqh As’adiyah I 369
mengemukakan pendapat mereka secara kolektif, misalnya
para mujtahid di dunia Islam mengadakan suatu kongres
pada suatu masa terjadinya suatu peristiwa, dan peristiwa
itu dihadapkan kepada mereka, dan setelah mereka
bertukar orientasi pandangan, maka mereka seluruhnya
sepakat atas satu hukum mengenainya.
Keempat: Bahwasanya dari seluruh mujtahid atas suatu
hukum itu terealisir. Kalau sekiranya kebanyakan dari mereka
sepakat, maka kesepakatan yang terbanyak itu tidak
menjadi ijma‟, kendatipun amat sedikit jumlah mujtahid
yang menentang dan besar sekalu jumlah mujtahid yang
sepakat, karena sepanjang masih dijumpai suatu
perbedaan pendapat, maka masih ditemukan
kemungkinan benar pada salah satu pihak dan
kemungkinan kekeliruan pada pihak lainnya. Oleh karena
itu, maka kesepakatan jumlah terbanyak tidak menjadi
hujjah syar‟iyyah yang pasti dan mengikat.
Apabila rukun ijma‟ yang empat itu telah terpenuhi,
misalnya dengan diadakan perhitungan pada suatu masa
diantara masa-masa sesudah Rasulullah saw wafat
terhadap semua mujtahid ummat Islam menurut perbedaan
negerinya, kebangsaannya, dan kelompoknya, kemudian
kepada mereka dihadapkan suatu kejadian untuk diketahui
hukum syar‟inya dan masing-masing mujtahid itu
mengemukakan pendapatnya mengenai hukumnya melalui
perkataan atau perbuatan, baik secara kolektif maupun
secara individual, kemudian mereka semua sepakat atas
satu hukum mengenai peristiwa ini, maka hukum yang
disepakati ini adalah suatu undang-undang syar‟i yang
wajib diikuti dan tidak boleh ditentang.
Dalam kitab Nailul Ma‟mul, Anregurutta KH. Muhammad
As‟ad al-Bugisy menjelaskan tentang ijma yang merupakan
kesepakatan ulama fiqh pada suatu masa terhadap
beberapa permasalahan hukum yang terjadi. Dan ijma‟
menurut Anregurutta adalah sebuah hujjah syar‟iyyah bagi
ummat setelahnya pada suatu masa jika betul-betul ijma‟ itu
telah terjadi dan disepakati bersama.
Dalil atas kehujjahan ijma‟ adalah sebagai berikut:
370 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
1. Sebagaimana dalam al-Qur‟an Allah swt telah
memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya, Allah swt
juga memerintahkan mereka untuk mentaati ulil amri
diantara mereka. Allah swt berfirman dalam QS. al-
Nisa/4: 59
ِۡ ِ ۡ ۡ ِ ِ ِ
Qur‟an. Oleh karena inilah, maka Allah swt berfirman:
ينذِ ا
ل ٱ و مِلعَل ۡ
م ه ن م رَمٱۡل ِلُوأ ل
أ َ إو ول س ر ٱل ل
َ ِ
إ وه د
ُّر وۡ َول
َ َُ َ ُ َٰ
ْ َ ُ ا ُ َ َ
ۡۗۡ ۡ ِ ۢ
يَ ۡستَ نبِطُونَوُۥ من ُهم
Terjemahnya: “Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri (tokoh-tokoh sahabat dan
para cendikiawan) di antara mereka, tentulah orang-
َ َ َٰ َُ ُ َ ََ ول ِم ۢن بَ ۡع ِد َما
َ َوَمن يُ َشاقِ ِق ٱلار ُس
ۡ ۡ
تَ َوا َٰل َونُ ۡصلِ ِوۦ َج َهن َۖۡام ِ ِ
ني نُ َولّوۦ َما ِ
ن
َ ُ
ِ
مؤ م ٱل ِ
يل ِ
ب س ر
َ ََ يۡغ
ِ وساأء ۡت م
ص ًريا َ َ ََ
Terjemahnya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
orang-orang yang beriman, Kami akan biarkan ia
berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam,
dan neraka Jahannam adalah seburuk-buruk tempat
kembali”.
Allah swt menetapkan orang-orang yang
menentang jalan orang-orang yang beriman sebagai
kawan orang yang menentang Rasulullah saw.
2. Bahwasanya hukum yang disepakati oleh pendapat
seluruh mujtahid ummat Islam pada hakekatnya
adalah hukum ummat Islam yang diwakili oleh para
mujtahid mereka. Sejumlah hadist telah datang dari
Rasulullah saw juga sejumlah atsar dari sahabat,
yang menunjukkan terhadap kemaksuman
(terpeliharanya) ummat dari kesalahan. Diantaranya
ialah sabda Rasulullah saw:
D. Qiyas
Qiyas menurut istilah ahli ushul fiqh adalah
mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash
hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya,
dalam hukum yang ada nashnya, karena persamaan
keduanya itu dalam illat hukumnya.
Maka apabila suatu nash telah menunjukkan hukum
mengenai suatu kasus dan illat hukum itu telah diketahui
melalui salah satu metode untuk mengetahui nashnya itu
dalam suatu illat yang illat hukum itu juga terdapat pada
kasus itu, maka kasus itu disamakan dengan hukum kasus
yang ada nashnya, berdasarkan atas persamaan illatnya,
karena sesungguhnya hukum itu ada di mana illat hukum
ada.
Di bawah ini beberapa contoh qiyas hukum syara‟ dan
hukum positif yang dapat menjelaskan definisi tersebut:
1. Meminum khamar adalah kasus yang ditetapkan
hukumnya oleh nash yaitu pengharaman yang
ََٰٰأَيَيُّها ٱلا ِذين ءامنُواْ إِاَّنَا ۡٱۡلَ ۡمر و ۡٱلم ۡي ِسر و ۡٱۡلَنصاب و ۡٱۡل َۡزَمل
ditunjuki oleh firman Allah swt:
ُ َ ُ َ َُ َ َُ َ ََ أ َ َ
ۡ ۡ ِر ۡجس ِم ۡن عم ِل ٱلش ۡاي َٰط ِن ف
ٱجتَنِبُوهُ لَ َعلا ُك ۡم تُفلِ ُحو َنَ َ ََ ّ
Terjemahnya: “Sesungguhnya meminum khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengungi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan keji yang
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu”.
Fiqh As’adiyah I 375
Karena suatu illat yaitu memabukkan, maka setiap
minuman keras yang terdapat padanya illat
memabukkan disamakan dengan khamar mengenai
hukumnya dan haram meminumnya.
2. Pembunuhan, yang dilakukan oleh ahli waris
terhadap orang yang mewariskan, adalah kejadian
yang telah ditetapkan hukumnya oleh nash, yaitu
dicegahnya pembunuh dari memperoleh harta
pusaka, yang ditunjuki oleh sabda Rasulullah saw:
ِ ۡ
3. Firman Allah swt dalam QS. Yasin/36: 79
ِ قُ ۡل ُ َۡييِيها ٱلا
َنشأ ََىاأ أَاوَل َمارة َوُى َو بِ ُك ِّل َخلق َعل ٌيم
ٍ أ
َ أ ي ذ َ
Terjemahannya: “Katakanlah, ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama”
Ayat ini merupakan jawaban kepada orang yang
berkata:
E. Istishab
Istishab menurut bahasa Arab ialah pengakuan adanya
perhubungan. Sedangkan menurut para ahli ilmu ushul fiqh
bahwa istishab adalah menetapkan hukum atas sesuatu
berdasarkan keadaannya sebelumnya, sehingga ada dalil
yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut. Atau
Fiqh As’adiyah I 387
istishab adalah menetapkan hukum yang telah tetap pada
masa yang lalu dan masih tetap pada keadaannya itu,
sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perubahannya.
Apabila seorang mujtahid ditanyai tentang hukum sebuah
perjanjian atau suatu pengelolaan, dan ia tidak
menemukan nash di dalam al-Qur‟an atau sunnah, dan
tidak pula menemukan dalil syar‟i yang membicarakan
hukumnya, maka ia memutuskan dengan kebolehan
perjanjian atau pengelolaan tersebut berdasarkan atas
kaidah:
ِ
ُص َل ِىف اْالَ ْشيَ ِاء اْ ِال َِب َحة
ْ َا ان اْال
Maksudnya: “Sesungguhnya asal mula dalam segala
sesuatu adalah dibolehkan”
Dalam hal ini merupakan keadaan di mana Allah swt
menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi, seluruhnya.
Oleh karena itu, sepanjang tidak ada dalil yang
menunjukkan perubahannya, maka sesuatu itu tetap pada
kebolehannya yang asli.
Apabila seorang mujtahid ditanyai mengenai hukum
suatu binatang, benda padat, tumbuh-tumbuhan, atau
makanan apapun, atau minuman apa saja, atau suatu
amal perbuatan dan ia tidak menemukan dalil syar‟i atas
hukumnya, maka ia menetapkan hukum dengan
kebolehannya. Karena sesungguhnya kebolehan (ibahah)
adalah asalnya, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan
terhadap perubahannya.
Sesungguhnya asal mula segala sesuatu itu boleh,
ۡ
karena Allah swt telah berfirman dalam QS. al-Baqarah/2: 29
ۡ
ُى َو ٱلا ِذي َخلَ َق لَ ُكم اما ِِف ٱۡلَرض َمجيعٖا
ِ ِ
Terjemahannya: “Dialah Allah yang menjadikan segala
sesuatu yang ada di bumi untuk kamu”
Dan dalam sejumlah ayat, Allah swt menjelaskan
bahwasanya Dia telah menaklukkan apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi untuk manusia. Sesuatu yang
ada di bumi tidaklah diciptakan untuk manusia dan
388 I PP. Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang
ditaklukkan bagi mereka kecuali apabila sesuatu itu
diperbolehkan untuk mereka. Karena kalau sekiranya ia
dilarang atas mereka, maka ia tidaklah diperuntukkan
kepada mereka.
Dalam kitab Nailul Ma‟mul, Anregurutta KH. Muhammad
As‟ad al-Bugisy menjelaskan tentang istishab asal.
Bahwasanya dalil istishab asal terjadi ketika tidak adanya
pemberitahuan hukum secara langsung. Maka
sesungguhnya beristishab itu mengembalikan sesuatu yang
tidak mempunyai dalil langsung kepada hukum asalnya
yakni mengembalikan hukum keharaman pada segala
sesuatu yang bermudharat dan hukum kehalalan pada
segala sesuatu yang bermanfaatan.
Istihsan merupakan akhir dali syar‟i yang menjadi tempat
kembali seorang mujtahid untuk mengetahui hukum sesuatu
yang dihadapkan kepadanya. Oleh karena inilah, maka
para ahli ilmu ushul fiqh berkata: “Sesungguhnya istishab
merupakan akhir tempat beredarnya fatwa. Ia adalah
penetapan hukum terhadap sesuatu dengan hukum yang
telah tetap baginya, sepanjang tidak ada dalil yang
merubahnya”. Ini adalah metode untuk beristidlal yang
telah menjadi fitrag manusia dan mereka jalani dalam
berbagai tindakan dan hukum mereka. Barang siapa yang
mengetahui seseorang yang hidup, maka ia menetapkan
kehidupan dan mendasarkan berbagai tindakannya atas
kehidupannya ini, sehingga ada dalil yang menunjukkan
terhadap kematiannya. Barang siapa yang mengetahui si
Fulanah adalah istri si Fulan, maka ia menyaksikan
perkawinannya, sehingga ada dalil yang menunjukkan
berakhirnya perkawinan itu. Demikianlah, setiap orang yang
mengetahui adanya sesuatu hal, maka ia menetapkan
keberadaannya sehingga ada dalil yang menunjukkan
ketiadannya, dan barang siapa yang mengetahui
ketiadaan sesuatu, maka ia menetapkan ketiadaannya,
sehingga ada dalil yang menunjukkan keberadaannya.
Peradilan telah berjalan atas dasar ini. Suatu
kepemilikian yang tetap bagu seseorang melalui salah satu
sebab pemilikian, maka pemilikan itu diakui ada sehingga
Fiqh As’adiyah I 389
ada dalil yang menetapkan sesuatu yang menghilangkan
kepemilikan itu. Kehalalan yang tetap bagi suami istri
berdasarkan akad perkawinan diakui ada, sehingga sesuatu
yang menghilangkan kehalalannya itu diperoleh ketetapan.
Tanggungan yang dilangsungkan dengan hutang atau
ketetapan lainnya akan diangga berlangsung sehingga
diperoleh ketetapan sesuatu yang membebaskannya
darinya. Suatu tanggungan yang telah dibebaskan dari
beban utang atau keteapan lainnya dianggap bebas
sehingga diperoleh ketetapan sesuatu yang
membebaninya lagi. Asal sesuatu adalah ketetapan sesuatu
yang telah ada menurut keadaan semula, sampai terdapat
sesuatu yang merubahnya.
Berdasarkan istishab inilah, pasal 180 dari lembaran
pengaturan Mahkamah Syar‟iyyah (Mesir, sebelum
dibubarkan) menjelaskan, dan tekasnya adalah sebagai
berikut: “Penyaksian hutang dianggap cukup, meskipun
tidak dijelaskan masih tetapnya hutang itu pada
tanggungan si peminjam. Demikian pula persaksian
langsung”. Pasal 181 teksnya sebagai berikut: “Penyaksian
wasiat atau pewasiatan adalah cukup, sekalipun tidak
dijelaskan ketetapan orang yang berwasiat sampai waktu
wafatnya”.
Berdasarkan istishab ini, beberapa prinsip syara‟
dibangun, yaitu sebagai berikut: