Anda di halaman 1dari 228

KAJIAN CLUSTER POTENSI BIJIH BESI

PRIMER DI INDONESIA

Oleh :

Bambang Setiawan
dan
Bambang Pardiarto

Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi


Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
KATA PENGANTAR

Sehubungan adanya permintaan dari PT. Krakatau Steel dengan surat nomor
78/DPT-KS/2005 tertanggal 26 Oktober 2005 kepada Direktorat Inventarisasi
Sumber Daya Mineral melalui Kepala Subdit. Mineral Logam selaku Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi untuk melaksanakan pembuatan
kajian potensi bijih besi di Indonesia, maka penulis telah menyelesaikan kajian
tersebut yang meliputi tiga belas cluster potensi bijih besi primer di Indonesia.
Ketiga belas cluster tersebut adalah Aceh (I), Sumatera Barat-Tapanuli (II),
Jambi-Sumatera Selatan (III), Riau-Bangka Belitung (IV), Lampung (V),
Kalimantan Barat (VI), Kalimantan Selatan (VII), Kalimantan Tengah (VIII),
Kalimantan Timur (IX), Flores (X), Papua (XI), Sulawesi Barat (XII) dan
Sulawesi Utara (XIII).

Dari hasil kajian tersebut terdapat 20 lokasi yang dapat direkomendasikan untuk
ditindaklanjuti dengan survey tinjau ataupun survey lanjut yaitu di cluster
Sumatera Barat-Tapanuli (5 lokasi), Jambi-Sumsel (2 lokasi), Riau-Babel (1
lokasi), Lampung (1 lokasi), Kalbar (4 lokasi), Kalsel (5 lokasi), Kaltim (1 lokasi)
dan Flores (1 lokasi). Kegiatan yang diusulkan adalah melakukan pengamatan
langsung di lapangan disertai dengan pengukuran geofisika metoda magnetik.

Dengan hasil kajian ini kami mempunyai harapan semoga dapat menjadi bahan
untuk kegiatan eksplorasi bijih besi selanjutnya dalam rangka pemanfaatan bahan
baku lokal bagi pengembangan industri baja nasional.

Bandung , Desember 2005.

Penulis,

Bambang Setiawan
&
Bambang Pardiarto

i
DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI... .................................................................................................. ii
EXECUTIVE SUMMARY............................................................................... iii
CLUSTER I : ACEH ........................................................................................ 1
CLUSTER II : SUMATERA BARAT-TAPANULI ...................................... 5
CLUSTER III : JAMBI-SUMATERA SELATAN........................................ 51
CLUSTER IV : RIAU-BANGKA BELITUNG.............................................. 72
CLUSTER V : LAMPUNG .............................................................................. 78
CLUSTER VI: KALIMANTAN BARAT....................................................... 102
CLUSTER VII : KALIMANTAN SELATAN ............................................... 119
CLUSTER VIII : KALIMANTAN TENGAH ............................................... 163
CLUSTER IX : KALIMANTAN TIMUR ...................................................... 169
CLUSTER X : FLORES................................................................................... 174
CLUSTER XI : PAPUA ................................................................................... 177
CLUSTER XII : SULAWESI BARAT ........................................................... 187
CLUSTER XIII : SULAWESI UTARA.......................................................... 192
LAMPIRAN
1. Cluster Potensi Bijih Besi Primer di Indonesia
2. Peta Potensi Bijih Besi Indonesia
3. Resume Cluster Potensi Bijih Besi Primer Indonesia

ii
EXECUTIVE SUMMARY
KAJIAN CLUSTER POTENSI BIJIH BESI PRIMER DI
INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Terbentuknya bijih besi primer di Indonesia umumnya akibat proses kontak


metasomatis dimana larutan magma berkomposisi sedang, basa atau ultra basa
yang naik ke permukaan bereaksi dengan batuan sekitarnya, terutama dengan
batuan yang bersifat gampingan. Kondisi seperti ini menyebabkan terbentuknya
mineral-mineral skarn seperti garnet, epidot dan jika yang terbentuk mineral-
mineral magnetit dan hematit sebagai mineral utama maka dapat menjadi bijih
besi.

Di Indonesia bijih besi tipe ini biasanya terdapat di sekitar daerah kontak batuan
intrusi berkomposisi sedang sampai basa seperti diorit, granodiorit dan gabro atau
basalt dengan formasi batuan sedimen atau vulkanis yang mengandung lapisan-
lapisan atau bentuk lensa-lensa batuan gamping atau batuan yang bersifat
gampingan. Dalam proses ini temperatur magma ikut memegang peran, juga
magma harus menambahkan langsung beberapa unsur pada batuan sekitarnya.
Endapan ini tidak mungkin terdapat jauh dari batuan intrusi, kecuali karena sudah
mengalami proses desintegrasi dan transportasi sebagaimana halnya pada endapan
aluvial dan diluvial.

Bijih besi tipe metasomatik kontak ini umumnya endapannya tidak begitu besar
namun banyak tersebar di Indonesia. Kajian cluster potensi bijih besi primer ini
tersebar dalam 13 (tigabelas) cluster yang meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua (Gambar 1). Di beberapa tempat seperti di
Kalimantan Selatan telah dilakukan eksplorasi rinci sehingga diketahui potensi
cadangannya. Mineralisasi bijih besi tipe ini dianggap sangat baik untuk industri
baja mengingat tidak banyak mengandung impuritis yang dapat mengganggu
mutunya.

iii
B. KARAKTERISTIK ENDAPAN BIJIH BESI :

1. Berbentuk lensa, berupa sarang (nest-shaped) atau lapisan-lapisan yang


komplek pada batuan kontak.
2. Berupa endapan masif terdiri dari magnetit dan hematit. Pirit dan kalkopirit
merupakan asosiasi mineral kadang-kadang hadir. Selain itu bersama oksida
besi, garnet, piroksen, aktinolit, silimanit dan epidot yang merupakan mineral-
mineral skarn juga kadang-kadang hadir.
3. Karena proses desintegrasi dan transportasi endapan ini sering terdapat dalam
bentuk endapan eluvial atau deluvial, yaitu berupa onggokan bongkah bijih
besi berbagai ukuran, dimana komposisi mineralnya yang utama berupa
magnetit dan hematite. Onggokan bijih ini biasanya tidak jauh letaknya dari
tempat asalnya yaitu daerah kontak antara batuan intrusif dengan batuan
samping.
4. Potensi sumber daya bijih besi tiap lokasi berkisar dari ratusan ribu – puluhan
juta ton.
5. Kadar Fetotal berkisar antara 50% - 70%.
6. Kadang-kadang berasosiasi dengan tembaga (Cu) dan seng (Zn) dengan kadar
<1%, serta timah (Sn).
7. Kadar belerang mendekati 1%.
8. Kandungan titanium oksida < 0,5%.

C. POTENSI SUMBER DAYA BIJIH BESI PRIMER

• Cluter I : Aceh
Jumlah sumber daya mencapai sekitar 884.000 ton dan terdapat 6 (enam) lokasi
yang masih bersifat indikasi. Kandungan besi berkisar antara Fe total : 54 – 59 %
• Cluster II : Sumatera Barat – Tapanuli.
Jumlah sumber daya sekitar 30.545.883 dan terdapat 4 (empat) lokasi yang masih
bersifat indikasi. Kandungan besi berkisar antara Fe total : 53 – 69 %.
• Cluster III : Jambi – Sumatera Selatan.
Jumlah sumber daya sekitar 1.557.312 ton dan terdapat 10 (sepuluh) lokasi yang
masih bersifat indikasi. Kandungan besi berkisar antara Fe total : 18 – 67 %

iv
• Cluster IV : Riau - Bangka Belitung
Jumlah sumber daya 1.098.785 ton dan terdapat 7 (tujuh) lokasi indikasi.
Kandungan besi berkisar antara Fe total: 38 – 63%
• Cluster V : Lampung
Jumlah sumber daya 15.652.237 ton dan terdapat 7 (tujuh) lokasi indikasi.
Kandungan besi berkisar antara Fe total: 65– 69%
• Cluster VI : Kalimantan Barat
Jumlah sumber daya 245.930.000 ton dan terdapat 7 (tujuh) lokasi indikasi.
Kandungan besi berkisar antara Fe total: 35 – 65%.
• Cluster VII : Kalimantan Selatan.
Jumlah sumber daya 11.995.700 ton dan terdapat 7 (tujuh) lokasi indikasi.
Kandungan besi berkisar antara Fe total: 31 – 70%
• Cluster VIII : Kalimantan Tengah.
Jumlah sumber daya diperkirakan 1.080.000 ton dengan kandungan besi yang
belum dilakukan analisa kimia.
• Cluster IX : Kalimantan Timur.
Jumlah sumber daya 18.033.000 ton dan terdapat 2 lokasi yang bersifat indikasi.
Kandungan besi berkisar antara Fe total : 47 – 63%
• Cluster X : Flores.
Jumlah sumber daya diperkirakan 726.000 ton dengan kandungan besi berkisar
antara Fet total : 58 – 67%
• Cluster XI : Papua.
Jumlah sumber daya diperkirakan 757.000.000 ton dengan asosiasi endapan
tembaga dan emas dan terdapat 5 lokasi indikasi.
• Cluster XII : Sulawesi Barat
Hanya terdapat satu lokasi yang masih bersifat indikasi.
• Cluster XIII : Cluster Sulawesi Utara.
Jumlah sumber daya hipotetik diperkirakan 17.500.000 ton.

D. REKOMENDASI

Dari beberapa lokasi sebaran bijih besi baik yang sudah mempunyai nilai potensi
sumberdaya/cadangan maupun yang masih bersifat indikasi, maka dapat dipilih
v
beberapa lokasi untuk dilakukan kegiatan survey tinjau atau survey lanjutan.
Kriteria pemilihan lokasi mempertimbangkan beberapa aspek antara lain adalah
kawasan hutan lindung, nilai potensi sumberdaya, kadar Fe total serta kesampaian
daerah. Berdasarkan hal tersebut terdapat 15 (lima belas) lokasi yang disarankan
untuk disurvey tinjau/lanjut adalah sebagai berikut :
1. Batubagendeng, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan,
Sumbar
2. G. Batu Besi, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Sumbar.
3. Nalo Gedang, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi.
4. Bukit Raya, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Sumsel.
5. Batu Besi, Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur.
6. Lematang/Tg. Senang, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan.
7. Pebatuan, Kecamatan Nangatayap, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
8. Air Jermai, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
9. Bukit Besi, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
10. G. Panjang/G. Kediyu, Kec.Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
11. Jajakan Pontain, Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah laut, Kalsel.
12. G. Tembaga, Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah laut, Kalsel.
13. Ulin, Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut., Kalsel.
14. Sangkulirang, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai, Kaltim.
15. Wolo Besi, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, NTT.

Selain itu dapat dipertimbangkan pula untuk dilakukan survey tinjau dimana
lokasi berikut masuk dalam kawasan hutan lindung yaitu antara lain :
1. Air Abu, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumbar
2. Air Dingin/Koto, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumbar
3. Air Manggis, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumbar
4. Riam Pinang, Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel.
5. Tanalang, Kecamatan Awayan, Kabupaten Balangan, Kalsel.

vi
vii
viii
RESUME CLUSTER BIJIH BESI PRIMER DI INDONESIA
Sumber Daya
Cluster Lokasi Posisi Kecamatan Kabupaten Provinsi (ton) Luas (m2) Kadar (%) Geologi Sumber Data Lain-lain Rekom
Ds. Blang Rhieng Seumun Aceh Besar NAD Terukur : Fe :55-59 DIM, 2004
494.000
Cot Pluj dan Kwala Boe 12 dan 12 SW Meulaboh hipotetik : Fe : 54,6 Sebaran lump ore 2 km2 ( 15 bh), Van Bemmelen, 1949
350.000 tebal : 0,4 m
Tapak Tuan 150 km SE Maulaboh Indikasi, Bongkah , kontak Van Bemmelen, 1949
metasomatik
Krueng Geuenteuet 32 km selatan Kota Raja Mt ass . Au,Ag, py, kontak Van Bemmelen, 1949

Gle Mon Ampeut 37 selatan Kota Raja Garnet, btgmp silic. Van Bemmelen, 1949
ACEH ( I )

Krueng Ligan (babah Loh) 113 km NW Meulaboh 700 m o/c bijih besi, ass. Mn, py Van Bemmelen, 1949

Kr Rigalih & Alu Talu 88 & 78 SW Meulaboh fragmen, kontak erpsi dan sedimen, Van Bemmelen, 1949
garnet
Kota Buluh & Panto Lawas 27 & 18 km Tapa Tuan Van Bemmelen, 1949

Total : 844.000

S. Lasi 4 km SE Silungkang Sijunjung Sawah Sumbar Terukur : Fe : 56,04 retas gabrro dlm granit ( magnetit, J. Rainir Dhadar, 1965 Hutan lindung
Lunto/Sijunjung 147.800 siderit) mag segregation
Lolo, Surian Pantai Cermin Solok Sumbar Fe : 58,53 indikasi, mt skarn, kontak batuan DIM, 2005
volkanik dan granit
Air Abu 100 47'53" BT/1 10'19" Lembah Solok Sumbar terunjuk : 50,000 Fe : 62,97- mt skarn, primer, deluvial, kontak PT. Multi Mineral Magnetik, Hutan Lindung, 3 km dari Survey
LU Gumanti 1.440.092 69,32 granit dg bat. metasedimen, urat 2004 jalan aspal tinjau
garnet
Batu Karo-Bt. Barus, Lb. 678486mT/9890868mU Gn. Talang Solok Sumbar terunjuk : Fe : 53,88- magnetit skarn, urat kuarsa, pirit, dlm PT. Multi Mineral Magnetik, Hutan Cagar alam,1 km
Selasih 941.826 65,31 tufa breksi 2004 dari jalan aspal
Air Dingin/Air Koto 100 46'11"BT/1 84'54"LS Lembah Solok Sumbar terunjuk : 8,620 Fe : 65 mt skarn, primer, deluvial, kontak PT. Multi Mineral Magnetik, Hutan Lindung Survey
Gumanti 519.906 granit dan meta sedimen, ass. Pyrh. 2004 tinjau
Paninggahan Ds. Subarang X Koto Solok Sumbar Fe : 59,12 Bijih besi dlm bt gmp Van Bemmelen, 1949 Hutan Cagar alam
Singkarak
Batu Menjulur IX Koto Sei Solok Sumbar kontak bt gmp dg intrusi Van Bemmelen, 1949
SUMBAR - lasi
0 0
TAPANULI Air Manggis 117 28’ 36” BT/ 24’ Lubuk Pasaman Sumbar hipotetik 16,270 Fe : 63 - 67 primer, deluvial, skarn, kontak meta DIM, 2005 Hutan Lindung Survey
( II ) 36”LU Sikaping :3.204.144 bt.pasir dan granit tinjau
Jambak Air Talo-Binjai 100 8'30"BT/0 3'20"LU Tigo Nagari Pasaman Sumbar tereka : Fe : 65-67 mt skarn, primer, deluvial, kontak bt. PT. Dempo multi Mineral, Hutan Cagar alam, 6km
22.386.480 Gmp dengan granit. 2005 dari jalan Lb Sikaping
Batubagendeng, Ulu Suliki Sungai Pagu Solok Selatan Sumbar hipotetik : 40,000 Fe : 59-69 mt skarn, primer, deluvial, kontak PT. Agregat Mandiri Lestari, Perbatasan hutan lindung, survey
1.412.200 batuan volkanik dan granit 2005 500 m dari jalan aspal tinjau
S. Kunyit Ds. Talao Sangir Solok Selatan Sumbar kontak bt. Gpg dg intrusi Van Bemmelen, 1949 Perbatasan hutan lindung

G. Batu Besi Batipuh Tanah Datar Sumbar terukur : 305.435 Fe : 59.30 magnetit skarn, kontak bt. Gamping J. Rainir Dhadar, 1965 survey
dan granit tinjau
Bukit Lolo Ds. Srimulyo Situng Dharmasraya Sumbar terunjuk : 75.000 Fe : 58,59 mt-hem ass. Cu, filit, serpih, bt. Gmp Van Bemmelen, 1949

Subun-subun 5 km SE Muara Sipongi Kotanopan Mandailing Sumut tereka : 113.000 Kontak granit dan bat. sedimen, ass. MMAJ-JICA, 1985
Natal Ag, Au, Cu
TOTAL :
30.545.883

ix
Nalo Gedang 173895mT/9776597mU Bangko Merangin Jambi tereka : 320,000 Fe : 54-68 konkresi mt dlm batuan tufa dan Iwan N, 2005 Survey
1.280.000 deluvial lanjut
Talang Kapanjang 68 km SW Sarolangun Jangkat Merangin Jambi indikasi , urat magnetit, wollastonit, Van Bemmelen 1949
dlm tufa porfir dan gt. Gmp
Catuapi-Berkun 226060mT/9704013mU Limun Sarolangun Jambi tereka : 2.312 280 Fe : 45-56 primer, residual, kontak bt. Gmp Iwan N, 2005
meta dan granodiorit
S. Melinau Limun Sarolangun Jambi indikasi Urat kwarsa mengandung Van Bemmelen 1949 Hutan Lindung
hematit
Empanjang Batang Asai Sarolangun Jambi urat-urat hematit 0,3-0,6m Van Bemmelen, 1949

S. Sumai 38 km SW Muara Bungo Rantau Bungo Jambi indikasi, bongkah mt. Qtz- Van Bemmelen 1949 Hutan Lindung
Pandan kongglomerat, net work hematit
JAMBI- Tambang Lasi 36 km WSW Muara Rantau Bungo Jambi Fe : 18,23 indikasi Van Bemmelen 1949
SUMSEL Bungo Pandan
(III)
S. Batu ( Ulu Kolam) 40 km SW Muara Bungo Rantau Bungo Jambi Fe : 67,72 indikasi, bongkah magnetit, kontak Van Bemmelen 1949
Pandan metasomatik
Bukit Raya 102 33'00"BT/2 38'00"LS Rawas Ulu Musi Rawas Sumsel tereka : 275.000 Fe : 70,74 mt skarn, primer, deluvial, kontak Van Bemmelen 1949, survey
batu sabak dan bt. Gmp dg granit MMAJ-JICA, 1985 tinjau
Talang Seleman Tanjung Batu Ogan Hilir Sumsel Indikasi Van Bemmelen, 1949

S. Betung Pulau Kidak Musi Rawas Sumsel skarn hematit, urat 15 cm, dlm bat. Van Bemmelen, 1949
Intrusif
S. Lingsing 32 km SW Lahat Jarai Lahat Sumsel urat mt .ass. dg pirit, kontak granit Van Bemmelen, 1949 Suaka Marga Satwa
dan bat. Efusif
TOTAL :
1.557.312
Bukit Pelawan Payung Bangka Babel terunjuk : 38.785 Fe: 38-45 mag-hem assoiasi dg urat kwarsa Padmanagara, 1979

Bk. Sekuning - Senog Bintan ? Babel tereka : 50.000 magnetit + hematit Bemmelen, 1949

Batu Besi Gantung Belitung Timur Babel tereka : 960.000 Fe : 56,03 Skarn asosiasi Sn dan fluorite, Hearld Resources Ltd, 2004 survey
mt:10-30 vol, kontak bt. Gmp dan granit tinjau
Pagar Damar Belitung Timur Babel Indikasi, skarn ass. Sn Hearld Resources Ltd, 2004

Air Madu 842132mE/9681605mN Gantung Belitung Timur Babel Fe : 66 - 67 magnetit. PT. Sugico P, 2005

Gn. Bukit Harimau 841159mE/9677568mN Gantung Belitung Timur Babel singkapan batu besi PT. Sugico P, 2005
RIAU -
BABEL
(IV) G. Selumar 852742mE/9676517mN Gantung Belitung Timur Babel Fe : 61,66 batu besi, py, sulp. Masif PT. Sugico P, 2005

Sangkeli 812771mE/9718716mN Tanjung Belitung. Babel Fe : 49,06 hematit, limonit PT. Sugico P, 2005
Pandan
G. Cangkok 796477mE/9681482mN Tanjung Belitung Babel Fe : 53,21 PT. Sugico P, 2005
Pandan
Simpang Rusa 792247mE/9673026mN Membalong Belitung Babel Fe : 60,66 batu besi ass. Timah PT. Sugico P, 2005

Singkep Singkep Lingga Riau Kep tereka : 50.000 Fe: 58-63 magnetit + hematit Padmanagara, 1979

TOTAL:
1.098.785

x
Gn. Raja Basa Kalianda Lampung Sel Lampung terunjuk : Fe ; 69 Mt-hem asosiasi kontak bt.malihan Van Bemmelen, 1949 perbatasan hutan lindung
135.000 dg intrusif
Gn. Waja Tanjung lampung Sel lampung hipotetik : 3,260 Fe : 47,91 Kontak metasedimen-granodiorit, Kisman, 2005
Bintang 415.650 bijih besi primer
Ranggal 0537348mE/9402938mN Tanjung Lampung Sel Lampung hipotetik: Fe : 64,56 mt fragmen dlm breksi Kisman, 2005 2 km dari jalan perkerasan
Bintang 1.033.000 batu
Lematang/Tjg Senang 105 14'00"BT/5 24'10"LS Tanjung Lampung Sel Lampung Hipotetik: 39,060 Fe : 54-63 Kontak metasedimen-granodiorit, Kisman, 2005 1 km dari jalan perkerasan Survey
Bintang 4.980.150 bijih besi primer batu lanjut
G. Burhan 0538617mE/9401975mN Lampung Sel Lampung tereka : 300.000 Fe : 65,9 primer, kontak bt. Malihan dg dasit. Kisman, 2005

G. Gebang ( G. Ratai ) 0525316mE/9383432mN Padang Lampung Sel lampung Fe : 59 - 63 breksi volk., mt-fragmen Kisman, 2005
Cermin
Sabah Balau 0536043mE/9404902mN Lampung Sel Lampung hipotetik : 100,000 Fe : 55-59 breksi volk., mt-fragmen Kisman, 2005
6.375.000
Mengandungsari 559500mE/9419500 mN Sekampung Lampung lampung hipotetik : 626,100 Fe : 11 - 12 laterit bt basa Kisman, 2005
LAMPUNG Udik Timur 1.956.562
(V) Negerikaton 555433mE/9428121m N Marga Tiga Lampung Lampung hipotetik : 193,300 Fe : 43 ferricrete Kisman, 2005
Timur 456.875
Gn. Tiga Sukadana Lampung Lampung
Timur
Sukadana Lampung Lampung
Timur
Labuhan Maringgai Lampung Lampung
Timur
G. Waja Tanggamus Lampung

Ranggal Tanggamus Lampung perbatasan hutan lindung

G. Serot 18 km dari Kota Agung Lampung stringer mt-hem, manganis Van Bemmelen, 1949

TOTAL:
15.652.237
KALBAR Kelohi-Bt. Pasir 111 10'30"BT/1 23'10"LS Nanga Tayap Ketapang Kalbar indikasi, skarn garnet + mt, kontak PT. Tebolai Seng Pertiwi,
(IV) gra-dio deg meta sedimen 1987
Gn. Segulak, S. Manin Nanga Tayap Ketapang Kalbar Indikasi, bongkah 50-100t PT. Rio Tinto, 2003

Djemuat, S. Kawin Nanga Tayap Ketapang Kalbar Indikasi PT. Rio Tinto, 2003

Beginci, S. Kawa Nanga Tayap Ketapang Kalbar Indikasi PT. Rio Tinto, 2003

Kekura, S. Kiri Nanga Tayap Ketapang Kalbar Indikasi, bongkah 12-20t PT. Rio Tinto, 2003

Pebesian, S. Kiri Nanga Tayap Ketapang kalbar Indikasi, bongkah 100 t PT. Rio Tinto, 2003

Pebatuan, Air Dua, Riam 110 46'20" BT/1 55'10" Nanga Tayap Ketapang Kalbar 1.000.000 700,000 Fe : 64 Indikasi , bongkah 150-250t PT. Rio Tinto, 2003. survey
Damai LS Bemmelen, 1949 tinjau
Air Jermai/Air Bajal 0418469E/9742216N Kendawangan Ketapang Kalbar hipotetik : 13,900,000 Fe : 64,94 mt,hem berlapis, masif, meta bt.pasir PT. kendawangan lestari, survey
160.000.000 2004 tinjau
G. Batu Besi Kendawangan Ketapang Kalbar hipotetik: Fe : 45,5 urat stock w. hem. Bt pasir PT. kendawangan lestari, survey
40.000.000 2004 tinjau
G.Panjang/Kediyu Kendawangan Ketapang Kalbar hipotetik : Fe2O3: 96 hematit stock work . Bt. Diorit PT. kendawangan lestari, survey
45.600.000 2004 tinjau
S. Sebalau 109.4375BT/0.7083LU Bengkayang Bengkayang Kalbar mineral ikutan Cu min Van Bemmelen, 1949 200 m dari jalan raya
Sintang

xi
S. Seluas 109.8770BT/1.2967LU Seluas Bengkayang Kalbar lensa hematit Van Bemmelen, 1949

Melana Nangasokan Melawi kalbar hipotetik : 80.000 Fe : 55 mt primer dan deluvial Koswara Y, 2005

Gn. Tembaga dan Pajilu Mempawah Pontianak Kalbar hipotetik : Fe : 35 Hematit (oksidasi dlm tufa) Koswara Y, 2005
150.000
TOTAL
:245.930.000
Jajakan Pontain Pleihari Tanah laut Kalsel terukur : 1,002,400 Fe: 61-70,06 primer, deluvial, kontak intrusif dan CTA Ind-Rusia, 1965 survey
2,385.700 bt. sed-volk., lanjut
Riam pinang Pleihari Tanah laut Kalsel terukur: 134,400 Fe: 61-70,06 primer, deluvial, kontak intrusif dan CTA Ind-Rusia, 1965 Hutan Lindung survey
1.139.600 bt. sed-volk., garnet tinjau
Tanah Ambungan Pleihari Tanah laut Kalsel terunjuk: 132.000 Fe: 31,72 idem CTA Ind-Rusia, 1965

Tanjung Pleihari Tanah laut Kalsel terukur : 286.800 57,600 Fe: 40-50 primer, deluvial, kontak intrusif dan CTA Ind-Rusia, 1965
bt. sed-volk.
Gn. Tembaga Pleihari Tanah laut Kalsel terukur: 890.500 41,600 Fe: 61-70,06 primer, deluvial, kontak intrusif dan CTA Ind-Rusia, 1965 survey
bt. sed-volk., garnet tinjau
Batu Kora pleihari Tanah laut kalsel terukur : 140.800 36,800 Fe;43,3-66 primer, deluvial, kontak intrusif dan CTA Ind-Rusia, 1965
bt. sed-volk., garnet
Korotain pleihari Tanah laut kalsel terukur; 30.000 7,500 Fe:51-59 deluvial, kontak intrusif dan bt. sed- CTA Ind-Rusia, 1965
volk., garnet
Melati pleihari Tanah laut kalsel terukur; 108.700 24,800 Fe:43.3 deluvial, kontak granit dan bt. Sed- CTA Ind-Rusia, 1965
volk, garnet
Ulin Pleihari Tanah laut kalsel terukur; 519.300 112,900 Fe:43,3-66 deluvial, kontak intrusif dan bt. sed- CTA Ind-Rusia, 1965 survey
volk., garnet tinjau
Sarang Alang Pleihari Tanah laut Kalsel Hipotetik : 1.000 deluvial CTA Ind-Rusia, 1965

KALSEL
Takisung Takisung Tanah laut Kalsel magnetit deluvial, kontak diabas dan CTA Ind-Rusia, 1965
(VII)
filit
Batu Besi 2 29'18"LS/115 40'05"BT Awayan Balangan Kalsel 80,000 deluvial, garnet -epi skarn, kontak CTA Ind-Rusia, 1965 Hutan Lindung
granit dg bat. Meta sed-volkanik
Batu Berani 2 29'18"LS/115 40'05"BT Awayan Balangan Kalsel terukur : 64.000 180,000 Fe : 54,85 deluvial, garnet -epi skarn, kontak CTA Ind-Rusia, 1965 Hutan Lindung
granit dg bat. Meta sed-volkanik
Tanalang 2 29'18"LS/115 40'05"BT Awayan Balangan Kalsel terukur : 408,960 Fe : 60-62,6 primer, deluvial, garnet -epi skarn, CTA Ind-Rusia, 1965 Hutan Lindung survey
4.998.100 kontak granit dg bat. Meta sed- tinjau
volkanik
Kamawakan Loksado Hulu Sungai Kalsel Fe: 56,7- indikasi, bongkah magnetit Edi Kurnia, 2004 Perbatasan hutan lindung
Selatan 67,3
Purui Muara uya Tabalong Kalsel hipotetik : hematit. Koswara Y, 2005
150.000
Pasuang indikasi, primer, skarn, kontak bat. CTA Ind-Rusia, 1965
Efusif dan sedimen
Harujan indikasi, fragmen besi CTA Ind-Rusia, 1965

Lumbang, Uwi Kijang indikasi, besi skarn CTA Ind-Rusia, 1965

Malaris indikasi, skarn garnet CTA Ind-Rusia, 1965

TOTAL :
11.995.700

xii
Bintang Mengalih 111 20'00"BT/1 31'00"LS Lamandau Kalteng. primer, kontak grano-dio dan bat. PT. Tebolai Seng Pertiwi,
Volk. skarn ass. Zn, Pb 1987
KALTENG
Kenawan Doni 111 12'00"BT/1 30'00LS Lamandau Kalteng. hipotetik : Fe : 50-60 Indikasi, gosan, mt masif dari bor PT. Tebolai Seng Pertiwi,
(VIII)
1.080.000 dlm zona laterit, kontak granit dg 1987. Bemmelen, 1949
meta sed.
TOTAL :
1.080.000
Sangkulirang 117 28'36"BT/1 24'36"LU Sangkulirang Kutei Kaltim hipotetik : 250,000,000 Fe : 47-63 asosiasi dengan ultra basa Kanwil DPE, kaltim survey
18.000.000 tinjau
Samboja Kutei Kaltim Hipotetik : 33.000 laterit Kanwil DPE, kaltim

KALTIM Longiram dan Damai Kutai Barat Kaltim indikasi Kanwil DPE, kaltim
(IX)
Malinau Segah Berau Kaltim indikasi Kanwil DPE, kaltim

TOTAL
:18.033.000
Wolo Besi Riung Ngada NTT terukur : 726.000 Fe: 58,76-67 kontak granit dan sed-volk. Mineral Sulasmoro, 1960 perbatasan hutan cagar survey
FLORES ikutan Pb dan Mn alam tinjau
(X) TOTAL : 726.000

Wabu Bibida Paniai Papua tereka : Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Freeport Indonesia , hutan lindung
117.000.000 2001
Lagori Paniai Barat Paniai Papua 250,000 Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Irja Eastern Minerals, perbatasan hutan lindung
2001
Obano Nabire Papua 60,000 Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Nabire Bakti Mining, hutan cagar alam
2000
Dawagu Nabire Papua tereka : Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Nabire Bakti Mining,
PAPUA 372.000.000 2000
(XI) Komopa Paniai Papua tereka : Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Nabire Bakti Mining,
268.000.000 2000
Kupai Yamor Kaimana Papua 30,000 Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Irja Eastern Minerals,
2001
Bama Kaimana Papua 812,500 Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Irja Eastern Minerals,
2001
Marasin Kaimana Papua 120,000 Indikasi, magnetic skarn Cu-Au, PT. Irja Eastern Minerals,
2001
TOTAL :
757.000.000
SULBAR Polewali Polewali Sulbar indikasi dari landsat
(XII)
TOTAL :

SULUT Pulau Bangka Likupang Minahasa Sulut hipotetik : 10.000.000 Fe : 44 - 54 kontak basalt por dg tufa lapilli, hem PT. Kutei Pratama Energi,
(XIII) Timur Utara 17.500.000 mengisi rekahan dan laterit 2005
TOTAL :
17.500.000

xiii
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER ( I ) ACEH

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Terdapat tiga busur magma plutonik-vulkanik yang melalui Aceh adalah busur
Aceh, busur Sunda- Banda dan Busur Sumatera – Meratus. Mineral logam yang
dijumpai terutama emas dan tembaga dan sebagian besi.

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Aceh termasuk


daerah tropis dengan karakteristik temperatur tertinggi 32°C, kelembaban tinggi,
dan curah hujan tinggi. Pada dataran rendah merupakan pemukiman penduduk,
mata pencarian umumnya sebagai petani, pedagang, berkebun sedangkan yang
tinggal di tepi pantai sebagai nelayan. Pola aliran sungai pada umumnya
memperlihatkan pola rectangular, di dataran rendah berkembang pola aliran
radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi

Data dan informasi kegiatan penyelidikan dan eksplorasi yang telah dilaksanakan
didaerah ini sangat minim sekali. Sampai saat ini data yang tersedia sebatas pada
iterature lama yang ditulis oleh Van Bemmelen (1949).

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Secara umum keterdapatan endapan bijih besi yang masih bersifat indikasi
merupakan endapan yang pembentukannya diakibatkan oleh proses kontak
matamorfik. Intrusi batuan beku berupa intrusi batuan erupsi basa. Beberapa
bongkahan magnetit mengandung emas, perak, pirit dan pirolusit.

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara tektonik Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat adanya interaksi


tumbukan antara lempeng Samudera Hindia atau Indian-Australia Oceanic Crust
dengan lempeng Benua Asia Asia Continental Crust (Katili, 1980). Kerak
kontinen di Sumatera tebal dan berumur tua, terdiri atas Busur Vulkanik berumur
Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973). Batuan magmatik terbentuk diatas zona
benioff, pada umumnya bersifat silisik dan intermedier. Endapan ignimbrit besar
1
terjadi di pulau ini. Pulau Sumatera juga merupakan bagian dari Busur Sunda
Banda atau Sunda – Banda Arc (Katili, 1980) suatu rangkaian busur magmatik
yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Flores.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI PRIMER

3.1. Krueng Geuenteuet

Lokasi endapan terletak 32 km selatan dari Kota Raja. Indikasi bijih besi
ditemukan di A. Besu dan A. Pantom Raba yang merupakan cabang sungai Kr.
Geuenteuet berupa bongkah magnetit yang mengandung pirit. Analisis kimia
untuk logam mulia menunjukkan kandungan Au : 10 g/t dan Ag : 33 g/t. Diduga
genesa bijih merupakan kontak metasomatism.

3.2. Gle Mon Ampeuet

Lokasi endapan terletak 37 km selatan dari Kota Raja. Indikasi bijih berupa
fragmen bijih besi dengan inti mineral pirit ditemukan pada daerah lereng.
Lingkungan geologinya adalah batugamping dan batuan erupsi (andesit
amphibol). Selain itu terdapat pula garnet dan batugamping tersilisifikasi yang
menunjukkan keterjadiannya berhubungan dengan kontak metamorfik. Ketebalan
zona kontak mencapai beberapa meter.

3.3. Krueng Ligan (Babah Loh)

Lokasi endapan terletak 113 km baratlaut dari Meulaboh. Indikasi bijih besi
ditemukan dengan panjang 700 m yang berasoasiasi dengan pirit dan pirolusit.
Ketebalan endapan mencapai 8 – 17 m dan diduga genesanya berhubungan
dengan proses kontak metamorfik.

3.4. Krueng Rigaih dan Alu Talu.

Lokasi endapan bijih besi masing-masing adalah 88 km dan 78 km baratdaya dari


Meulaboh. Indikasi endapan berupa fragmen terpisah bijih besi yang terbentuk
akibat kontak metamorfik antara batuan erupsi (retas) dan batuan sedimen.
Mineral garnet teramati di lokasi ini.

2
3.5. Kwala Boe dan Cot Pluj.

Lokasi endapan bijih besi terletak masing-masing 30 km dan 12 km baratdaya dari


Meulaboh. Indikasi endapan bijih besi berupa fragmen bijih besi terpisah
(scatered) dibawah 0,40 m pasir berwarna merah - kekuningan yang mengandung
lump ore. Umumnya pasir pantai mengandung magnet yang ditemukan dengan
prosentase bijih antara 10 – 15%. Endapan bijih besi rawa ini terdapat juga di Cot
Seumereung, Cot Masigit, Cot Regan, Cot Darat dan Cot Mane. Secara
keseluruhan luas area mencapai 2 km persegi, ketebalan 0,40 m dengan jumlah
lump ore 15 buah. Potensi sumberdaya hipotetik adalah 300.000 – 400.000 ton
dengan kadar Fe : 54,6%.

3.6. Kuta Buloh dan Panton Lawas

Lokasi endapan bijih besi masing-masing adalah 27 km dan 18 km dari Tapak


Tuan. Indikasi bijih besi berupa bongkahan magnetit dalam batugamping yang
diterobos oleh batuan erupsi basa. Diperkirakan genesa bijih adalah akibat kontak
metamorfik.

3.7. Tapak Tuan

Lokasi endapan bijih besi terletak 150 km tenggara dari Meulaboh. Indikasi
endapan bijih besi berupa bongkahan yang kemungkinan terbentuk akibat
terobosan retas batuan erupsi basa berarah tenggara-baratlaut. Di Batu Itam
terdapat batuan porphyrit di laut mengandung bijih besi yang diduga merupakan
kelanjutan pada bagian selatan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

• Indikasi bijih besi ditemukan sebagai bongkahan-bongkahan dengan mineral


magnetit yang di beberapa lokasi mengandung emas, perak, pirit dan pirolusit.

• Adanya mineral garnet dan batugamping tersilisifikasi menunjukkan


genesanya merupakan kontak metamorfik.

3
DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W., van., 1949, The Geology of Indonesia, vol. II, Economic
Geology, Government printing office, The Hague.

4
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER ( II ) SUMATERA BARAT-TAPANULI

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Salah satu dari busur magma plutonik-vulkanik yang melalui Sumatera Barat
adalah busur Sunda-Banda dan Busur Sumatera-Meratus berumur Kapur Tengah –
Akhir yang merupakan busur benua meluas sepanjang ujung selatan daratan
Sunda yaitu dari Sumatera Utara menerus ke Jawa Barat – Kalimantan Selatan
hingga ke Kalimantan Timur. Busur ini mempunyai batuan dasar ofiolit dan sekis
Pra Tersier. Mineral logam yang dijumpai terutama bijih besi, kromit, emas dan
tembaga.

Daerah Sumatera Barat yang meliputi Pegunungan Bukit Barisan yang sebagian
besar wilayahnya berupa hutan lindung (± 82 %), selebihnya berupa lahan
produktif (18%). Mata pencaharian penduduk umumnya bertani dan berkebun,
sedang lainnya berupa pedagang dan pegawai negeri. Sebagian besar penduduk
menanam padi, selebihnya sayuran dan palawija, perkebunan yang dilakukan
penduduk umumnya karet dan sebagian kelapa sawit dan coklat.

Minang Kabau merupakan suku mayoritas yang terdapat di daerah Sumatera


Barat, sedang suku lainnya berupa suku Batak/Mandailing yang mendiami daerah
perbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara, suku lainnya adalah Jawa. Agama
Islam merupakan agama yang dianut oleh hampir seluruh penduduk, sedang
agama lainnya adalah Kristen Protestan dan Katolik. Secara umum iklim
mempunyai musim penghujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai
April dan musim kemarau pada bulan April sampai Oktober.

1.2. Sejarah Eksplorasi

• Tahun 1975, Silitonga, P.H, dan Kastowo dari Direktorat Geologi melakukan
pemetaan geologi yang menghasilkan Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera.
• Tahun 1976, Rosidi, H.M.D, dkk., dari Direktorat Geologi, Bandung
melakukan pemetaan geologi yang menghasilkan Peta Geologi Lembar Painan
dan Timurlaut Muara Siberut, Sumatera, Skala 1: 250.000

5
• Tahun 1983, Rock, N.M.S., dkk. dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung melakukan pemetaan geologi yang menghasilkan Peta
Geologi Lembar Lubuk Sikaping, Sumatera, Skala 1: 250.000.
• Tahun 1983, Direktorat Sumberdaya Mineral (DSM) bekerjasama dengan
JICA - MMAJ (Japan International Cooperation Agency - Metal Mining
Agency of Japan) melakukan eksplorasi mineral logam pada sebagian wilayah
ini.
• Tahun 1986 - 1990, PT. Mangani Minerals melakukan eksplorasi mineral
terutama emas pada sebagian daerah penyelidikan.
• Tahun 1986 - 1990, PT. Antam Barisan Mining juga melakukan eksplorasi
mineral logam terutama emas beserta mineral ikutannya.
• Tahun (?) Direktorat Sumberdaya Mineral (DSM) bekerja sama dengan
Inggris melakukan eksplorasi dengan metoda geokimia di daerah ini.
• Tahun 2000 Kanwil Dep. Pertambangan dan Energi, Propinsi Sumatera Barat,
melakukan kegiatan. Identifikasi Potensi Tambang Kabupaten Solok, Propinsi
Sumatera Barat
• Tahun 2001 Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Solok,
melakukan Pemetaan Bahan Galian Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten
Solok, Propinsi Sumatera Barat.
• Tahun 2002 Dinas Pertambangan dan Energi, Padang, melakukan Identifikasi
Potensi Bahan Galian Provinsi Sumatera barat
• Tahun 2003 Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral melakukan
inventarisasi dan evaluasi mineral logam di Kabupaten Solok dan Kabupaten
Pesisir Selatan.
• Tahun 2005 Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral melakukan
inventarisasi logam besi di Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman
Barat.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Secara umum endapan bijih besi didalam cluster ini merupakan bijih besi primer
yang terdiri atas beberapa tipe yaitu :

1. Bijih besi tipe skarn garnet kontak antara batuan intrusi dan batuan samping.
6
2. Bijih besi tipe urat sulfida dalam skarn klinopiroksin, garnet, magnetit yang
berasosiasi dengan emas, perak dan tembaga.

3. Bijih besi tipe segregasi magmatik

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara tektonik Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat adanya interaksi


subduksi antara lempeng Samudera Hindia atau Indian-Australia Oceanic Crust
dengan lempeng Benua Asia atau Asia Continental Crust (Katili, 1980). Kerak
kontinen di Sumatera tebal dan berumur tua, terdiri atas Busur Vulkanik Perm,
Kapur dan Tersier (Katili, 1973b). Batuan magmatik terbentuk diatas zona
benioff, pada umumnya bersifat silisik dan intermedier. Endapan Ignimbrit besar
terjadi di pulau ini. Pulau Sumatera juga merupakan bagian dari Busur Sunda
Banda atau Sunda – Banda Arc (Katili, 1980) suatu rangkaian busur magmatik
yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – hingga Flores.

Geologi daerah Provinsi Sumatera Barat terdiri dari beberapa lembar peta, skala 1
: 250.000 yang dikeluarkan oleh P3G. Stratigrafi daerah ini tersusun dari batuan
alas malihan Paleozoikum, batuan metasedimen Mesozoikum; batuan beku
Mesozoikum dan Kenozoikum, runtuhan batuan gunungapi Tersier sampai
Kuarter dan batuan endapan permukaan.

Urutan stratigrafi daerah ini dari yang berumur tua-muda adalah sebagai berikut :
¾ Batuan alas malihan Paleozoikum umumnya disusun oleh Formasi Barisan di
bagian atasnya yang secara lateral menjemari dengan Formasi Palepat terubah
secara hidrotermal dan termineralisasi dalam bentuk pirit, tembaga dan
molibdenum. Batuan Paleozoikum ini berumur Perm - Karbon
¾ Batuan Mesozoikum (berumur Trias – Jura) tersusun oleh : Anggota
Batusabak dan Serpih, Formasi Tuhur. Satuan ini menjemari dengan Anggota
Batugamping Formasi Kuantan. Di bagian tengah dan bagian atasnya satuan
ini secara lateral berkembang menjadi batuan sedimen – batuan gunungapi
(Formasi Sigunyur).
¾ Batuan Tersier, terdiri dari Formasi Brani, Formasi Sinamar, Formasi
Hulusimpang dan Formasi Ombilin dan kelompok batuan gunungapi.

7
Kelompok batuan terakhir ini dibagi dua kelompok umur yaitu kelompok
batuan gunungapi Eosen dan Oligo-Miosen.
¾ Kelompok batuan gunungapi Eosen, biasa disebut sebagai Formasi Bandan
menurut (H.M.D. Rosidi dkk., 1976).
¾ Kelompok batuan gunungapi Oligo-Miosen, biasa disebut Formasi Painan
(H.M.D. Rosidi dkk., 1976).
¾ Kelompok batuan Pra Mesozoikum – Mesozoikum diterobos oleh batuan
beku granit – diorit berumur Jura – Kapur (Kenozoikum), sedangkan
kelompok batuan Tersier diterobos batuan granit – granodiorit dan diabas
Miosen. Terutama di bagian puncak (tinggian) kelompok-kelompok batuan
tersebut di atas ditutupi oleh batuan gunungapi Kuarter.
¾ Endapan permukaan terdiri dari endapan aluvium, endapan danau dan
endapan rawa yang berumur Resen, yang tersebar di bagian barat pantai
Kabupaten Pesisir Selatan.

Struktur geologi utama di daerah penyelidikan secara regional dipergaruhi oleh


Zona Sesar Sumatera (Semangko) berupa sesar geser menganan dan sesar normal
yang berarah baratlaut-tenggara. Selain itu adanya zona Sesar Semangko ini
mengakibatkan terbentuknya lipatan-lipatan antiklin dan sinklin serta strike dip
yang berarah relatif baratlaut-tenggara dan sesar-sesar geser atau sesar normal
minor yang berarah timurlaut-baratdaya dan sedikit yang berarah relatif utara-
selatan.

Sejarah tektonik daerah penyelidikan apabila dikaitkan dengan tektonik


pembentukan Pulau Sumatera (menurut J.C. Carlie, A.H.G Mitchell, 1993)
dimulai pada zaman Paleozoikum yang bersamaan dengan terbentuknya Busur
Benua (continental arc) sepanjang Paparan Sunda dari Sumatera Utara – Jawa
barat dan Kalimantan Timur. Kontinental Paparan Sunda ini tersusun atas batuan
alas malihan dan meta sedimen Paleozoikum atau dikenal sebagai Kelompok
Batuan Tapanuli.

Pada Akhir Kapur Paparan Sunda telah mengalami putaran tidak searah jarum jam
atau anticlockwise dan subduksi terjadi pada batuan alas Paleozoikum yang
menunjam dan membentuk busur magmatik pada batas kontinental dan

8
diendapkan Kelompok Batuan Woyla pada laut dangkal (Cameron et al., 1980,
Mitchell, 1992) terjadi selama akhir Kapur Awal. Pengendapan batuan laut
dangkal terjadi di bagian tengah dan barat wilayah ini dan diikuti oleh terobosan
Jura di bagian barat serta terobosan Kapur di bagian tengah dan barat. Selain
terobosan granitan, tektonik Kapur ditandai oleh pengangkatan regional yang
menyebabkan terbentuknya perlipatan dan pensesaran.

Tektonik Tersier diawali kegiatan gunungapi di daerah tinggian barisan yang


menghasilkan erupsi celah berupa tufa yang membawa pecahan-pecahan batuan.

Pra Tersier, disusul oleh erupsi lava, breksi, tufa bersifat andesitan dan terobosan
granit. Sedangkan di dalam cekungan terjadi pengendapan dari lingkungan darat –
laut dangkal dan terbentuk pengendapan Formasi Sihapas, Anggota Cubadak dan
Anggota Kanan Formasi Sihapas dan Formasi Telisa.

Pada zaman Tersier bagian bawah merupakan tahap genang laut, sedangkan
bagian atasnya merupakan susut laut, di akhir jaman Tersier dimulai lagi kegiatan
gunungapi bersifat asam yang menerus sampai Kuarter dengan susunan dasit-
andesit dan basaltik.

Sesar-sesar utama yang berkembang di daerah ini terdiri dari: sesar normal dan
sesar mendatar/geser menganan yang umumnya berarah baratlaut – tenggara
(searah dengan Sesar Semangko). Sesar-sesar ini berhubungan dengan
pembentukan Batuan Intrusi Mesozoikum. Sedangkan beberapa sesar normal yang
berarah relatif barat-timur, diduga erat kaitannya dengan intrusi granitik,
granodiorit dan diorit Tersier dan pembentukan batuan metasedimen
Mesozoikum. Sesar-sesar tersebut diperkirakan sebagai pengontrol jalannya
larutan hidrotermal yang membentuk mineralisasi emas dan logam dasar di daerah
penyelidikan.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Kabupaten Solok
Di daerah ini terdapat sebanyak enam lokasi keterdapatan bijih besi yaitu di Air
Abu, Air Koto/Air Dingin, Lolo-Surian, Batu karo, Batu Menjulur dan
Peninggahan. Dari lokasi-lokasi tersebut, hanya daerah Lolo-Surian dan Batu

9
Menjulur yang tidak termasuk dalam kawasan hutan konservasi, sedangkan yang
lainnya termasuk dalam kawasan hutan lindung atau cagar alam (Gambar 2).

3.1. Air Abu

• Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi cebakan bijih besi di Air Abu, terletak di Nagari Air Dingin, Kecamatan
Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Secara geografis terletak pada koordinat
100047’53” BT dan 1010’19” LU. Wilayah prospek endapan termasuk dalam
hutan lindung.
Kesampaian daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara, yaitu:
• Bandung - Jakarta dengan kendaraan umum dan Jakarta – Padang dengan
pesawat udara dilanjutkan dengan perjalanan darat dengan jalur : Padang-
Solok- daerah penyelidikan, dengan kendaraan umum.
• Bandung - Padang - lokasi daerah kerja dengan jalan darat.

• Geologi
Geologi daerah Air Abu, Kecamatan Lembah Gumanti tersusun atas litologi
dengan urutan dari yang berumur tua – muda, adalah sebagai berikut (Gambar 2) :
− Satuan Batuan Meta Sedimen
− Satuan Batugamping
− Satuan Batuan Beku Granitik

Satuan Batuan Meta Sedimen: ciri litologi satuan ini terdiri dari Meta Sedimen
Batupasir, meta batulempung, batugamping meta, genes, hornfels, batusabak dan,
filit. Batupasir meta, warna abu-abu kecoklatan, kehijauan, berbutir halus–sedang,
berstruktur paralel/perlapisan, kompak, mengandung mineral epidot, kuarsa dan
plagioklas. Sesuai dengan pengamatan sayatan tipis memperlihatkan tekstur
klastik, struktur perlapisan dan orientasi dari mineral-mineralnya, berbutir sangat
halus hingga berukuran 0,5 mm, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung,
kemas terbuka, terpilah buruk. Disusun terutama oleh mineral-mineral sekunder
epidot dan masa dasar mikrokristalin kuarsa, disertai sedikit plagioklas dan
mineral opak (oksida besi). Komposisi : plagioklas 6%, epidot 60%, kuarsa 30%,
opak/oksida besi 4%. Satuan ini tersingkap di bagian tengah daerah penyelidikan

10
dari barat – timur. Sesuai ciri litologinya batuan ini dapat dikorelasikan dengan
Batuan Malihan Formasi Barisan menurut H.M.D. Rosidi, dkk, 1976, berumur
Perm.

Satuan Batugamping : terdiri dari Batugamping pejal atau batugamping pualam


dan batugamping dolomitik. Satuan ini tersingkap di bagian tenggara daerah Air
Abu atau sekitar hulu Sungai Ulurabo. Ciri litologi adalah: batugamping, putih
kekuningan keruh, pejal. Batuan ini merupakan anggota dalam Formasi Barisan,
dan sesuai kedudukannya diperkirakan melensa dalam batuan
malihan/metasedimen Formasi Barisan. Menurut H.M.D. berumur Perm (Rosidi,
dkk, 1976 ).

Satuan Batuan Beku Granitik : terdiri dari granit dan granodiorit. Granit berwarna
putih, bintik-bintik kehitaman, berbutir kasar/fanerik, komposisi fenokris: biotit,
kuarsa, plagioklas, dan ortoklas. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis batuan ini,
merupakan batuan granodiorit, holokristalin dengan tekstur hipidiomorfik
granular, tersusun atas plaglioklas, ortoklas, kuarsa, piroksen, hornblende, biotit,
mineral opak dan mineral-mineral sekunder. Komposisi mineral : Plagioklas
(32%), Ortoklas (10%), Kuarsa (15%), Piroksin (7%), Hornblende/uralit (10%),
Biotit (15%, Opak (2%), Serisit (1%), Karbonat (3%), Aktinolit (5%), Lempung
(1%) .Batuan ini tersingkap di bagian tengah ke arah utara dan timur daerah
penyelidikan, tersingkap di hilir Sungai Air Bakar dan anak cabangnya. Batuan ini
menerobos batuan malihan/metasedimen Formasi Barisan diperkirakan berbentuk
stock atau batolit. Menurut H.M.D. Rosidi, dkk, 1976, batuan ini berumur Kapur
atau dikenal sebagai Granit Mesozoikum.

Struktur Geologi yang dijumpai di daerah penyelidikan diperkirakan merupakan


sesar oblik dengan pergerakan sesar normal geser mengiri dengan arah relatif
timurlaut – baratdaya. Sesar ini memotong batuan granitik dan meta sedimen
(Perm) dan bijih Besi. Indikasi sesar ini dijumpai pada hulu Sungai Air Bakar
berupa air terjun atau curug yang terkekarkan atau terbreksikan membentuk
boudin-boudin dengan arah umum N 25 ° E. Zona breksi tersebut di apit gawir
dengan kedudukan N250°E/65° pada gawir kiri dan N 30 E/61° pada gawir kanan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan ditafsirkan gawir kanan (meta sedimen telah

11
termineralisasi bijih besi dan garnet) merupakan bidang yang relatif turun
terhadap gawir kiri (metasedimen).

ƒ Karakteristik Bijih dan Cadangan


Mineralisasi bijih besi di daerah penyelidikan tersingkap di lereng kiri sepanjang
jalan setapak pada lereng Bukit Air Bakar, berupa besi magnetit dan urat-urat
garnet, kedudukan N60E/50, tinggi 220 cm, panjang 450 cm, agak lapuk (Foto 1).
Selain itu terdapat pula besi magnetit, lapuk sedang, tinggi 3 cm, panjang 7 m,
ditemukan kemenerusan bijih besi dan kontak dengan batuan
metasedimen/batulanau pasiran, yang diduga sebagai batuan induk mineralisasi
besi. Sifat kerentanan magnetik pada bijih besi ini tinggi-sangat tinggi atau
berkisar 73 x 10-6 s.d. 92 x 10-6 cgs.

Foto 1. Singkapan bijih besi mengandung urat-urat garnet, di lereng Bukit


Air Bakar .
Analisis mineragrafi pada bijih besi ini terdapat kenampakan tekstur granular dan
sebagian bertekstur microcrystalline. Sebagian dari magnetit membentuk agregat-
agregat kecil dalam masa dasar + sekitar 5%, magnetit merupakan mineral
dominan memiliki retakan membentuk granular + 90%, sedangkan oksida besi
dan silika + sekitar 10%. Analisis kadar besi sebagai berikut : Fe2O3 = 16,17%,
Fe3O4 = 78,79%, Fe total= 69,33%, TiO2 = 1,04%, SiO2 = 0,16%, Al2O3 = 1,13
%, Zn = 609 ppm, S total 0,04%. Sifat kerentanan magnetik pada bijih besi ini
12
tinggi (high magnetic) atau berkisar 63x 10-6 s.d. 72 x 10-6 cgs. Sifat kerentanan
magnetik pada bijih besi ini tinggi (high magnetic) atau berkisar 63x 10-6 s.d. 72 x
10-6 cgs

Selain itu ditemukan bongkah-bongkah bijih besi deluvial yang diperkirakan


merupakan runtuhan dari bijih besi primer tersebut dengan diameter 85 cm s.d.
110 cm.

Singkapan bijih besi juga ditemukan pada lereng kanan cabang hulu Sungai Air
Bakar Bijih besi ini mengandung magnetit dalam bentuk butiran dan mengandung
garnet dan pada bagian atas singkapan ini ditemukan batugamping meta yang
diperkirakan sebagai batuan induk dari bijih besi ini. Tinggi singkapan bijih besi
ini 5 meter dan panjang 7 meter.

Analisis mineragrafi pada bijih besi ini terdapat kenampakan atau tekstur
equigranular dan korosi dengan ukuran 0,1 hingga 1 mm, yang terjadi pada
mineral magnetit. Magnetit, memiliki bentuk butiran menyudut hingga setengah
membulat, tertanam dalam masa dasar kuarsa (silika) warna abu-abu, bersifat
isotropik. Mineral sekunder adalah oksida besi terdapat dalam jumlah sedikit, < 3
% terdapat diantara magnetit dan mineral gangue. Komposisi proporsi bijih besi
dan gangue mineral + 50% : 50%. Mineral gangue diduga sebagai butiran halus
garnet.

Hasil analisis kimia diperoleh kadar Fe2O3 = 40,80%, Fe3O4 = 41,10%, Fe total =
59,3 %, TiO2 = 1,13%, SiO2 = 5,66%, Al2O3 = 1,31%, Zn = 194 ppm, S total
0,43%.

Berdasarkan hasil survai geomagnetik, diketahui sumberdaya bijih besi di daerah


Air Abu, Nagari Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti adalah sebagai berikut:
• Tubuh bijih besi I (Bukit Bakar) hulu Sungai Air Bakar :
Luas penyebaran : 37.252,433 m2
Tebal bijih besi rata-rata : (33 + 10 + 15 + 6)/4 = 15,25 m
Volume : 37.252,433 x 1/3 x 15,25 = 189.366,5344167 m3
Berdasarkan test laboratorium berat jenis bijih besi di daerah ini 5,02 gr/cm3
Maka, sumberdaya bijih besinya adalah :
Sumberdaya = Volume x Berat jenis = 189.366,5344167 x 5,02 = 950.620 ton
13
• Tubuh bijih besi II (Ulurabo):
Luas penyebaran : 10370,983 m2
Tebal bijih besi rata-rata : 18 meter
Volume : 10370,983 x 1/3 x18 = 62.225,896 m3
Sumberdaya = volume x berat jenis = 62.225,896 x 5.02 = 312.374 ton
Total Sumberdaya bijih besi primer di daerah Air Abu adalah: 950.620 + 312.374
= 1.262.994 ton
Volume Besi Deluvial/Koluvial:
Luas deluvial I = 2.601 m2 prosentase besi deluvial I diperkirakan rata-rata 70%,
kedalaman diasumsikan 15 m dibawah permukaan.
Volume deluvial I = 2.601x 15 x 70% = 27.310,5 m3
Sumberdaya bijih besi deluvial = (V.besi deluvial I ) x berat jenis
Sumberdaya bijih besi deluvial = 27.310,5 x 5,02
= 137.098,71 ton
Total sumber daya bijih besi : 1.262.994 + 177.098 = 1.440.092 ton

14
Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi Kabupaten Solok, Sumatera Barat

15
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Air Abu, Kabupaten Solok

16
3.2. Air Dingin/Air Koto
• Lokasi dan kesampaian daerah.
Lokasi cebakan bijih besi di daerah Air Dingin/AirKoto, terletak di wilayah
Nagari Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera
Barat. Secara geografis terletak pada koordinat 100046’11” BT dan 108’54” LS.
Wilayah prospek endapan termasuk dalam hutan lindung. (Gambar 1).
Kesampaian daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara, yaitu:

ƒ Bandung - Jakarta dengan kendaraan umum dan Jakarta – Padang dengan


pesawat udara dilanjutkan dengan perjalanan darat dengan jalur : Padang-
Solok- daerah penyelidikan, dengan kendaraan umum.
ƒ Bandung - Padang - lokasi daerah kerja dengan jalan darat.

• Geologi
Geologi daerah ini daerah ini tersusun atas litologi dengan urutan dari yang
berumur tua ke muda, adalah sebagai berikut : (Gambar 3).
− Satuan Batuan Meta Sedimen
− Satuan Batuan Beku Granitik
− Satuan Lava Andesitik
− Satuan Batupasir
− Satuan Breksi Gunung api

Satuan Batuan Meta Sedimen : ciri litologi satuan ini terdiri dari meta batupasir
greywacke, meta batulempung, batusabak dan, filit. Satuan ini tersingkap di
bagian tenggara daerah penyelidikan. Sesuai ciri litologinya batuan ini dapat
dikorelasikan dengan Batuan Malihan Formasi Barisan dan menurut H.M.D.
Rosidi, dkk., (1976) berumur Perm .

Satuan Batuan Beku Granitik : terdiri dari granit dan granodiorit. Granit berwarna
putih, bintik-bintik kehitaman, berbutir kasar/fanerik, komposisi fenokris: biotit,
kuarsa, plagioklas, dan ortoklas. Batuan ini tersingkap di bagian tenggara daerah
penyelidikan, di hulu Sungai Air Kering dan lereng perbukitan di sekitarnya.
Batuan ini menerobos batuan malihan/metasedimen Formasi Barisan diperkirakan
berbentuk stock atau batolit. Menurut H.M.D. Rosidi, dkk., (1976) batuan ini
berumur Kapur atau dikenal sebagai Granit Mesozoikum.
17
Satuan Lava Andesitik : ciri litologi terdiri dari lava andesitik-basaltik, abu-abu
kehijauan-kebiruan, afanitik-porfiritik, kompak terkekarkan, mengalami ubahan
kloritik-propilitik, limonitik, piritik dan di beberapa tempat tersilisifikasikan
(terkersikkan). Breksi lava, abu-abu kehitaman, kompak, mengalami ubahan
kloritik-propilitik, piritik dan dibeberapa tempat tersilisifikasikan. Batuan ini
tersingkap di bagian timurlaut daerah penyelidikan. Berdasarkan litologinya
satuan ini merupakan anggota lava dari Formasi Painan atau produk vulkanik
Oligosen – Miosen.

Satuan Batupasir : terdiri dari batupasir kuarsa, batupasir glaukonit, batulempung


pasiran dan batupasir konglomeratik. Struktur sedimen silang siur ditemukan pada
batupasir, berbutir sedang – kasar. Batuan ini tersingkap di bagian timurlaut dan
utara daerah penyelidikan. Satuan ini berdasarkan litologinya dapat dikorelasikan
dengan Anggota atas Formasi Ombilin yang berumur Miosen Awal – Miosen
Tengah.

Satuan Breksi Gunung api : terdiri dari breksi laharik, breksi vulkanik, breksi–
konglo- meratik aneka bahan produk vulkanik gunungapi, dengan fragmen lava
andesit, tufa andesitik-dasitik, dan tufa lapili. Satuan ini berumur Plio-Plestosen
(H.M.D. Rosidi, dkk., 1976) penyebaranya mendominasi di daerah penyelidikan,
di bagian tengah sampai ke selatan.

Struktur Geologi yang berkembang di daerah Air Koto, terdiri dari sesar naik yang
berarah relatif baratlaut – tenggara dan sesar mendatar yang berarah relatif barat-
timur. Sesar naik ini mengakibatkan tersingkapnya satuan ganit Kapur diantara
satuan breksi vulkanik Kuarter. Sesar ini diperkirakan terbentuk pada tektonik
Plestosen dan memotong batuan Mesozoikum sampai dengan vulkanik Plio-
Plestosen

• Karakteristik bijih besi dan sumber daya


Mineralisasi bijih besi didaerah penyelidikan ditemukan di bagian tenggara, di
lereng kanan hulu Sungai Air Kering (Foto 2) . Bijih besi ini tersingkap setinggi
2,5 meter lebar + 13, panjang singkapan sekitar 35 meter menerus ke arah relatif
utara. Sifat kerentanan magnetit pada bijih besi ini berkisar 18 x10-6 – 36 x 10-6
cgs.
18
Berdasarkan hasil analisis mineragrafi: terdiri dari mineral Magnetit (75%),
Pyrhotite (10%), Oksida besi (< 5%), Hematit (10%), dan Silika (5%). Mineral
magnetit memperlihatkan radier, umumnya memiliki bentuk subangular, sebagian
rounded, berasosiasi erat dengan pyrhotit. Pyrhotit membentuk tekstur warna
(lamellae), bentuk butiran beragam, terkadang membentuk tekstur aciculier dan
lamellae, berbutir halus.

Foto 2. Singkapan bijih besi di bagian lereng kanan hulu S. Air Kering
Hasil analisis kimia dari conto bijih besi ini mengandung kadar : Fe2O3 = 11,25%,
Fe3O4 = 77,98%, Fe total= 65,31%, TiO2 = 1,15%, SiO2 = 3,2%, Al2O3 = 0,45%,
Zn = 263 ppm, S tot 0,00 %.

Selain itu ditemukan bijih besi di bagian baratlaut dekat Pesawahan. Bijih besi ini
tersingkap sepanjang 3 meter dan tinggi 0,6 meter, kedudukan yang ditemukan N
125°E/17°. Sebelah utara lokasi ini ditemukan bongkah besi. Sifat kerentanan
magnetit pada bijih besi ini berkisar 39 x10-6 – 59 x 10-6 cgs.

Berdasarkan hasil analisis mineragrafi: memperlihatkan tekstur membentuk


jaring-jaring/lamallae. Selain lamallae, juga memperlihatkan tekstur
mikrokristalin. Komposisi terdiri dari mineral Magnetit (70%), Pyrhotit (10%),
Oksida besi (< 5%), dan Silika (5%). Mineral magnetit memperlihatkan, sub
angular-rounded, tekstur korosi. Hematit, membentuk jaring-jaring halus dan
lurus, terdapat pada/diantara mineral magnetit. Oksida besi, warna abu-abu,

19
refleksi dalam merah, terdapat terutama pada rekahan-rekahan. Selain bijih besi
primer di daerah ini juga ditemukan besi deluvial atau bongkah insitu, di bagian
tenggara. Sifat kerentanan magnetit pada bijih besi ini berkisar 25 x10-6 – 27 x 10-
6
cgs.

Hasil analisis kimia dari conto bijih besi ini, mengandung kadar : Fe2O3 =
70,28%, Fe3O4 = 22,50%, Fe total= 70,28%, TiO2 = 0,94%, SiO2 = 4,62%, Al2O3
= 1,07%, Zn = 22 ppm, S tot 0,00 %.

Berdasarkan hasil survai geomagnetik diketahui sumberdaya bijih besi di daerah


Koto, Nagari Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti adalah sebagai berikut :
• Tubuh bijih besi I (hulu S. Air Kering):
Luas penyebaran : 4.845,55 m2
Tebal bijih besi rata-rata : 45 m
Volume : 4.845,55 x 1/3 x 45 = 72.683,25 m3
Diketahui berdasarkan test laboratorium berat jenis bijih besi di daerah ini
4,97 gr/cm3
Maka, sumberdaya bijih besinya adalah :
Sumberdaya = volume x berat jenis = 72.683,25 x 4,97 = 361.236 ton

• Tubuh bijih besi II (Pesawahan):


Luas penyebaran : 3.517,4827m2
Tebal bijih besi rata-rata : 27 m
Volume : 3.517,4827 x 1/3 x 27 = 31.657,344m3
Sumberdaya = volume x berat jenis
= 31.657,344 x 4,97 = 157.337 ton
Total sumberdaya bijih besi primer di daerah Koto adalah: 518.573 ton
• Volume besi deluvial/koluvial:
Luas deluvial I = 298,2 m2 prosentase deluvial besi I diperkirakan rata-rata
30%, kedalaman diasumsikan 3 m dibawah permukaan.
Volume deluvial I = 298,2 x 3 x 30% = 268,38 m3
Sumberdaya bijih besi deluvial = (Vol. besi deluvial I ) x 4,97
Sumberdaya bijih besi deluvial = 268,38 x 4,97 = 1.333 ton
Total sumberdaya bijih besi adalah : 518.573 + 1.333 = 519.906 ton

20
Gambar 3. Peta Geologi daerah Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok

21
3.3. Batu Karo, Batang Barus

• Lokasi dan kesampaian daerah


Lokasi cebakan bijih besi di Batu Karo, Lubuk Selasih, terletak di Desa Batang
Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok. Secara geografis terletak
pada koordinat 678486 mT dan 9890868 mU. Wilayah prospek endapan termasuk
bagian pinggir hutan cagar alam (Gambar 1).

Kesampaian daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara, yaitu:


• Bandung - Jakarta dengan kendaraan umum dan Jakarta – Padang dengan
pesawat udara dilanjutkan dengan perjalanan darat dengan jalur : Padang-
Solok- daerah penyelidikan, dengan kendaraan umum.
• Bandung - Padang - lokasi daerah kerja dengan jalan darat.

• Geologi
Sesuai hasil pemetaan geologi rinci skala 1: 2500, stratigrafi litologi yang
menyusun daerah penyelidikan terdiri dari 3 satuan batuan, yaitu : (Gambar 4)
• Satuan Batuan Malihan
• Satuan Tufa Breksi
• Satuan Lava Andesit
Satuan Batuan Malihan: terdiri dari Batuan Epidot-Kuarsa Hornfels. Warna putih
keabu-abuan, keruh, kompak, pejal, tidak berfoliasi. Batuan ini ditemukan di hulu
Sungai Batukaro sebagai bongkahan dalam dimensi luas (+ 3 m x 10 m). Batuan
ini ditemukan kontak dengan batuan andesit porfiritik dan di beberapa sisi batuan
ini ditemukan struktur breksi hidrotermal yang mengandung mineralisasi pirit.
Umur batuan ini diduga lebih tua dari batuan andesit (porfiritik) yang ditemukan
kontak dengan batuan ini. Menurut ciri litologinya diduga batuan ini merupakan
bagian dari Batuan Malihan Formasi Barisan berumur Perm (H.M.D. Rosidi, dkk.,
1976)

Satuan Tufa Breksi: ciri litologi satuan ini terdiri dari tufa halus, tufa lapili dan
tufa breksi. Tufa halus, abu-abu keputihan-kekuningan, komposisi andesitik,
mengalami ubahan propilitik, piritik, limonitik dan dibeberapa tempat
terkersikkan. Tufa breksi/lapili, berwarna abu-abu, kehijauan sampai kuning

22
kecoklatan, material andesitik, berbutir sedang – kerakal, menyudut tanggung –
menyudut, mengalami ubahan propilitik-limonitik, piritik. Batuan ini umumnya
tersingkap dalam kondisi lapuk sedang – lapuk tinggi. Singkapan tufa breksi ini
banyak dijumpai disepanjang cabang kiri Sungai Batukaro. Sedangkan di lereng-
lereng bukit umumnya dijumpai sebagai tanah lapukan dan di beberapa tempat
bercampur dengan bongkahan tufa andesitik, propilitik, piritik, yang berukuran
sekitar 10 cm – 50 cm. Penyebaran satuan ini sebagian besar terdapat di bagian
baratlaut, baratdaya dan bagian tenggara daerah penelitian.

Satuan Lava Andesitik: ciri litologi terdiri dari lava andesitik-basaltik, abu-abu
kehijauan-kebiruan, afanitik-porfiritik, kompak terkekarkan, mengalami ubahan
kloritik- propilitik, limonitik, piritik dan dibeberapa tempat terkersikkan. Batuan
ini tersingkap di sepanjang Sungai Batukaro dari hulu ke hilir, dengan kondisi
agak lapuk – sangat lapuk. Di bagian lereng-lereng bukit sepanjang rintisan
topografi dijumpai sebagai bongkahan-bongkahan bercampur tanah dalam
dimensi ukuran 30cm – 2 m lebih, lava andesitik, propilitik-kloritik, piritik-
limonitik, kadang-kadang terkersikkan, terkekarkan kuat. Di beberapa tempat
ditemukan urat-urat kuarsa (1/2 cm – 2 cm). Singkapan batuan ini di lereng-lereng
bukit dijumpai setempat-setempat, dalam kondisi sangat lapuk, dengan dimensi 1
– 12 m2. Kedua satuan diatas berdasarkan ciri litologinya dapat dikorelasikan
dengan Satuan Batuan Vulkanik Oligosen – Miosen atau Formasi Painan (H.M.D.
Rosidi, dkk., 1976).

Struktur geologi yang dijumpai berupa sesar, kekar dan gawir sesar serta gores-
garis atau slikenside. Sesar yang dijumpai ditafsirkan sebagai sesar turun berarah
N 130 E dan N 40°E s/d N 50°E. Indikasi sesar ini dijumpai berupa gawir-gawir
sesar minor yang mempunyai gores garis atau slickenside di beberapa tempat di
hulu Sungai Batukaro, dengan arah N 140°E/80°, N 35°E/75°, N 40°E/85° dan N
70°E/80°. Kekar-kekar umumnya ditemukan sebagai kekar gerus yang
berpasangan dan sangat intensif dijumpai pada lava andesitik.

• Karakteristik Bijih dan Sumber Daya


Mineralisasi bijih besi di daerah penyelidikan dijumpai berupa magnetit, hematite,
limonitik yang terpotong urat-urat kuarsa dan piritik. Singkapan bijih besi

23
ditemukan di lereng kanan hilir Sungai Batukaro (Gua Besi, Foto 3). Kenampakan
Bijih besi sesuai pengamatan megaskopis: berwarna hitam kecoklatan, keabu-
abuan, kilap metalik, dalam bijihnya membentuk jaringan halus, sebagian besar
bijih terlihat masif. Sebagian kecil memperlihatkan tekstur vuggy, sangat
kompak–agak kompak, terkekarkan, di beberapa bagian terpotong urat-urat kuarsa
tebal 0,5– 1 cm, kondisi singkapan lapuk sedang – agak lapuk. Komposisi: terdiri
dari magnetit berkisar (45% - 65%), hematite 20 –15%, urat kuarsa 5 – 10%,
limonit 5 – 10%, pirit 3 – 5%. Strike dan dip yang ditemukan pada bijih besi ini
berarah N 320°E/85°, tinggi singkapan 1,75 – 2 m, lebar 3,7 meter. Sifat
kerentanan magnetit pada bijih besi ini sedang – tinggi atau berkisar 23 x 10-6 s.d.
72 x 10-6 cgs . Berdasarkan hasil analisis kimia pada conto bijih besi ini, diketahui
kadar Fe2O3 = 34,92%, Fe3O4 = 53,28%, Fe total = 63,97%, TiO2 = 1,02%, SiO2 =
2,7%, Al2O3 = 0,32%, Zn = 926 ppm, S total 0,29%.

Di sekitar lereng hilir Sungai Batukaro, juga dijumpai adanya besi


koluvium/deluvial berupa bongkahan yang bercampur dengan tanah lapukan yang
terdapat pada lereng sungai di sekitar lokasi singkapan bijih besi primernya. Besi
deluvial ditemukan pada lereng kanan hilir S. Batukaro. Prosentase bongkahan
besi ini diperkirakan 50 – 60%, tinggi lereng 4 meter, kompososi bijih besi terdiri
atas magnetit (50 – 70%), hematit (20 – 15%), limonit (15 - 10%), kuarsa 2%,
pirit 2-3%. Kondisi besi agak lapuk – lapuk sedang , tersingkap sekitar 10 meter,
besar diameter bongkahan besi (20 cm – 60 cm).

Singkapan cebakan bijih besi juga dijumpai di lereng cabang kiri hulu Sungai
Batukaro (Gua Jepang), dengan kedudukan N 240°E/70°, N 245°E/75°, N
280°/75° dan N 320°/80°; lebar + 16 - 20 m, tinggi berkisar 4,2 – 6 meter, panjang
singkapan dinding bijih besi yang relatif melingkar sekitar 60 meter s.d. 70 meter.
Sesuai pengamatan megaskopis bijih besi warna abu-abu metalik kehitaman,
memperlihatkan bentuk kristal menjarum. Komposisi bijih besi terdiri atas
magnetit (sekitar 55% – 80%), hematit 5 – 10%, limonit 5 – 10 %, urat kuarsa 2 –
3 %, piritik, tingkat kerentanan magnetik tinggi berkisar 39 x 10-6 s.d. 88 x 10-6
cgs. Sifat kerentanan magnetik pada beberapa conto bijih besi di daerah ini adalah
tinggi – sangat tinggi (very high magnetic) atau berkisar 39 x 10-6 , 41 x 10-6 , 46 x
10-6, 54 x 10-6, 72 x 10-6 dan 79 x 10-6 cgs.
24
Hasil analisis kimia dari 3 conto bijih besi di daerah ini, diperoleh kadar besi
adalah: Fe total = 53,88% - 65,31%, Fe2O3 = 41,63% - 56,48%, Fe3O4 = 32,98% -
34,45%, TiO2 = 0,87% - 0,93%, dan SiO2 = 6,9% - 8,2%.

Foto 3. Singkapan tubuh bijih besi di hulu Sungai Batukaro


Berdasarkan hasil survai geomagnetik dan geologi oleh PT. Multi Mineral
Magnetik yang dapat digambar dalam penampang dan peta anomali magnetik,
diketahui sumberdaya bijih besi di daerah Batang Barus, Ds. Batang Barus adalah
sebagai berikut :
• Tubuh bijih besi I (Gua besi), hilir Sungai Batukaro :
Luas Penyebaran : 734,674m2
Tebal bijih besi rata-rata : 27,7 m
Volume : 734,674 x 1/3 x 27,7 = 6.783,48993 m3
Diketahui berdasarkan test laboratorium berat jenis bijih besi di daerah ini
4,44 gr/cm3
Maka sumberdaya bijih besi adalah :
Sumberdaya = Volume x Berat jenis
= 6.783,48993 x 4.44 = 30.118,7ton

• Tubuh bijih besi II (Gua Jepang), hulu Sungai Batukaro :


Luas penyebaran : 7.908,592 m2
Tebal bijih besi rata-rata : 60 m
25
Volume : 7.908,592 x 1/3 (60) = 158.171,84 m3
Sumberdaya = volume x berat jenis158.171,84 x 4,44 = 702.283 ton

• Tubuh bijih besi Batukarut


Luas penyebaran : 5.660,135 m2
Tebal bijih besi rata-rata : 25 m
Volume : 5.660,135 x 1/3 x 25 = 47.167,79167m3
Sumberdaya = volume x berat jenis
47167,79167 x 4,44 = 209.425 ton
Total Sumberdaya Bijih Besi Primer di daerah Batang Barus adalah: 941.826 ton
Volume besi deluvial/koluvial:
Luas deluvial I = 963,7 m2 prosentase deluvial besi I diperkirakan 50% s.d. 80%
atau rata-rata 65%, kedalaman diasumsikan 5 m dibawah permukaan.
Luas deluvial II = 44,77 m2 prosentase penyebaran besi deluvial rata-rata 50%,
kedalaman diasumsikan 5 m dibawah permukaan.
Volume bijih besi deluvial I = 963,7 x 5 x 65% = 3.132,025 m3
Volume bijih besi deluvial II = 44,77 x 5 x 50% = 111,925 m3
Sumberdaya bijih besi deluvial = (vol.deluvial I + vol. deluvial II) x berat
jenis
= (3.132,025 + 111,925) x 4,4
= 14.273,38 Ton
Total sumberdaya hipotetik bijih besi : 14.273,38 + 941.826 = 956.099 ton

26
Gambar 4. Peta Geologi daerah Bata Barus, Kabupaten Solok.

27
3.4. Lolo, Surian.
• Lokasi dan kesampaian daerah

Lokasi endapan bijih besi berada di daerah Surian (Desa Lubuk Rasam),
Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Di daerah
Surian endapan bijih besi terdapat di Lolo (Gambar 1).

Pencapaian daerah dapat dicapai dari Bandung – Jakarta – Padang – lokasi bijih
besi. Bandung – Jakarta dicapai dengan keretaapi atau kendaraan roda 4, Jakarta –
Padang dengan pesawat udara. Dari Padang ke daerah Surian dapat dicapai
dengan kendaraan roda 4 dan untuk mencapai Desa Lubuk Rasam dilakukan
dengan berjalan kaki sejauh ± 12 km.

• Geologi

Geologi daerah Surian berdasarkan dari Peta Geologi Lembar Painan dan Bagian
Timurlaut Lembar Muara Siberut, Sumatera, sekala 1 : 250.000 ( H.M.D. Rosidi,
S. dkk., 1996), adalah sebagai berikut (Gambar 5) :

™ Formasi Barisan, terdiri dari filit terdiri dari muskovit, serisit, klorit dan
kuarsa, serta sedikit turmalin, epidot, zirkon dan grafit, setempat telah berikal
terutama di jalur koyak dimana pendaunannya berkembang baik. Batusabak
umumnya belahan berkembang baik, batugamping, batutanduk, meta grewake
dan rijang banyak sekali terdapat, berumur Perem – Karbon. Batuan ini
tersebar di bagian tengah daerah peninjauan, memanjang dari baratlaut –
tenggara sejajar dengan arah patahan utama daerah ini.

™ Anggota Batugamping Formasi Barisan, telah terpualamkan, terhablur dan


pejal, juga berumur Perem – Karbon. Batuan ini terdapat pada bagian
timurlaut daerah peninjauan.

™ Batuan gunungapi asam yang tak terpisahkan, terdiri dari lava, tuf hablur dan
kaca, tuf, breksi tuf, ignimbrit dan obsidian yang asam sampai menengah.
Batuan ini bersusunan dasitan. Tuf hablur terdiri dari kuarsa dan felspar
dengan massadasar silika, klorit, hornblenda dan kalsit, setempat mengandung
pecahan andesit. Terdapat aliran riolit yang berpita-pita. Setempat terdapat
retas andesit, aplit dan kuarsa porfir dasitan. Batuan ini berumur Kuarter

28
Awal. Batuan ini terdapat dibagian tengah daerah peninjauan yang memanjang
dari baratlaut – tenggara, selain itu juga menempati daerah baratdaya daerah
peninjauan.

™ Lava, batuan yang susunan dan asalnya sama dengan batuan gunungapi yang
tak terpisahkan, juga berumur Kuarter Awal. Penyebaran batuan ini hanya
terdapat dibagian baratdaya daerah peninjauan.

™ Batuan intrusi granitan, susunanya berkisar antara granodiorit sampai granit,


dengan bintik-bintik mineral mafik, telah berubah secara setempat. Terdapat
sebagai stok. Batuan ini berumur Kapur dan menerobos baik batuan
menerobos batuan yang berumur diatasnya (Perem – Karbon dan Jura).
Penyebaran batuan ini juga terdapat dibagian tengah daerah peninjauan yang
memanjang dari arah baratlaut – tenggara sejajar dengan arah patahan utama.

Struktur yang terdapat di daerah peninjauan berupa sesar normal, terdapat di


bagian tengah dan baratdaya daerah peninjauan berarah baratlaut – tenggara yang
searah dengan Sesar Semangko yang merupakan sesar utama .

• Karakteristik Bijih dan Sumber Daya

Lokasi keterdapatan bijih besi di daerah Surian, terletak jauh dari kota Surian (±
12 km) tepatnya di Desa Lubuk Rasam, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten
Solok. Daerah tersebut hanya dapat dicapai oleh kendaraan roda 4 jenis jeep dobel
gardan pada waktu musim kering, sedang pada waktu musim hujan hanya dapat
dicapai dengan berjalan kaki. Selain itu banyak sungai-sungai kecil yang dilalui
dan terakhir untuk ke lokasi bijih besi harus menyeberangi S. Batang Hari.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka masalah tranportasi merupakan suatu
kendala untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun penambangan didaerah
tersebut. Kondisi bijih besi secara terinci belum diperoleh data yang memuaskan.

3.5. Paninggahan

Indikasi endapan bijih besi terletak di Paninggahan, Ds. Subarang, Kecamatan X


Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Sumbar. Lokasi endapan bijih termasuk dalam
wilayah hutan cagar alam. Endapan dijumpai dalam Anggota Batugamping Fm.

29
Kuantan yang berumur Perm-Karbon. Endapan bijih besi mempunyai kadar Fe :
59,12 % .

3.6. Batu Manjulur


Indikasi endapan bijih besi terletak Batu Manjulur, Kecamatan IX Koto Sei Lasi,
Kabupaten Solok, Sumbar. Endapan bijih besi merupakan metaformisme kontak
pada Anggota Batugamping Formasi Silungkang yang berumur Jura. Belum ada
data dan informasi tentang bijih besi

30
Gambar 4. Peta Geologi daerah Surian, Kabupaten Solok

31
Kabupaten Solok Selatan

Didaerah ini terdapat dua lokasi endapan bijih besi yaitu di Batu Bagendeng dan
S. Kunyit. Kedua lokasi tersebut berada pada perbatasan hutan lindung (Gambar
5).

3.7. Batu Bagendeng, Suliki

• Lokasi

Lokasi sebaran bijih besi di daerah hulu S. Suliki, dimana daerah ini tidak jauh
dari kota Surian, walau demikian daerah ini termasuk pada Kecamatan Sungai
Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Pencapaian lokasi ini cukup mudah, berada di
tepi jalan raya beraspal, sekitar 2 jam perjalanan dengan kendaraan roda 4 dari
kota Padang dan menyeberangi sungai kecil S. Suliki. Lokasi endapan di
Batubagendeng dimana wilayahnya berada pada perbatasan hutan lindung
(Gambar 5).

• Geologi

Geologi daerah Suliki berdasarkan dari Peta Geologi Lembar Painan dan Bagian
Timurlaut Lembar Muara Siberut, Sumatera, sekala 1 : 250.000 ( H.M.D. Rosidi,
S. dkk., 1996), adalah sebagai berikut (Gambar 6) :

™ Formasi Barisan, terdiri dari filit terdiri dari muskovit, serisit, klorit dan
kuarsa, serta sedikit turmalin, epidot, zirkon dan grafit, setempat telah berikal
terutama di jalur koyak dimana pendaunannya berkembang baik. Batu sabak
umumnya belahan berkembang baik, batugamping, batutanduk, meta grewake
dan rijang banyak sekali terdapat, berumur Perem – Karbon. Batuan ini
tersebar dibagian tengah daerah peninjauan, memanjang dari baratlaut –
tenggara sejajar dengan arah patahan utama daerah ini.

™ Anggota Batugamping Formasi Barisan, telah terpualamkan, terhablur dan


pejal, juga berumur Perem – Karbon. Batuan ini terdapat pada bagian
timurlaut daerah peninjauan.

™ Batuan gunungapi asam yang tak terpisahkan, terdiri dari lava, tuf hablur dan
kaca, tuf, breksi tuf, iknimbrit dan obsidian yang asam sampai menengah.

32
Batuan ini bersusunan dasitan. Tuf hablur terdiri dari kuarsa dan felspar
dengan massadasar silika, klorit, hornblenda dan kalsit, setempat mengandung
pecahan andesit. Terdapat aliran riolit yang berpita-pita. Setempat terdapat
retas andesit, aplit dan kuarsa porfir dasitan. Batuan ini berumur Kuarter
Awal. Batuan ini terdapat di bagian tengah daerah peninjauan yang
memanjang dari baratlaut – tenggara, selain itu juga menempati daerah
baratdaya daerah peninjauan.

™ Lava, batuan yang susunan dan asalnya sama dengan batuan gunungapi yang
tak terpisahkan, juga berumur Kuarter Awal. Penyebaran batuan ini hanya
terdapat di bagian baratdaya daerah peninjauan.

™ Batuan intrusi granitan, susunanya berkisar antara granodiorit sampai granit,


dengan bintik-bintik mineral mafik, telah berubah secara setempat. Terdapat
sebagai stok. Batuan ini berumur Kapur dan menerobos baik batuan
menerobos batuan yang berumur diatasnya (Perem – Karbon dan Jura).
Penyebaran batuan ini juga terdapat dibagian tengah daerah peninjauan yang
memanjang dari arah baratlaut – tenggara sejajar dengan arah patahan utama.

Struktur yang terdapat di daerah peninjauan berupa sesar normal, terdapat di


bagian tengah dan baratdaya daerah peninjauan berarah baratlaut – tenggara yang
searah dengan Sesar Semangko yang merupakan sesar utama .

• Karakteristik bijih besi dan sumber daya

Bijih besi tersebut berada pada daerah perselingan antara batuan gunungapi asam
yang tak terpisahkan, bersusunan dasitan dengan batuan dari Formasi Barisan,
kebanyakan dari batuan meta grewake. Adanya daya tekan yang kuat membuat
batuan termetakan dan terbentuk patahan yang berarah baratlaut – tenggara.
Adanya larutan-larutan akhir dari batuan terobosan kecil yang melalui patahan
pada daerah ini diduga merupakan penyebab terbentuknya endapan bijih besi.

Banyak ditemukan bongkah-bongkah bijih besi tersebar di bagian kaki dan


punggungan bukit-bukit kecil didaerah ini, merupakan bongkah insitu, sehingga
diperkirakan letak bijih besi primer berada di daerah tersebut (Foto 4).

33
Kenampakan dari bekas sumur uji yang sudah pernah dibuat di daerah ini (Foto 5)
terlihat bahwa tebal lapisan tanah penutup ± 1,5 m dan didalamnya terdapat
bongkah-bongkah insitu bijih besi tersebar merata. Dari analisis laboratorium
kandungan besi berkisar Fe : 59,5 – 69,5 %.

Foto 4. Bongkah insitu bijih besi di daerah S. Suliki

Gambar 5. Kenampakan dari bekas sumur uji di daerah Suliki


Berdasarkan pemetaan geologi dan sebaran bijih besi dilapangan diketahui di
daerah penyelidikan ditemukan dua jenis cebakan bijih besi, yaitu : bijih besi

34
primer dan bijih besi deluvial/koluvial dengan kandungan besi berkisar antara Fe
: 59 69 %
Perhitungan sumberdaya bijih besi primer :
-
Luas dimensi bijih besi = 33.400 m2
- Tinggi besi di permukaan (beda tinggi elevasi ) = 22 meter
- Asumsi apabila kemenerusan bijih besi dibawah permukaan berkisar
20 meter, maka total tinggi bijih besi adalah 42 meter atau rata-rata
berkisar 30 meter.
Sumberdaya bijih besi dapat dihitung dengan pendekatan metoda kerucut, sbb.:
™ Sumberdaya bijih besi = luas x 1/3 tinggi rata-rata x berat jenis
= 33.400 x 1/3 (30) x 4
= 1.336.000 Ton
™
Sumberdaya besi deluvial = luas x tebal x % bongkah x berat jenis
Luas = 6.350 m2
Tinggi /kedalaman diasumsikan 10 meter, prosestase penyebaran
bongkah
sekitar 30 %, maka
Sumberdaya besi deluvial
= 6.350 x 10 x 30% x berat jenis
= 19.050 x 4 = 76.200 ton
Total sumberdaya hipotetik bijih besi = 1.336.000 + 76.200 = 1.412.200 ton

35
Gambar 5. Peta Geologi Lokasi Bijih Besi, Kabupaten Solok Selatan

36
Gambar 6.Peta Geologi Daerah Batubagendeng, Suliki, Kabupaten Solok Selatan

37
3.8. Sungai Kunyit
Indikasi endapan bijih besi terletak Sungai Kunyit, Ds. Talao, Kecamatan Sangir,
Kabupaten Solok Selatan, Sumbar. Lokasi endapan bijih besi ini berada pada
perbatasan hutan lindung (Gambar 5). Endapan bijih besi merupakan
metaformisme kontak pada Anggota Batugamping Formasi Hulu Simpang
(Andesit Tua) yang berumur Oligosen-Miosen. Belum ada data dan informasi
tentang bijih besi

Kabupaten Pasaman
Di daerah ini terdapat dua lokasi endapan bijih besi yaitu di Air Manggis dan
Jambak Air Talo. Di Air Manggis lokasinya berada dalam kawasan hutan lindung
sedangkan di Jambak berada pada kawasan cagar alam (Gambar 7).

3.9. Air Manggis

• Lokasi dan kesampaian daerah

Endapan bijih besi terletak di Air Manggis, Nagari Air Manggis, Kecamatan
Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman. Lokasi berada di koordinat 1170 28’ 36”
BT dan 10 24’ 36” LU. Lokasi endapan berada pada hutan lindung (Gambar 7).
Pencapaian lokasi dilakukan melalui jalan bekas perusahaan kayu.

• Geologi
Mineralisasi bijih besi primer, yang ditemukan pada daerah kontak antara batuan
meta batupasir greywacke dengan batuan beku granitik (Gambar 8). Batuan induk
tempat kedudukan mineralisasi bijih besi di daerah ini adalah: Batupasir
Metasedimen Formasi Kuantan (Meta Batupasir greywacke). Batuan metasedimen
ini diterobos oleh intrusi granodiorit dan terbentuk proses kontak metasomatik.
Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya rekristalisasi, alterasi, mineralisasi
dan penggantian (replacement), khususnya di sekitar kontak intrusi tersebut,
sehingga terbentuk mineralisasi bijih besi yang mengandung: magnetit, hematite,
limonit dan kloritik dan epidotik.

Munculnya mineral epidot yang merupakan mineral ubahan metamorfosa derajat


rendah, menandakan adanya proses metasomatik kontak atau mineralisasi Tipe
Skarn. Menurut Menurut Titley (1973), dalam proses kontak metasomatik (proses
Pyrometasomatism), mengakibatkan alterasi termasuk mineral skarn (garnet-
epidot-aktinolit), yang ditemukan pada zona kontak dan dapat juga berupa urat-
urat yang terakumulasi di sekitar zona kontak.

Berdasarkan uraian diatas ditafsirkan mineralisasi bijih besi di daerah Air


Manggis merupakan Endapan Bijih Besi Tipe Skarn, dengan indikasi adanya
mineral ubahan epidot yang merupakan mineral skarn. Selain itu sesuai
penampang geologi ditafsirkan mineralisasi bijih besi juga terbentuk pada batuan
granit-granodiorit di sekitar zona kontak, yang menunjukkan bahwa mineralisasi
bijih besi terbentuk pada batuan beku granodiorit atau lebih dikenal sebagai proses
EndoSkarn (Guilbert dan Lowell, 1974).

Gambar 7. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Pasaman

• Karakteristik Bijih dan Sumber Daya


Endapan bijih besi ditemukan sebagai bijih besi primer dan besi deluvial yang
merupakan rombakan atau runtuhan dari bijih besi primer.

40
A. Besi Primer

Endapan bijih besi primer terdapat dua tubuh bijih. Singkapan bijih besi Bukit
Pandahan (Tubuh bijih I), ditemukan pada puncak bukit Pandahan. Bijih besi
tersingkap panjang 20 m, lebar 8 meter, tinggi 7 meter, jurus dan kemiringan N
220° E/67° dan N 200° E/55°, komposisi magnetit 80% – 90%, hematit dan
limonit 5% - 10%, dan klorit-epidotit < 4%. Kadang-kadang dijumpai juga
berasosiasi dengan mineralisasi mangan.

Selain itu singkapan di Bukit Kabun Gadang (Tubuh bijih II), dijumpai di lereng
bukit Kabun Gadang dan lereng-lereng lembah Sungai Kabun Gadang (Foto 6).
Komposisi bijih besi secara megaskopis sekitar 80% magnetit, hematit 15%, pirit,
limonit dan klorit 5%. Dari lokasi sumur uji yang dibuat pada daerah tubuh bijih
II terlihat bahwa tebal lapisan tanah penutup 70 - 120 cm, berupa lempung
berwarna coklat kekuningan. Setelah itu di bagian bawahnya ditemukan fragmen
bijih besi berwarna hitam (magnetit, hematit) kadang-kadang sedikit kemerahan
(limonitik). Hasil analisa kimia menunjukkan kandungan (%) SiO2 : 5,27, Al2O3:
1,59, Fe tot : 63,20, Fe2O3 : 38,15, Fe3O4 : 50,30, FeS2: 0,15, CaO: 0,27, MgO:
2,02, TiO2 : 0,91, Ptot : 0,09, Stot: 0,08, H2O : 0,44, dan HD : 0,36.

Foto 6. Singkapan bijih besi di hulu S. Kabun Gadang


Dimensi Tubuh Bijih Besi Pandahan (Tubuh bijih I): panjang : 130 m, lebar : 60
m, atau luas bijih besi (ellipsoid) : 8.918 m2 tinggi dipermukaan : 21 meter .
Berdasarkan data hasil pengukuran geofisika groundmagnetik pada mineralisasi

41
bijih besi Tipe Skarn di daerah Air Abu, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten
Solok, kemenerusan bijih besi di bawah permukaan menerus sampai kedalaman
30 meter dibawah permukaan dan membentuk lensa diantara zona kontak
metasedimen dengan batuan granitik. Maka kemenerusan bijih besi di daerah Air
Manggis, Kabupaten Pasaman diperkirakan sampai kedalaman 30 meter dibawah
permukaan. Sehingga total tinggi bijih besi di asumsikan 51 meter.

Perhitungan Sumberdaya menggunakan model volume kerucut, sebagai berikut :


Volume = luas bidang ellipsoid bijih besi x 1/3 x total tinggi
= 8.918 x 1/3 x 51 = 151.606 m3
Berat jenis bijih besi 4 gr/ cm3 atau 4 ton/ m3, maka :
Sumberdaya hipotetik bijih besi I = volume x berat jenis
= 151.606 x 4 = 606. 424 ton
Dimensi tubuh bijih besi kabun Gadang (Tubuh bijih II) :
panjang = 323 m, lebar = 80 m, atau luas bijih besi (ellipsoid) = 26.970 m2
tinggi di permukaan = 35 meter dengan asumsi kemenerusan bijih besi sampai 30
meter dibawah permukaan, maka total tinggi t = 65 meter.
Perhitungan sumberdaya didekati dengan model volume kerucut, sebagai berikut :
Volume = luas bidang ellipsoid bijih besi x 1/3 tinggi total bijih
= 26.970 m2 x 1/3 65 = 584.350 m3
Berat jenis bijih besi 4 gr/ cm3 atau 4 ton/ m3, maka :
Sumberdaya hipotetik bijih besi II = volume x berat jenis
= 584.350 x 4 = 2.337.400 ton
Total sumberdaya bijih besi primer = sumberdaya besi I + sumberdaya Besi II
= 606. 424 ton + 2.337.400 ton = 2. 943.824 ton

Hasil perhitungan sumber daya di daerah Air Manggis, Nagari Air Manggis,
Kecamatan Lubuk Sikaping, tubuh bijih I dan II dengan jumlah sumber daya
hipotetik ± 2.943.824 ton .

B. Besi Deluvial
Besi deluvial dijumpai pada sebelah utara lereng hulu Sungai Kabun Gadang ,
dimensi bongkah bijih besi berukuran 4 m x 2,5 m tinggi 1,7 m, berupa besi

42
magnetit 75%, Hematit 10%, piritik dan limonitik 10%, magnetik rendah, agak
segar– lapuk sedang, prosentase bongkahan sekitar 40% (Foto 7).

Foto 7. Bijih besi deluvial lereng Bukit Pandahan


Dari singkapan bijih besi ini menunjukkan kadar ( %) sebagai berikut : SiO2 :
2,38, Al2O3 : 1,32, Fe tot : 52,4, Fe2O3 : 50,64, FeS2: 36,32, CaO: 2,86, MgO:
0,58, TiO2: 0,72., Ptot : 0,14, Stot: 19,37;.H2O : 0,06, dan HD : 16,81.

Pada lokasi lain ditemukan beberapa bongkah bijih besi dengan dimensi
bervariasi: panjang 80 cm 110 cm sampai dengan 5,8 meter dengan lebar 70 cm
sampai 2,5 meter, tinggi 80 cm sampai 3,80 m. Bongkah-bongkah ini tersebar di
daerah seluas 40 m x 30 m dengan prosentase bongkahan 50%. Komposisi bijih
besi berkisar 70% - 80% magnetit, hematit 15% - 20%, kloritik-epidotit 1 – 4 %.
Sumberdaya besi deluvial sebagai berikut :
Luas penyebaran besi deluvial = 16.270 m2 ; tebal diperkirakan = 10 meter,
prosentase besi deluvial berkisar 40%, maka volume besi deluvial :
Volume vesi deluvial = 16.270 x 10 x 40% = 65.080 m3
Berat jenis bijih besi 4 gr/ cm3 atau 4 ton/ m3, maka :

Sumberdaya besi deluvial = 65.080 x 4 = 260.320 ton


Total Sumberdaya hipotetik bijih besi (hipotetik ) = Sdm besi primer + Sdm besi
deluvial
= 2. 943.824 ton + 260.320 ton
= 3.204.144 ton .
43
Gambar 8. Peta geologi daerah Air Manggis, Kabupaten Pasaman

3.10. Jambak-Binjai

• Lokasi
Endapan bijih besi secara geografis terletak di kampung Jambak Jorong Binjai
Kanagiran Binjai, kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman. Sedangkan secara

44
geografis berada pada wilayah 0 2’38” – 0 4’11” LS dan 100 7’18” – 100 9’37”
BT. Lokasi endapan berada pada kawasan cagar alam (Gambar 7).
Kesampaian daerah dapat dicapai dari Padang dengan kendaraan roda empat
melalui dua jalur :
1. Padang - Pariaman – Manggopoh – Padang Sawah – Jorong Binjai dengan
jarak 146 km. Kemudian dilanjutkan dengan jalan setapak 5 km. Alternatif
lain bila adalah Padang Sawah – Simpang – Lubuk Sikaping dengan jarak
tempuh 20 km.
2. Padang – Bukittinggi – Lubuk Sikaping – Simpang – Padang Sawah dengan
jarak tempuh 195 km. Dari Padang Sawah ke lokasi menggunakan kendaraan
roda dua melalui jalan tanah campur batu.

• Geologi
Geologi daerah ini dapat dikelompokkan menjadi empat satuan yaitu satuan
batugamping, satuan lava andesit, satuan batuan intrusi granit dan satuan endapan
tak teruraikan. Litologi yang ditemukan didaerah ini meliputi andesit, granit,
granodiorit, batupasir dan batugamping. Kegiatan intrusi diperkirakan pada kala
Miosen.
Struktur geologi yang dijumpai berupa kekar-kekar. Di batang pariaman 50 m
sebelum air terjun pertama ditemukan kekar-kekar meniang dalam batuan intrusif.

• Karakteristik Bijih Besi dan Sumberdaya


Bijih besi yang terdapat di daerah ini berupa besi masif/primer dan bongkahan-
bongkahan sebagai endapan deluvial. Lokasi endapan bijih besi terdapat di Anak
Air Durian Data, Durian Pariang, Air Barameh, Air Simaung, Air Talau dan Air
Sarang Harimau. Mineral bijih besi didominasi oleh magnetit dengan sifat
kemagnetan sangat tinggi. Genesa bijih besi diduga sebagai akibat kontak
metasomatik antara batuan granit dengan batugamping yang menimbulkan
endapan tipe skarn.
Perhitungan potensi sumberdaya secara keseluruhan dari blok tersebut
menunjukkan sumberdaya tereka : 22.386.480 ton dengan kandungan besi
berkisar antara 52,50 – 67 % Fe total.

45
Kabupaten Tanah Datar

3.11. G. Batu Besi


Endapan bijih terletak di G. Batu Besi, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah
Datar, Sumatera Barat (Gambar 9). Endapan skarn terdapat pada metamorfik
kontak antara batugamping dan granit. Singkapan bijih besi sepanjang 15 meter
dengan perkiraan sumberdaya 10.000 ton dan kandungan Fe tot : 68%, Fe2O3 :
92,23%, FeO: 5,25%, Mn2O3: 0,88% dan SO3: 0,14% (Verbeek, 1883).
Sedangkan menurut J. Rainir Dhadar (1965) sumber daya terukur 305.435 ton
dengan kandungan Fe tot : 59,30%.

Gambar 9. Peta Lokasi Bijih besi Kabupaten Tanah Datar

Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung

3.12. Sungai Lasi


Endapan bijih terletak di S. Lasi, Ds. Subarang Sukam, Kecamatan Sijunjung,
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, Sumatera Barat atau 4 km sebelah tenggara
dari Silungkang. Lokasi endapan berada dalam kawasan hutan lindung. (Gambar
10).

Endapan bijih ditemukan dalam retas gabro pada batuan granit dengan batuan
samping berupa batugamping dari Formasi Kuantan berumur Permo-
Karbon.Singakapan bijih besi sepanjang 400m ditemukan di sungai Lasi berupa
46
segregasi magmatik. Gradasi dari batuan retas asli dan magnetic teramati dengan
jelas. Magnetit murni mengandung 70% Fe dan tidak ada Titan. Sumberdaya
hanya beberapa ratus ton dengan kandungan 30 -70% Fe (Verbeek, 1883).
Menurut J. Rhainir Dhadar (1965), diperkirakan sumberdaya terukur 147.800 ton
dengan kandungan Fe tot : 56,04%

Gambar 10. Peta Potensi Bijih Besi di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.

Kabupaten Dharmasraya

3.13. Bukit Lolo


Endapan bijih terletak di Bukit Lolo, Ds. Srimulyo, Kecamatan Situng, Kabupaten
Dharmasraya (Gambar 11). Endapan bijih besi berada pada batuan filit, serpih dan
batugamping yang merupakan bagian dari Formasi Kuantan berumur Permo-
Karbon. Bijih besi berupa magnetit dan hematit berasosiasi dengan tembaga.
Sumberdaya terunjuk sebesar 75.000 ton dengan kadar Fe : 58,59 %.

47
Gambar 11. Peta potensi bijih besi di Kabupaten Dharmasraya.

Kabupaten Mandailing Natal

3.14. Subun-Subun

• Lokasi
Lokasi endapan terletak di Subun-Subun, berjarak kurang lebih 5 Km sebelah
tenggara kota kecamatan Muara Sipongi, termasuk Kecamatan Kota Nopan,
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. (Gambar 12).

• Geologi
Litologi daerah ini disusun oleh batuan meta andesit, batu gamping dan batuan
klastika (konglomerat, batupasir dan batulanau). Batuan tersebut diatas pada
beberapa tempat diintrusi oleh batuan granitoid (granodiorit-diorit kuarsa)
menyebabkan mineralisasi tipe skarn, pengisian rekahan (fracture filling), dan
sulfida masif. Hasil pemeriksaan dengan X-Ray Microanalyzer menunjukkan
mineral skarn terdiri dari garnet dan klinopiroksen. Mineral skarn umumnya
tersebar dalam endapan tembaga dan magnetit (Finaudi, 1982 ).

• Karakteristik bijih dan sumber daya


Mineralisasi besi dijumpai dalam bentuk pengisian rekahan berupa urat kalkopirit
yang mengandung emas pada batuan meta andesit Muara Botung dan dalam

48
endapan batugamping Bukit Tanjung tipe skarn terdiri dari klinopiroksin, garnet
dan magnetit. Endapan magnetit skarn mengandung tembaga, emas dan perak.
Dari contoh magnetit menunjukkan kandungan < 0,1 g/t Au ; 0,3 g/t Ag dan
0,37% Cu. (MMAJ-JICA, 1985). Sumber daya bijih diperkirakan 113.000 ton .

Gambar 12. Peta Lokasi Bijih Besi Kabupaten Mandailing Natal, Sumut

4. KESIMPULAN DAN SARAN

• Pada umumnya tipe endapan bijih besi didalam cluster ini adalah tipe skarn
yang pembentukannya diakibatkan oleh proses kontak metasomatik.

• Bijih besi ditemukan sebagai endapan primer dan endapan deluvial.

• Terdapat beberapa lokasi endapan bijih besi yang dapat dilakukan survey
tinjau antara lain di Batu Bagendeng, Kabupaten Solok Selatan dan Batu Besi,
Kabupaten Tanah Datar. Lokasi lainnya adalah Air Abu, Air Dingin/Air Koto
dan Air Manggis.

DAFTAR PUSTAKA

..................., 2000. Identifikasi Potensi Tambang Kabupaten Solok, Propinsi


Sumatera Barat, Kanwil Dep. Pertambangan dan Energi , Propinsi
Sumatera Barat.

49
...................., 2001, Laporan Pemetaan Bahan Galian Kecamatan Payung
Sekaki, Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat, Dinas
Pertambangan dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Solok.
...................., 2002, Potensi Bahan Galian Propinsi Sumatera Barat, Dinas
Pertambangan dan Energi , Padang.
Bemmelen, R.W. van, 1949. The Geology of Indonesia vol. II Economic
Geology, Government Printing Office, The Hague.
Crow, M.J., et al, 199. The simplified Geology and known metaliferous Mineral
occurrences, Painan Quadrangle, BGS and DMR.
Hotma S., Iwan N., Affan T., 2005, Inventarisasi logam Besi di Kabupaten
Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Iwan N., Dedy T.S., 2003, Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di
Kabupaten Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Kusnama, 1993, Peta Geologi Lembar Sungai Penuh dan Ketahun, Sumatera,
skala 1 : 250.000, P3G, Bandung
Kusyono dan Harmanto, 1995. Laporan Penyelidikan Geologi dan Geokimia
Di Daerah Tapan Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir
Selatan, Provinsi Sumatera Barat, DSM, Bandung
Rosidi, H.M.D, Tjokrosaputro and Pendowo, B. 1976, Geologic map of the
Painan and Northeastern of the Muara Siberut Quadrangle,
Sumatera, GSI, Bandung
Silitonga, P.H, dan Kastowo, 1975, Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera,
Direktorat Geologi, Bandung
Soleh, A dan Sumartono, 1994. Hasil Penyelidikan Geokimia Regional Contoh
Endapan Sungai Dari Lembar Solok (0815), Sumatera Selatan,
DSM, Bandung
Sumartono dkk., 1993, Pembahasan Hasil Penyelidikan Semi Detail
Konsentrat dulang dan Sedimen Sungai Aktif Daerah Bk. Kapas,
Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat, DSM,
Bandung.

50
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (III) JAMBI-SUMATERA SELATAN

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Salah satu dari busur magma plutonik-vulkanik yang melalui Sumatera bagian
tengah termasuk Jambi adalah Busur Sunda – Banda dan Busur Sumatera –
Meratus berumur Kapur Tengah – Akhir yang merupakan busur benua meluas
sepanjang ujung selatan daratan Sunda yaitu dari Sumatera Utara menerus ke
Jawa Barat – Kalimantan Selatan hingga ke Kalimantan Timur. Busur ini
mempunyai batuan dasar ofiolit dan sekis Pra Tersier. Mineral logam yang
dijumpai terutama bijih besi, emas dan tembaga.

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Sumatera bagian


tengah termasuk daerah tropis dengan karakteristik temperatur tertinggi 32°C,
kelembapan tinggi, dan curah hujan tinggi. Pada dataran rendah merupakan
pemukiman penduduk, mata pencarian umumnya sebagai petani, pedagang,
berkebun sedangkan yang tinggal di tepi pantai sebagai nelayan. Pola aliran
sungai pada umumnya memperlihatkan pola rectangular, di dataran rendah
berkembang pola aliran radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada tahun 1917, Dieckman menyelidiki mineralisasi bijih pada zona kontak
di daerah Bukit Raja, Sumatera Selatan.
• Pada tahun 1949, RW van Bemmelen mendeskripsi dan menyusun geologi
dan sumberdaya mineral Pulau Sumatera yang dipublikasikan dalam “The
Geology of Indonesia Vol II Economic Geology.
• Tahun 1971 J.A. Katili dan F. Hehuwat, mempelajari keterdapatan sesar
transcurrent di Pulau Sumatera.
• Pada tahun 1971 PT. Kennecot Indonesia, melakukan penyelidikan geologi
regional (reconnaissance) pada blok 10 dan 11, Sumatera
• Pada tahun 1977, H.M.D. Rosidi, dkk melakukan pemetaan geologi lembar
Sarolangun.
• Pada tahun 1983, J.R. Tampubolon melakukan penyelidikan Propeksi Logam
Mulia dan Logam dasar di daerah Rawas Ulu, Sumatera Selatan
• Pada tahun 1984 Nana Suwarna dan Suharsono melakukan pemetaan Geologi
lembar Surulangun..
• Pada tahun 1984, Yan S. Manurung, dkk., menyelidiki geologi dan geokimia
regional serta pendulangan daerah S. Limun, S. Maleko dan S. Batang Asai
Kabupaten Sarko, Jambi.
• Pada tahun 1986, JICA melakukan penyelidikan mineral logam di daerah
Sumatera Selatan .
• Pada tahun 1998, Pusat Penelitian Teknologi Mineral melakukan inventarisasi
Potensi Mineral di Provinsi Jambi
• Tahun 2005, Iwan Nursahan, dkk., melakukan inventarisasi mineral logam
besi di daerah Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi


Secara umum mineralisasi bijih besi yang terdapat didalam kluster ini terdiri dari
tiga tipe yaitu tipe skarn, konkresi yang terdiri dari magnetit dan besi deluvial.
Bijih Besi tipe skarn ditandai dengan terbentuknya mineral garnet dalam zona
kontak metasomorfik yang bijih besinya terdiri dari magnetit-hematit.

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara tektonik Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat adanya interaksi


tumbukan antara lempeng Samudera Hindia atau Indian-Australia Oceanic Crust
dengan lempeng Benua Asia Asia Continental Crust (Katili, 1980). Kerak
kontinen di Sumatera tebal dan berumur tua, terdiri atas Busur Vulkanik berumur
Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973b). Batuan magmatik terbentuk diatas zona
benioff, pada umumnya bersifat silisik dan intermedier. Endapan ignimbrit besar
terjadi di pulau ini. Pulau Sumatera juga merupakan bagian dari Busur Sunda
Banda atau Sunda – Banda Arc (Katili, 1980) suatu rangkaian busur magmatik
yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Flores.

Secara umum umum geologi disusun oleh beberapa batuan yang dapat
dikelompokan sebagai berikut :

52
• Kelompok batuan malihan dan meta sedimen terdiri dari: Formasi Terantam ,
Formasi Ngaol, Batugamping meta, Formasi Palepat, Formasi Asai, dan
Formasi Peneta yang berumur Karbon – Kapur.
• Kelompok Batuan Intrusi terdiri dari: Batuan ultramafik serpentinit berumur
Perm, andesitik-basaltik dan diabas berumur Permo – Trias, granodiorit
berumur Trias – Jura, diorit – granit dan pegmatit berumur Jura, granit
berumur Jura, granit berumur Kapur, dan batuan intrusi berumur Miosen
berkomposisi andesitik – basaltik sampai dasitik.
• Kelompok batuan vulkanik terdiri dari: batuan vulkanik Pra Tersier (Formasi
Bandan berumur Trias), batuan vulkanik Oligo – Miosen (terdiri dari Formasi
Hulu Simpang dan Formasi Bal), batuan vulkanik berumur Pliosen – Plestosen
(terdiri dari batuan gunungapi tak teruraikan , Formasi Kasai dan batuan
vulkanik Plestosen – Holosen (terdiri dari: batuan gunungapi tak terpisahkan,
batuan gunungapi asam tak terpisahkan , dan batuan vulkanik tufa breksi ).
• Kelompok Batuan Sedimen dan Endapan Permukaan terdiri dari: batuan
sedimen Pra Tersier, yaitu Formasi Mengkarang, Formasi Tabir, Anggota
Batugamping Formasi Peneta, Batuan sedimen Turbidit Formasi Rawas ;
Batuan Sedimen Tersier (Oligosen – Miosen – Pliosen), yaitu Formasi
Papanbelupang, Formasi Gumai, Formasi Airbenakat, Formasi Kasiro,
Formasi Muaraenim dan endapan aluvium dan aluvium pantai .

Struktur geologi utama di daerah penyelidikan secara regional dipergaruhi oleh


Zona Sesar Sumatera (Semangko) berupa sesar geser menganan dan sesar normal
yang berarah baratlaut-tenggara. Selain itu adanya zona Sesar Semangko ini
mengakibatkan terbentuknya lipatan-lipatan antiklin dan sinklin serta strike- dip
yang berarah relatif baratlaut-tenggara dan sesar-sesar geser atau sesar normal
minor yang berarah timurlaut-baratdaya dan sedikit yang berarah relatif utara-
selatan.

Sesar-sesar utama yang berkembang di daerah ini terdiri dari: sesar normal dan
sesar mendatar/geser menganan yang umumnya berarah baratlaut – tenggara
(searah dengan Sesar Semangko). Sesar-sesar ini berhubungan dengan
pembentukan batuan intrusi Mesozoikum. Sedangkan beberapa sesar normal yang
berarah relatif barat – timur dan timurlaut-baratdaya, diduga erat kaitannya
53
dengan intrusi granitik, granodiorit dan diorit Tersier dan pembentukan batuan
metasedimen Mesozoikum. Sesar-sesar tersebut sesar ini diperkirakan sebagai
pengontrol jalannya larutan hidrotermal yang membentuk mineralisasi emas,
logam dasar dan bijih besi di daerah ini.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Kabupaten Merangin

Di daerah ini terdapat dua lokasi endapan bijih besi yaitu di Nalo Gedang dan
Talang Kepanjang. Kedua lokasi tersebut berada di luar wilayah hutan konservasi
(Gambar 1)

3.1. Nalo Gedang

• Lokasi
Lokasi endapan bijih besi terletak di daerah Nalo Gedang, Kecamatan Bangko,
Kabupaten Merangin. Secara geografis terletak pada koordinat 173895 mT dan
9776597 mU (Gambar 1).

• Geologi
Stratigrafi daerah penyelidikan tersusun atas 3 (tiga) satuan batuan dari yang
berumur tua – muda, yaitu : (Gambar 2).
1. Satuan Batuan Meta Lava Formasi Palepat
2. Satuan Batuan Tufa Lithik Formasi Palepat
3. Satuan Granodiorit

¾ Satuan Batuan Meta Lava Formasi Palepat


Satuan ini terdiri dari lava andesit-dasit, breksi gunung api, berselingan dengan
batulanau, batupasir batulempung dan batugamping, umumnya terubah dan
termalihkan. Sebaran litologi ini sekitar 40 % luas daerah penyelidikan,

Lava andesit, kehijauan, tekstur afanitik-porfiritik, terkekarkan, umumnya


termalihkan, kadang-kadang terpiritkan, tersingkap di hulu S. Luro , Sungai Batu,
Sungai Lontar dan perbukitan Melipun di lembah hulu Sungai Pantai.

54
Breksi gunungapi, hitam – kelabu muda, terdiri dari komponen lava andesit-dasit,
menyudut-menyudut tanggung, berukuran 3 – 15 cm, dalam massa dasar pasiran
tufaan yang terkersikkan, terkekarkan kuat tersingkap di Sungai Lontar.

Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Merangin


¾ Satuan Batuan Tufa Lithik Formasi Palepat
Satuan ini terdiri dari tufa lithik, dasitik-andesitik, kelabu kehijauan, kekuningan,
terkersikkan dan terpotong oleh urat-urat kecil kuarsa, setempat pecahan
membulat tanggung 0,1 – 1,5 mm dalam massa dasar gelas lempung. Penyebaran
satuan tufa ini sekitar 55% luas daerah penyelidikan, yaitu tersebar meluas dari
barat ke timur Desa Baru Nalo – Nalo Gedang atau sepanjang Sungai Tantan dan
lereng-lereng bukit Melipun.

55
Kedua satuan batuan diatas berdasarkan ciri litologinya dapat disetarakan dengan
Formasi Palepat (Anggota Lava Meta dan Anggota Tufa) yang berumur Perm.

¾ Satuan Granodiorit
Satuan ini tersingkap di hulu Sungai Batu dan anak cabangnya. Terdiri dari
granodiorit biotit – granit biotit, putih kelabu, berbutir sedang- kasar, setempat
porfiritik, lapuk sedang – sangat lapuk, umumnya terkloritkan sampai
terkaolinisasi tersingkap di sepanjang hulu Sungai Batu .

Satuan ini menurut Nana Suwarna, 1992, berumur Trias akhir sampai Jura
berdasarkan penentuan umur Rb/Sr berkisar antara 200 + 10 juta tahun yang lalu.
Satuan granodiorit ini dikenal sebagai Granodiorit Tantan yang menerobos Satuan
Tufa dan Lava Formasi Palepat yang berumur Perm.

Gejala struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri dari : kekar dan
sesar. Kekar terbentuk baik pada batuan granodiorit maupun pada lava andesitik
dan breksi lava andesit, yang berarah timurlaut-baratdaya sampai baratlaut-
tenggara. Sesar terbentuk pada kontak antara granodiorit dengan meta lava
andesitik, yang terbentuk di sepanjang Sungai Batu, berarah relatif utara-selatan
dan ditafsirkan berupa sesar turun.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Mineralisasi bijih besi di daerah ini dapat dibagi menjadi 2 jenis , yaitu berupa:
1. Konkresi – konkresi bijih besi
2. Bijih besi deluvial/koluvial

1. Konkresi - konkresi Bijih Besi


Indikasi mineralisasi bijih besi ini ditandai dengan ditemukan bongkahan konkresi
besi magnetit-hematit, tersebar setempat-setempat yang diduga terbentuk oleh
proses oksidasi dari batuan tufa lithik andesitik-dasitik di hulu Sungai Pantai
(Foto 1). Konkresi besi, coklat kemerahan, lunak – agak kompak, berukuran 5 cm
– 12 cm, low magnetic.

Selain itu juga ditemukan nodul-nodul bijih besi magnetit yang terakumulasi di
bukit Melipun. Konkresi bijih besi magnetit, hematite, abu-abu kehitaman,
kecoklatan, menyudut tanggung – membundar tanggung, ukuran butir 4 – 15 cm,

56
medium-high magnetic. Luas penyebaran akumulasi konkresi bijih besi ini sekitar
50 m x 20 m. Dari paritan tampak nodul-nodul ini terdapat diantara lanau
lempungan limonitik pada kedalaman 10 – 20 cm sampai kedalaman 85 atau tebal
60 -65 cm. Kandungan besi beberapa conto berkisar Fetotal : 54,74 % – 59,24%,
Fe2O3 : 50,24% - 53,59% dan Fe3O4 : 25,22% – 62,60%. Konkresi bijih besi ini
diduga terbentuk oleh proses oksidasi residual dari batuan tufa lithik andesitik-
dasitik.

2. Bijih besi deluvial/koluvial


Bijih besi ini ditandai dengan ditemukannya kumpulan bongkah-bongkah bijih
besi, merah kehitaman, keabu-abuan, kecoklatan, magnetit 50-60 %, hematit 40-
50%, urat kuarsa, berpori-pori, ukuran bongkah 1 - 4 m tinggi 1 - 3 m, high
magnetic, dengan kandungan besi berkisar Fe total : 59,59 % - 68,60%, Fe2O3 :
51,60% - 96,58% dan Fe3O4 : 0,28% – 33,83% ditemukan sepanjang 150 m di
Sungai Batu. Penyebaran bongkah-bongkah bijih besi ini menerus secara
setempat-setempat kearah hulu Sungai Batu dan S. Luro , sepanjang 400 meter ke
arah utara, lebar bongkah-bongkah besi ini berukuran 0,5 – 2,0 m.

Foto 1. Konkresi-konkresi magnetit dan hematit di S. Pantai

57
Foto 2. Bongkah-bongkah bijih besi deluvial di Sungai Batu sepanjang 150 m

Pada lokasi ini (koordinat 173.895 mT; 9.776.597 mU) ditemukan bongkah bijih
besi abu-abu kecoklatan, kemerahan, dimensi 6 m x 3 m, 5 m x 4 m, magnetit
50%, hematit 40-50%, medium - high magnetic, setempat piritik .

Singkapan bijih besi di daerah ini ditemukan pada alur kecil kering sepanjang 80
m ke arah timur, berupa lantai bongkah bijih besi yang ditafsirkan sebagai
singkapan (?). Bijih besi magnetit, merah kehitaman, keabu-abuan, kecoklatan,
magnetit 50%, hematit 40-50%, urat kuarsa, ukuran 0,5 – 1 meter, high magnetic
dan kandungan besi, Fetotal : 67,55% dan Fe2O3 : 96,58%. Berdasarkan asosiasi
batuan samping (tufa dan meta lava); batuan intrusi (granodiorit), maka
ditafsirkan mineralisasi bijih besi di daerah ini merupakan tipe kontak malihan
yang terbentuk dari kontak batuan granodiorit dengan tufa litik.

Perhitungan sumberdaya ini didasarkan luas penyebaran bijih besi deluvial dan
ketebalannya atau beda tinggi di permukaan.
- Dimensi besi deluvial luas area + 800 x 400 m
- Beda tinggi besi deluvial 10 m
- Prosentase bongkah deluvial 10% luas area
- Berat Jenis ( BD ) : 4 ton/m3
- Sumberdaya Hipotetik = 800 x 400x 10% x 10x 4

58
= 3.200.000 x 10% x 4
= 320.000 x 4
= 1.280.000 ton

Gambar 2. Peta geologi daerah Nalo Gedang, Kabupaten Merangin

3.2. Talang Kepanjang


Indikasi bijih besi ditemukan di daerah Talang Kepanjang, Kecamatan Jangkat,
Kabupaten Merangin (Gambar 1). Endapan berupa urat sepanjang 2 m
mengandung magnetite, dalam batuan tufa porfir dan batugamping serta
ditemukan pula bijih titan, urat kalkopirit dan setempat malakit dan azurite.

Kabupaten Sarolangun

Di daerah ini terdapat tiga lokasi endapan bijih besi yaitu di Catuapi- Berkun, S.
Melinau, Empanjang. Di lokasi S. Melinau termasuk dalam wilayah hutan lindung
(Gambar 3).

59
3.3. S. Catuapi, Berkun.

• Lokasi
Endapan bijih besi terletak di daerah S. Catuapi, Berkun, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Secara geografis terletak pada koordinat
226060mT, 9704013 mU (Gambar 3).

• Geologi
Stratigrafi daerah ini disusun oleh 3 (tiga) satuan batuan, yaitu : (Gambar 4)
1. Satuan Batuan Malihan Formasi Peneta
2. Satuan Batugamping Meta Anggota Mersip Fm. Peneta
3. Satuan Granodiorit

¾ Satuan Batuan Malihan Formasi Peneta


Satuan ini terdiri atas batusabak, filit, batulanau dan serpih. Batusabak berwarna
abu-abu tua, padat, berlapis halus dan perlapisan asal tetap terlihat, belahan
berarah baratlaut-tenggara, terdapat pertumbuhan mika, setempat mengandung
urat kuarsa, pirit spotted dan setempat gampingan.

Filit, abu-abu keputihan, kekuningan-kecoklatan, sekistose, berfoliasi dengan


kedudukan N 120°E/45°, terdapat pertumbuhan mika yang lebih jelas dari
batusabak, tersingkap di hulu Sungai Kunyit. Batulanau, lempungan, coklat
keabu-abuan kemerahan, setempat tergerus, terkersikkan, berlapis kedudukan N
130°E/75°, tersingkap di Sungai Kutur. Serpih berwarna abu-abu tua setempat
mendaun, mengandung sedikit pirit. Berdasarkan ciri litologinya satuan ini dapat
disetarakan dengan satuan batuan malihan Formasi Peneta yang berumur Jura –
Kapur (Nana Suwarna, 1992).

60
Gambar 3. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Sarolangun

¾ Satuan Batugamping Meta Anggota Mersip Fm. Peneta


Satuan ini terdiri atas batugamping meta dengan sisipan serpih gampingan.
Batugamping meta ditemukan dilapangan kontak dengan batuan granodiorit,
sisipan perlapisan bijih besi, tersingkap di lereng timur hulu Sungai Catuapi.
Batugamping, setempat sebagai marmer, kelabu-kelabu muda, terkekarkan kuat,
mengandung koral. Urat halus kuarsa dan kalsit sejajar perdaunan baratlaut-
tenggara. Serpih, gampingan, kelabu, kecoklatan, tufaan, terkekarkan kuat.
Berdasarkan ciri litologinya satuan ini dapat disetarakan dengan Anggota Mersip
Formasi Peneta yang berumur Jura – Kapur (Nana Suwarna, 1992).

¾ Satuan Batuan Granodiorit


Satuan ini terdiri atas granodiorit sampai granit. Granodiorit, kelabu, keputihan,
berbutir sedang –kasar, hipidiomorfik, equigranular, tekstur granitoid, biotitik,
kompak. Granit, putih-kelabu, kecoklatan, mengandung mineral biotit berbutir
sedang-kasar, kuarsa, felspar, kompak, beberapa ditemukan agak lapuk-lapuk
sedang, mengandung mineral horblenda (hijau kelabu), tersingkap di hulu Sungai
Kutur, kedudukan N 250°/55°.

Satuan ini menurut Nana Suwarna, 1992 dikenal sebagai Granit Arai yang
menerobos Batuan malihan Formasi Peneta dan Anggota Mersip yang ditafsirkan
61
berumur Kapur Akhir. Penafsiran umur Kapur Akhir ini didasarkan pada posisi
secara regional dan strukturnya Granit Arai yang merupakan bagian dari siklus
pluton yang terdapat di Jajaran Pengunungan Barisan yang berumur berkisar
antara 115 – 82 juta tahun.

• Karakteristik Bijih dan Sumber Daya


Indikasi mineralisasi bijih besi di daerah ini ditandai dengan ditemukannya
bongkah-bongkah bijih besi di hulu Sungai Catuapi pada koordinat 226060mT
dan 9704013 mU (Gambar 4). Bongkah besi ini berwarna coklat kemerahan,
keabu-abuan, berupa magnetit (40%), hematit (60%), diameter berkisar 10 – 15
cm, menyudut–menyudut tanggung, lapuk sedang, low magnetic, luas 20m x 1,5
m, dengan prosentase 25% luas area (Foto 3). Setempat ditemukan bongkah bijih
besi magnetit, terpiritkan .

Selain itu juga ditemukan bongkah-bongkah bijih besi di hulu Sungai Ubah,
berupa besi, abu-abu, kecoklatan kemerahan, magnetit (55%), hematit (35%),
limonitik (10%), diameter 20 cm – 30 cm, membundar tanggung – menyudut
tanggung, medium – high magnetic ( koordinat 226224mT, 970 3912 mU).
Analisis kimia dari conto bijih besi di daerah ini menunjukkan Fetotal : 45,04% -
56,12% dan Fe2O3 : 64,39% - 80,24%.

Singkapan bijih besi di daerah ini ditemukan pada kontak batuan batugamping
meta dengan granodiorit. Bijih besi ini terbentuk merupakan sisipan diantara
batuan granodiorit dengan batuan meta batugamping, dengan dimensi panjang 6,5
m , lebar 2 m, tinggi 3,8 meter. Lapisan bijih besi ini terdapat mulai ketinggian
1,85 – 2,80 m, yang berupa perselingan lapisan bijih besi magnetit, hematit,
siderit ( ?) dengan besi magnetit bercampur metasedimen/meta batugamping, low
magnetic – medium magnetic. Analisis kimia dari conto-conto diatas
menunjukkan kadar besi berkisar dari Fetotal : 6,53 % - 27,5%, Fe2O3 : 5,14% -
34,45% dan Fe3O4 : 0,43% – 13,58%.

Mineralisasi bijih besi ini merupakan tipe metasomatik/Skarn yang terbentuk


akibat intrusi batuan granitik pada batuan karbonat batugamping meta. Proses
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya rekristalisasi, alterasi, mineralisasi dan

62
penggantian (replacement), khususnya di sekitar zona intrusi tersebut, sehingga
terbentuk mineralisasi bijih besi dan mineral skarn (seperti : klorit-epidotik).

Channel
sampling

Foto 3. Singkapan bijih besi perselingan dengan meta sedimen/meta gamping


(?), dan kenampakan pengambilan conto metoda channel
Singkapan ini ditafsirkan menerus sepanjang 25 m dengan ditemukannya
singkapan bijih besi kontak dengan granodiorit berupa bijih besi, coklat keabu-
abuan, magnetit, hematit, siderit(?), high-medium magnetic, terdapat kontak
granodiorit dengan metasedimen (koordinat 226096 mT, 9703926 mU).
Mineralisasi bijih besi ini ditafsirkan merupakan tipe metasomatik/skarn yang
terbentuk oleh kontak granodiorit dengan metasedimen atau batugamping meta

Selain itu juga ditemukan besi laterit yang ditemukan pada bagian hilir Sungai
Catuapi (koordinat 225987 mT; 9704078 mU dan 225987 mT; 9704078 mU),
berupa bongkah insitu bijih besi, coklat kemerahan-keabu-abuan, panjang 20 m x
tebal 1,5 m, lebar 1 m, komposisi, hematit 50-60%, magnetit 30-40%, limonit
20%, medium magnetic. Tipe cebakan bijih besi ini ditafsirkan merupakan tipe

63
besi oksidasi residual yang terbentuk sebagai pelapukan/residual dari batuan
granodiorit

Perhitungan sumberdaya ini didasarkan luas penyebaran bijih besi dipermukaan


dan ketebalannya dari hasil pemetaan di lapangan.
1. Bijih besi hulu Sungai Catuapi
Dimensi singkapan bijih besi : Panjang bijih besi ini 30 m; lebar 2 meter,
tebal 1,3 meter
Sumberdaya hipotetik = 30 x 2 x 1,3 x BD
Asumsi berat jenis (BD) = 4 ton/m3
Sumberdaya hipotetik = 30 x 2 x 1,3 x 4 = 312 ton
2. Bijih besi residual oksidasi S. Catuapi
Dimensi bijih besi : panjang 50 m; lebar 5 m, tebal 2 m
Sumberdaya hipotetik = 50 x 5 x 2 x BD
Asumsi berat jenis (BD) = 4 ton/m3
Sumberdaya hipotetik = 50 x 5 x 2 x 4 = 2.000 ton

Tipe cebakan bijih besi ini ditafsirkan merupakan tipe besi oksidasi residual yang
terbentuk sebagai pelapukan/residual dari batugamping yang digantikan atau
replacement oleh mineral besi selama proses pelapukan.

Gambar 4. Peta Geologi Daerah S. Catuapi


64
3.4. Sungai Melinau
Indikasi endapan bijih besi ditemukan sebagai indikasi yaitu berupa urat
mengandung hematit dalam kuarsit, ditemukan sepanjang 200 m, lebar 1,5 - 5
meter di hulu S. Melinau, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun (Gambar 3).
Lokasi endapan bijih termasuk dalam kawasan hutan lindung.

3.5. Empanjang
Indikasi bijih besi ditemukan di daerah Empanjang, Kecamatan Batang Asai,
Kabupaten Merangin (Gambar 3). Endapan berupa urat mengandung hematite-
kalsedon lebar 0,3 -0,6 m.

Kabupaten Bungo
Di daerah ini indikasi endapan bijih terdapat tiga lokasi yaitu di Tambang Lasi,
Sungai batu dan Sungai Sumai. Lokasi endapan di Sungai Sumai termasuk dalam
kawasan hutan lindung (Gambar 5).

3.6. Sungai Sumai


Indikasi endapan besi ditemukan 38 km disebelah baratdaya Muara Bungo. Secara
administratif termasuk dalam kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo
(Gambar 5). Indikasi berupa bongkah-bongkah batuan konglomerat kuarsa yang
termalihkan kuat dengan kandungan hematit berbentuk jaring yang tidak
beraturan. Lokasi ini termasuk dalam kawasan hutan lindung.

3.7. Sungai Batu (Ulu Kolam)


Indikasi endapan bijih besi termasuk dalam Kecamatan Rantau Pandan,
Kabupaten Bungo (Gambar 5). Indikasi berupa bongkah magnetit dari kontak
metasomatik dengan kandungan Fe : 67,72 %.

3.8. Tambang Lasi


Indikasi lokasi endapan bijih besi termasuk dalam Kecamatan Rantau Pandan,
Kabupaten Bungo (Gambar 5). Bijih besi mempunyai kandungan Fe : 18,23 %.

65
Gambar 5. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Bungo.

Kabupaten Musi Rawas

Di daerah ini terdapat dua lokasi endapan bijih besi yaitu di Bukit Raya dan
Sungai Betung. (Gambar 6).

3.9. Bukit Raya

• Lokasi
Endapan bijih besi terletak di Bukit Raya, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten
Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Secara Geografis terletak pada koordinat

102033’0” BT dan 2038,00” LS (Gambar 6).

• Geologi
Geologi daerah ini disusun oleh batuan sabak dari Formasi Rawas dan intrusi
granit. Dalam kontak metamorfik muncul batuan mengandung garnet yang
memotong granit.

• Karakteristik Bijih Besi dan Cadangan


Bukit Raja: Hasil penyelidikan JICA(1988) menunjukkan adanya dua tipe
mineralisasi di daerah ini yaitu skarns dan disiminasi sulfida. Tipe mineralisasi
skarn terdiri bijih besi magnetit dan hematit yang nampak dalam singkapan batuan
66
kontak antara batuan granit dan metasedimen yang berumur mesozoik tersingkap
sepanjang 15-20 m dan lebar5 –10 m. Nampak sulfida pirit dan pirhotit.

Disiminasi sulfida terdapat di hulu Sungai Menalu, pada bagian pinggir dari tubuh
intrusi terdapat kalkopirit, pirit, sphalerit, galena, molibdenit dan veinlet kuarsa
yang berasosiasi dengan ubahan silisifikasi dan granit.

Mineralisasi bijih besi yang terdapat di daerah ini merupakan tipe skarn pada zona
kontak batuan granitik dengan batusabak. Dalam satu terowongan terlihat bijih
besi tipe skarn ditandai dengan terbentuknya mineral garnet dalam zona kontak
metasomatik dengan vuggy kecil yang terdiri dari magnetit-hematit.Mineral logam
lainnya yang teramati adalah pirit dan pirhotit Selain itu dijumpai juga endapan
bijih besi eluvial yang berupa blok-blok tersebar pada punggungan di daerah ini.
Berdasarkan prospeksi menunjukkan sumberdaya tereka 275.000 ton dengan
rincian masing-masing bijih besi primer 75.000 ton dan bijih besi eluvial 200.000
ton dengan kadar FeO : 70,70% ( Van Bemmelen, 1949 )

Gambar 6. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Musi Rawas.

3.10. Betung

Indikasi bijih besi ditemukan di Sungai Betung yang termasuk dalam Kecamatan
Pulau Kidak, Kabupaten Musi Rawas (Gambar 6). Indikasi berupa spekularit
(hematit) Skarn dan spekularit-limonit dan bongkah magnetit dan bongkah
67
magnetit - tembaga oksida. Lokasi lainnya adalah di S. Pedang, S. Menalu dan S.
Pangi. Sedangkan di Sungai Pedang ditemukan bongkah hematit skarn yang
merupakan runtuhan dari bekas tambang. Di daerah Sungai Menalu ditemukan
urat kuarsa dan epidot tipe skarn (mengandung magnetit-hematit). Mineral sulfida
tersebar terdapat di hulu Sungai Menalu, pada bagian pinggir dari tubuh intrusi
terdapat kalkopirit, pirit, sphalerit, galena, molibdenit dan veinlet kuarsa yang
berasosiasi dengan ubahan silisifikasi dan granit. Bijih besi ditemukan pula di
Sungai Pangi berupa bijih besi tipe skarn dalam urat lebar 15 cm

Kabupaten Lahat

3.11. S. Lingsing

Indikasi endapan bijih besi berlokasi kurang lebih 32 km sebelah baratdaya Lahat
terdapat di hulu Sungai Lingsing. Sesara administratif termasuk dalam kecamatan
Jarai, Kabupaten Lahat. Bijih besi ditemukan dalam batuan serpih napalan
berumur Kapur. Dalam batuan ini mengandung impregnasi mineral pirit pada
kontak dengan batuan eruptif basa. Didaerah Pegunungan Gumai terdapat urat
pada daerah kontak antara granit dan batuan efusiv. Bongkah-bongkah magnetit
bijih besi coklat dengan pirit ditemukan yang diduga berasal daru urat tersebut
(Gambar 7).

Kabupaten Ogan Hilir

3.12. Talang Seleman

Indikasi bijih besi dijumpai di Talang Seleman, Kecamatan Tanjung Batu,


kabupaten Ogan Hilir (Gambar 8). Tidak ada data yang lebih rinci keterdapatan
bijih besi ini.

68
Gambar 7. Peta Lokasi Bijih besi di Kabupaten Lahat

Gambar 8. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Ogan Hilir.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Bijih besi di daerah ini dapat dikatakan berupa bijih besi primer hasil proses
kontak metasomastik, konkresi magnetit dan hematit dalam batuan gunung api
dan bijih besi deluvial hasil rombakan dari besi primer. Diperlukan beberapa
survey tinjau di Bukit Raya, Kabupaten Musi Rawas dan survey lanjut di Nalo
69
Gedang, Kabupaten Merangin. Kegiatan lapangan yang dimaksud merupakan
pemetaan geologi lebih rinci, pembuatan sumur uji dan pengukuran geofisika.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R. W. Van, 1949. The Geology of Indonesia Vol. II, Martinus


Nijhoff the Hague.
Bambang P., Bambang S. dan Dwi Nugroho S., 2004. Peluang Pemanfaatan
Bijih Besi Indonesia, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung
Hamilton, W., 1979.Tectonics of the Indonesian Region, USGS.
H.M.D. Rosidi, S.Tjokrosapoetro, dkk, 1996. Peta geologi Lembar Painan dan
bagian timurlaut Lembar Muarasibereut, Sumatera, Skala 1: 250.000,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Iwan N., Hotma S., Afan T., 2005. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam
di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun, Jambi,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
JICA (Japan International Cooperation Agency), 1986. Report On The
Cooperative Mineral Exploration Of South Sumatera, phase I.
Ministry of Mines and Energy, Republic of Indonesia; and Metal Mining
Agency of Japan.
Kusnama, R. Pardede, S. Andi Mangga & Sidarto, 1992. Peta geologi lembar
Sungai Penuh dan Ketaun, Su,atera, Skala 1: 250.000, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
M.J. Crow, W.J. Mc Court dan Harmanto, 1994. Geokimia Bersistem Lembar
Sarolangun, Sumatera, Skala 1 : 250.000, Direktorat Sumber Daya
Mineral, Bandung.
Nana Suwarna, Suharsono, S. Gafoer, T.C. Amin, Kusmana dan B.Hermanto,
1992. Peta Geologi lembar Sarolangun, Sumatera, Skala 1: 250.000,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Permadi .A., 1998. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Mineral di Prop. Jambi,
PPTM, Bandung.
Soetjiptono Merwito, R, 1985, Penyelidikan Bahan Galian di Sarolangun –
Bangko dan sekitarnya, Kabupaten Sarko, Provinsi Jambi, Kanwil
Pertambangan dan Energi, Sumbar-Padang.
Tim Geologi, 1992. Laporan Survai Sumberdaya Mineral Lanjutan di Prop.
Jambi, Kanwil Pertambangan dan Energi, Sumbar-Padang.
T.O. Simandjuntak, T. Budhitrisna, dkk, 1994. Peta geologi lembar Muaro
Bungo, Sumatera, Skala 1: 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.

70
Widasaputra, S, 1985. Ciri mineralisasi emas dan logam dasar di Batang Asai
Jambi dan Pulau Kidak, Sumatera Selatan, Direktorat Sumberdaya
Mineral, Bandung.

71
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER ( IV ) RIAU-BANGKA BELITUNG

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum


Daerah Pulau Bangka-Belitung dikenal sebagai penghasil timah di Indonesia.
Keberaadaan pulau ini merupakan rangkaian kepulauan Bangka-Belitung dan
Riau Kepulauan yang merupakan jalur mineralisasi timah dunia yang memanjang
dari semenanjung Thailand – Malaysia – Indonesia.

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Sumatera bagian


timur termasuk daerah tropis dengan karakteristik temperatur tertinggi 32°C,
kelembapan tinggi, dan curah hujan tertinggi sebesar 316 mm. Pada dataran
rendah merupakan pemukiman penduduk, mata pencarian umumnya sebagai
petani, pedagang, berkebun sedangkan yang tinggal di tepi pantai sebagai nelayan.
Pola aliran sungai pada umumnya memperlihatkan pola rectangular, di dataran
rendah berkembang pola aliran radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Tahun 1906 -1942 pada era Belanda sebuah perusahaan Billiton Company
telah memproduksi logam timah sebanyak 24.000 ton
• Tahun 1970, BHP telah melakukan eksplorasi tidak hanya untuk logam timah
tetapi juga untuk endapan logam seng/lead/perak seperti yang dilakukan di
Kelapa Kampit. Dalam kegiatan eksplorasi ini termasuk juga aeromagnetic
survey.
• Tahun 1975, BHP membuka kembali pertambangan di Kelapa Kampit
• Tahun 1980 (?) Direktorat Geologi melakukan penyelidikan geologi di Pulau
Singkap dan kepulauan sekitarnya.
• Tahun 1985 – 1989 kegiatan produksi dialihkan ke perusahaan Preussag dari
Jerman yang kemudian diberikan kepada perusahaan swasta nasional sampai
1991.
• Tahun 1999 PT. Heralds resources mulai melakukan kegiatan eksplorasi yang
meliputi pembuatan paritan dan pemboran.

72
• Tahun 2001 PT. Herals Resources membuat kerjsama dengan Diadem
Resources dan PT. Andriant Trading Engineering untuk mengambil saham
70% dalam Kelapa Kampit COW generasi II.
• Tahun 2005, PT. Sugico Pendragon melakukan survey tinjau di daerah P.
Belitung.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Endapan bijih besi dalam kluster ini merupakan endapan tipe skarn yang
umumnya sebagai endapan bijih polymetallic yang berasosiasi dengan timah dan
tembaga.

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara regional geologi Pulau Bangka - Belitung disusun oleh batuan sedimen
flysh yang dikenal sebagai Formasi Kelapa Kampit. Beberapa batuan terobosan
menerobos formasi ini sehingga menimbulkan beberapa cebakan mineral bijih
logam terutama timah yang berasosiasi dengan tembaga dan besi. Batuan intrusi
terdiri atas Granit Tanjung Pandan, diorit kuarsa Batu Besi dan granodiorit
Gunung Mandi.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI PRIMER

Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur

Di daerah ini keterdapatan indikasi bijih besi meliputi antara lain di Batu Besi,
Pagar Damar, Sangkeli, G. Cangkok, Simpang Rusa, Air Madu, Gn. Bukit
Harimau. dan G. Selumar (Gambar 1)

3.1. Batu Besi

• Lokasi

Lokasi endapan bijih besi terletak di Batu Besi, Kecamatan Kelapa kampit,
Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung dimana termasuk di
wilayah KP. PT. Timah dalam perjanjian kerjasama bagi hasil dengan Herald
Resources di Pulau Belitung bagian timur mulai tahun 1999 (Gambar 2).

73
• Geologi

Endapan bijih besi merupakan endapan tipe skarn magnetit/kalk-silikat/flourite


yang diakibatkan oleh kontak metasomatik batuan granit dengan batuan
gampingan.

Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Belitung dan Kabupaten


Belitung Timur

• Karakteristik bijih dan cadangan


Endapan bijih besi tipe skarn berasosiasi dengan endapan timah, tembaga.
Singkapan bijih besi berupa skarn magnetit-sulphida yang telah lapuk yang
berasosiasi dengan argilitisasi. Suatu bodi dari batuan besi hematitik dengan lebar
40 meter ditemukan pada puncak Batu Besi yang mempunyai ketinggian 70 m
d.p.l. Singkapan bijih besi skarn memperlihatkan prosentase flourit 10-30%
demikian pula untuk magnetit. Namun hasil eksplorasi yang telah dilakukan untuk
unsur besi tidak dilakukan analisa kimia.

74
Potensi sumberdaya tereka bijih yang terdapat di Batu Besi adalah 960.000 ton.
Hasil test metalurgi menunjukkan bijih besi ini dapat sebagai coal washing grade
material.

3.2. Pagar Damar

Lokasi indikasi endapan bijih besi termasuk dalam Kabupaten Belitung Timur.
Indikasi bijih besi berasosiasi dengan timah merupakan hasil dari proses kontak
metasomatisme yang mempunyai tipe skarn. Daerah ini juga merupakan kontrak
karya PT. Heralds Reources. (Gambar 2).

3.3. Air Madu, Gn. Bukit Harimau dan G. Selumar.

Lokasi indikasi endapan bijih besi termasuk dalam Kecamatan Gantung,


Kabupaten Belitung Timur (Gambar 1). Di daerah Air Madu bijih besi berupa
magnetit dengan kadar Fe : 66,14 – 67,96%. Di daerah G. Bukit Harimau
dijumpai singkapan batu besi. Sedangkan di G. Selumar dijumpai singkapan batu
besi mengandung pirit dan berasosiasi dengan sulphida masif dengan kandungan
Fe : 61,66 % .

3.4. Sangkeli dan G. Cangkok

Indikasi bijih besi termasuk dalam Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten


Belitung (Gambar 1). Di daerah Sangkeli terdapat singkapan hematit dan limonit
dekat pantai. Kandungan besi mencapai Fe : 49, 06%. Sedangkan di daerah G.
Cangkok menunjukkan kandungan Fe : 53,21%.

3.5. Simpang Rusa

Indikasi endapan bijih besi termasuk dalam Kecamatan Membalong, Kabupaten


Belitung (Gambar 1). Endapan berupa singkapan batubesi yang berasosiasi
dengan endapan timah. Kandungan besi mencapai Fe : 60,66%.

75
Gambar 2. Lokasi bijih besi di Batu Besi dan Pagar Damar.

Kabupaten Bangka Selatan

3.6. Bukit Pelawan


Indikasi endapan bijih besi di Bukit Palawan termasuk Kecamatan Payung,
Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Gambar 3). Endapan bijih besi
berupa magnetit, hematit dan limonit yang berasosiasi dengan urat kuarsa. Sumber
daya terunjuk 38.785 ton dengan kandungan besi berkisar Fe : 38 – 45,24%.

3.7. Pulau Singkep

Indikasi endapan bijih besi di P. Singkep, Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga,


Provinsi Riau Kepulauan (Gambar 4). Endapan bijih besi berupa magnetit dan
hematit dengan kadar Fe : 58 – 63%.
76
3.8. Bk. Sekuning – Senog

Indikasi endapan bijih besi berupa magnetit dan hematit ditemukan di P. Bintan
dengan sumberdaya tereka 50.000 ton.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


• Endapan bijih besi di dalam kluster ini umumnya sebagai bijih besi masif yang
proses pembentukannya berkaitan dengan kontak metasomatik.
• Bijih besi didominasi oleh magnetit yang berasosiasi dengan timah dan logam
dasar lainnya seperti tembaga, timbal dan seng.
• Di daerah Batu Besi di Kabupaten Belitung Timur perlu dilakukan survey
tinjau . untuk evaluasi nilai keekonomian bijih besinya .

DAFTAR PUSTAKA

............., 1999. Eksplorasi Endapan Timah di Pulau Belitung, Heralds


Resources Ltd.
Bemmelen, R.W. van, 1949. The Geology of Indonesia, volume II: Economic
Geology.
Deddy T. Sutisna, 2005. Survey Tinjau Bijih Besi di P. Belitung, PT. Sugico
Pendragon.
Padmanagara, S., Johnson, R.F., 1980 (?). Geologic Invenstigation on the
Singkep Island and Adjacent Island, Geology Survey of Indonesia.

77
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER ( V ) LAMPUNG

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Berdasarkan pembagian fisiografi secara umum daerah ini dibagi menjadi tiga
satuan morfologi yaitu: dataran bergelombang di bagian timur dan timurlaut,
pegunungan kasar di bagian tengah dan baratdaya dan daerah pantai berbukit
sampai datar. Daerah dataran bergelombang terdiri dari endapan vulkanoklastik
Tersier-Kuarter dan aluvium dengan ketinggian beberapa puluh meter di atas
mukalaut. Pegunungan Bukit Barisan terdiri dari batuan alas beku dan malihan
serta batuan gunungapi muda. Lereng-lereng umumnya curam dengan ketinggian
antara 500-1.680 m di atas mukalaut. Daerah pantai bertopografi beraneka ragam
dan seringkali terdiri dari pebukitan kasar, mencapai ketinggian 500 m di atas
muka laut dan terdiri dari batuan gunungapi Tersier dan Kuarter serta batuan
terobosan.

Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya Paparan Sunda, pada perpanjangan


Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur
Sunda. Kerak samudera yang telah mengalasi Samudera Hindia dan sebagian
Lempeng India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di
lepas pantai barat Sumatera (Hamilton,1979). Lajur pertemuan miring ini termasuk
dalam Sistem Parit Busur Sunda yang membentang lebih dari 5.000 km dari Birma
sampai Indonesia bagian timur.

Letak busur dan parit yang terdapat sekarang mungkin terjadi sejak Miosen.
Tekanan yang terjadi akibat penunjaman miring tersebut secara berkala telah
dilepaskan melalui sesar-sesar yang sejajar dengan tepi lempeng dan dibuktikan di
dalam Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang pulau dan merentas
Busur Barisan. Sehubungan dengan busur magma tersebut, Sumatera dapat dibagi
menjadi empat mandala tektonik, yaitu : Lajur Akrasi atau Mentawai, Lajur Busur
Muka atau Lajur Bengkulu, Lajur Busur Magma atau Lajur Barisan dan Lajur
Busur Belakang atau Lajur Jambi-Palembang (Andi Mangga S.,dkk., 1994).

78
1.2. Sejarah Eksplorasi

• Tahun 1949, Bemmelen R.W. melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan


geologi ekonomi.
• Tahun 1962, Kursten M. rer.nat., melakukan penyelidikan bijih besi di daerah
Ranggal, Pematang Burhan dan sekitarnya di Lampung Selatan, untuk atas
nama perusahaan WEDEXRO.
• Tahun1964, Prayitno dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung
melakukan penyelidikan endapan bijih besi di daerah G. Waja
• Tahun 1970 , Hamilton W., melakukan penyelidikan tentang geologi tektonik
• Tahun 1976, Aliamin Husin melakukan penyelidikan singkat terhadap
pasirbesi di daerah pantai Teluk Betung dan Kalianda, Lampung Selatan
• Tahun 1986, Fardlu S. Amirullah dan Deddy Sugandi melakukan eksplorasi
mineral logam di daerah Sukadana dan sekitarnya dengan metoda stream
sediment, pan concentrate dan rock chip sampling.
• Tahun1994, Crow M.J., Gurniwa A., McCourt W.J. melakukan eksplorasi
geokimia secara regional pada Lembar Tanjungkarang dan Lembar Menggala.
• Tahun 1994, Andi Mangga S., Amiruddin, Suwarti T., Gafoer S. dan Sidarto,
melakukan pemetaan geologi untuk Lembar Tanjungkarang
• Tahun1997, Sukirno Djaswadi melakukan kompilasi prospek mineral logam
dasar di Lampung Selatan
• Tahun 2005, Kisman, Deddy T. Sutisna dan A. Said Ismail melakukan
inventarisasi mineral logam di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung
Selatan.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

(a) Endapan bijih besi primer tipe metasomatik kontak (endapan skarn),
terbentuk akibat proses kontak metasomatik dimana larutan magma
berkomposisi sedang, basa atau ultrabasa yang naik kepermukaan. Bijih
primer terbentuk akibat proses metasomatik, larutan magma berkomposisi
sedang sampai basa yang naik ke permukaan dalam proses intrusi atau ekstrusi
bereaksi dengan batuan sekitarnya terutama jika dengan batugamping. Dengan
adanya reaksi tersebut maka akan terbentuk mineral-mineral skarn seperti
79
garnet, epidot dan apabila yang terbentuk mineral-mineral magnetit, hematit,
siderit, limonit atau goethite sebagai mineral utamanya, maka akan menjadi
bijih besi. Dalam reaksi tersebut selain suhu magma, kandungan unsur-unsur
yang terdapat pada batuan sekitar mengakibatkan terjadinya penambahan
unsur-unsur ke dalam magma memegang peranan penting, sehingga
endapannya tidak mungkin jauh letaknya dari batuan sumber (batuan intrusi).
Endapannya bisa jauh letaknya apabila telah mengalami proses disintegrasi
dan transportasi pada endapan eluvial dan diluvial. Contoh endapan adalah di
Pematang Burhan, Gunung Raja Basa, G. Waja, Tanjung Senang, G. Ranggal,
dll.

(b) Endapan bijih besi tipe breksi, merupakan endapan bijih besi sekunder
dimana bijih besi terdapat sebagai fragmen dalam batuan breksi volkanik.
Conto endapan seperti yang terdapat di Sabah Balau dan Gebang.

(c) Endapan bijih besi tipe laterit erupakan hasil proses pelapukan, dekomposisi
dan pengumpulan/akumulasi kimia dari batuan basalt. Karena melalui proses
kimia keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan pengendapan kembali
(redeposited), sesuai dengan keadaan dan situasi setempat, yakni jenis batuan
induk dan lingkungan fisika kimia. Contoh endapan terdapat di
Mengandungsari dan Negerikaton.

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara regional daerah ini disusun oleh batuan-batuan dari Runtunan Pra-Tersier,
Runtunan Tersier, Runtunan Kuarter dan Batuan Terobosan (Andi Mangga S.,
dkk., 1994).

Runtunan Pra-Tersier, terdiri dari batuan tertua adalah runtunan batuan malihan
derajat rendah-sedang, yang terdiri dari sekis, genes, pualam dan kuarsit, yang
termasuk Kompleks Gunungkasih. Kompleks Gunungkasih terdiri dari sekis
kuarsa pelitik dan grafitik, pualam dan sekis gampingan, kuarsit serisit, suntikan
migmatit, sekis amfibol dan ortogenes. Dengan asumsi bahwa penyebaran litologi
ini mencerminkan keadaan geologi kompleks tersebut, memberikan dugaan kuat
bahwa runtunan batuan beku malihan merupakan sisa-sisa busur magma

80
Paleozoikum serta sisa-sisa runtunan sedimen malih parit atau tanah muka yang
berhubungan dengan busur tersebut. Kemungkinan lain bahwa Kompleks
Gunungkasih merupakan bagian dari bongkah alohton atau exotic yang
terakrasikan terhadap tepi benua Paparan Sunda pada Paleozoikum Akhir atau
Mesozoikum Awal, sehingga tidak mempunyai sejarah pemalihan yang sama
dengan batuan malihan lainnya di Sumatera.

Formasi Menanga termasuk batuan pra-Tersier yang berumur Mesozoikum tidak


mengalami pemalihan. Formasi ini terdiri dari batulempung-batupasir tufan dan
gampingan, berselingan dengan serpih, sisipan batugamping, rijang dan sedikit
basal.

Runtunan Tersier, terdiri dari runtunan batuan gunungapi busur benua dan
sedimen yang diendapkan di tepi busur gunungapi, yang diendapkan bersama-
sama secara luas, yaitu

Formasi Sabu, Campang dan Tarahan. Ketiganya berumur Paleosen sampai


Oligosen. Formasi Sabu yang diendapkan di lingkungan fluviatil, menindih tak
selaras runtunan pra-Tersier dan ditindih tak selaras oleh batuan gunungapi
Formasi Hulusimpang yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Formasi Sabu
terdiri dari breksi konglomeratan dan batupasir di bagian bawah, ke atas berubah
menjadi batulempung tufan dan batupasir. Formasi Tarahan terdiri dari terutama
tuf dan breksi tufan dengan sedikit lava, bersusunan andesit-basal. Formasi
Campang terdiri dari batulempung, serpih, klastika gampingan, tuf dan breksi
konglomeratan polimik. Ketidakselarasan antara Formasi Sabu dan Formasi
Hulusimpang mewakili episoda tektonik regional pertengahan Oligosen Akhir
yang dapat diamati di seluruh Sumatera. Formasi Hulusimpang terdiri dari
andesit-basal alkalin-kapur dan batuan gunungapi andesit dan ditafsirkan telah
terbentuk oleh proses penunjaman di dekat tepi benua aktif.

Runtunan Kuarter, terdiri dari lava Plistosen, breksi dan tuf bersusunan andesit-
basal di Lajur Barisan, basal Sukadana celah di Lajur Palembang, batugamping
terumbu dan sedimen aluvium Holosen.

Batuan Terobosan, di daerah ini batuan beku pluton bersusunan alkalin Kapur
tersingkap di seluruh Lajur Barisan. Bukti-bukti radiometri dan lapangan
81
memberikan dugaan adanya tiga perioda utama kegiatan plutonik berumur
pertengahan Kapur Akhir, Tersier Awal dan Miosen. Terobosan Kapur
merupakan yang terluas sebarannya dan mungkin merupakan bagian dari sebagian
batolit tak beratap yang meluas sampai Lembar Kotaagung. Terobosan ini terdiri
dari pluton-pluton Sulan, Sekampung-Kalipanas, Branti, Seputih dan Kalimangan,
dengan kisaran umur dari 113 ± 3 sampai 86 ± 3 juta tahun, dan bersusunan diorit
sampai granit. Walaupun semua pluton tersebut merupakan tipe-I, ada kaitannya
dengan penunjaman, berupa granitoid busur gunungapi atau tepi benua. Sejarah
pluton di daerah Lampung ini sangat Kompleks karena beberapa pluton telah
tercenangga sedangkan lainnya tidak. Pentarikhan tertua 113-111 juta tahun,
berasal dari pluton Granodiorit Sulan yang tidak tercenangga, yang jelas
menerobos sekis malihan Way Galih Kompleks Gunungkasih. Pluton-pluton
Branti dan Seputih secara litologi adalah granodiorit-biotit yang sangat mirip,
Pluton Branti berumur 86 ± 3 juta tahun, dan tidak tercenangga. Retas-retas
granodiorit biotit tak terdaunkan yang di beberapa tempat memotong diorit
Sekampung yang terdaunkan, di lapangan ditafsirkan sebagai fasies afanitik
granodiorit Branti. Hal ini rupanya disebabkan oleh umur nisbi isotop dan
tektonikanya. Umur Granit Kalimangan ditafsirkan sama dengan umur pluton-
pluton Branti dan Seputih. Pluton-pluton Tersier di daerah ini terdiri dari Granit
Jatibaru Eosen (?) dan berbagai pluton kecil yang ditafsirkan berumur Miosen
Tengah berdasarkan terobosannya dengan Formasi Hulusimpang .

Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya Paparan Sunda, pada perpanjangan


Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur
Sunda. Kerak samudera yang telah mengalasi Samudera Hindia dan sebagian
Lempeng India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di
lepas pantai barat Sumatera (Hamilton,1979). Lajur pertemuan miring ini termasuk
dalam Sistem Parit Busur Sunda yang membentang lebih dari 5.000 km dari Birma
sampai Indonesia bagian timur.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI PRIMER

Bijih besi yang terdapat didalam kluster ini dapat dikelompokkan menjadi tiga
tipe yaitu Tipe Kontak Metasomatik, Tipe Breksi dan Tipe Laterit.
82
Kabupaten Lampung Selatan

Di daerah ini keberadaan bijih besi ditemukan di 8 (delapan) lokasi yaitu di


Tanjung Senang I, Tanjung Senang II, G. Waja, Sabah Balau, Ranggal, G.
Burhan, G. Ratai dan Raja Basa (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Lampung Selatan

3.1. Lematang (Tg. Senang I, Tg. Senang II dan G. Waja ).

• Lokasi
Secara administrasi daerah Lematang termasuk di dalam Kecamatan Tanjung
Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. Endapan bijih besi terdapat di Gunung
Waja, Tanjung Senang I, Tanjung Senang II dan Penyandingan. Secara geografis
terletak pada koordinat 105°14’05” BT dan 5°24’10” LS.

• Geologi
Morfologi daerah ini merupakan perbukitan yang memiliki kemiringan mencapai
60°, dengan ketinggian sampai 175 m d.p.l. Sungai-sungai yang mengalir di
daerah ini meliputi S. Langgar, S. Seteluk dengan arah aliran barat-timur. Pola

83
aliran dari semi tralis sampai semi dendritis. Pola denditris terdapat pada daerah
yang dibentuk oleh satuan batuan beku granodiorit

Geologi daerah Lematang ditempati oleh tiga satuan batuan yaitu : (Gambar 2)
- Satuan Batuan Gamping
- Satuan Batuan Kuarsit
- Satuan Batuan Beku Granodiorit

Gambar 2. Peta Geologi daerah Lematang, Lampung


84
a. Satuan Batuan Gamping
Satuan batuan ini terdapat di aliran S. Langgar di sebelah utara daerah uji petik.
Secara fisik berwarna putih kusam, tersingkap berupa boulder-boulder dari
beberapa puluh sentimeter sampai satu meter. Penyebarannya mengelompok
kadang-kadang terdapat di lereng bukit. Kontak dengan batuan beku tidak terlihat
dengan jelas. Namun ada indikasi bahwa adanya kontak batuan ini berperan dalam
pembentukan mineralisasi bijih.

b. Satuan Batuan Kuarsit


Satuan batuan ini menyebar hampir di seluruh daerah uji petik. Penyebarannya di
lereng bukit-bukit bersama-sama dengan float-float mgnetit dan di sungai-sungai
berbentuk gelundungan berdiameter sampai satu meter. Secara fisik berwarna
putih kusam, dengan tekstur “sugary texture”, berukuran halus sampai sedang.

Kontak dengan satuan batuan lainnya tidak nampak jelas teramati. Nampak pada
beberapa contoh teramati bentuk linieasi dan masih nampak struktur batu pasir.
Kadang-kadang juga karbonatan dalam bentuk lensa. Bentuk morfologi juga
mengindikasikan kedudukan satuan batuan ini. Pada beberapa tempat batuan ini
termineralisasi dalam bentuk oksida besi yang kenampakannya terlihat coklat
kemerahan.

Pada zona ini terdapat juga satuan gneisic-schist. Felspar dan kuarsa nampak jelas
secara megaskopis. Saatuan batuan ini tidak dapat dipisahkan dengan saatuan
kuarsit di peta. Bijih magnetit terbentuk pada zona satuan batuan ini. Lapukan
tanah yang menutupi zona ini berwarna coklat tua-merah kehitaman yang
mencerminkan zona lapukan dari oksida besi magnetit.

c. Satuan Batuan Granodiorit


Satua Batuan Beku Granodiorit nampak di sebelah barat (hulu S. Seteluk) dan
utara (S. Langgar) daerah uji petik, menempati satuan morfologi dendritik. Bentuk
bentang alam yang ditempati oleh satuan ini membentuk lereng yang relatif lebih
terjal dibandingkan dengan bentuk bentang alam yang ditempati satuan batuan
lainnya. Secara fisik nampak batuan beku granodiorit berwarna abu-abu gelap
dengan mineral-mineral pembentuk batuan kuarsa, felspar, biotit sedikit klorit.

85
Tekstur sedang sampai kasar. Batuan beku ini mengindentifikasikan sebagai
sumber panas dari sistem pembentukkan bijih besi magnetit.

Struktur geologi yang berkembang di daerah ini adalah utara barat-timur selatan,
hampir mengikuti pola aliran trelis. Terdapat dua struktur utama, di bagian utara
sesar geser S. Langgar antara G. Waja dan G. Tanjung Senang I dan di bagian
selatan antara G. Penyambungan dan G. Tanjung Senang II. Selain struktur utama
ini terdapat sesar geser utara-selatan.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Keadaan geologi daerah Lematang disusun oleh batuan intrusi granodiorit yang
menerobos batuan gamping yang merupakan tempat terbentuknya bijih besi
primer tipe kontak metasomatik. Di lapangan bijih besi sebagian merupakan
batuan massif, sebagian berupa lensa, urat-urat pada zona kontak, tetapi sebagian
sudah merupakan bongkah-bongkah (Foto 1 dan Foto 2 ).

Foto 1. Bijih besi magnetit, masif dengan lebar 2,0 m

86
Foto 2. Bongkahan bijih besi dengan urat-urat silika pada zona kontak
Sebaran bijih besi primer di daerah Lematang terdapat di beberapa lokasi seperti :
G. Waja, Tanjung Senang I, Tanjung Senang II dan Penyambungan. Bijih besi
yang terdapat di Tanjung Senang I dan Tanjung Senang II merupakan bijih besi
pure magnetite, yang secara fisik sangat pejal, warna abu-abu suram kehitaman,
menyebar di puncak gunung, lereng, S. Langgar, S. Seteluk, berupa float
berdiameter sampai 2 m. Singkapan tidak jelas teramati, hanya bongkah-bongkah
di puncak dan lereng merupakan bongkah insitu. Tanah pelapukan dari bijih besi
oksida secara fisik berwarna coklat hitam kemerahan mengandung fragmen-
fragmen oksida besi berukuran halus sampai beberapa sentimeter. Bijih besi tipe
ini juga terdapat di bagian timur lereng G. Penyandingan (Gambar 2).

Bijih besi dengan mineral magnetit mengandung pengotoran silika terdapat di


daerah Penyandingan, Tanjung Senang II bagian barat dan pada beberapa tempat
di Tanjung Senang I. Pengotoran silika terjadi karena sisa-sisa larutan magma
yang tertinggal pada proses pembentukan bijih. Bijih besi yang mengandung
silika ini terjadi pada pinggiran daerah kontak. Pada zona kontak ini juga masih
kelihatan fragmen-fragmen prismatik kuarsa berwarna putih bening sampai
kusam.

Arah umum penyebaran bijih besi magnetit ini adalah utara-selatan dan barat laut-
tenggara. Pola struktur geologi sangat mengontrol arah penyebarannya, terutama
struktur arah utara-selatan. Bentuk morfologi juga mencerminkan tempat-tempat

87
sebaran bijih besi. Bentuk morfologi menunjukkan cerminan dari bongkah-
bongkah bijih besi.

Perhitungan sumber daya hipotetik bijih besi dengan mengambil beberapa asumsi
sebagai parameter yang diperlukan dalam perhitungan, diantaranya adalah luas
sebaran, ketebalan, berat jenis (BD) dan tingkat kepercayaan. Untuk bijih besi
(BD) asumsi 5,1 (Emsley, J., 1991), ketebalan 50 m dan tingkat kepercayaannya
50%. Beberapa conto bijih besi yang diambil dari lokasi Tanjung Senang I
menunjukkan kadar yang cukup signifikan yaitu Fetotal : 54,03% - 63,14% dan
TiO2 : 0,72% - 0,91%. Disamping analisis kimia batuan diambil juga conto tanah
sebagai pembanding terhadap batuan bijihnya. Conto tanah dari Tanjung Senang I
dengan kadar Fetotal: 24,77% dan TiO2: 0,47% .Conto bijih besi dari lokasi
Tanjung senang II kadar Fetotal : 63,88% - 65,92% dan TiO2 : 0,91% - 0,94%,
sedangkan dari tanah lateritnya Fetotal : 21,42% dan TiO2 : 0,57% .
Perhitungan dari masing-masing lokasi sebagai berikut :
• Tanjung Senang I, sumber daya hipotetik = 10.700 m2 x 50 m x 5,1 x 50% =
1.364.250 ton dengan kadar terendah Fe total : 54,03 - 63,14%
• Tanjung Senang II, sumber daya hipotetik terendah = 25.100 m2 x 50 m x 5,1
x 50%= 3.200.250 ton dengan kadar Fe total : 63,88 - 65,92%
• Gunung Waja, sumber daya hipotetik = 3.260 m2 x 50 m x 5,1 x 50% =
415.650 ton dengan kadar Fe total : 47,91%.

3.2. Gunung Burhan

• Lokasi
Gunung Burhan dikenal oleh masyarakat sebagai nama Pematang Burhan (dari
nama seorang berkebangsaan Belanda), terletak di bagian selatan, yang berbatasan
dengan G. Penyandingan pada posisi koordinat 0538617 mE dan 9401975 mN
(Gambar 1)

• Geologi
Endapan bijih besi terdapat sebagai endapan berlapis kasar di dalam batuan
malihan Komplek Gunungkasih yang kemungkinan akibat terobosan batuan dasit
Ranggal yang ada disekitarnya. Cairan panas yang bersumber dari intrusi tersebut
mengandung mineral yang telah melarutkan besi dari runtunan batuan malihan
88
dan mengendapkannya kembali sebagai endapan bijih besi (Iron Hats) di tempat
lain dalam runtunan tersebut ( Andi Mangga, S., dkk., 1994 ).

• Karakteristik Bijih dan Cadangan

Bijih besi pejal di G. Burhan berupa magnetit dan hematit, dan sudah diketahui
sejak lama. Terakhir dieksploitasi oleh LIPI sebagai pilot project pengolahan Bijih
Besi Lampung. Bentuk asli dari gunung ini sudah berubah, karena ditambang
secara open pit dan juga underground, bentuk permukaan bekas open pit (Foto 3).

Berdasarkan informasi dari LIPI-UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung, bahwa


pada awalnya puncak Burhan setinggi 160 m, sekarang sudah terpotong menjadi
140 m sebagaimana terlihat pada puncak dinding pit (Foto 3). Sedangkan bijih
besi juga masih ada pada kedalaman sekitar 45 m dari dasar pit, sehingga
penambangannya harus dengan metoda underground mining. Adapun areal
Pematang Burhan seluas 16 Ha. Hasil analisis kimia conto bijih besi yang diambil
dari lokasi Pematang Burhan menunjukkan kadar Fetotal: 65,92% dan TiO2 :
0,94%

Foto 3. Bentuk open pit di daerah Pematang Burhan

Penambangan yang dilakukan oleh LIPI sejak tahun 1984 sampai 1996 dengan
produksi 50 ton ROM/hari atau 20-25 ton black iron/hari. Jumlah produksi selama
tambang beroperasi sebesar 175.000 ton black iron. Perhitungan cadangan yang
dihitung oleh LIPI untuk daerah Tanjung Senang-1, Tanjung Senang–2, Ranggal

89
dan Pematang Burhan sebesar 300.000 ton. Sedangkan pangsa pasarnya adalah di
dalam negeri di luar PT Krakatau Steel. (Hasil penjelasan Bapak Ir. A. Kalzani
Jafri, Kepala LIPI-UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung).

3.3. Ranggal

• Lokasi
Secara administratif termasuk dalam Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten
Lampung Selatan. Sedangkan secara geografis lokasi G. Ranggal posisinya ke
arah barat dari lokasi bijih besi Sabah Balau, dengan koordinat di sekitar 0537348
mE dan 9402938 mN (Gambar 1)

• Geologi
Bijih besi magnetit merupakan tipe skarn hasil metasomatik kontak dari batuan
granodiorit dengan sekis mika. Pada bagian tengah terdapat urat kwarsa
mengandung emas yang disertai piritisasi ( Bemmelen, 1949).

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Bijih besi di daerah ini tersingkap di bagian lereng Gunung Ranggal dimana bijih
besi ini berada pada daerah formasi kuarsit (Foto 4). Hasil eksplorasi rinci
menunjukkan sumber daya 1.033.000 ton. Mineral bijih terdiri dari magnetit dan
hematit (sekunder ?). Limonit setempat juga terdapat dalam bijih ini. Hasil
analisis kimia conto bijih besi yang diambil dari lokasi ini menunjukkan kadar
Fetotal : 64,56% dan TiO2 : 1,04%.

Foto 4. Bijih besi Gunung Ranggal dari sisi bagian utara

90
3.4. Gunung Raja Basa

• Lokasi
Lokasi endapan bijih besi Gunung Raja Basa secara administratif termasuk dalam
Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi terletak pada
perbatasan hutan lindung (Gambar 1).

• Geologi
Geologi endapan bijih besi terletak dalam batuan metamorfik berumur pra Tersier
(Hartman, 1917). Diperkirakan pembentukan bijih besi ini berhubungan dengan
proses kontak metasomatik yang memunculkan kandungan seng. Keterjadian
diperkirakan berhubungan adanya proses leaching yang menyebabkan
pemindahan SiO2 dan Al2O3 dan diikuti peningkatan prosentase Fe, Zn dan Mn.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Endapan bijih besi terdapat di 8 lokasi dengan ketebalan berkisar 0,6 – 1,00 m.
Umumnya singkapan sangat sedikit karena tebalnya tanah pelapukan. Mineral
bijih besi terdiri dari magnetit dan hematit dengan sumber daya terunjuk 135.000
ton dan kadar Fe : 69% (Bemmelen, 1949).

3.5. Sabah Balau

• Lokasi
Lokasinya pada koordinat berkisar 0536043 mE, 9404902 mN. Secara
administratif termasuk dalam Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung
Selatan (Gambar 1).

• Geologi
Geologi didominasi oleh batuan breksi gunung api yang komponen fragmennya
banyak mengandung bijih magnetit.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Bijih besi berupa fragmen dalam breksi tersebar merupakan gundukan-gundukan
bukit kecil yang sudah digali oleh usaha penambangan bijih secara liar. Menurut
informasi dari penduduk setempat, bahwa bijih besi dari lokasi tersebut sudah
terambil lebih dari 10 truk. Dataran rendah yang mengandung bongkah-bongkah
bijih besi (Foto 5) hampir mencapai 10 Ha. Tanah pelapukan di daerah ini juga
91
berwarna merah tua kecoklatan dengan kerakal-kerakal limonit dan magnetit serta
oksida besi.

Di daerah Sabah Balau terdapat tiga sumur galian bijih besi, satu di antaranya
berdiameter lebih dari satu meter dengan kedalaman mencapai delapan meter.
Terlihat pada didnding sumuran tersebut berupa boulder bijih besi sebagai
fragmen breksi vulkanik yang unconsolidated matrix..

Perhitungan sumber daya hipotetik = 50.000 m2 x 50 m x 5,1 x 50% = 6.375.000


ton dengan kadar dari dua conto bijih besi daerah ini menunjukkan kadar Fetotal :
55,05% - 59,47% dan TiO2 : 0.85% - 0,94%

Foto 5. Bongkahan bijih besi daerah Sabah Balau

3.6. G. Ratai (Gebang)


• Lokasi
Nama endapan bijih besi dikenal G. Ratai berlokasi di G. Dangdeur, Dusun
Seribu, Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan.
Secara geografis terletak pada koordinat di sekitar 0525316 mE, dan 9383432
mN. (Gambar 1).

• Geologi
Geologi daerah ini didominasi oleh batuan breksi volaknik dengan fragmen
komposisi andesitik dan sebagian fragmen bijih besi.

92
• Karakteristik Bijih dan Cadangan
Bijih besi magnetit dan hematit, tersebar luas berupa bongkahan-bongkahan di G.
Dangdeur. Fragmen bijih besi juga sebagai fragmen dari batuan breksi vulkanik
(Foto 6). Mengamati fragmen bijih besi yang terdapat di G. Dangdeur, hampir
sama dengan yang ada di Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, sebagai
fragmen dari batuan breksi vulkanik. Sedangkan struktur sesar geser pun teramati
di sungai kecil sekitar G. Dangdeur.

Nama G. Ratai yang terdapat di dalam Peta Geologi (P3G, 1994) sebagai puncak
tertinggi di daerah itu, oleh masyarakat wilayah Ratai tidak dikenal, akan tetapi
yang lebih populer di masyarakat adalah Gunung Pesawaran. Analisis kimia conto
bijih besi daerah Gebang menunjukkan kadar Fetotal : 59,13% - 63,54% dan TiO2 :
0,28% - 1,04% , sedangkan kadar dari tanah lateritnya adalah Fetotal : 6,36% dan
TiO2 : 0,47% .

Foto 6. Bijih besi sebagai fragmen breksi vulkanik, daerah Gebang

Kabupaten Lampung Timur

Mineralisasi bijih besi didaerah ini genesanya berhubungan dengan proses


pelapukan batuan basalt dan penegendapan kembali melalui pengayaan sekunder
yang membentuk endapan besi. Jenis bijih besi dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis bijih besi laterit dan bijih besi ferricrete. Lokasi endapan terdapat di 5 (lima)
daerah yaitu Mengandungsari, Negerikaton, Gn. Tiga Sukadana, Sukadana dan
Labuhan Maringgai (Gambar 3).
93
3.7. Mengandung Sari
• Lokasi
Endapan bijih besi jenis laterit terdapat di Desa Mengandung Sari dan sekitarnya,
Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Secara geografis
terletak pada koordinat 559500 mE dan 9419500 mN (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Lampung Timur.


• Geologi
Geologi daerah Mengandung Sari dibagi menjadi tiga unit satuan batuan, yaitu
alluvium, tufa dari Formasi Lampung dan basal (Gambar 4).
1. Alluvium, terdiri dari kerakal, kerikil, terdapat di bagian hilir sungai dan
rawa-rawa, merupakan pasir lepas yang penyebarannya sangat terbatas pada
daerah bagian hilir Sungai Tanjung Iman.
2. Tufa, merupakan bagian dari Formasi Lampung, tersebar pada bagian
tenggara daerah penyelidikan. Satuan batuan ini membentauk morfologi
perbukitan yang tidak begitu tinggi. Pada satuan tufa ini tersebar juga
limonitik besi yang penyebarannya tidak merata. Pada beberapa tempat
terdapat profil lapisan tanah yang tekupas oleh jalan, terlihat jelas lapisan
limonitik dengan ketebalan beberapa sentimeter.
3. Basal, tersebar di bagian timur dan utara daerah penyelidikan. Batuan ini
berwarna kelabu, massif dan kadang-kadang berongga. Diduga merupakan
94
bahan asal pembentukan tanah laterit yang mengandung bijih besi. Kadang-
kadang terdapat mineral bijih bersifat magnetis. Lapukan dari batuan ini
nampak oksida besi dengan intensitas kemagnetan sedang. Pada tempat-
tempat tertentu di daerah yang ditempati oleh satuan basal terdapat bijih besi
magnetik, kadang-kadang terdapat juga goetit.

Pelapukan satuan basal ini membentuk suatu lapisan tanah berwarna merah-coklat
tua, penyebarannya sangat luas meliputi hampir 2/3 daerah penyelidikan. Arah
penyebarannya hampir utara–selatan menempati morfologi perbukitan
bergelombang/undulating area dan sebagian pada dataran rendah. Di lapangan
banyak terdapat gelundungan-gelundungan berukuran kerakal-bongkah sampai
berdiameter satu meter. Beberapa singkapan ditemukan di hulu Sungai Tanjung
Iman. Proses pelapukan diperlihatkan oleh “speriodal weathering” pada batuan
basal ini. Singkapan yang ditemukan umumnya sudah mengalami proses
pelapukan ini. Secara megaskopis berstruktur bolong-bolong, tekstur afanitik-
porfiritik. Umumnya terdiri dari mineral-mineral gelap olivin, piroksen.

Satuan ini terbentuk selaras di atas satuan tufa dari Formasi Lampung.
Pendulangan pada tanah hasil pelapukan dari satuan batuan basal ini menunjukkan
kenampakan konsentrat mineral besi yang berarti.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Tanah penutup pada laterit besi ini menunjukkan adanya konsentrasi besi yang
cukup significant. Penyebarannya hampir cukup luas meliputi 2.008.000 m2 dan
menempati hampir seluruh daerah perkebunan penduduk, dengan ketebalan 1,0 -
2,5 m (Foto 7). Namun yang telah dilakukan pemboran di Desa Mengandung Sari
yang membentuk poligon mempunyai luas 626.100 m2. kandungan besi dari tanah
lateritnya berkisar Fe total : 11,71 - 12,05%

Jumlah sumber daya adalah volume dikalikan dengan berat jenis (BD). Berat Jenis
laterit adalah 2,5. Mengingat perhitungan ini baru sumberdaya hipotetik, sehingga
tingkat kepercayaannya diambil 50%. Sumberdaya hipotetik pada daerah poligon
tersebut adalah dari masing-masing lokasi sebagai berikut : 626.100 m2 x 2,5 m x
2,5 x 50% = 1.956.562 ton .

95
Foto 7. Hamparan tanah laterit pada lahan ladang penduduk

96
Gambar 4. Peta Geologi daerah Mengandungsari, Lampung Timur.

97
3.8. Negeri Katon

• Lokasi
Lokasi endapan besi jenis ferricrete terletak sepanjang dua kilometer pada sungai
antara Desa Negerikaton dan Kota Tengah, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten
Lampung Timur. Secara geografis terletak pada koordinat 555433 mE dan
9428121 mN (Gambar 3).

• Geologi
Geologi daerah ini hampir sama dengan geologi daerah Mengandungsari yang
umumnya didomiasi oleh batuan basalt. Bijih besi ferricrete ini merupakan bagian
bijih besi laterit yang secara vertikal merupakan bagian dasar dari bijih besi laterit.
Biasa terdapat pada bagian yang relatif landai dengan kemiringan singkapan tidak
lebih dari 5°.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Secara fisik mineral berwarna coklat kemerahan dengan intensitas magnet sangat
tinggi, massive pejal dan berat. Bijih besi ferricrete terdiri dari hematit, magnetit
penyebarannya hampir sepanjang dua kilometer pada sungai antara Desa
Negerikaton dan Kota Tengah. Estimasi penyebaran ke arah lateral 10 m yang
telah terbuka dan kelihatan, sedangkan yang tidak kelihatan tertutup soil/tanah
penutup mungkin lebar kekiri dan kekanan mencapai lebih dari 50 m (Foto 8).

Bijih besi ferricrete di daerah ini kemungkinan penyebarannya lebih luas dari
yang tersingkap di tepi sungai. Panjang singkapan yang terbuka dan dapat
diidentifikasi lebih kurang 1 km (Gambar 5).

Luas sebaran endapan ferricrete diperkirakan 193.300 m2 dengan ketebalan


endapan besi diasumsikan 25 m (30 m menurut Douglas B. Yager et al., 2005),
berat jenis (BD) 3,5. Perhitungan sumber daya bijih besi dengan menghitung
volume dikalikan dengan berat jenis (BD). Mengingat perhitungan ini baru
sumberdaya hipotetik, sehingga tingkat kepercayaannya diambil 50%. Kandungan
besi bervariasi dengan Fe total : 43,16 - 43,83%. Sumber daya hipotetik sebagai
berikut : 193.300 m2 x 25 m x 3,5 x 50% = 8.456.875 ton bijih.

98
Foto 8. Singkapan bijih besi ferricrete, Desa Negerikaton

Gambar 5. Peta Geologi daerah Negeri Katon, Lampung Timur

99
3.9. G. Serot
Indikasi endapan bijih besi terletak di daerah pantai kurang lebih 18 km dari Kota
AgungTidak ada data geologi yang lebih rinci Endapan bijih besi merupakan
stringer dari magnetit dan hematit yang berasosiasi dengan manganis.
Keterdapatan endapan besi ini masih merupakan indikasi (Bemmelen, 1949).

4. KESIMPULAN DAN SARAN

• Endapan bijih besi primer kluster Lampung terdiri atas tiga tipe yaitu tipe
metasomatik kontak (tipe skarn), tipe breksi dan tipe laterit.
• Bijih besi tipe metasomatik kontak terdapat dalam batuan metasedimen,
metamorfik yang ditrobos oleh intrusi granit. Sedangkan tipe laterit
berasosiasi dengan batuan basalt.
• Perlu dilakukan survey lanjut untuk mengklarifikasi keadaan cadangan yang
sudah teridentifikasi antara lain di daerah Lematang, Kabupaten Lampung
Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aliamin Husin, 1976. Laporan penyelidikan singkat terhadap pasirbesi di


daerah pantai Teluk Betung dan Kalianda, Lampung Selatan.
Direktorat Geologi Bandung.
Andi Mangga, S.,Amiruddin, Suwarti T., Gafoer S. dan Sidarto, 1994. Geologi
Lembar Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Amirullah, F.S., Sugandi D., 1986. Eksplorasi mineral logam daerah Sukadana
dan sekitarnya, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung,
Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.
Bemmelen, R.W., van, 1949. The Geologi of Indonesia Vol. II, Martinus Nijhoff
the Hague.
Crow, M.J., Gurniwa A., McCourt W.J.,1994. Regional Geochemistry
Tanjungkarang and Menggala Quadrangle (1110 & 1111) Southern
Sumatera, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.
Djaswadi S.,1997. Prospective of base metal minerals in Indonesia, Directorate
of Minerals Resources, Bandung, p.42.
Erditadipoera, Yusril Ilyas 1989. Laporan hasil penyelidikan tinjau di daerah
Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Direktorat Sumberdaya Mineral,
Bandung.

100
Kisman, Deddy T. S., Abang S.I., 2005. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral
Logam di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung
Selatan, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Kursten, M., rer.nat. Dr., 1962. Geological Investigations 1961 in the Iron-ore
Field of Ranggal Lampong/South Sumatera, Wedexro, Dusseldorf.
Prayitno, 1964, Penyelidikan endapan bijih besi di daerah G. Waja,
Lampung, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung.

101
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (VI) KALIMANTAN BARAT

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Tataan geologi daerah ini terletak pada kratonik dan jalur Busur Magmatik
Kalimantan Tengah berumur Neogen yang bertindak sebagai sumber mineralisasi
dan secara umum dapat disebutkan bahwa mineralisasi logam terdapat pada
batuan beku berkomposisi asam sampai sedang yang menerobos batuan sedimen
Pra Tersier. Mineral logam yang dijumpai terutama bijih besi, emas dan tembaga.

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Kalimantan


Barat termasuk daerah tropis dengan karakteristik temperatur tinggi, kelembapan
tinggi , dan banyak hujan. Pada dataran rendah merupakan pemukiman penduduk,
mata pencarian umumnya sebagai petani, pedagang, sedangkan yang tinggal di
tepi pantai sebagai nelayan. Pola aliran sungai yang berhulu ke pegunungan pada
umumnya memperlihatkan pola rectangular, di dataran rendah berkembang pola
aliran radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada tahun 1920, Frijling in de Keyser, F., Johanna Noya Sinay mengkaji
penyelidikan kebumia di Kalimantan Barat.
• Pada tahun 1982, Direktorat Sumberdaya Mineral melakukan penyelidikan
pendahuluan endapan emas/mangan di daerah Lumar, Kecamatan Ledo,
kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
• Pada tahun 1993, Pusat Penelitian Pengembangan Geologi melakukan
pemetaan geologi lembar Sambas/Siluas skala 1 : 250.000.
• Pada tahun 1994, Sudana. D., Djamal, B., dan Sukido, melakukan pemetaan
Geologi Lembar Kendawangan, Kalimantan.
• Pada tahun 2004, PT. Kendawangan Lestari melakukan eksplorasi bijih besi di
daerah Kendawangan dan sekitarnya.
• Pada tahun 2004, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral melakukan
inventarisasi mineral logam daerah Kabupaten Landak dan kabupaten
Bengkayang.

102
• Pada tahun 2005, Rio Tinto Borneo Investment Pte. Ltd melaksanakan
kegiatan eksplorasi mineral logam di daerah Kabupaten Ketapang, Kalbar .
• Pada tahun 2005, Koswara Yudawinata melakukan survey tinjau bijih besi
daerah Melana, Kabupaten Melawai dan G. Tembaga, Kabupaten Pontianak,
Kalbar.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Secara keseluruhan alterasi dan mineralisasi besi (hematite, magnetit) yang


dijumpai di daerah penyelidikan dapat di bagi menjadi tiga jenis mineralisasi :
• Pertama jenis mineralisasi besi primer (hidrotermal) terjadi dimana bijih besi
terdapat dalam bentuk stockwork veining, disiminasi maupun breksiasi pada
tufa lapili dan batupasir tufa yang teralterasi sangat kuat (silisifikasi dan filik).
• Kedua adalah bijih besi yang umumnya hematite kristal yang membentuk
lapisan-lapisan ataupun utar-urat pada batuan sedimen induk.
• Ketiga adalah bijih besi oksida limonit hingga hematit oksida yang terbentuk
sebagai hasil pengayaan (leaching) pada batuan sedimen induk

Sesuai dengan keterdapatannya pada batuan sedimen pasir kuarsa dan tufa, maka
ketiga jenis mineralisasi tersebut dikelompokan menjadi dua, dimana jenis
mineralisasi kedua dan ketiga dikelompokan menjadi satu zona.

2. GEOLOGI REGIONAL .

Kalimantan Barat bagian selatan merupakan bagian paling selatan dari inti Sunda
Land dengan ciri alam ‘Pegunungan Schwaner‘ yang dibangun oleh batuan
gunugapi, dan intrusi. Dalam konsep ‘tektonik lempeng‘ yang dibuat oleh Katili
(1975) digambarkan bahwa daerah selatan Kalimantan Barat berada pada Busur
Magmatik Permian dan Kapur. Sementara Hamilton (1979) menggambarkannya
pada jalur Granitik – Vulkanik Kapur dan Yura yang menyebar mulai dari utara
ke selatan terus membelok ke arah timur menuju Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah. Kedua konsep ini menunjukkan kesamaan pembangunan
busur magmatik pada zaman Kapur, yang berarti bahwa Kalimantan Barat hingga
Kalimantan Tengah terlibat dalam dua periode penunjaman. Dari interpretasi
adanya dua periode penunjaman tersebut dapat dilihat terjadinya pembangunan
103
struktur regional Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Dari interpretasi
Landsat Imagery dapat dilihat adanya lineament (garis struktur) regional berarah
timur – barat. Lineament berarah timurlaut – baratdaya dicirikan oleh arah aliran
Sungai Pawan di Ketapang, Sungai Pasaguan dan Sungai Kendawangan.
Walaupun ada pendapat yang menyebutkan bahwa struktur regional ini terjadi
pada waktu magmatisme Kapur atau pada waktu magmatisme Paleozoik Akhir –
Awal hingga pertengahan Mesozoik. Tetapi dapat diduga bahwa pembentukan
struktur regional pada zaman ini berasosiasi dengan mineralisasi logam yang
ditunjukkan dengan sebaran gossan dan magnetit-hematit mulai dari Tumbang Titi
hingga Kendawangan.

Struktur regional yang lain diantaranya terdapat berarah utara – selatan dan
utarabaratlaut – selatantenggara dan utaratimurlaut – selatanbaratdaya yang
kemungkinan berhubungan dengan subdaksi Kapur di Kalimantan bagian
Tenggara yang ditandai dengan kemunculan batuan intrusi diorit kuarsa – dioritik.

Pada peta geologi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang dibuat oleh
Hamilton (1985) diuraikan sebaran batuan sedimen klastik termetakan dan batuan
vulkanik silisik dengan umur diperkirakan Paleogen dan Kapur Akhir – Paleogen.
Kemudian batuan granitik (granit, granodiorit) berumur Kapur Akhir hingga
Paleogen.

Dan batuan yang tertua (batuan metamorfik) di Kalimantan Tengah berumur


Karbon – Awal Kapur. Umur batuan granit hasil dating dengan Potasium Argon
menunjukkan 75 – 112 juta tahun (Awal –Akhir Kapur). Data ini menunjukkan
bahwa Kalimantan Barat mempunyai sejarah geologi yang panjang dan rumit
yang dimulai dari terjadinya magmatisme hingga berahir pada Jurasik – Akhir
Kapur. Walaupun terdapat umur granit (110 jt tahun; Kapur Awal - Akhir) yang
tumpang tindih di sebelah utara (daerah Tayan dan sekitar kampung Riam) akan
tetapi kelihatannya makin ke selatan di daerah S. Pawan umur granit ini agak
lebih muda (70 juta tahun) atau Kapur Akhir.

Dari fenomena pembentukan batuan granit tersebut dapat diinterpretasikan bahwa


dahulunya sungai-sungai berarah NE – SW diantaranya Sungai Pawan, Pesaguan
dan Kendawangan diduga sebagai zona bukaan, rekahan dan patahan besar dan
104
pada Akhir Kapur di dalam atau bersamaan dengan pembentukan zona-zona
struktur besar ini terjadi magmatisme yang sekaligus memunculkan batuan-batuan
intrusi hingga terjadinya mineralisasi logam.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH

Kabupaten Ketapang

Indikasi endapan bijih terdapat di Kelohi, Bukit Pasir, G. Bajal, Pebatuan, Kekura
G. Segulak, Jemuat, Beginci, Kekura dan Pebesian

3.1 Kelohi - Bukit Pasir

Indikasi endapan bijih besi ditemukan di daerah prospek Kelohi - Bukit Pasir,
Kecamatan Nangatayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Secara
geografis terletak pada koordinat 100010’30” BT dan 1023’10” LS (Gambar 1).
Endapan berupa magnetit masif yang mangandung logam dasar seperti timbal,
tembaga dan seng. Geologi endapan bijih dihasilkan oleh kontak antara
granodiorit/diorit dengan batuan metasedimen (Gambar 2). Seringkali di lapangan
dijumpai gosan yang mengandung magnetit dan pirit. Daerah ini adalah bekas
Kontrak Karya dari PT. Tebolai Seng Pertiwi yang target eksplorasinya untuk
logam mulia dan logam dasar. Sehingga keberadaan bijih besi belum tidak
dilakukan evaluasi ekonominya. Dari hasil pemboran ditemukan zona laterit
diatas batuan granit pada kedalaman 30meter. Dalam laterit ini banyak
mengandung fragmen magnetit. Genesa endapan bijih besi merupakan tipe skarn
dimana banyak ditemukan garnet dan epidot. Potensi sumberdaya bijih besi
didaerah ini belum dilakukan perhitungan maupun kajian ekonominya, oleh
karena yang menjadi target eksplorasi adalah logam mulia dan logam dasar.

105
Gambar 1. Lokasi Kelohi dan Bukit Pasir, Kabupaten Ketapang,
Kalimantan Barat
106
Gambar 2. Geologi daerah Kelohi dan Bukit Pasir, Kalimantan Barat.

107
3.2. G. Bajal/Air Bajal

• Lokasi
Endapan bijih besi secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan
secara geografis terletak pada koordinat 0418469E dan 9742216N. Pencapaian
lokasi endapan relatif mudah dicapai dengan menggunakan kendaraan roda empat
dari Ibukota Kecamatan Kendawangan. Beberapa jalur alternatif pencapaian
diuraikan sebagai berikut:

Jakarta – Pontianak – Ketapang dengan menggunakan penerbangan regular.


Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat melalui jalan
provinsi ke Kendawangan (+ 90 Km). Dari ibukota Kecamatan Kendawangan
dilanjutkan ke lokasi endapan , dapat dengan menggunakan kendaraan roda empat
ke simpang Sungai Gantang sejauh 14 km (jalan aspal) dan terus melalui jalan
yang belum diaspal hingga ke lokasi ( +18 Km)

• Geologi
Geologi daerah ini disusun oleh dua formasi utama yaitu Formasi Gunungapi
Kerabai dan Formasi Komplek Ketapang. Formasi Gunungapi Kerabai secara
umum disusun oleh batuan yang terdiri dari tuf hablur dan lava yang serselingan
dengan batupasir, batulanau dan batulempung yang termalihkan, tuf sela, andesit
terepidotkan, tuf hablur, dasitan, terkersikan kuat, lava amigdaloid.

Sedangkan Komplek Ketapang terdiri dari batupasir kuarsa, batulanau dan serpih.
Batupasir berwarna kelabu, lokal terkersikkan dan terlimonitkan dengan
perdaunan lemah, batulanau dan serpih terdiri dari kuarsa dan kepingan karbon,
kersikan dan fosilan. Batupasir berselingan batulanau bersifat tufan: Batuan ini
terutama dijumpai pada daerah perbukitan Bukit Air Jamai dan Air Bajal. Batuan
berbutir kasar, segar berwarna coklat muda (putih kecolatan) – coklat tua, keras,
berlapis dengan arah perlapisan U 35º/60º dalam keadaan lapuk pada permukaan
memperlihatkan warna oksida abu-abu tua. Sebagian batuan memperlihatkan arah
U 180º/70º.

108
Pada beberapa lokasi batuan memperlihatkan alterasi silisifikasi kuat berwarna
putih, abu-abu hingga kecoklatan dalam keadaan teroksidasi atau terlimonitkan.
Di beberapa lokasi batuan memperlihatkan adanya barik-barik silika (puncak Air
Jamai). Pada bagian selatan Air Jamai batulanau mengandung bijih besi oksida
yang memperlihatkan perlapisan dan sebagian memperlihatkan network bersifat
limonitik.

Di lokasi belakang kampung Dusun Sembilan tepatnya pada daerah Bukit Kediyu
dijumpai singakapan batupasir yang terkersikan sangat kuat yang disertai dengan
network bijih besi. Batuan berbutir kasar disertai dengan rekahan-rekahan yang
sebagian terisi urat hematit dan spotted oksida besi.

Di Sungai Air Putih dijumpai batupasir berbutir halus-sedang yang terkersikkan


sangat kuat, sangat keras, berwarna putih keabuan hiingga kekuningan. Pada
Sungai Cendawak batupasir yang sudah terbreksikan bewarna putih kotor disertai
adanya warna hijau dan diseminasi mineral hematit pada batuan tersebut. Batuan
ini diduga adalah merupakan batuan yang sudah terkena struktur, teralterasi
diperkirakan jenis filik (?).

Di S. Bagan Uning singkapan batuan mikrodiorit ? yang telah terpropilitkan,


batuan sedikit lunak berwarna abu-abu kehijauan, terkstur granular berbutir
seragam, mineral plagioklas dan felspar, mineral klorit (?) pada batuan tersebut
masih dapat dikenal, setempat batuan telah mengalami pelapukan. Tidak jauh dari
lokasi tersebut baik pada daerah sebelah kiri maupun kanannya dijumpai adanya
onggokan bijih besi (besi oksida).

Di daerah G. Kediyu di titik pengamatan di belakang Dusun Sembilan batuan tufa


silisik (tersilifikasi kuat), terkekarkan berwarna abu-abu kemerahan, dengan spot-
spot jarang mineral pirit halus, kadang terdapat dengan urat-urat tipis kuarsa baren
berwarna putih susu, bertekstur halus-sedang. Selain itu, tufa lapili terubah kuat
filit (serisit-clay-silika) - argilit berwarna abu kemerahan dengan trace-trace
felspar, berwarna keputihan, bersama dengan sebaran mineral hematite halus dan
urat-urat halus hematite. Secara petrografis menunjukkan batuan ini terdiri dari
plagioklas, pumis dan mineral opak yang tertanam dalam masa mineral
kriptokristalin. Pada singkapan batuan tufa lapili terlihat terubah kuat, filit
109
tumpang tindih dengan argilik bersama dengan diseminasi hematite dan urat-urat
hematite, terbreksikan kuat. Ada kemungkinan batuan tufa terubah dan
terbreksikan pada singkapan di daerah ini sudah dipengaruhi oleh struktur sesar
berarah baratdaya – timurlaut yang yang melintas di G. Kediyu.

Variasi litologi yang terdapat di daerah ini sepanjang pangamatan dilapangan


tidak memperlihatkan adanya variasi yang komplek dari batuan yang diamati.
Pada umumnya adalah merupakan batuan sedimen pasir bersifat tufan dan batuan
tufa yang sudah terubah kuat. Dari kenampakan fisiknya dapat disebutkan bahwa
sedimen ini merupakan bagian dari satuan vulkanik Berai. Selain dari jenis batuan
tersebut juga dijumpai batuan intrusi dalam hal ini adalah intrusi berkomposisi
mikrodioritik dan andesitik yang diduga merupakan salah satu penyebab
terjadinya mineralisasi hidrotermal di kawasan ini dan alterasi yang diperlihatkan
oleh jenis batuan tufa asam yang teralterasi baik dalam bentuk propilit, silisik
maupun filik. Satuan batupasir kuarsa diperkirakan terbentuk lebih dulu di
banding dengan satuan batuan tufa terubah pada G. Kediyu. Sedimen batupasir
yang tersingkap di daerah ini merupakan bagian dari satuan Komplek Ketapang.
Ubahan-ubahan kuat maupun mineralisasi magnetit-hematit pada batuan tufa di G.
Kediyu maupun sedimen batupasir – pasir lempungan di sekitarnya dapat
diperkirakan tidak terlepas dari kontrol struktur regional dan patahan-patahan
berarah timurlaut-baratdaya yang memotong G.Kediyu.

Analisa struktur untuk mengetahui sifat-sifat sesar di daerah penelitian ini tidak
dilakukan. Akan tetapi kehadiran sesar normal berarah hampir timur - barat di G.
Panjang dan Air Bajal dapat diamati dari kenampakan arah batuan sedimen yang
terganggu, disamping adanya breksiasi patahan searah dengan sesar tersebut.
Sesar –sesar searah yaitu timurlaut – baratdaya yang memotong G. Kediyu juga
dapat ditafsirkan dengan mengikuti jalur gawir tufa terubah terbreksikan. Sesar ini
kemungkinan berhubungan dengan sesar regional NE – SW di sebelah selatan
Kalimantan Barat, dimana aliran Sungai Kendawangan yang terlihat sekarang
disebutkan sebagai sesar utama yang terbuka.

110
• Karakteristik Endapan Bijih dan Sumberdaya

Mineralisasi tidak hanya dimanifestasikan dalam bentuk alterasi saja akan tetapi
di beberapa lokasi di ikuti oleh adanya mineralisasi besi baik dalam bentuk
stockwroks veining maupun bijih besi masif yang keterdapatannya tersebar di
berbagai tempat antara lain :

• Air Bajal dengan koordinat E.0418469 dan N9742216. , endapan bijih besi
berupa magnetit, hematite dan besi oksida. Hasil analisa laboratorium
menunjukkan; Fe2O3: 92,77%, Fe tot: 64.94%, dan Ti: 697 ppm. Lokasi ini
terletak sekitar 150 meter kekiri dari arah jalan utama yang menghubungkan S.
Gantang-Marau. Mineralisasi terjadi bentuk bijih nodul dan berlapis pada bagian
atas dan bijih masif pada bagian bawah. Bijih masif tersingkap pada quarry
dengan ukuran sekitar 3 meter x 5 meter. Tanah penutup diperkirakan sekitar
kurang dari 1,5 meter. Keterdapatan bijih terjadi pada lingkungan batupasir tufaan
meta.

Gambar 3. Lokasi Bijih besi Air Bajal, Kabupaten Ketapang, Kalbar

111
Sekitar 700 meter ke arah barat di jumpai singkapan bijih besi masif dan
singkapan bijih oksida besi massif. Sifat bijih berwarna abu-abu kehitaman-
kemerahan, keras. Singkapan terdapat dipermukaan berukuran sekitar 2 m x 1 m
yang mana seluruhnya merupakan bijih besi massif. Analisa kimia menunjukkan
kandungan magnetit + 40%, hematite + 45%; dan Ti: 866 ppm.

Bijih primer yang terdapat dalam batuan tersilisifikasikan kuat . Urat hematit
terdapat dalam batupasir termetakan dan tersilikakan kuat. Pada bagian puncak
dijumpai adanya singkapan batupasir tufaan mengandung oksida besi (Foto 1 dan
Foto 2 ).

• Gn. Kediyu terlihat sebagai daerah laterit oksida besi. Di permukaan terdapat
endapan saprolitik hingga serpihan terdiri atas` gravel limonit oksida besi
terhampar berwarna merah. Dari bekas galian nampak urut-urutan oksidasi pada
lapisan sedimen batupasir halus tufaan terlimonitkan permukaan, kemudian gravel
hematite oksida hingga lapisan atau bongkah-bongkah di bagian lapisan bawah.

Di Bukit Besi yang disusun oleh batupasir kuarsa dari Komplek Ketapang. Bukit
setinggi 50 m dari permukaan laut ini sudah teroksidasi kuat dan terkesan dengan
penampakan adanya pengayaan besi yang intensif. Limonitisai dengan warna
sedimen pasir yang kemerahan dan terdapat lapisan-lapisan yang sudah terpecah-
pecah oksida hematite. Warna hematite massif ini terlihat mencolok dengan warna
merah hati, terutama yang terdapat sebagai lapisan-lapisan pada batupasir.
Kandungan besi menunjukkan kadar Fe2O3 : 92.77%, dan Ti : 606 ppm.

Bijih besi primer terdapat sebagai urat stockwork dengan ketebalan urat hematit
antara mm - < 10 cm dan dengan kerapatan antara 20 – 50 urat permeter,
terbreksikan dan diseminasi (tersebar) pada batuan piroklastik tufa lapili terubah
kuat, argilisasi, filik (serisit, silica, clay). Pada umumnya ubahan batuan ini saling
tumpang tindih dan tidak menunjukkan zonasi yang jelas. Secara visual urat-urat
besi ini umumnya menunjukkan luster/kilap metalik, lembut dan agak
pipih/berlembar. Mineralnya adalah hematite + 50% bersama oksida besi 5 %.
Kandungan besi pada urat ataupun breksi rata-rata adalah, Fe tot: 45.5%, dan Ti:
700 ppm. Kandungan besi diseminasi pada batuan tufa teralterasi filik-argilik
adalah, hematite: 25%, pirit: 3% dan oksida besi: 2%.
112
Foto 1 dan Foto 2. Bijih Besi Bukit Bajal

Genesa atau pembentukan mineral hematit - magnetit di daerah penyelidikan


sesuai dengan kenampakan fisual dan mikroskopis terdapat dalam dua jenis
pembentukan:
1. Hematit primer, yang terdapat terutama berinduk pada batuan tufa lapili dan
batuan sedimen pasir tufaan. Mineral utama yang terbentuk disini adalah
hematite dan magnetit bersama dengan mineral pengikut, sulfida pirit dan
elemen Au, Cu, Pb, Zn, Mg dan Mn. Sementara alterasi filit (serisit/muskofit,
clay- silica), argilisasi dan silisifikasi pada batuan host mendampingi
mineralisasi tersebut. Komponen-komponen mineralisasi dan alterasi ini
adalah komponen yang dibentuk oleh proses-proses hydrothermal, yang
mungkin terbentuk bersamaan dengan terjadinya magmatisme regional yang
dicirikan dengan kemunculan struktur regional bagian selatan Kalimantan
Barat yang salah satu diantaranya adalah yang dilihat dari arah aliran sungai-
sungai utama Pawan, Pesaguan dan Kendawangan.
2. Oksida besi hematite dan limonitisasi yang terdapat pada batuan sedimen
pasiran dan pasir tufaan pada kelompok sedimen vulkanik Berai maupun
sedimen batupasir kuarsa Komplek Ketapang. Sedimen-sedimen tersebut
disebut sebagai endapan darat yang kemudian mengalami deformasi. Apabila
113
dilihat dari keterdapatan endapan oksida besi ini pada batuan sedimen induk,
maka dapat disebutkan bahwa endapan besi ini adalah endapan laterite
(Endapan laterite adalah endapan residu dari batuan sedimen tufaan yang
lapuk (yang asalnya sudah mengandung unsur-unsur besi) yang kemudian
mengalami proses leaching. Di daerah tropis dan kondisi sub Kontinental
Kalimantan yang stabil dan karena pengaruh kelembapan dan hujan yang
relatif tinggi juga keasaman (Ph 6 - 8) air tanah, maka batuan induk tufa asam
akan terus menerus mengalami hidrasi dan oksidasi hingga batuan
terdekomposisi. Dalam proses ini unsur-unsur besi dan juga aluminium yang
tidak larut (stabil) dalam proses hydrasi menjadi unsur tersisa atau residu dan
terakumulasi sebagai konsentrat besi dan aluminium residual. Proses kimia
yang terjadi pada batuan piroklastik umumnya adalah dimana air meteorik
yang mengandung asam karbonat akan melepaskan Mg dan Si, sedangkan
Fe2+ akan masuk kedalam larutan yang kemudian teroksidasi membentuk
limonit, goetit dan hematite.
Potensi yang paling besar berada dalam sistim hematit stockworks veining pada
batuan berkomposisi dioritik Gn Kediyu. Selain stockworks veining mineralisasi
hematit terdapat sebagai breksi dan tersebar pada batuan induk. Mineralisasi
hematit ini (Fe203 : < 96.4%) yang terdapat di daerah G. Kediyu tergolong
mempunyai sumberdaya yang sangat besar dalam jenis endapannya yang pernah
ditemukan. Karena endapan ini merupakan endapan hydrothermal, maka mineral-
mineral ikutan nya seperti emas dan perak juga mempunyai nilai walaupun dalam
hal ini kadar kedua mineral ikutan tersebut relatif rendah.

Sumberdaya hipotetik mineral hematit di Gn. Kediyu/G. Panjang adalah


45.600.000 ton, dan bijih besi laterit di zona-zona Air Jamai adalah 160.000.000
ton serta di Bukit besi adalah 40.000.000 ton. (Armin T., dkk., 2004 ).

3.3. Pebatuan

Lokasi endapan bijih besi terdapat di daerah prospek Pebatuan yang termasuk
Kecamatan Nangatayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Secara
geografis treletak pada koordinat 110046’20’’BT dan 1 55’10’’LS. Daerah ini
termasuk dalam Kontrak Karya PT. Rio Tinto (Gambar 4). Geologi daerah ini

114
disusun oleh batuan volkanik dan sedimen yang diterobos oleh batuan granit
(Gambar 5). Daerah prospek bijih besi terdiri dari beberapa lokasi endapan bijih
besi antara lain Pebatuan Silatakan, Sataras, Buluh Batak, Kekura, Lamboi,
Pebesian, Sekulat, Sejambun dan Badai Lakau. Endapan bijih besi berupa
magnetit, hematit dan goetit. Didaerah Tanjung, Riam Danau Endapan dan
Kampung Kekura mineralisasi hematit-magnetit dicirikan oleh beberapa
keterdapatan endapan besi setempat. Bijih besi ini termasuk dalam tipe skarn.yang
dan dijumpai dalam bentuk bongkahan berukuran 10 – 1.000 ton. Hasil pemboran
yang dilakukan oleh Rio Tinto tahun 2004 menunjukkan ketebalan bongkahan
sampai 5 meter yang berada diatas batuan granit. Sumber daya bijih besi
diperkirakan < 1 juta ton dengan kadar Fe : 64% ( Wedexro, 1959 ).

Gambar 4. Lokasi daerah Pebatuan, Kabupaten Ketapang, Kalbar

115
Gambar 5. Geologi daerah Pebatuan, Kabupaten Ketapang, Kalbar.

3.4. G. Segulak, Jemuat, Beginci, Kekura dan Pebesian.

Lokasi indikasi endapan bijih besi termasuk dalam Kecamatan Nangatayap,


Kabupaten Ketapang. Daerah ini masih termasuk dalam wilayah kontrak karya
PT. Rio Tinto. Umumnya bijih besi berupa bongkahan magnetit (Gambar 5).

Kabupaten Bengkayang
Di daerah ini terdapat tiga lokasi indikasi bijih besi yaitu di Seluas, Sebalau-Rian
dan Sebalau Agum Lapa .

3.5. S. Sebalau ( Rian)


Lokasi indikasi bijih besi di S. Sebalau secara administratif termasuk Kecamatan
Bengkayang, Kabupaten Bengkayang. Secara geografis terletak di koordinat
109.4375 BT dan 0.7683 LU. (Gambar 5). Mineral bijih besi sebagai mineral
ikutan dari mineralisasi tembaga dalam zona rekahan pada kontak tonalit dan
granodiorit Gn. Raya.

116
3.6. Seluas, S. Siding
Indikasi bijih besi ditemukan di Seluas dan S. Siding, Kecamatan Seluas,
Kabupaten Bengkayang. Secara geografis berada pada koordinat 109.8770 BT dan
1.2967 LU. (Gambar 5). Endapan berupa lensa hematit/limonit.

Kabupaten Pontianak

3.7. Gunung Tembaga dan Pajilu.

Endapan bijih besi berupa hematit terletak di Gunung Tembaga dan Pajilu,
Kecamatan Mempawah, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (Gambar 6).
Sumberdaya hipotetik di G. Tembaga diperkirakan 150.000 ton

Kabupaten Melawi

3.8. Melana

Endapan bijih besi berupa magnetit terletak di Kp. Melana, Kecamatan


Nangasokan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat Endapan terdiri dari dua tipe
yaitu bijih besi masif dan fragmental atau deluvial. Kandungan besi diperkirakan
Fe : 55 %. Sumberdaya hipotetik secara keseluruhan adalah 80.000 ton.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


• Jenis bijih besi yang terdapat dalam kluster ini meliputi bijih besi tipe
pengisian rekahan atau kekar, tipe laterit dan bijih besi masif hasil proses
kontak metasomatik.
• Beberapa daerah perlu dilakukan survey tinjau untuk mengetahui potensi
secara keseluruhan antara lain didaerah Air Bajal, Air Jamai, Bukit Besi dan
Pebatuan.

DAFTAR PUSTAKA

Dedy Hendrawan, 2005. Laporan pelepasan kedua sebagian wilayah kontrak


karya daerah Kabupaten Ketapang, Kalbar dan Kabupaten
Lamandau, Kalteng, Kalimantan Mineral Exploration Pte.Ltd dan Rio
Tinto Borneo Investment Pte. Ltd.
Eddi, R.M., dan Amin, L.D., 1982. Laporan penyelidikan pendahuluan
endapan emas/mangan di daerah Lumar , Kecamatan Ledo,

117
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Direktorat Sumber Daya
Mineral.
Frijling in de Keyser, F and Johanna Noya-Sinay., 1992. History of Geoscientific
Investigations in West Kalimantan, Indonesia. BMR Journal of
Australian Geology and Geophysics, 13 p. 251-273.
Iwan Nursahan., Deddy T. Sutisna., Sukmana., 2004, Laporan Inventarisasi dan
Evaluasi Mineral Logam di daerah Kabupaten Landak dan
Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, TA. 2004,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Koswara Yudawinata, 2005. Survey tinjau bijih besi daerah Melana,
Kabupaten Melawi dan G. Tembaga, Kabupaten Pontianak, Kalbar
(komunikasi pribadi ).
Manurung, M., 2004, Eksplorasi bijih besi di daerah Kendawangan dan
sekitarnya, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, PT.
Kendawangan Lestari.
Rusmana, E dan Pieters, P.E., 1993. Peta Geologi Lembar Sambas/Siluas,
Kalimantan Barat, Skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung
Sudana. D., Djamal, B., dan Sukido., 1994, Peta Geologi Lembar
Kendawangan, Kalimantan. Pusat Penelitian Pengembangan Geologi,
Bandung.

118
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (VII) KALIMANTAN SELATAN

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Salah satu dari busur magma plutonik-vulkanik yang melalui Kalimantan Selatan
adalah Busur Sumatera – Meratus berumur Kapur Tengah – Akhir yang
merupakan busur benua meluas sepanjang ujung selatan daratan Sunda yaitu dari
Sumatera Utara menerus ke Jawa Barat – Kalimantan Selatan hingga ke
Kalimantan Timur. Panjang busur ini ± 2.000 km dengan batuan dasar ofiolit dan
sekis Pra Tersier. Mineral logam yang dijumpai terutama bijih besi, kromit, nikel,
emas dan tembaga.

Berdasarkan Fisiografi daerah Kalimantan Selatan dapat dibagi 3 (tiga) satuan,


yakni :
(a) Cekungan Sedimen Tersier Barat dan Pra Tersier
(b) Barisan perbukitan tengah yang membentuk pegunungan Meratus dan
(c) Cekungan Sedimen bagian Timur – Selatan Pra Tersier dan Tersier.

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Kalimantan


Selatan termasuk daerah tropis dengan karakteristik temperatur tinggi (rata-rata
26oC), kelembapan tinggi (80%), dan banyak hujan. Pada dataran rendah
merupakan pemukiman penduduk, matapencarian umumnya sebagai petani,
pedagang, sedangkan yang tinggal di tepi pantai sebagai nelayan. Pola aliran
sungai yang berhulu ke pegunungan Meratus pada umumnya memperlihatkan pola
rectangular, di dataran rendah berkembang pola aliran radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi

Penyelidik terdahulu yang telah melakukan eksplorasi di daerah Kalimantan


Selatan adalah sebagai berikut :
• Tahun 1844, H Van Gaffron, melakukan eksplorasi di Borneo (Kalimantan),
dia melaporkan keterdapatan bijih besi di daerah Pleihari, diantaranya endapan
bijih besi di Gunung Jajakan, Batahan, Sungai Pontain, Gunung Tembaga dan
Gunung Melati (dulu disebut Nunggu Kehok).

119
• Tahun 1854, Pertambangan tehnik pemerintah Belanda telah mengambil 15
ton bijih besi dari Pematang Damar (antara Gunung Tembaga dan Gunung
Melati) dimana bijih besi tersebut dikapalkan dan dikirim ke Surabaya.
• Tahun 1883 – 1887, J.A. Hooze, melakukan perluasan penyelidikan endapan
bijih besi di daerah Pleihari – Martapura (Hooze, 1843). Dilaporkan juga
keterdapatan endapan bijih besi di Tanjung, Ulin, Sarang Alang (dekat
Pleihari) dan Batu Kora.
• Tahun 1916, L.H. Krol, membuat laporan khusus mengenai bijih besi di
Gunung Tembaga
• Tahun 1942 – 1945 semasa Perang Dunia II, Jepang melakukan penyelidikan
mengenai sumber daya mineral yang ada di Indonesia. Berdasarkan laporan
penduduk lokal, Jepang telah melakukan eksplorasi didaerah Malaris –
Harujan, dan sebanyak 800 ton Pig Iron telah dihasilkan. Pada waktu itu
didaerah Batu Kora terdapat stock piles sebanyak 2000 – 2500 ton.
• Tahun 1956, Van Gartner, dari Wedexro melakukan survei pendahuluan pada
endapan bijih Magnetit di wilayah Pleihari (Ulin, Gunung Tembaga, Batu
Kora dan Tanjung).
• Tahun 1957, sejumlah bijih magnetit dari Gunung Tembaga, Gunung Melati,
Ulin dan Tanjung telah dikapalkan dan dikirim ke pabrik semen gresik di Jawa
Timur. Tidak diperoleh data mengenai jumlah/banyaknya bijih tersebut.
• Tahun 1958, National Planning Beurau dari Indonesia bekerjasama dengan
Expert Jerman dari Wedexro ( West Germany Enginering Beurau) melakukan
penyelidikan batu bara di Pulau Laut dan endapan bijih besi di daerah Pleihari
( Pontain, Batu Kora, Sarang Alang, Melati, Gunung Tembaga dan Ulin ) dan
di daerah Gunung Kukusan – Sungai Dua.
• Tahun 1959, Sutarjo Sigit beserta beberapa staf dari Direktorat Geologi
Bandung, mengunjungi endapan bijih besi di Gunung Tanalang. Dalam tahun
yang sama beberapa penyelidik Jepang dari perusahaan Ishihara Sanyo Heisha
Ltd. Tokyo juga mengadakan kunjungan singkat di Gunung Tanalang.
• Tahun 1960 – 1963, tim survei dari Direktorat Geologi bekerjasama dengan
tim survei Rusia melakukan eksplorasi di Gunung Tanalang berupa pemetaan
topografi, pemetaan geologi, survei magnetik, membuat sumuran dan
120
pemboran inti yang dikenal dengan Projek Besi Baja (Iron and Steel Project).
Survei menerus sampai tahun 1962 yang dilakukan oleh Prajitno, dan Salman
Padmanagara.
• Tahun 1965 s.d. sekarang belum diperoleh data mengenai endapan bijih besi
(primer) di Kalimantan Selatan. Walaupun demikian sudah banyak kegiatan
penambangan besi primer yang dilakukan terutama di daerah desa Sumber
Mulyo, Kecamatan Pleihari oleh PT. Kuang Yi Indo International Mining dan
desa Galam oleh perusahaan daerah Kabupaten Tabalong yaitu PT. Aneka
Usaha Manuntung Berseri.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Ada 2 (dua) tipe endapan bijih besi di Kalimantan Selatan yaitu tipe Kontak
Metasomatik, dan Tipe Laterit.

(a) Endapan bijih besi primer tipe metasomatik kontak (endapan skarn),
terbentuk akibat proses kontak metasomatik dimana larutan magma
berkomposisi sedang, basa atau ultrabasa yang naik kepermukaan. Dalam
proses intrusi atau ekstrusi bereaksi dengan batuan samping yang bersifat
karbonatan/gampingan. Endapan yang terjadi berbentuk lensa-lensa atau
berupa endapan masif terdiri atas mineral magnetit, hematit, siderit, limonit,
goetit dan lain-lain sebagai mineral bijih besi. Sedangkan mineral skarn
terdiri dari garnet dan epidot. Endapan tipe ini menghasilkan bijih besi yang
baik untuk industri besi baja karena tidak mengandung pengotoran (inklusi)
yang dapat menurunkan mutu baja. Contoh endapan adalah di Gunung
Tanalang, Gunung Batu Berani, daerah Pleihari (Gunung Tembaga, Gunung
Melati dan lain-lain).

(b) Endapan bijih besi tipe laterit, merupakan endapan residu hasil proses
pelapukan, dekomposisi dan pengumpulan/akumulasi kimia. Karena melalui
proses kimia keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan pengendapan
kembali (redeposited), sesuai dengan keadaan dan situasi setempat, yakni
jenis batuan induk dan lingkungan fisika kimia. Contoh endapan terdapat di
G. Kukusan – Sungai Dua, P. Danawan, P. Suwangi, P. Sebuku.

121
2. GEOLOGI REGIONAL

Bentang alam daerah ini umumnya merupakan perbukitan dan pegunungan,


dengan dataran luas yang terdapat dibagian timur dan barat yang dipisahkan oleh
pegunungan Meratus. Berdasarkan posisi tektoniknya, Kalimantan Selatan
menempati cekungan Barito yang merupakan suatu sistem fisiografi pegunungan
Meratus yang terbentang berarah baratdaya – timurlaut.

Pemetaan geologi didaerah ini telah dilakukan oleh Krol (1920), Sikumbang
(1986), Sikumbang dan Heryanto (1994), Peta geologi lembar Banjarmasin skala
1 : 1000.000 oleh Supriatna dan kawan-kawan (1994), Rustandi dan kawan-kawan
(1994), dan lainnya .

Kegiatan tektonik daerah ini diduga telah dimulai sejak zaman Jura yang
mengakibatkan bercampurnya batuan Ultramafik , batuan sekis garnet ampibolit
dan batu pasir terkersikkan. Batuan Ultramafik terdiri dari harzburgit, peridotit,
serpentinit, gabro. Batuan metamorphik terdiri dari sekis hornblende, ampibolit
garnet sekis, glaukofan sekis dan batupasir terkersikkan .

Aktivitas vulkanik yang terjadi pada masa Kapur Bawah-Atas menghasilkan


formasi-formasi batuan, diantaranya: Formasi Haruyan terutama batuan lava
basaltik berstruktur aliran, Formasi Pitab terdiri dari perselingan batupasir,
batulanau, batulempung, breksi polimik rijang, batugamping dan lava basalt.
Formasi Batununggal terdiri dari batugamping berwarna kelabu hingga
kehitaman. Aktivitas magma terdiri dari batuan granitik yang disebut Batang Alai
Granit dan batuan granodiorit. Aktivitas magma yang terjadi pada Kapur Akhir
menghasilkan intrusi diorit yang menerobos Formasi Pitap.

Diatas batuan Pra - Tersier secara tidak selaras diendapkan batuan sedimen
Tersier dari Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, Formasi Dahor
dan endapan aluvial.

Formasi Tanjung merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang diendapkan di


cekungan Barito menutupi batuan Pra -Tersier secara tidak selaras. Formasi ini
merupakan salah satu pembawa batubara di Kalimantan Selatan. Tebal satuan
diperkirakan 1500 m, Umur Eosen, Formasi Tanjung menindih tak selaras

122
Formasi Pitap dan Formasi Haruyan. Kemudian secara selaras batuan ini ditutupi
oleh Formasi Berai terdiri dari batugamping dengan sisipan lempung.

Diatas Formasi Berai secara selaras diendapkan, Formasi Warukin dengan ciri
litologi terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan
batubara.

Secara intensif batuan-batuan Pra - Tersier dan Tersier telah mengalami perlipatan
dan pergeseran pada akhir Miosen.

Selama Plio-Pleistosen terjadi peneplainasi dengan terbentuknya Formasi Dahor


yang kemudian menutupi Formasi Warukin, secara tidak selaras. Formasi Dahor
terdiri dari batupasir kuarsa, konglomerat dan batulempung yang kadang
mengandung lignit. Endapan aluvial merupakan hasil rombakan sekarang (Resen)
terdiri dari endapan sungai dan endapan rawa. Umur batuan sedimen Tersier
adalah dari Eosen-Pleistosen.

Struktur lipatan berupa antiklin terdapat di sepanjang pegunungan Meratus dengan


sumbu berarah tenggara-baratlaut. Sejajar dengan ini terdapat sesar naik berarah
baratdaya-timurlaut dengan kemiringan kearah baratlaut, dimulai dari selatan
Pleihari ke arah timur hingga ke Sungai Sampanahan.

Berdasarkan data Geofisika (V. Bolshakov, 1964) terdapat suatu antiklinorium


disebut Meratus-Samarinda Antiklinorium dengan arah umum kemiringan dari
sumbu antiklinorium ke arah utara. Dari struktur regional, zona patahan secara
umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) blok yaitu blok utara, tengah dan selatan,
dibedakan berdasarkan jurus umum batuan.

Blok utara telah mengalami pengangkatan khususnya pada sayap sebelah barat
antiklinorium sepanjang utara zona sesar disebut sebagai zona sesar Tanjung.

Blok tengah terletak antara zona sesar Tanjung, zona sesar Klumpang, dicirikan
oleh munculnya batuan intrusif granitik dan batuan ultrabasa sepanjang zona sesar
tsb.

Blok selatan dicirikan oleh perkembangan yang luas dari sesar yang berarah timur
laut yang dikontrol oleh kompleks batuan intrusi diorit dan ultra basa. Sejumlah
sesar berarah tenggara-baratlaut yang berasosiasi dengan endapan magnetit di
123
wilayah Pleihari dapat diamati di daerah ini. Hadirnya sistem sesar yang saling
berpotongan dari semua blok diatas dapat dibuat sebagai salah satu fakta untuk
melokalisir endapan bijih magnetit di daerah ini.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Kabupaten Balangan
Di daerah ini endapan bijih besi terdapat di tiga lokasi yaitu G. Tanalang, G. Batu
Besi dan G. Batu Berani. Ketga lokasi tersebut berada dalam kawasan hutan
lindung.

3.1. G. Tanalang

• Lokasi .

Endapan Tanalang terletak diwilayah Kecamatan Awayan ± 60 km timur laut dari


Barabai atau 215 km timur laut Banjarmasin. Secara geografis endapan Tanalang
terletak pada 2o 29’ 18” LS dan 115 o 40” 05” BT, termasuk Kabupaten Balangan,
Provinsi Kalimantan Selatan.(Gambar 1). Pencapaian lokasi ini dapat dilakukan
dengan kendaraan bermotor roda empat dari Banjarmasin-Barabai sepanjang 165
km dengan kondisi jalan beraspal dan baik. Dari Barabai ke arah timurlaut menuju
kampung Bihara melalui jalan tidak beraspal dan berbatu-batu sepanjang 30 km.
Dari kampung Bihara harus berjalan kaki sepanjang 20 km ke daerah endapan
bijih besi Tanalang. Kampung terdekat dengan daerah endapan ini adalah
Kampung Langkap dan Kampung Gunung Batu (Sungsum) berjarak 7-12 km.
Lokasi endapan bijih besi termasuk dalam kawasan hutan lindung.

• Geologi

Geologi ditempati oleh komplex intrusi yang terdiri dari granit, granodiorit, diorit,
diorit porfir dan diabas. Batuan ini menutupi daerah seluas ± 15 km2 menempati
bagian utara-barat, yang diperkirakan berupa batolit dan retas (Gambar 2).

Granit terdapat hanya di bagian barat, singkapannya dapat diikuti sepanjang 1 km


di S. Iyam dan anak sungainya, dan sedikit diantara Batu Besi dan S. Baan. Batu
granit berwarna kelabu, kelabu kehijauan dan kadang kelabu ungu berbutir
sedang-kasar, masif, tekstur granitik, porfiritik. Komposisi mineral terdiri dari

124
plagioklas, orthoklas, kuarsa, hornblende dan biotit, sedangkan mineral sekunder
adalah pirit, magnetit dan apatit.

Granodiorit, tersebar luas, menutupi batas endapan bijih dari barat dan barat laut,
sebaran yang lebih kecil pada bagian tenggara di hulu S. Iyam dan S. Sipungkung.
Batuan granodiorit, berwarna kehijauan, berbutir halus-sedang, padat dan masif,
tekstur hipidiomorphik-granular, granophirik, porfiritik dan mikrografik trace.
Komposisi mineral terdiri dari 40-45% plagioklas, 20-25% kuarsa, 5-10%
piroksen dan kurang dari 5% botit. Mineral sekunder adalah magnetit dan apatit.

Diorit, tersingkap di bagian selatan, timur dan bagian utara-timur berupa intrusi
masif berasosiasi dengan mineralisasi Tanalang. Batuan ini bebutir sedang-kasar,
masif, berwarna hijau kelabudan kelabu kehijauan gelap, komposisi mineral
adalah plagioklas (70-75%), kornblende (15-25%), kuarsa (hingga 10%), tekstur
hipidiomorphik-prismatik dan yang lebih halus tekstur porfiritik.

Diorit porfir, sebagian besar berupa retas, singkapan yang baik dijumpai di S.
Ulayan dan dalam lubang bor, keras dan masif memperlihatkan tekstur porfiritik
yang jelas. Batuan leukokratik berwarna kelabu kehijauan, sedangkan yang
melanokratik berwarna kelabu gelap dan hijau gelap. Komposisi mineral terdiri
dari plagioklas, kuarsa, orthoklas, kornblende dan piroksen. Mineral sekunder
adalah serisit, klorit, epidot, sausurite dan mineral tambahan adalah pirit, magnetit
dan apatit.

Diabas agak jarang, singkapan ditemukan di S. Ulayan dan anak sungainya, S.


Talas, juga dalam lubang bor pada kedalaman 51, 30-55, 90 mtr dan 39, 85-41, 15
mtr. Batuan ini berwarna abu gelap, berbutir halus, keras dan masif. Setempat
dijumpai mineral yang kaya akan magnetit, tekstur poikilitik dan sebagian
porfiritik. Komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen, kuarsa dan
magnetit. Mineral sekunder adalah klorit dan magnetit.

Seri batuan sedimen-volkanik, berupa batuan kuarsit, terdapat dibagian timur dan
tenggara dari endapan bijih, dihasilkan dari proses metasomatik hidrothermal.
Genesa dan seri batuan kuarsit ini adalah larutan magma panas mengandung asam
silika muncul menjadi seri batuan volkanik-sedimen. Di bagian timur dan

125
tenggara disusun oleh batuan kuarsit, batupasir dan batuan yang mengandung
kuarsa..

Batuan lainnya yang dijumpai adalah batu gamping (Kapur Akhir?), metasomatik
kontak (epidot-garnet skarn, hornfels), dan metasomatik hidrotermal (kuarsit
sekunder).

Seri mineral skarn garnet-piroksen-epidot; magnetit-garnet ; garnet epidot dan


kuarsa epidot. Seri meneral ini dapat dijumpai dekat endapan bijih Tanalang dan
dalam lubang bor pada kedalaman 67,5 dan 70,0 m, dan S. Idi. Seri mineral skarn-
garnet-piroksen, terbatas hanya pada tubuh bijih magnetit G. Tanalang. Zona
skarn dan batuan yang telah mengalami skarnisasi mengandung meneralisasi
magnetit berasosiasi secara genetika, dengan jurus utara-timur terdapat sepanjang
400 m dengan lebar 130-140 m.

Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Balangan, Kalimantan


Selatan

126
Gambar 2. Peta skesta geologi daerah Tanalang, Kalimantan Selatan

• Karakteristik bijih dan cadangan

Endapan bijih besi Tanalang menempati lereng sebelah Barat pegunungan


Meratus terletak pada ketinggian antara 250-300 dpl. Puncak bukit mempunyai
ketinggian 400-500 m dpl. Selanjutnya kearah timur terdapat puncak dengan
ketinggian melebihi 1000 m dpl. Karena erosi dan denudasi, relief daerah ini
tajam/terjal. Endapan bijih besi Tanalang merupakan endapan tunggal dan
merupakan endapan terbesar yang diketahui terdapat di Kalimantan Selatan.
Pegunungan dan lembah masih tertutup hutan lebat dan padat dengan sungai-
sungai yang berdekatan/berhulu ke G. Tanalang, antara lain : S. Ulayan, S. Baan,
S. Ijam, S. Pitap dan lain-lain

Selain di Tanalang, endapan bijih besi terdapat didaerah barat-selatan meliputi


daerah Baan, Batu Berani dan Batu Besi. Endapan bijih besi Tanalang terdapat
pada sayap antiklin Meratus-Samarinda, disusun semi batuan sedimen-Vulkanik
berumur Kapur yang kemudian termalihkan disebabkan intrusi batuan plutonik
berkomposisi asam-intermedier. Genesa mineralisasi Tanalang berasosiasi dengan
intrusi granadiorit-diorit.

Endapan bijih besi di Tanalang terdapat sebagai bijih insitu, baik sebagai endapan
redeposited maupun sebagai endapan deluvial yang sangat besar.

127
A. Bijih insitu.

Terbentuk dengan singkapan yang besar dan luas, dimana pada bagian puncak
berbentuk kubah, terdapat pada lereng bagian utara G. Tanalang. Pemboran inti
telah dilakukan terhadap tubuh bijih insitu. Dari data pemboran dan hasil survei
rinci, menunjukkan tubuh bijih utama berbentuk lensa meluas ke bagian utara
dengan arah utara-timur (N10o-12oE). kemiringan tajam (hingga 20o) ke arah
baratlaut dan sedikit berkurang (15o-19o) ke arah utara. Meluas keluar dari selatan
ke utara sepanjang 215 m dan dari barat ke timur dengan lebar 100 m.

Pada lubang pemboran diujung selatan tubuh bijih ± 20 m utara dari puncak G.
Tanalang terdapat bijih dengan ketebalan maksimum 66,20 m, ke arah utara
sepanjang jurus terlihat ketebalan bijih berangsur turun.

Tubuh bijih utama adalah magnetite ore, kadang-kadang terdapat garnet dan
kalsit. Mineralisasi skarn berupa garnet dan garnet-epidot skarn dengan
tingkat/derajat yang berbeda dijumpai pada daerah hanging wall dari tubuh. Seri
batuan mengandung kuarsa-epidot dan aktinolit-epidot jarang ditemukan.
Peralihan yang tajam terdapat dari bijih magnetit masif menjadi skarn dan
metasomatik lainnya. Pada daerah foot wall dari daerah metasomatik kontak
berubah menjadi diorit yang telah mengalami metamorfosa tinggi.

Pada bagian barat dan baratdaya Tanalang, terdapat suatu zona bijih yang kaya
magnetit, dijumpai dalam zona skarn yang terletak dibawah tubuh bijih utama. Ini
dapat dilihat dalam lubang bor pada kedalaman 20,65-49,80 m, juga pada lubang
bor lainnya pada kedalaman 47,40-56,65 m dan lokasi lain pada kedalaman 27,30-
46,65 m. Endapan bijih berbentuk lensa, ketebalan kecil, terdapat dalam zona
mineralisasi skarn garnet-epidot. Total ketebalan bijih masif dalam bor tersebut
adalah 10,15 m; 5,70 m dan 15,55 m.

Dari data yang diperoleh, endapan bijih berbentuk lensa-lensa dengan jurus
tenggara-baratlaut dengan kemiringan tajam ke barat dimana arah ini sama dengan
zona bijih di utara-selatan yang dapat ditelusuri sepanjang 180 m. Dari survei
magnetit perbedaan ketinggian pada penampang (40 m ke utara dari lubang bor )
terdeteksi anomali lokal = 6000 gamma.

128
Kondisi dari pembentukan endapan bijih besi Tanalang adalah tipe metasomatik
kontak, menurut G.A Sokolov’s (1457), hal ini dapat dilihat dari mineralisasi tipe
skarn dan temperatur tinggi. Mineralisasi magnetit terkonsentrasi pada bagian
bawah/dasar dari intrusi diorit yang berasiasi dengan batuan yang mengandung
mineral skarn epidot-garnet dan epidot-aktinolit.

Endapan bijih insitu dapat dibagi dua, yaitu : bijih primer dan bijih oksida

• Bijih primer, disusun oleh bijih magnetit berbutir sangat halus - halus.
Struktur masif . bijih ini sedikit diisi oleh karbonat, klorit dan kadang sulfida
tembaga, setempat tubuh magnetit terdiri dari lensa kecil dengan ketebalan 1-2 m
atau berupa sarang tempat berkumpulnya berbagai mineral seperti mineral skarn
epidot-garnet dan aktinolit-epidot.
Mineral bijih terdiri atas magnetit , hematit, pirit dan kalkopirit. Mineral
pengganggu adalah kalsit, garnet, kuarsa, klorit, muskovit, biotit, apatit dan
sillimanit. magnetit (berat 76-80%) berupa bijih padat dengan inklusi garnet, pirit
dan kuarsa. Ukuran butir dari 0,08-0,15 mm, sistem kristal isometrik, octahedron,
hematit (0,0-0,5%), kristal berbentuk radier dan sheaf ukuran 0,02-0,08 mm,
tersebar tidak teratur dalam bijih.

Muskovit, biotit dan silimanit juga terdapat sebagai butir-butir yang terpisah
dalam bijih primer. Pada zona pelapukan, yang mencapai kedalaman 20-25 m
bijih magnetit masif, sebagian menjadi semi-martite. Mineral skarn dan batuan
epidot-aktinolit berubah menjadi bijih besi coklat dan lempung .

• Bijih oksida, dicirikan oleh asosiasi mineral sebagai berikut : bijih-martite (60-
65%), magnetite (22%) dan ferric hydrate; mineral pengganggu adalah garnet (5-
10%), mika (3%), kuarsa (2%), kalsit, apatit dan serpentin.
Martite, adalah perkembangan dalam magnetit. Bersama-sama atau terpisah
dengan magnetit membentuk bijih padat partikel berukuran 7,0 mm. Tingkat
martisasi dari magnetit berbeda-beda. Beberapa butir magnetit hanya teroksidasi
diatas permukaan, yang lainnya seluruh magnetit berubah menjadi martit. Ukuran
butir martite dari 0,16-7,0 mm, pada umumnya berukuran 1,0-3,0 mm.
Ferric-hydrate berkembang lebih luas sepanjang kekar yang paling halus kurang
dari 0,04 mm, dapat diamati dalam garnet. Garnet terjadi sebagai kristal
129
idiomorfik berukuran 0,1-0,75 mm, biasanya berasosiasi dengan mika, kuarsa dan
mineral bijih. Mika adalah muskovit berukuran 0,1-0,75 mm terkumpul bersama
dengan serisit. Beberapa mika mengandung noda/bintik besi. Kuarsa dijumpai
berasosiasi dengan garnet, ukuran butir 0,03-0,23 mm. Kadang-kadang juga
dijumpai kalsit, apatit, dan serpentin.

A. Bijih Deluvial

Tersebar sangat luas menutupi hampir seluruh G. Tanalang, terutama pada lereng
utara dan selatan. Lapisan bijih terdiri dari martite atau semi martite yang
sebagian besar berupa fragmen membundar dan menyudut. Akumulasi kelompok
terbesar martite dengan ukuran maksimum 4x5x5 m dijumpai pada kaki G.
Tanalang.

Konsentrasi bongkah bijih yang besar ditemukan antara S. Ubi dan S. Talas serta
disekitar parit uji. Bongkah besar bijih martite dijumpai agak jarang disepanjang
tebing S. Ulayan. Total area sebaran bijih deluvial termasuk lereng sebelah selatan
G. Tanalang (daerah S. Baan) berupa lapisan bijih seluas 408.960 m2. Ketebalan
lapisan bijih dari 1,0 sampai 17,45 m dengan rata-rata : 3,44 m. Ketebalan tanah
penutup dari 0,0-2,5 m. Kuantitas bijih dari satu sumur uji dari 0,28-2,67 ton/m3,
rata-rata untuk endapan adalah 1,46 ton/m3. Bijih deluvial mempunyai tekstur
halus hingga sangat halus dan masif.
Perhitungan cadangan dari bijih insitu dibuat berdasarkan metoda penampang
vertikal. Dari tingkat penyelidikan, kualitas bijih, keadaan tubuh bijih, maka
cadangan dimasukkan dalam katagori cadangan terkira. Secara keseluruhan
jumlah cadangan bijih besi didaerah Tanalang adalah sebagai berikut :
Bijih insitu : 2.953.500 ton (Fe : 58,75 %, S : 0,61% dan P : 0,03 %)
Bijih Deluvial : 2.044.600 ton (Fe : 58,30 %, S : 0,07% dan P : 0,05 %)
Total cadangan : 4.998.100 ton.

130
3.2. Gunung Batu Berani
• Lokasi

Terletak pada puncak Bukit Batu Berani (ketinggian ± 280 m dpl) ± 2 km


timurlaut dari endapan Tanalang. Secara administratif termasuk dalam wilayah
Kecamatan Awayan, Kabupaten Balangan. Secara geografis terletak pada
koordinat 20 29'18"LS/1150 40'05"BT. Lokasi endapan bijih besi termasuk dalam
kawasan hutan lindung (Gambar 1).

• Geologi

Batuan yang dijumpai dilokasi bijih terdiri dari batuan instrusi berkomposisi
granitik. Batuan instrusif yang terbesar adalah granodiorit, di beberapa tempat
berubah menjadi granit dan kadang ke diorit. Granodiorit telah mengalami
metamorfosa : silisifikasi, kloritisasi dan epidotisasi.

Dalam zona kontak metasomatik selalu terdapat mineral skarn dengan garnet dan
piroksen, yang antara lain dijumpai dibagian tengah/pusat dari lokasi bijih. Batuan
yang belum terubah dijumpai hanya di bagian barat dan barat daya daerah ini.
Nampaknya baik tekstur maupun struktur dan komposisi mineralnya sama dengan
batuan yang ditemukan pada endapan Tanalang.

Retas aplit dijumpai pada lokasi bijih tersingkap sepanjang S. Batuberani dan
pada cabang kiri sungai tersebut. Jurus dari pada retas adalah U 30-40o T , dengan
ketebalan 5 – 10 m. berupa batuan leukokratik berbutir halus-sangat halus, masif,
disusun oleh potasium-feldspar, kuarsa, plagioklas dan hornblende (Gambar 3).

Batuan metasomatik terdiri terutama epidot – kuarsa dan epidot, diantaranya


beberapa mineral skarn berbentuk lensa-lensa dari garnet dan skarn piroksen-
garnet juga ditemukan. Mereka terbentuk dalam dua zona yang terpisah, yang
pertama menutupi bagian puncak dan pada lereng dibagian selatan perbukitan
dengan lebar 100 m dan panjang 500 m yang lainnya terletak 150 m barat daya
yang menutupi bagian puncak bukit dengan jarak 200 m, lebar 50-60 m. Batuan
metamorfik umumnya telah mengalami pelapukan yang sangat kuat dan pada
puncak singkapannya telah teroksidasi, karena itu dalam sumur uji sangat sulit

131
untuk menentukan batuan asal. Metasomatik dapat terbentuk oleh proses
penggantian batuan instrusi.

Pada beberapa tempat skarn garnet dan skarn garnet-piroksen mengandung


mineralisasi magnetit dan hematit, ditemukan berupa tali stringer) dalam oksida
magnetit. Pada puncak bukit Berani, dalam sumur uji dijumpai magnetit masif
berupa lansa-lensa kecil berukuran 0,9 dan 1,10 m. Mineralisasi hematit juga
dijumpai dalam sumur uji dan pada lereng sebelah barat, umumnya dijumpai
sebagai kristal kasar berbentuk sarang dan terpisah terkumpul dalam skarn dan
urat kuarsa .

• Karakteristik bijih dan cadangan


Bijih besi umumnya merupakan bijih deluvial dan terdapat terbatas dalam daerah
mineralisasi skarn. Bijih terdiri dari fragmen magnetit dengan bentuk menyudut
tajam. Fragmen bijih ini terkonsentrasi pada puncak dan di lereng di bagian barat
G. Batu Berani. Penyebaran endapan bijih deluvial dilihat dari survei magnetik
dan dari sumur uji dimana sebarannya meliputi daerah seluas 180.000 m2.
Ketebalan berkisar dari 2,0-6,0 m dan ketebalan rata-rata 2,5 m untuk seluruh
daerah.

Gambar 3. Peta skesta geologi daerah G. Batu Berani.

132
Jumlah bijih dalam sumur uji berkisar dari 1,16 – 1,65 ton/m3 rata-rata 1,44
ton/m3. Kandungan besi (Fe) berkisar dari 43,74 – 61,75%. Cadangan bijih dalam
isopah 1,0 m sebanyak 64.800 ton .

3.3. G. Batu Besi

• Lokasi

Terletak dua kilometer baratlaut dari endapan Tanalang menutupi daerah seluas
0,4 km2. Secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Awayan,
Kabupaten Balangan. Secara geografis terletak pada koordinat 20 29'18"LS/1150
40'05"BT. Lokasi endapan bijih besi termasuk dalam kawasan hutan lindung
(Gambar 1).

• Geologi

Geologi disusun oleh batuan intrusi granitik dan metasomatik. Sebagian besar
batuan intrusi yang menutupi daerah ini terdiri dari granodiorit yang besar dan
beberapa batuan granit dan diorit kuarsa (Gambar 4). Di bagian tengah dari lokasi
bijih, mungkin merupakan daerah yang terganggu karena tektonik dimana batuan
granit telah mengalami metamorfosa berupa silisifikasi, epidotisasi dan kadang
skarnisasi, pada daerah seluas 200 x 400 m. Retas berkomposisi diorit porfir
tersingkap dalam river-bed di S. Ulayan dan juga diamati dalam zona tektonik
merupakan tubuh kecil (panjang 50 – 100 m, tebal 3 – 10 m) dengan kemiringan
tajam/tegak dengan jurus berarah tenggara- baratlaut. Deskripsi batuan intrusi
grandiorit, granit dan diorit kuarsa sama dengan daerah Tanalang.

Metasomatik terbentuk dalam suatu zona yang terpisah dari utara ke timurlaut
sepanjang 400 m dengan lebar maksimum 140. Batuan/mineral metasomatik
adalah garnet dan skarn garnet epidot berselingan dengan epidot dan batuan epidot
kuarsa. Batuan umumnya telah mengalami oksidasi yang kuat dan berubah
menjadi bijih berwarna coklat (brown iron) dan lempung tersingkap baik diatas
permukaan maupun dalam sumur uji karena telah mengalami pelapukan dan
ubahan yang kuat sehingga komposisi asal dari batuan tidak dapat ditentukan.

133
• Karakteristik Bijih Besi dan Cadangan

Skarn masuk dalam bijih magnetit, terdapat di puncak dan lereng sebelah utara G.
Batu Besi kadang berupa kantong dan berbentuk tali ( stringer ) dari kristal
hematit dan pirit merupakan mineralisasi pasca magmatik dari tahapan
hidrotermal yang lebih muda. Bongkah-bongkah maksimum berukuran 3 x 2 x 2
m dan fragmen bijih magnetit oksida terbatas pada zona batuan metasomatik pada
daerah skarn.

Bijih deluvial yang terakumulasi terpisah pada daerah yang kecil. Ketebalan lebih
kecil 1,0 m. Dari survei magnetit dan sumur uji nampaknya bijih deluvial
cadangannya tidak mempunyai nilai yang ekonomis.

Kabupaten Hulu Sungai Selatan

3.4. Kamawakan

Indikasi bijih besi berupa magnetit ditemukan didaerah Kamawakan, Kecamatan


Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Secara Geografis lokasi berada pada 02
52’12,7” S dan 115 29’32” E. Lokasi endapan bijih besi berada pada perbatasan
hutan lindung (Gambar 5). Bijih besi ini ditemukan dari hasil kegiatan
inventarisasi Tim Konservasi pada tahun 2004. Indikasi yang ditemukan berupa
urat dan bongkah berukuran 1 – 3 m. Namun demikian penyelidikan yang lebih
rinci belum dilakukan. Kandungan besi dari beberapa conto yang telah dilakukan
analisa mempunyai kadar Fe : 56,74 – 67,33 %. Menurut informasi investor asing
yang telah melakukan peninjauan didaerah ini berasal dari India dan China.

Kabupaten Tanah laut

Di daerah ini terdapat sembilan lokasi endapan bijih besi yaitu di daerah Ulin,
Tanjung, Riam Pinang, Batu Kora, Jajakan Pontain, Korotain, Melati, G.
Tembaga, Sarang Alang dan Takisung. Dari semua lokasi tersebut hanya Riam
Pinang yang termasuk dalam kawasan hutan lindung.

134
3.5. Ulin

• Lokasi

Endapan bijih besi di daerah Ulin terletak 12 km sebelah tenggara Pleihari. Secara
administratif termasuk kedalam wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah
Laut (Gambar 6). Survei magnetik permukaan telah dilakukan secara detail pada
daerah seluas (50 x 25 m) dimana anomali terdapat di bagian barat endapan pada
daerah seluas (5 x 25 m).

• Geologi

Geologi endapan Ulin disusun oleh seri batuan vulkanik-sedimen berumur Kapur
Atas, batuan metamorfik kontak dan batuan intrusi. Batuan dasar yang berumur
Kapur telah runtuh menjadi dataran, diintrusi oleh batuan diorit dan piroksenit dan
terlipat sepanjang jurus utara-timur. Batuan vulkanik termetamorfosa kontak
sangat kuat menjadi hornfels, sebagian termineralisasi dan sebagian tidak terubah.
Batuan vulkanik terdiri dari andesit plagioklas, andesit hornblende – piroksen dan
tuf (Gambar 7).

Andesit plagioklas berwarna hijau gelap, masif, tekstur porfiritik dengan


komposisi mineral plagioklas, piroksen, magnetit (sebagai mineral tambahan) dan
mineral sekunder berupa serisit, albit, klorit dan karbonat.

Andesit-piroksen-hornblende berwarna kelabu gelap, masif tekstur porfiritik,


komposisi mineral terdiri dari hornblende dan piroksen.

135
Gambar 6. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Tanah Laut.

Gambar 7. Peta Sketsa Geologi Bijih Besi Ulin daerah Ulin.

136
Piroksenit terdapat di bagian barat dari endapan, berwarna hijau gelap, tekstur
hipidiomorpik-granular. Komposisi mineral piroksen, monoklinik plagioklas,
hornblende coklat serta mineral sekunder dan klorit.

Diorit terdapat secara terbatas, ditemukan diantara fragmen deluvial dalam dua
lubang bor pada kedalaman 37,5 dan 3,75 m. Tubuh diorit dengan tekstur
porfiritik dan mikrodiorit yang kecil mengintrusi seri batuan vulkanik-sedimen.
Komposisi mineral: plagioklas, hornblende, piroksen, kuarsa, magnetit dan
mineral sekunder seritit dan amphibol.

Spersartite, dijumpai sebagai fragmen deluvial yang kecil di bagian utara-barat


dari endapan, bertekstur hipidiomorphik granular komposisi mineral terdiri dari
hornblende, plagioklas, kuarsa, mineral tambahan adalah magnetit dan epidot,
mineral sekunder adalah serisit.

Batuan tersilisifikasi kuat (kuarsit) ditemukan pada puncak, juga di lereng sebelah
utara dan timurlaut Bukit Ulin. Batuan ini berwarna kelabu terang, masif, tekstur
mikro granoblastik, komposisi mineral kuarsa dan hidroksida besi. Batuan serisit-
kuarsa, tersebar dalam zona kontak luar dari diorit, masif, struktur seperti breksi
dengan tekstur mikroblastik. Komposisi mineral plagioklas, seririt, kuarsa dan
hidroksida besi.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan

Endapan Ulin terdiri dari bijih insitu dan deluvial sebagai hasil proses
penggantian metasomatik antara lain bijih magnetit dan skarn. Bijih insitu
dijumpai dalam lubang bor pada kedalaman 7,2 – 27,0 m berupa sisipan tipis dari
bijih magnetit, skarn garnet dan mineralisasi pirit. Dalam lubang bor dijumpai
mineralisasi magnetit kecil dalam batuan andesit yang telah mengalami
metamorfosa kuat pada kedalaman 12, 12,7 m dan 19 m. Dalam lubang bor yang
lainnya suatu zona bijih terdapat pada kedalaman 2,0 – 18,6 m dan bijih magnetit
martitisasi masif pada kedalaman 6,55 – 7,7 m dan 10,45 – 11,9.

Mineralisasi magnetit pada endapan Ulin terbatas di bagian baratlaut pada daerah
kontak antara diorit dengan seri batuan vulkanik. Mineralisasi garnet skarn
mengandung sisipan magnetit masif. Bijih magnetit tersebut juga ditemukan
137
dalam skarn dan skarn effusif. Proses penggantian metasomatik terbatas pada zona
kecil memanjang kearah utara-timur sepanjang 1.00 m. Ketebalan zona bijih tidak
melebihi 10 m dan dalam salah satu lubang bor ketebalannya 5 m.

Perhitungan cadangan terkira dari bijih insitu magnetit berdasarkan panjang


tubuh bijih 100 m, kemiringan 35 m, ketebalan rata-rata 2,0 m dan berat jenis =
3,8 ton/m3, maka jumlah cadangan adalah = 100 x 35 x 2,0 x 3,8 = 26.5 00 ton
atau dibulatkan 30.000 ton. Hasil analisa Fe = 59,58%, Si2O3 = 3,64%,TiO2 =
0.28%, MnO = 0,17, Cu = 0,02%, S = 0.07% Cr2O3 = 0,09 %, Ni = 0,0.

Bijih deluvial terdapat dalam daerah yang terbatas, berupa fragmen kecil dari
martit yang telah mengalami pelapukan kuat dan skarn garnet mengandung besi
bercampur dengan lempung. Mineralisasi garnet-skarn selama proses pelapukan
selalu berubah menjadi bijih dengan kandungan besi yang tinggi, dimana
kandungan silikat dari besi tidak lebih dari 4%.

Selain itu bijih deluvial berupa fragment kecil, dengan bongkah magnetit-
martisasi dengan ukuran maksimum 3 x 3 x 4 m, dijumpai pada lereng bukit
bagian utara-barat dari endapan. Singkapan tubuh bijih terdapat pada arah utara-
timur sepanjang 200 m. Hubungan bijih deluvial dengan bijih magnetit insitu pada
endapan ulin sulit diamati karena akarnya (roof) telah tererosi.

Total daerah penyebaran bijih deluvial dalam isopah 1,0 m adalah 112.009.000
m2. Ketebalan bijih deluvial dari 1,0 sampai 7,2 m dengan rata-rata 2,51 m,
jumlah bijih dalam sumur uji dari 0,53 ke 2,51 ton/m3, rata-rata 1,49 ton/m3.
Rata-rata jumlah fraksi terkecil lebih kecil dari 1 cm adalah 23,6%. Total
cadangan terkira adalah 489.300 ton. Kandungan unsur-unsur dalam bijih deluvial
adalah sebagai berikut: Fe : 32,26 – 59,21% rata-rata 51,86%, S : 0,01-0,29%
rata-rata 0,29% dan P : 0,1-0,2 % rata-rata 0,07%.

3.6. Gunung Tembaga

• Lokasi

Endapan bijih besi di G. Tembaga terletak 8 km sebelah tenggara kota Pleihari.


Secara adiministratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten
Tanahlaut (Gambar 6).

138
• Geologi

Geologi yang menyusun endapan bijih G. Tembaga terdiri dari seri batuan
vulkanik-sedimen berumur Kapur Atas terutama diwakili oleh batuan andesit
berkomposisi basa - intermedier serta berbagai macam batuan piroklastik,
sedangkan batuan sedimen terdiri dari batu gamping dan argilit. Batuan tersebut
diatas telah mengalami perlipatan dengan sumbu berarah utara-timur dan diintrusi
oleh batuan gabro dan batuan granitik.

Dalam zona kontak dipengaruhi oleh metamorfik kontak dan mengakibatkan


munculnya formasi batuan hornfelsik, garnet skarn dan bijih magnetit bercampur
dengan batuan samping. Batugamping ditemukan dalam lubang bor berselingan
dengan batuan vulkanik dengan ketebalan 20 – 25 m, disusun oleh kristal kalsit
yang besar dan kumpulan mikrokristalin. Sebagian besar batuan ini telah
mengalami ubahan silisifikasi dan epidotisasi.

Batuan andesit, andesit - basalt dan tufa mempunyai komposisi yang sama.
Lapisan batuan tufa tersingkap di bagian utara-timur dari endapan, yang dapat
ditelusuri sepanjang 900 m kearah timurlaut dan ketebalan ± 100 m.

Batuan andesit berwarna hijau gelap, porfiritik dengan struktur pilotaksitik dalam
masa dasar, komposisi mineral terdiri dari plagioklas piroksen, hornblende dan
mineral sekunder amphibol, klorit, serisit, sausurit.

Batuan andesit basalt, dicirikan oleh tekstur porfiritik dengan masa dasar
hyalopilitik. Komposisi mineral adalah plagioklas, piroksen dan olivin mineral
sekunder serisit, amphibol, klorit, sausurit. Batuan andesit - basalt dan batuan tufa
berwarna hijau gelap dengan struktur breksiasi. Batuan ini disusun oleh sejumlah
fragmen dan kristal augit, serisit, plagioklas, olivin agak jarang dan juga fragmen
batuan berbutir kasar dan membulat dari batuan andesit - basalt disemen oleh
kumpulan mineral dari klorit, epidot dan karbonat.

Batuan granit, terdapat di bagian utara-barat dari endapan, terbentuk di puncak


dan lereng G. Tembaga. Gabro dengan kristal yang kasar terdiri dari mineral
primer adalah plagioklas, piroksen (augit), biotit. Mineral sekunder terdiri dari
ampibol, serisit, klorit, mineral tambahan adalah magnetit, apatit.

139
Diorit mempunyai kristal berbutir halus-sedang dengan struktur hipidiomorfik
granular dan porfiritik, kuarsa, mineral sekunder adalah ampibol, serisit, klorit,
epidot, sedangkan mineral tambahan adalah epidot dan magnetit.

Granodiorit, berwarna merah muda-kehijauan, masif, ineguigranular. Tekstur


hipidiomorfik, sebagian tekstur granitik, komposisi meneral: plagioklas, ortoklas,
kuarsa, hornblende, piroksen jarang, mineral sekunder: ampibol, serisit, kaolin
dan mineral tambahan: apatit, sphene, magnetit dan mineral sulfida (pirit).

Hornfels, penyebaran tidak luas, terdapat pada lubang bor pada hanging wall dari
tubuh bijih, mereka membentuk zona kecil dengan ketebalan 20 m, singkapan
juga dapat ditemukan di sebelah barat intrusi granodiorit pada zona kontak.
Horfels berwarna hijau gelap, masif, tekstur horny, setempat dengan relik struktur.
Batuan hornfels terbentuk sebagai hasil metamorfisme kontak dengan intrusi
batuan vulkanik porfir.

Hasil metasomatik kontak (skarn dan bijih magnetit) terbatas pada zona endapan
kontak di bagian selatan dari intrusi granodiorit dan terbentuk dalam seri batuan
vulkanik-sedimen berumur kapur akhir. Batuan terbentuk pada zona yang berarah
timur laut terbagi menjadi blok yang terpisah oleh tektonik.

Skarn garnet, lokasinya terutama di bagian utara-timur dari endapan, pada puncak
dan lereng sebelah selatan-barat dari G. Tembaga. Batuan ini dapat ditelusuri
sepanjang 50 m dengan lebar 30 m, skarn garnet juga hadir di bagian selatan-barat
dari endapan. Disini skarn dapat ditelusuri sepanjang 100 m dengan lebar
sempit/kecil. Dalam sumur uji juga tersingkap, sedangkan dalam tubuh bijih di
bagian tengah dan dalam batuan samping sedikit sekali dijumpai garnet-skarn.
Mineral skarn termasuk seri urarolite-grossularite-andradite.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan

Tubuh bijih magnetit terletak antara batuan vulkanik (effusive) yang


termetamorfosa kuat (skarn dan epidotisasi) dimana metamorfisme kontak dari
skarn sebagian terdapat dalam batuan vulkanik dan sebagian lagi terbentuk
bersama batugamping. Ada 2 (dua) tubuh bijih yang terpisah, berarah utara-barat
dan selatan-timur, luas daerah 180 x 240 m2.

140
Perhitungan cadangan bijih besi insitu di lokasi utara-barat dilakukan dengan
mempergunakan metoda penampang vertikal paralel. Disamping bijih insitu,
terdapat bijih deluvial yang merupakan pengendapan kembali (redeposited)
dengan sebaran yang luas di daerah G. Tembaga. Bijih deluvial diwakili oleh
fragmen bijih martite bercampur dengan bijih besi lempung pasiran .

Berdasarkan studi meneralogi, bijih deluvial dicirikan oleh mineral bijih utama
martite, ferric-hydrate, magnetit dan butiran terpisah dari feldspar, zirkon dan
mika. Martite merupakan mineral utama (75-80%) terbentuk setelah dan diantara
magnetit, ukuran butir berkisar dari 0,2 – 0,6 mm. Butiran ini sebagian berkumpul
menjadi masif dengan sedikit/agak jarang inklusi batuan. Magnetit ditemukan
sebagai relik dalam martite ukuran butir dari 0,15 – 0,3 mm.

Ferric-hidrate (terutama geothite) muncul dalam kekar kecil atau terbentuk dalam
urat halus tipis dengan sebaran yang tidak teratur. Ukuran butir berkisar dari 0,004
– 0,2 mm, pirit dan markasit berkumpul (hingga 4 mm) merupakan bijih tersebar .

Kuarsa mengisi kekar dengan ketebalan 0,03 – 0,7 mm, dijumpai bercampur
dengan martite. Bongkah-bongkah besar dari bijih martite terkonsentrasi terpisah
di bagian utara-timur dan selatan-timur, pada puncak G. Tembaga dan pada lereng
sebelah utara-barat. Terakhir, bongkah bijih martite dijumpai tanpa ada hubungan
dengan tubuh bijih insitu.

Terdapat empat endapan bijih deluvial terkumpul yang masing-masing endapan


terdapat secara terpisah. Sebaran seluruhnya bijih deluvial meliputi 41,600 m2.
Ketebalan bervariasi dari 0,6 – 9,5 m. rata-rata ketebalan lapisan bijih 3,17 m.
kuantitas daripada bijih dari 1,12 – 2,75 ton/m3, rata-rata 1,41 ton/m3.

Cadangan terkira yang terdapat di G. Tembaga adalah sebagai :

Bijih insitu : 464.800 ton ,

Bijih deluvial : 425.700 ton

Total cadangan : 890.500 ton

141
3.7. Melati

• Lokasi
Endapan Melati, terdapat pada dua bukit yang berdekatan yaitu Melati dan Pinang
dengan ketinggian 105 m dpl, terletak 9 km tenggara Pleihari atau 1 km sebelah
timur dari jalan Pleihari - Kintap. Secara administratif termasuk dalam wilayah
Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut (Gambar 6).

• Geologi

Endapan Melati terletak di bagian timur zona endo-kontak dari intrusi granit
dengan seri batuan vulkanik-sedimen. Kemudian diwakili oleh batu gamping dan
batuan vulkanik basa. Batugamping teramati hanya sebagai relik diantara
metasomatik dalam lubang bor pada interval 42,0 – 110 m. Batu gamping telah
mengalami metamorfosa (silisifikasi, skarn dan termineralisasi) mengakibatkan
batuannya menjadi keras, kristal halus, warnanya bervariasi tergantung tingkat
silifikasi, formasi skarn dan mineralisasinya.

Tekstur batuan berbutir halus dan mikrogranular dengan komposisi mineral:


kalsit, kuarsa dan magnetit sebagai mineral utama, sedangkan garnet dan epidot
terdapat sebagai mineral sekunder. Proses pembentukan skarn berkembang luas
dalam batugamping dimana butir kalsit digantikan oleh kristal epidot dan garnet.

Mineralisasi magnetit terdapat pada beberapa batugamping. Mineral magnetit


selalu terdapat sebagai kristal yang terpisah, mengelompok berbentuk tali tipis
dalam batugamping. Batuan vulkanik/effusiv diwakili oleh andesit piroksen dan
andesit piroksen-plagioklas, labradorit porfir dan berbagai jenis batuan
piroklastika, dimasukkan menjadi satu seri tanpa intrusi.

Andesit piroksen, bertwarna hijau gelap, tekstur porfiritik dengan komposisi


mineral : terutama piroksen, plagioklas, mineral sekunder hornblende, klorit,
seririt, fenokris adalah piroksen.

Andesit-piroksen-plagioklas, struktur mineral dan komposisinya berhubungan


dengan batuan andesit piroksen, yang berbeda hanya plagioklas yang berlimpah.
Berdasarkan proses perkembangan yang luas dari serisitisasi di bagian pusat dari

142
fenokris plagioklas menunjukkan komposisinya lebih basa. Masa dasar terdiri dari
plagioklas dengan kristal berbutir halus.

Labradorit porfiri, batuan berwarna hijau gelap, sedangkan batuan yang besar
berwarna kelabu gelap hampir hitam dan kristal halus, yang mana terdapat
sejumlah kristal berbutir kasar plagioklas biru dapat diamati. Tekstur porfiritik
dengan batuan granular prismatik dan kristal tekstur halus. Komposisi mineral
terutama plagioklas dan piroksen dengan mineral sekunder serisit dan aktinolit,
dan mineral tambahan magnetit. Plagioklas hadir baik sebagai fenokris maupun
sebagai masa dasar.

Batuan intrusi, ditemukan pada bagian barat dari endapan Melati . Pada bagian
utara-timur tubuh intrusi granitik yang lebih besar terdapat dalam zona kontak
yang juga merupakan lokasi endapan Tembaga terjadi variasi batuan karena
differensiasi yaitu dari basa ke asam, diperlihatkan oleh batuan gabro-diorit, diorit
dan granodiorit. Komposisi mineral dan struktur batuan sama dengan seperti yang
terdapat dalam batuan intrusi di endapan Tembaga .

Pengaruh kontak metasomik pada batuan intrusi ditunjukkan oleh garnet skarn,
batuan kuarsa epidot dan bijih magnetik , dapat diamati diatas permukaan, dalam
sumur uji, juga dalam lubang bor diatas puncak dan lereng dari bukit Melati dan
Pisang.

Data yang ada menunjukkan bahwa metasomatik berbentuk zona kecil yang
langsung pada kontak antara batuan intrusi dengan batuan samping, zona ini
memanjang kearah utara-timur ± 500 m memotong Bukit Melati dan Bukit
Pinang. Kemiringan terjal kearah timur dengan ketebalan maksimum 20 m.
Mineraliasi garnet skarn, terletak langsung pada zona kontak dari batuan intrusi
dengan batuan samping, juga dapat diamati dalam suatu daerah kecil 400 m ke
arah baratdaya sepanjang jurus. Garnet skarn berwarna coklat dan coklat
kehijauan, sangat keras, kristalin halus dengan epidot berbentuk tali/pita berwarna
kuning hijau dan kalsit berwarna kelabu terang.

Tekstur berbutir halus , granoblastik, komposisi mineral terdiri dari garnet, epidot,
kalsit dan magnetit sebagai mineral tambahan. Batuan asal adalah batugamping
dimana relik masih terpelihara diantara garnet dan epidot. Garnet berwarna coklat,
143
berbutir halus (ukuran 0,2 mm atau lebih), bentuk kristalin membundar atau
menyudut dalam kumpulan monomineral.

Batuan epidot kuarsa, berwarna kuning kehijauan, keras dan berbutir sedang.
Tekstur granoblastik dengan komposisi mineral terdiri dari epidot, kuarsa dan
kalsit. Epidot kadang terdapat sebagai mineral dalam batuan. Biasanya bentuk
prismatik kasar dengan kristal bentuk tongkat atau berbutir halus dalam
monomineralik epidot.

Epidotisasi disertai oleh kristalisasi kuarsa, kadang batuan disusun oleh kuarsa
dan epidot dalam jumlah yang sama. Epidot dan kuarsa epidot dipotong oleh
karbonat dalam bentuk kalsit berbutir kasar.

• Karakteristik bijih dan cadangan

Bijih magnetit insitu dijumpai dalam lubang bor, pemboran ke pusat anomali
magnetik yang kecil dengan intensity 10.000 gamma. Mineralisasi magnetit
terdapat pada kedalaman 21,40-115,35 m, sebagai kumpulan kecil yang terpisah
berbentuk tali ( stringers ) dari bijih magnetit yang masif dalam batu gamping
breksiasi dan skarn yang kuat. Tempat yang kaya magnetit dapat dijumpai pada
interval antara lain 45,50-46,55 m, 47,75-48 m, 49,45-49,70 m, 50,50-55,20 m,
57,30-58,75 m, 59,10-61,75 m, 74,60-77,30 m ketebalan total 13,0 m.

Morfologi dan model keterdapatan tubuh bijih tidak jelas. Diperkirakan berbentuk
lensa memanjang dengan arah utara-timur dengan kemiringan yang tajam/terjal.
Sangat memungkinkan dan diperlukan agar dibuat lubang bor pada kedalaman
150-200 m. Bijih magnetit dari endapan Melati mempunyai struktur breksiasi
dengan tekstur berbutir halus disertai oleh kalsit berupa tali, pirit dan kalkopirit.

Bijih deluvial, berupa bongkah besar dari bijih martite, ditemukan pada lereng
sebelah selatan dan timur dari bukit Pisang dan sebagai fragmen kecil dari martite
dan oksida garnet skarn dalam zona kontak antara batuan intrusi dengan seri
batuan vulkanik-sedimen sepanjang 600 m. di tempat yang lainnya bijih deluvial
adalah hasil erosi dan hancuran dari tubuh bijih insitu. Di Melati (sama dengan di
Ulin dan Tembaga) sebagian besar tubuh bijih tanpa penutup dan hancur oleh

144
erosi. Bijih deluvial dalam isopah 1,0 m tersebar meliputi daerah seluas 24.800
m2.

Cadangan terkira bijih deluvial dibatasi oleh isopah 1,0 m, ekstrapolasi antara
sumur uji dan isopah 0,3 m. Rata-rata ketebalan dua blok ini 0,65 m antara lain
rata-rata antara 1,0 dan 0,3 m. Total cadangan terkira 108.700 ton .

3.8. Batukora

• Lokasi

Endapan bijih Batukora terletak 10 km timur laut Pleihari, pada lereng bukit
paling ujung G. Batukora, dimana daerah ini tertutup oleh hutan lebat dan padat .
Secara administratif lokasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Pleihari,
Kabupaten Tanah Laut (Gambar 6). Endapan ini terdiri dari dua bagian yang
terpisah, yakni: selatan-barat disebut Batukora I, sedangkan utara-timur disebut
Batukora II.

Batukora I terletak pada tebing sebelah kiri dari S. Sarang Burung dengan posisi
pada bagian bawah, sedangkan Batukora II berada pada puncak bukit, ketinggian
150 dpl. Perbedaan ketinggian dari kedua daerah ini adalah 60 m.

• Geologi

Geologi endapan Batukora terutama adalah seri batuan sedimen dan vulkanik
berumur Kapur Atas, dimana batuan sedimen adalah batu gamping, sedangkan
batuan vulkanik berkomposisi basa hingga intermedier. Seri batuan vulkanik-
sedimen telah mengalami perlipatan dan patah menjadi blok yang terpisah
disebabkan oleh gangguan tektonik yang intensif, intrusi terakhir oleh diorit dan
intrusi hypabisal terdiri atas diabas dan spessarsite (Gambar 8)

Tektonik yang terbesar adalah di bagian timur Batukora I, ditandai oleh patahan
dari S. Sarang Burung dengan jurus berarah utara-timur dengan kemiringan 35°-
40° ke baratdaya. Blok bagian barat, dimana terletak Batukora I telah terpatahkan
kebawah, disebabkan intrusi batuan diorit di Batukora II. Batugamping dijumpai
di sebelah barat dari zona tektonik sedangkan vulkanik terdapat di bagian timur.
Lapisan batuannya berarah utara-barat, kemiringan 35°-40° barat, dibatasi pada
bagian timur oleh bidang patahan dan ke barat sepanjang jurus. Ketebalan
145
batugamping tidak jelas, tetapi dari data lubang bor adalah sekitar 100 m. di
Batukora II batugamping dijumpai hanya sebagai sisa/jejak diantara garnet skarn
dan bijih magnet.

Plagioklas piroksen dan andesit ampibol plagioklas dan andesit basalt, keduanya
membentuk satu seri yang berkesinambungan, dijumpai dalam komplek batuan
vulkanik, sebagian besar di Batukora II karena tektonik terangkat keatas. Andesit
piroksen plagioklas berwarna hijau gelap, masif dengan kristal besar dari
plagioklas dan piroksen. Tekstur porfiritik dengan hyalopilitik tekstur. Komposisi
mineral terutama piroksen dan plagioklas dan mineral sekunder ampibol, serisit
dan mineral tambahan pirit dan magnetit.

Andesit plagioklas amphibol juga tekstur porfiritik dengan komposisi mineral


sekunder adalah serisit, sausurite dan klorit.

Andesit basalt berwarna hijau gelap hampir kehitaman, masif, porfiritik dengan
tekstur glassy. Komposisi mineral terutama piroksen dan plagioklas, mineral
amphibol, klorit, dan serisit, sedangkan mineral tambahan adalah magnetit.

Batuan intrusi terdiri dari diorit dan granodiorit, terdapat di daerah Batukora II.
Batuan ini sama dengan yang terdapat di daerah endapan bijih lainnya di wilayah
Pleihari.

Batuan granitik di Batukora mengintrusi seri batuan vulkanik dan batuan sedimen
berumur Kapur Atas disertai dengan ubahan metasomatik.

Hasil kontak metasomatik di Batukora I dan II terdiri dari garnet skarn, epidot,
bijih magnetit dan skarn, batuan termineralisasi dan silisi fikasi. Batukora II
adalah lokasi bagian bawah/akar dari intrusi diorit sebagai mineralisasi xenolit
dan sisa batuan karbonat (batugamping).

Berdasarkan mineral utama, skarn dapat dibagi menjadi garnet skarn, epidot skarn
garnet dan batuan epidot piroksen garnet. Tekstur inequigranular, berwarna coklat
kehijauan. Tekstur granoblastik, komposisi mineral terdiri dari garnet, epidot,
piroksen, magnetit, kalsit, kuarsa dan mineral sekunder adalah pirit dan kalkopirit.

Magnetit tersebar tidak beraturan dalam mineralisasi skarn, bijih skarn dan bijih
magnetit. Epidot adalah mineral dasar dalam masa batuan terdapat 60-70% dalam
146
batuan dengan kristal mrmbulat dan sebagai prismatik besar, berwarna hijau
kuning cemerlang. Kuarsa kadang berjumlah 15% dalam batuan.

Gambar 8. Peta sketsa geologi daerah Batu Kora

• Karakteristik bijih dan cadangan

¾ Bijih insitu

Bijih bijih magnetit insitu, dijumpai baik tersingkap diatas permukaan, maupun
dalam dua lubang bor pada kedalaman 28,9 m dan 30,95 m. Berdasarkan data
yang diperoleh, tubuh bijih nampaknya berbentuk retas jurus kearah timur laut
dengan kemiringan 40-45° tenggara.

Ukuran tubuh bijih belum dapat diketahui, diduga meluas kearah jurus sepanjang
50 m, dan kemiringan sepanjang 35-40 m. Ketebalan total dari bijih berbentukm
tali dalam lubang bor adalah 10 m. Cadangan bijih insitu berjumlah 50 x 35 x 5 x
3,8 ton = 33.250 ton atau 35.000 ton .

¾ Bijih Deluvial

Bijih deluvial tersebar luas baik di daerah Batukora I maupun Batukora II. Di
Batukora I bijih deluvial terdapat berupa bijih masif sebagai fragmen kecil dan
juga sebagai bongkah besar. Bijih martite terdapat berupa bongkah besar
berukuran ( 4 x 3 x 3 m3) ditemukan dekat sungai sepanjang tebing sebelah kiri
(ke barat). Endapan ini dihasilkan dari erosi tubuh bijih insitu di bagian atas.
147
Di bawah mikroskop, endapan bijih memperlihatkan magnetit, hematit dan
oksida-ferri-hidrat. Mineral pengganggu adalah kuarsa dan mineral lempung.
Setempat terdapat mineral sekunder dan magnetit yaitu muskovite yang terbentuk
dalam hematit. Ukuran butir magnetit dari 0,2 – 4,0 mm. Di daerah Batukora II,
bijih deluvial berupa fragmen kecil dijumpai sebagai bijih lapuk (oksidasi) skarn.
Mineralisasi garnet skarn, membentuk lempung, berongga, masa kalkareous
(gampingan), juga tersebar luas.

Luas total dari bijih deluvial meliputi area 368.000 m2, ketebalan dari 0,0 ke 8,0
m. Ketebalan rata-rata adalah 2,01 (Batukora I) dan 2,22 (Batukora II), jadi untuk
endapan ketebalan rata-rata 2,15 m, berat jenis untuk Batukora I adalah 1,56
ton/m3 dan 1,24 ton/m3 (Batukora II), untuk endapan adalah 1,33 ton/m3.
Cadangan bijih deluvial pada endapan Batukora berjumlah 105.800 ton

Hasil percobaan dari 100 kg contoh, sebagaimana disebut diatas menunjukkan


bijih deluvial dari endapan Batukora mempunyai kandungan besi yang tinggi
(64,0%) dan kandungan rendah terdapat dari campuran dengan mineral
pengganggu. Jadi bijih besi disini dapat dipergunakan dalam metalurgi untuk
keperluan khusus, dari kandungan besi 69% dapat diekstraksi dan diperoleh
konsentrat 82% Fe.

3.9. Djajakan – Pontain

• Lokasi

Endapan bijih terdapat pada ujung selatan dari Pegunungan Meratus pada daerah
aliran S. Djadjakan dan S. Pontain, pada ketinggian 100 – 320 m dpl. Puncak
tertinggi di sekitar endapan ini adalah G. Batu Belaran (780 m). Lokasi endapan
18 km dari Pleihari. Secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan
Pleihari, Kabupaten Tanah laut (Gambar 6).

• Geologi

Endapan Djadjakan dan Pontain terutama disusun oleh batuan sedimen batuan
vulkanik dan batuan intrusi. Proses kontak metasomatik hanya berkembang
setempat. Seri batuan vulkanik-sedimen tersebar luas di daerah deposit. Sebagian

148
besar batuan vulkanik berkomposisi menengah, yakni andesit-dasit dan batuan
piroklastik.

Batuan andesit, berwarna hijau kelabu dan hijau gelap, keras dan masif, tekstur
porfiritik. Ada dua variasi batuan ini, yaitu andesit piroksen dan andesit plagioklas
dengan fenokrist mineral terang (leukokratik) atau mineral gelap (melanokratik).

Batuan andesit-dasit, berbeda dengan batuan diatas, dimana batuan ini berwarna
terang dan tekstur porfiritik yang kurang jelas. Mineral utama sebagai fenokris
adalah plagioklas andesit oligoklas, dimana kuarsa terdapat sebagai masa dasar.
Batuan piroklastik agak jarang ditemukan umumnya berbentuk lensa-lensa kecil
terdapat baik didalam batuan vulkanik maupun dalam batuan sedimen.

Batuan piroklastik diwakili oleh batuan tufa disusun oleh fragmen kristal dari
plagioklas, kuarsa dan piroksen (hingga 70%) sedangkan fragmen batuan andesit
(30%), disemen oleh debu gunung api yang telah mengalami ubahan menjadi
masa kalkareous-lempung berwarna coklat.

Batuan sedimen, terutama adalah karbonat yakni batugamping, terdapat diantara


pembentukan batuan vulkanik, berupa lensa dengan ketebalan kecil. Singkapan
batugamping dengan ketebalan kira-kira 15-20 m dijumpai di bagian utara-barat
dari endapan Djadjakan . Bagian bawah berupa batugamping dengan kristal halus,
keras, berwarna hijau kelabu. Disini ada variasi dari batugamping skarn dengan
kristal halus dari garnet (andradit). Bagian atas berupa lapisan yang keras, masif,
terutama berupa batugamping berlapis tebal.

Batuan intrusi pada endapan Djadjakan – Pontain , terdiri dari batuan granodiorit,
masif, mempunyai bentuk oval tidak teratur dengan elongasi ke arah utara-timur.
Batuan intrusi sebagian tersingkap sepanjang bagian tengah dan bawah di
Djadjakan, Pontain dan S. Asem-asem. Hanya sedikit yang tersingkap pada ujung
utara-barat dari daerah endapan. Setempat dijumpai batuan granit, gabro-diorit
dimana batuan ini tersingkap di zona marginal.

Retas dan urat secara genetik berhubungan dengan intrusi seperti diorit porfir,
spessartit, diabas, oligoklas, aplit, dimana terdapat baik sebagai zona endo-kontak
maupun sebagai zona ekso-kontak .

149
Diorit, berwarna kelabu kehijauan hingga kelabu terang disusun oleh piroksen,
hornblende dan kuarsa (sebagian sebagai diorit kuarsa), berbutir sedang-kasar,
masif, dengan tekstur hipidiomorphik granular. Mineral utama pembentuk batuan
adalah plagioklas (andesin hingga 70%), hornblende berwarna hijau kecoklatan,
beberapa mineral alkali feldspar, kuarsa dan piroksen monoklin (diopside).
Mineral tambahan adalah apatit, magnetit dan sedikit pirit. Mikrodiorit berbeda
dengan diorit dalam bentuk warna lebih terang (kadang berwarna merah muda).
Piroksen tidak hadir, tetapi hornblende merupakan mineral utama melanokritik,
bersama-sama dengan plagioklas (oligoklas) dan kandungan yang tinggi dari
alkali feldspar dan kuarsa.

Granit berwarna kelabu-merah muda, sangat keras, kristal-besar, mengandung


sejumlah ampibol berwarna hijau gelap. Disamping itu terdapat plagioklas asam,
alkali feldspar dan kuarsa.

Gabro-diorit, agak jarang, terbentuk berupa bintik kecil dalam zona marginal
dengan diorit. Batuan hijau gelap hingga kehitaman, berbutir kasar, masif, disusun
oleh kristal plagioklas (ansedin-labradorit) dan augit berwarna hijau dan ampibol.
Mineral sekunder apatit dan magnetit, beberapa retas dari diorit porfir, spessatit
dan diabas memotong/menerobos seri batuan vulkanik-sedimen dan juga
granodiorit masif.

Ubahan kontak metasomatik disebabkan intrusi granodiorit kedalam seri batuan


vulkanik-sedimen. Ketebalan batuan terubah metasomatik dari 60 ke 300 m.

Daerah Djadjakan – Pontain sebagai bagian dari antiklinorium Meratus –


Samarinda, telah mengalami lipatan intensif dan tektonik menjadi suatu tipe
daerah geosinklin. Batuan sedimen-vulkanik telah mengalami perlipatan dan
hancur, kemudian dipotong oleh suatu zona tektonik/patahan dengan jurus kearah
timur laut. Patahan dapat ditelusuri sepanjang S. Pontain dan S. Djadjakan dan
selanjutnya kearah timur laut hingga ke S. Asem-asem.

Intrusi batuan granodiorit menerobos sepanjang daerah patahan disertai dengan


pemancaran yang intensif dari larutan post magmatik formasi skarn, selanjutnya
proses mineralisasi magnetik.

Faktor utama proses mineralisasi pada endapan Djadjakan – Pontain adalah :


150
1. Selang-seling batuan kalkareous (gamping), batuan vulkanik (andesit-basalt)
dan tufa yang berumur kapur atas.
2. Intrusi batuan granodiorit kedalam seri batuan vulkanik sedimen.
3. Zona patahan, rekahan , kekar yang dilalui larutan magma yang mengandung
bijih.

• Karakteristik bijih dan cadangan

Suatu zona bijih ditemukan sepanjang Sungai Pontain dan Sungai Djadjakan
dengan arah timurlaut sekitar 1,0 km dengan lebar 60 – 300 m. Ada 4 lokasi bijih,
masing-masing mempunyai tubuh bijih yang dijumpai berhubungan erat dengan
zona kontak batuan intrusi.

Endapan Djadjakan dapat dibagi menjadi 3 daerah, yaitu selatan, tengah dan utara.
Daerah selatan terdapat suatu tubuh bijih insitu diatas permukaan sepanjang jurus
± 240 m, ketebalan tidak teratur dari 1 – 2 m hingga 70 m. Daerah tengah
ditemukan 2 tubuh bijih berbentuk lensa sepanjang 130 m dengan ketebalan 2 –
12 m. Daerah bagian utara 2 endapan bijih ditemukan terpisah yang satu berarah
ke S. Djadjakan – S. Pontain sepanjang 130 – 140 m (berdasarkan data geofisika)
lebar 20 – 40 m.

Tubuh bijih kedua di Pontain II pada tebing sebelah kiri S. Pontain dengan bentuk
lensa terjadi dalam batuan skarn pada zona kontak dengan batuan intrusi
granodiorit, dengan ketebalan 6 – 7 m, panjang ± 60 m.

Disamping tubuh bijih insitu juga ditemukan bijih deluvial, sebagai hasil dari
pelapukan dan erosi dari bijih insitu. Ada 3 endapan bijih deluvial yaitu bagian
selatan 20.400 m2, tengah 262.000 m2 dan bagian utara 720.000 m2.

Cadangan bijih insitu di Djajakan adalah 1.060.000 ton, sedangkan cadangan bijih
deluvial adalah 1.325.700 ton .
3.10. Korotain

• Lokasi
Terletak 12 Km timur Peleihari dalam suatu area antara batukoral dan batu
belerang, 1,5 km dari jalan Pleihari – Batukora dengan berjalan kaki ke timur.

151
Secara adiministratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten
Tanah laut (Gambar 6).

• Geologi
Litologi daerah Korotain sama dengan daerah Jajakan dan Batukora . Seri batuan
vulkanik-sedimen berumur kapur atas didominasi oleh batuan vulkanik
berkomposisi basa hingga intermedier dengan sebaran yang luas. Batuan andesit
dan diabas portir kadang ditemukan. Tubuh kecil diorit dan diorit kuarsa
mengintrusi kedalaman batuan vulkanik dan intrusi granodiorit besar berupa
apophyse ditemukan disekitar S. Pontain dan Jajakan.
Ubahan kontak dengan batuan samping diperlihatkan oleh epidotisasi, kloritisasi
dan pengayaan dari pirit dalam endo - kontak diorit. Proses pembentukan skarn
sangat sedikit , skarn tidak dijumpai pada indikasi bijih, tetapi kadang-kadang
mineral skarn seperti garnet, piroksen dijumpai dalam bijih, menunjukan
kemungkinan skarn digantikan oleh formasi magnetit.

• Karakteristik Bijih dan Cadangan


Ada 3 lokasi mineralisasi yang dapat diamati di daerah ini disebut lokasi I,II dan
III (dari utara ke selatan).

¾ Lokasi I, suatu tubuh bijih dapat diamati sepanjang jurus 25 m dengan


ketebalan maksimum 8 m. Tubuh ini berbentuk lensa dengan jurus berarah
N3400W dengan kemiringan kearah barat daya dengan sudut 55o, terletak
sepanjang kontak antara batuan diabas dengan batuan vulkanik yang telah
mengalami ubahan epidotisasi. Bijih magnetik, berbutir sedang dengan
kandungan Fe tinggi. Analisa kimia dari contoh bongkahan menunjukkan Fe
: 64,5% :
¾ Lokasi II, suatu tubuh bijih teramati sepanjang 12 m , dengan ketebalan 2m .
Orientasinya sama dengan lokasi I dan mungkin mereka berkesinambungan.
Bijih berbutir halus-sedang-kasar, masif disusun oleh magnetit dan martite.
Bijih fragmental deluvial diwakili oleh fragmen magnetit dengan bentuk
menyudut, kadang dijumpai bongkah magnetit dan bijih martite. Keterdapatan
bijih mempunyai daerah seluas 10.000 m2 dengan ketebalan rata-rata 0,3
m.Analisa kimia menunjukkan kandungan Fe : 64,1 %.

152
¾ Lokasi III, hanya bijih deluvial yang dapat ditemukan bijih ini menutupi
daerah seluas 7.500 m2, dengan ketebalan rata-rata 0,3 m komposisi sama
dengan bijih dari lokasi II cadangan bijih ditaksir dari bijih magnetit adalah
20.000-30.000 ton. Analisa kimia menunjukkan kandungann Fe : 59,5 %.
Diperkirakan bahwa bijih Korotain tidak begitu besar, jadi eksplorasi lanjutan
tidak dianjurkan tetapi, bagaimanapun juga prospeksi geologi-geofisika harus
dilakukan di daerah antara Batukora, Korotain dan Djadjakan untuk
mengetahui kemungkinanan tubuh bijih tertimbun.

3.11. Tanjung

• Lokasi
Endapan Tanjung terletak 12 km timur laut Pleihari pada dua bukit kecil
persimpangan pertemuan S. Tabanis dengan S. Ambalang. Secara administratif
termasuk dalam wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut (Gambar 6).

• Geologi

Geologi endapan bijih terutama disusun oleh batuan vulkanik berumur kapur atas.
Batuan ini terdiri dari andesit plagioklas piroksen dan andesit piroksen serta
batuan piroklastika. Perlapisan batuan telah mengalami perlipatan ke arah
timurlaut dan batuan ini diintrusi oleh diorit. Mineralisasi magnetit terlokalisir
pada zona kontak antara batuan diorite dan batuan vulkanik dimana magnetit
berbentuk schlieren . Batuan intrusi dan batuan vulkanik baik komposisi maupun
struktur sama dengan pada daerah endapan lainnya (Gambar 9)

• Karakteristik bijih dan cadangan

¾ Bijih insitu

Dari dua lubang bor ditemukan tubuh bijih magnetit, dalam salah satu lubang bor
suatu zona bijih skarn ditemukan pada kedalaman 28,5 – 43,9 m dengan ketebalan
total dari bijih magnetit masif yang saling berlapis 10,15 m. Zona bijih skarn yang
sama dijumpai pada interval 11,9 – 19,4 m dan pada 42,2 – 45,5 m dengan
ketebalan total adalah 5,9 m.

153
Berdasarkan data geofisika-geologi, bijih magnetit pada endapan Tanjung
ditunjukkan oleh tubuh seperti retas dengan jurus ke arah timurlaut dengan
kemiringan 45 – 50o ke arah tenggara. Panjang bijih searah jurus adalah 75 m,
searah kemiringan adalah 50 m, dengan ketebalan 7 m. Bila ketebalan rata-rata
tubuh bijih adalah 2 m dengan berat jenis bijih 3,6; maka cadangan bijih
diperkirakan berjumlah 75 x 50 x 2 x 3,6 = 27.000 ton.

Gambar 9. Peta Sketsa Geologi Daerah Tanjung, Kalimantan Selatan.

154
¾ Bijih deluvial

Bijih deluvial terutama sebagai fragmen kecil (10 – 12 cm) dan terpisah dengan
bongkah besar berdiameter hingga 3 m, berupa bijih martite dan bijih semi-
martite, tersingkap diatas permukaan atau ditutupi tanah liat yang tipis. Bijih
deluvial dalam isopah 1,0 m menutupi 57.600 m2 dengan ketebalan rata-rata 1,6
m. Berat jenis bijih untuk seluruh endapan 1,19 ton/m3 dengan fraksi kecil
(kurang dari 1 cm) bejumlah 35,8%. Kandungan unsur kimia dalam bijih deluvial
adalah sebagai berikut : Fe = 38,8 – 64,1, rata-rata = 52,64%, S = 0,01 – 0,42,
rata-rata = 0,11% dan P = 0,05 – 0,28, rata-rata = 0,08%. Total cadangan bijih
deluvial endapan Tanjung adalah 259.800 ton.

3.12. Riam Pinang

• Lokasi
Riam Pinang deposit terletak 25 km timurlaut Pleihari. Secara administratif
termasuk dalam wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah laut (Gambar 6).

• Geologi

Geologi endapan bijih terdiri dari semi batuan vulkanik-sedimen yang diintrusi
oleh batuan afanitik. Seri batuan sedimen diwakili oleh batugamping, sedangkan
seri batuan vulkanik adalah andesit dan batuan piroklastik (Gambar 10).
Batugamping tidak tersingkap dipermukaan, tetapi dijumpai dalam lubang bor
dalam foot wall dan suatu tubuh bijih. Dalam salah satu lubang bor , batugamping
dijumpai dari mulai kedalaman 28,45 m dan pada kedalaman terakhir 104,0 m.
Batugamping berwarna kelabu gelap, bituminous, masif, setempat berlapis.
Disamping itu ditempat yang berbeda batugamping telah mengalami metamorfosa
yang kuat menjadi marmer, skarn, epidotisasi dan termineralisasi.

Andesit piroksen-plagioklas dan tufa dijumpai di bagian utara Riampinang,


terbentuk sebagai akar dari intrusi diorit.

Andesit Plagioklas berwarna kelabu gelap, sangat padat, masif, dengan fenokris-
plagioklas dan piroksen, bertektur porfiritik dengan struktur butir mikroprismatik,
komposisi mineral terutama plagioklas, piroksen, dengan mineral sekunder serisit,
amfibol, epidot, klorit dan sausurit.
155
Gambar 10. Peta sketsa geologi daerah Riam Pinang, Kalsel.

Andesit piroksen, berwarna kelabu gelap atau hijau gelap, masif dengan tektur
porfiritik yang sangat jelas, struktur piroklastik, susunan mineral terutama
piroksen dan plagioglas, mineral sekunder epidot, amfibol, serisit, kumpulan
mineral klorit, serisit, karbonat dan epidot. Perbedaan dengan andesit plagioglas
terutama komposisi piroksen yang berkembang luas.

Tufa mempunyai struktur breksiasi, disusun oleh kumpulan mineral plagioklas,


homblende, fragmen batuan andesit dan gelas, material semen gelas, karbonat,
epidot, dan klorit dengan mineral bijih berbentuk tepung terdapat sebagai inklusi.

Diorit-homblende-biotit, mengandung kuarsa dengan betuk sempurna, padat dan


masif, tekstur hipidiomorfik granular, setempat mempunyai tekstur porfiritik
komposisi mineral terutama plagioklas, hornblende, biotit, piroksen dan kuarsa,
mineral sekunder sausurite serisit, amfibol dan klorit.

Diorit porfir, masif dan padat, tektur porfiritik dengan struktur mikroprismatik
granular. Komposisi mineral terutama plagioklas, hornblende, kuarsa, piroksen
dan biotit, dengan mineral sekunder serisit, aktinolit dan klorit.

Mikrodiorit terutama dijumpai sepanjang zona batas tepi dari batuan intrusi.
Berwarna kelabu gelap atau kelabu, kristal halus, padat. Tekstur porfiritik dan
156
hipidiomorfik granular, komposisi mineral terutama plagioklas hormblende dan
biotit.

Hasil metasomatik kontak: garnet skarn, piroksen-garnet skarn, dan bijih magnetit
insitu dimana ditemukan dilokasi endapan Riam Pinang dan pada beberapa sumur
uji di Tali. Skarn - garnet, kristal berbutir kasar, berwarna coklat kehijauan,
komposisi mineral adalah garnet, epidot, kuarsa dan magnetit. Skarn garnet-
piroksen, kristal berbutir halus, padat dan masif, rekahan tidak teratur, berwarna
kelabu-kekuningan. Tekstur prismatik granular dan granoblastik, komposisi
mineral garnet, piroksen, epidot dan ampibol.

• Karakteristik bijih dan cadangan

¾ Bijih Insitu

Ada tiga tubuh bijih ditemukan terpisah dalam sumur uji dan dalam lubang bor di
endapan Riam Pinang , yaitu dibagian selatan, tengah, dan tubuh bijih utara-timur.
Mereka merupakan tubuh bijih magnetik mineral tunggal, terbentuk sebagai hasil
metasomatik penggantian pada batugamping.

Tubuh bijih bagian selatan, dijumpai dalam sumur uji dan pada lubang bor. Pada
sumur uji pada kedalaman 3,8 m ditemukan bijih magnetit martitisasi masif,
sedangkan pada lubang bor terdapat pada interval 0,5-10,3 m.

Bijih terutama adalah martite terdapat sebagai bubuk dan magnetit dengan tingkat
martitisasi yang berbeda. Dalam struktur foot–wall (pada interval 10,3 – 33,45 m)
berupa batuan kaolinisasi yang telah mengalami pelapukan kuat dijumpai dibawah
diorit lapuk (pada interval 33,45 – 36,1 m). Pada interval 36,1 – 45,4 m terdapat
suatu zona tektonik dengan patahan yang intensif ditunjukkan dengan fragmen
diorit lapuk dan batu gamping dalam masa lempung.

Morfologi dan ukuran tubuh bijih belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
berbentuk lensa dengan jurus timur laut sepanjang 70 m, ketebalan maksimum 10
m, kemiringan dapat ditelusuri sepanjang 35 m. Dengan parameter tersebut diatas
cadangan bijih diperkirakan : 70 x 5 x 35 x 3,8 = 46.550 ton.

Tubuh bijih bagian tengah dijumpai pada lubang bor dan pada sumur uji, dimana
memotong tubuh bijih pada kedalaman ± 60 – 70 m. Kedalaman lubang bor
157
maksimum 104,0 m tidak dijumpai bijih, morfologi dan ukuran bijih tidak jelas,
tetapi berdasarkan data geologi dan geofisika terutama hasil survei magnetik,
anomali lokal di daerah ini menunjukkan nilai maksimum 5000 gamma. Tubuh
bijih nampaknya berbentuk lensa, dan mungkin meluas sepanjang 50 m, dan
kemiringan sepanjang 35 m, dengan ketebalan maksimum 10 m, kemungknan
cadangan bijih dibagian tengah adalah 50 x 5 x 35 x 3,8 = 33. 250 ton.

Tubuh bijih bagian utara–timur merupakan yang paling besar yang dapat dideteksi
dengan survei magnetik dimana berbeda ketinggian dengan harga anomali
maksimum 12.380 gamma, pada sumur uji dengan kedalaman dari permukaan 2,0
dan 3,0 m. Sedangkan dari lubang bor pada interval 1,0 – 29,7 m dan pada
kedalaman 29,7 – 34,1 m tubuh bijih lapuk dijumpai dalam foot-wall dengan
skarn garnet, terpotong keluar oleh zona tektonik pada kedalaman 34,1 –41,15 m.
Berdasarkan data yang dapat digunakan, diperkirakan bijih berbentuk lensa
dengan arah jurus utara–timur 120 m, kemiringan sepanjang 60 m, ketebalan
maksimum 30 m, kemungkinan cadangan bijih : 120 x 60 x 15 x 3,8 = 410.400
ton. Total cadangan dari bijih insitu adalah : 46.550 ton + 33,250 ton + 410.400
ton = ± 490.200 ton

¾ Bijih Deluvial

Bijih deluvial di Riam Pinang dan daerah Tali, adalah sebagai berikut: luas
sebaran bijih deluvial = 134,400 m2, ketebalan 1,87 m, berat jenis bijih = 0,56 –
3,86 ton/m3, hasil analisa kimia rata-rata, Fe = 60,98%, S = 0,07% dan P = 0,05%.
Terdapat empat blok bijih deluvial di Riam Pinang dengan total cadangan :
649.200 ton .

3.13. Takisung

Indikasi bijih terletak dekat kampung Talok di pantai Laut Jawa, berdekatan
dengan Takisung, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut (Gambar 6). Bijih
dijumpai sebagai bongkah besar terdiri dari magnetit dan martise, dalam zona
kontak antara batuan diabas porfir dan philit. Beberapa bongkah bijih berukuran 4
x 30 m. Sejumlah bongkah besar dengan kerak limonitik ketebalan 8 – 10 m juga
dijumpai diantara garis pantai (garis pasang dan surut air laut). Ekplorasi geologi

158
belum dilakukan di daerah ini, jadi prospek atau tidaknya endapan bijih di daerah
ini belum diketahui.

3.14. Sarang Alang

Indikasi bijih terletak 4 km tenggara Pleihari, dimana belum dilakukan eksplorasi


terhadap keterdapatan indikasi bijih tersebut. Secara administratif termasuk dalam
wilayah Kecamatan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut (Gambar 6). Diatas
permukaan baik bongkah besar maupun fragmen kecil jarang ditemukan. Bijih
magnetik dan batuan termineralisasi dapat dilihat dalam suatu zona berarah dari
utara hingga ke timur sepanjang 400 m. Survei magnetik rinci dilakukan oleh
Wedexro dimana tidak menunjukkan anomali yang penting.

Cadangan bijih deluvial menurut R.A. Weeles (1950) ditaksir 1.000 ton. Belum
ada tanggapan mengenai pernyataan tersebut diatas, tetapi tampaknya indikasi
bijih di daerah ini tidak memiliki nilai ekonomis .

3.15. Pasuang

Di daerah ini indikasi bijih besi insitu ditemukan berupa bijih martite dan fragmen
serta bongkah dari magnetik – martitik. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan
adalah pemetaan geologi dan eksplorasi geofisika/survey magnetik. Fragmen
dijumpai banyak disepanjang sungai dan lereng. Geologi daerah ini seri batuan
sedimen-efusive yang terdiri dari andesit, andesit-dasit, tufa, batugamping, serpih
kwarsa-karbonat. Kemudian batuan batupasir-volkanik, lempung dan serpih yang
mengandung batubara dan lignit. Seri batuan sedimen-efusiv diintrusi oleh batuan
granodiorit – diorit. Singkapan bijih besi insitu ditemukan dalam batuan seri
sedimen-efusiv yang diduga akibat kontak metasomatik. Daerah ini perlu
dilakukan peninjauan kembali.

3.16. Malaris

Lokasi daerah Malaris terletak di hulu Sungai Tapin dan Sungai Amandit. Indikasi
bijih besi berupa singkapan bijih besi yang dijumpai di beberapa lokasi antara lain
Bumbujamin, Tomingki, Malaris dan Punggungan. Di daerah Tomingki
ditemukan adanya batuan skarn piroksin dan piroksin-garnet. Indikasi skarn
dijumpai pada kontak antara batuan granit – granodiorit dengan seri batuan

159
sedimen – efusiv yang terdiri dari andesit , andesit porfir, batupasir yang
interkalasi dan mengandung lensa konglomerat dan tufa. Tidak ada data yang
lebih rinci mengenai singkapan ini. Daerah ini perlu dilakukan peninjauan
kembali.

3.17. Harujan

Indikasi bijih besi ditemukan sebagai fragmen bijih besi dengan bentuk fragmen
menyudut – membulat. Akumulasi fragmen bijih besi banyak terdapat di hulu
Sungai Apai yang merupakan anak sungai Harujan. Geologi daerah Harujan
terdiri dari batuan granodiorit, diorit dan plagiogranit yang keduanya diterobos
oleh retas andesit. Namun tidak ada data yang lebih rinci. Daerah ini perlu
dilakukan peninjauan kembali.

3.18. Lumbang, Uwi, Kijang

Indikasi bijih besi tipe skarn ditemukan berupa singkapan bijih besi yang
dihasilkan dari kontak antara granit dengan batuan sedimen. Lokasi daerah
Lumbang adalah disekitar Gunung Batumanan, sedangkan lokasi Uwi dan Kijang
adalah disekitar Gunung Nerosi. Geologi dari daerah tersebut disusun oleh Seri
batuan sedimen – efusive yang terdiri dari andesit, andesit-porfir dan tufa.
Batupasir, argilit, konglomerat dan lensa serta lapisan batugamping. Seri batuan
ini diterobos oleh intrusi granit, plagiogranit, granodiorit dan diorit yang berumur
Kapur Atas. Batuan skarn dijumpai terdapat pada kontak batuan intrusi dengan
batu gamping dan dalam intrusi. Data yang lebih rinci tidak tersedia. Daerah ini
perlu dilakukan peninjauan kembali.

Kabupaten Tabalong

3.19. Purui

Indikasi bijih besi berupa hematit ditemukan di Purui, Kecamatan Muara Uya,
Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Belum ada data dan informasi terinci.
Sumberdaya hipotetik adalah 150.000 ton.

160
4. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Endapan bijih besi primer kluster Kalimantan Selatan merupakan endapan bijih
besi tipe metasomatik kontak (tipe skarn) yang terdapat di wilayah utara antara
lain di daerah Tanalang, G. Batu Besi dan G. Batu Berani dan di wilayah
selatan antara lain terdapat di daerah sekitar Pleihari (Ulin, G. Tembaga, G.
Melati, Batru Kora, Djadjakan – Pontain, Koratain, Tanjung, Riam Pinang,
Takisung dan Sarang Alang).

2. Seri batuan gunungapi – sedimen berumur Kapur Atas, terutama yang bersifat
gampingan diterobos oleh kompleks batuan intrusi (granit, granodiorit, diorit,
diorit kuarsa, gabro, diabas, aplit, dan lain sebagainya), menghasilkan endapan
bijih besi tipe kontak metasomatik (skarn). Endapan ini diperkirakan terjadi
pada Kapur Akhir – Awal Tertier.

3. Endapan bijih basi tipe metasomatik kontak terdiri dari endapan bijih insitu dan
sebagai endapan bijih deluvial. Endapan bijih insitu terdapat sebagai bijih
primer dan bijih oksida, Bijih primer terdiri dari magnetit, hematit, pirit,
kalkopirit, sedangkan bijih oksida dicirikan oleh martit, magneitit dan limonit.
Bijih deluvial berupa bongkah besar hingga fragmen kecil berupa bijih
magnetit, martite.

4. Beberapa lokasi perlu dilakukan kegiatan survey tinjau untuk memperoleh


potensi yang lebih baik dalam rangka pengembangan lebih lanjut antara lain :
G. Tanalang, G. Tembaga, Jajakan Pontain dan Riam Pinang dan Batu Besi.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. II Economic


Geology Government Printing Office, The Hague.
Busehendorf, F.R. Echandt, F.J. Sindowski, K.It, Walther. H, 1957, Examination
of Ore and Rock samples from Kukusan Mountains (SE-Kalimantan),
“Wedexro”. Dusdeldorf, 1957.
Edie Kurnia D., Firdaus Djabar dan Rahely Nuryani, 2004, Pemantauan dan
Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di Daerah Kabupaten
Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Kumpulan
Makalah Hasil Kegiatan Lapangan, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, Nomor 26, 2005.
161
Hotma Simangunsong, 1999, Potensi endapan bijih besi di Jawa Barat,
Lampung dan Kalimantan Selatan, Direktorat Sumber Daya Mineral
(Unpublished Report).
H.R Van Gaerner, Wirtz. D, 1957. Geological Investigations on Iron ore
Deposits of the Kukusan Mountain and SE – Kalimantan , “Wedexro”
– Westdentehes Ingenier. Buro. Duseldorf, 1957.
Kochergin, I.A, Seojadi Sastrosoegito, 1965, Report on Result of Prospecting
and Exploration Surveys on Hematite-Magnetite ores in South-
eastern part of Kalimantan. Januari 1963 – Mei 1965, Direktorat
Geologi Indonesia Project Besi Baja Kalimantan (PBBK), Kalimantan
Geological Expedition, Contract No. 383.
Krol, 1917, Special Report on the Iron Ore Occurrence of Tembaga mountain
near Peleihari, District Tanah Laut. Batavia Manuseript.
Marochkin, N.N, 1964. Report on the Geological prospecting Surveys in the
Meratus Range, SE Kalimantan. 1963 – 1964, Archieve of Direktorat
Geologi of Indonesia.
Prajitno dan Padmanegara, S, 1963, Laporan pendahuluan mengenai
penyelidikkan endapan bijih besi di G. Tanalang, Kalimantan
Selatan, Archieve of Direktorat Geologi of Indonesia.
Robert. A. Weeks, 1958. Report and Investigations Iron Ore Deposits Near
Pelaihari, South east Kalimantan. Perpustakaan pusat penelitian dan
pengembangan geologi, Bandung.
Rustandi E, Nila E.S, Sanyoto, P and Margono V, 1995, Peta geologi lembar
Kotabaru, Kalimantan skala 1 : 250.000, Puslitbang Geologi, Bandung.
Shinzamburo Ishihara, Masao Wakasuki, 1958, Laporan penylidikkan terhadap
endapan (deposit) batu besi di G. Tanalang. The ishihara Sanyo Kaisha
Ltd, Tokyo, Japan, 1958.
Sikumbang, N., 1986, Geology and Tectonics of Pretertiary Rocks in the
Meratus Mountains, Southern Kalimantan, Indonesia. ( unpublished
Ph. D. Thesis) Royal Holloway and Bedford New College, Univ. of
London, 400 PP.
Sikumbang, N, dan Heryanto, R, 1994, Peta Geologi lembar Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, skala 1 : 250.000, Pusat Pengembangan dan
Penelitian Geologi, Bandung.
Simanjuntak, M. 1961, Laporan Persiapan Projek Laterit di P. Sebuku,
Kalimantan Selatan, Djawatan Pertambangan, Jakarta 1961.
Supriatna S, Jamal B, Heryanto R. and P. Sunyoto, 1994, Geological Map of
Indonesia, Banjarmasin sheets. Scale 1 : 1000.000, Geological Researc
and Development Centre

162
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (VIII) KALIMANTAN TENGAH

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Tataan geologi daerah ini terletak pada kratonik dan jalur Busur Magmatik
Tengah Kalimantan berumur Neogen yang bertindak sebagai sumber mineralisasi
dan secara umum dapat disebutkan bahwa mineralisasi logam terdapat pada
batuan beku berkomposisi asam sampai sedang yang menerobos batuan sedimen
Pra Tersier

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Kalimantan


Tengah termasuk daerah tropis dengan karakteristik temperatur tertinggi 32°C,
kelembaban tinggi. Iklim dicirikan oleh adanya musim kemarau dan penghujan.
Pada keadaan normal, musim kemarau berlangsung pada bulan Mei hingga
Agustus, sementara musim hujan dari September hingga April. Tetapi
kemungkinan karena pengaruh perubahan secara global iklim bumi telah berakibat
juga pada kedua musim tersebut, sehingga siklus tahunnya berubah setiap tahun
dimana terjadi kemarau panjang atau sebaliknya.

Pada dataran rendah merupakan daerah .pemukiman penduduk, mata pencarian


umumnya sebagai berkebun sedangkan yang tinggal di tepi pantai sebagai
nelayan. Pola aliran sungai pada umumnya memperlihatkan pola “rectangular”, di
dataran rendah berkembang pola aliran “radial” dan “dendritik”.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Tahun 1979 Derektorat Geologi bekerjasama dengan JICA-MMAJ melakukan
Survey Geologi di Kalimantan Tengah.
• Tahun 1998 , Steve Bugg, dkk., melakukan peninjauan didaerah Kuala Kurun,
Kalimantan Tengah.
• Pada tahun 1991, PT. Tebolai Seng Pertiwi malakukan eksplorasi di
Kabupaten Ketapang, Kalbar dan Kabupaten Lamandau, Kalteng.
• Tahun 1995, Nila E.S, dkk., melakukan pemetaan geologi lembar
Palangkaraya sekala 1 : 250.000.
• Tahun 1999, Direktorat Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan KOICA-
KIGAM melakukan pemetaan geologi
163
• Pada tahun 2005, Rio Tinto Borneo Investment Pte. Ltd melaksanakan
kegiatan eksplorasi mineral logam di daerah Kabupaten Lamandau, Kalteng.

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Endapan bijih besi yang terdapat didalam kluster ini mempunyai tipe primer atau
sebagai tipe skarn yang berasosiasi dengan proses kontak metamorfik. Sebagian
juga berupa tipe laterit. Magnetit skarn yang terbetuk berasosiasi dengan seng,
timbal dan sedikit tembaga.

2. GEOLOGI REGIONAL

Unsur tektonik stratigrafi dari P. Kalimantan dibentuk oleh Paparan sedimen


Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan gunung api yang diterobos batuan granit
berumur Kapur, dimana granit tersebut merupakan bagian dari lempeng
benua/Paparan Sunda. Zona tunjaman yang agak lebar telah terbentuk terdiri dari
lipatan dan sesar pada batuan sedimen, turbidit, ofiolit dan melange yang berumur
Kapur-Eosen. Pada akhir Oligosen hingga awal Miosen terjasi kegiatan magmatik
dibagian barat, tengah dan timurlaut Kalimantan dimana bagian tengah telah
terbentuk cebakan emas yang berasosiasi dengan batuan gunung api atau
terobosan batuan subvolkanik bersusunan andesitik. Kegiatan magmatisma masih
berlanjut hingga akhir Miosen, sedangkan yang lebih muda terjasi pada Plio-
Pleistosen.

Didaearah Kalimantan terdapat tiga kegiatan orogenesa yang mempengaruhi


geologi P. Kalimantan yaitu orogenesa Kalimantan bagian tengah, orogenesa jalur
Meratus dan orogenesa Sabah. Dari interpretasi foto udara struktur yang
berkembang di bagian tepi timurlaut Paparan Sunda yang batuan dasarnya
berumur Pra-Tersier arah kelurusan struktur berpola timurlaut-baratdaya hingga
utara – selatan. Sementara di bagian timur Cekungan melawi berkembang struktur
sinklin dengan arah sumbu timur-barat dan kelurusan strukturberarah baratlaut-
tenggara.

164
3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Kabupaten Lamandau
Di daerah ini terdapat dua lokasi indikasi bijih besi yaitu di Bintang Mengalih dan
Kenawan Doni, Kabupaten Lamandau, Kalteng (Gambar 1).

3.1. Bintang Mengalih


Indikasi endapan bijih besi terdapat di daerah G. Karim dan Gunung Gojo yang
termasuk Kabupaten Lamandau. Secara geografis terletak pada koordinat 111°
20'00"BT dan 1° 31'00"LS. (Gambar 1). Daerah ini merupakan bekas Kontrak
Karya PT. Tebolai Seng Pertiwi tahun 1997. Geologi endapan berupa bijih besi
masif yang diduga terbentuk akibat proses kontak metasomatisme oleh intrusi
granodiorit – granit yang berumur Kapur pada batuan volkanik (Gambar 2),
ehingga dapat dikatakan bijih besi ini merupakan tipe skarn.

3.2. Kenawan Doni


Indikasi endapan bijih besi ditemukan di Kenawan Doni , Kabupaten Lamandau,
Kalimantan Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat 111012'00"BT dan
1030'00” LS (Gambar 3). Endapan berupa magnetit masif yang mangandung
logam dasar seperti timbal, tembaga dan seng. Mineralisasi bijih sulphida terdapat
dalam batuan mika sekis yang diterobos oleh granodiorit – tonalit berbentuk
stock. (Gambar 3). Seringkali dilapangan dijumpai gosan yang mengandung
magnetit dan pirit. Luas zona gossan mempunyai bentuk semi circular dengan
diameter 400 meter pada perbukitan rendah dengan ketinggian 60 meter. Daerah
ini adalah bekas Kontrak Karya dari PT. Tebolai Seng Pertiwi tahun 1997 yang
target eksplorasinya untuk logam mulia dan logam dasar. Sehingga keberadaan
bijih besi tidak dilakukan evaluasi ekonominya. Kegiatan pemboran telah
dilaksanakan sebanyak tiga titik masing-masing kedalaman 100 meter. Dari hasil
pemboran ditemukan zona laterit diatas batuan granit pada kedalaman 30meter.
Dalam laterit ini banyak mengandung fragmen magnetit. Genesa endapan bijih
besi merupakan tipe skarn dimana banyak ditemukan garnet dan epidot.

Potensi sumberdaya bijih besi di daerah ini belum dilakukan perhitungan maupun
kajian ekonominya, oleh karena yang menjadi target eksplorasi adalah logam

165
mulia dan logam dasar.Namun demikian dari literatur lama menyatakan
terdapatnya suatu potensi sumberdaya hipotetik 1.080.000 ton dengan kadar Fe :
50-60%.

Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Lamandau, Kalteng.

Gambar 2. Peta Geologi daerah Bintang Mengalih, Kabupaten Lamandau

166
Gambar 3. Geologi daerah Kenawan Doni, Kabupaten Lamandau, Kalteng.

167
4. KESIMPULAN SARAN

Endapan bijih besi yang masif besifat indikasi ini diduga mempunyai tipe skarn
dan yang berasosiasi dengan batuan kontak metasomatik. Daerah ini belum
merupakan prioritas untuk dilakukan survey tinjau.

DAFTAR PUSTAKA

………., 1979, Report on Geological Survey of Central Kalimantan, phase


IV-2, Joint Cooperation GSI-JICA/MMAJ, Ministry of Mine and Energy.
………., 1991. Exploration Report, PT. Tebolai Seng Pertiwi.
………., 1999. Geological Mapping project, pahase I, Joint Cooperation DMR
– KOICA/KIGAM, Ministry of Mine and Energy.
Bemmelen, R.W., van, 1949. The Geology of Indonesia , vol. II, Economic
Geology.
Bugg, Steve., Rafferty, W., and Kerr, J., 1998. Report on SIPP antivities for
period March 1996 – July 1997, Kuala kurun project-Central Kalimantan
Dedy Hendrawan, 2005. Laporan pelepasan kedua sebagian wilayah kontrak
karya daerah Kabupaten Ketapang, Kalbar dan Kabupaten
Lamandau, Kalteng, Kalimantan Mineral Exploration Pte.Ltd dan Rio
Tinto Borneo Investment Pte. Ltd
Nila, E.S., Rustandi, E., Heryanto,R., 1995, Geologi Lembar Palangkaraya,
Kalimantan, Skala 1 : 250.000, Departemen pertambangan dan Energi,
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.

168
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (IX) KALIMANTAN TIMUR

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Salah satu dari busur magma plutonik-vulkanik yang melalui Kalimantan Selatan
adalah Busur Sumatera – Meratus berumur Kapur Tengah – Akhir yang
merupakan busur benua meluas sepanjang ujung selatan daratan Sunda yaitu dari
Sumatera Utara menerus ke Jawa Barat – Kalimantan Selatan hingga ke
Kalimantan Timur. Panjang busur ini ± 2.000 km dengan batuan dasar ofiolit dan
sekis Pra Tersier. Mineral logam yang dijumpai terutama bijih besi, kromit, nikel,
emas dan tembaga. Berdasarkan Fisiografi daerah Kalimantan Timur sebagai
dasar cekungan didaerah ini diperkirakan batuan ultrabasa dan Formasi Paking. .

Sebagaimana halnya dengan bagian lainnya di Indonesia, daerah Kalimantan


Timur termasuk daerah tropis dengan karakteristik emperature tertinggi 320C,
kelembapan tinggi, dan curah hujan tertinggi sebesar 316 mm. Pada dataran
rendah merupakan pemukiman penduduk, mata pencarian umumnya sebagai
petani, pedagang, berkebun sedangkan yang tinggal di tepi pantai sebagai nelayan.
Pola aliran sungai pada umumnya memperlihatkan pola rectangular, di dataran
rendah berkembang pola aliran radial dan dendritik.

1.2. Sejarah Eksplorasi

• Pada tahun 1981, Direktorat Sumber Daya Mineral dan BRGM melakukan
kegiatan Pemetaan Geologi dan Eksplorasi Mineral di Kalimantan Timurlaut.

• Kanwil DPE Kalimantan Timur, melakukan eksplorasi mineral logam


didaerah Kaltim

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Endapan bijih besi yang terdapat didalam kluster ini mempunyai dua tipe yaitu
tipe primer dan tipr laterit yang semuanya berasosiasi dengan batuan ultrabasa.

2. GEOLOGI REGIONAL

Geologi daerah Kalimantan Timur disusun oleh beberapa kelompok batuan yaitu
kelompok Batuan sedimen dan Metamorfik Pre Tersier (Komplek Batuan dasar),

169
Kelompok batuan Sedimen Tersier, Kelompok Batuan Gunung Api Tersier,
Kelompok batuan terobosan Pra Tersier – Tersier dan Endapan permukaan
Kuarter.

Kelompok batuan sedimen dan metamorfik merupakan batuan berumur tua di


daerah ini, tersebar mulai dari bagian tengah hingga bagian utara daerah
Kalimantan Timur, dari Kabupaten Kutai kemudian menerus keutara menutupi
sebagian kabupaten Bulungan dan Kabupaten Berau. Kelompok batuan ini terdiri
atas batuan metasedimen, metavolkanik, ultrabasa dan batuan sedimen lingkungan
turbidit.

Kelompok batuan sedimen Tersier yang berumur Eosen Atas-Miosen Atas


tersebar hampir menutupi bagian tengah, timur hingga bagian selatan daerah
Kalimantan Timur. Ketebalan kelompok batuan ini bervarisasi . batuan sedimen
tersier ini merupakan batuan reservoir minyak bumi dan diantara beberapa satuan
batuannya dikenal sebagai batuan pembawa lapisan batubara yaitu lapisan
pembawa batubara Paleogen dan Neogen. Litologinya terdiri dari batu lumpur,
serpih, batulanau, batupasir, batugamping, konglomerat, batugamping sisipan
napal dann batulempung gampingan yang banyak mengandung fosil.

Kelompok batuan gunung api tetrsier berumur Mio-Pliosen, tersebar didaerah


hulu S. belayan, Barong Tongkok, sebelah timur Long Iram, Long Nawan, G.
Liang Prau dan G. Gucung. Di beberapa tempat menunjukkan bersisipan dengan
batuan sedimen dan diterobos oleh batuan intrusi. Litologinya terdiri atas lava,
breksi tufa, aglomerat, breksi lahar bersusunan basalat-andesit dengan retas, stock
berkomposisi dioritik. Klelompok batuan gunung api di daerah ini merupakan
bagian dari jalur emas Kalimantan yang berarah Timur laut-Baratdaya dan
menjadi tempat kedudukan emas primer paling kaya di Kalimantan.

Kelompok batuan Pra Tersier-tersier tersebar di beberapa tempat dibagian utara


menerobos komplak batuan dasar seperti hulu S. Sesayap, bagian hulu S. Kayan
dan hulu S. Puyungan. Batuan terobosan yang berumur Pra Tersier terdiri atas
granit, granodiorit dan diorit. Sedangkan batuan terobosan Tersier terdiri atas
granit biotit, menerobos batuan gunung api dan komplek batuan dasar.

170
Endapan permukaan adalah merupakan batuan yang paling muda umurnya
didaerah ini, terdiri atas endapan sungai, endapan danau dan endapan rawa.
Batuannya terdiri atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Endapan permukaan ini
seringkali merupakan tempat kedudukan endapan letakan (plaser) seperti emas,
platina dan intan.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Di daerah telah diketahui adanya dua titik lokasi sumberdaya bijih besi dan dua
titik lokasi indikasi bijih besi yaitu sebagai berikut :

Kabupaten Kutai

3.1. Sangkulirang

• Lokasi

Endapan bijih besi terletak di Sangkulirang, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten


Kutei. Lokasi berada di koordinat 117° 28’ 36” BT dan 1° 24’ 36” LU. (Gambar
1). Pencapaian lokasi dilakukan melalui jalan bekas perusahaan kayu.

• Geologi

Geologi daerah ini disusun oleh batuan ultrabasa sebagai dasar cekungan di
daerah ini diperkirakan bagian dari Formasi Paking.

• Karakteristik Bijih dan Sumberdaya

Bijih besi yang ditemukan merupakan besi primer yang diperkirakan


keterjadiannya berhubungan erat dengan batuan ultrabasa. Kadar besi berkisar
antara 47-63% Fe. Sumberdaya yang telah diketahui adalah 18.000.000 ton
(Kanwil DPE, Prop. Kaltim). Daerah yang berpotensi diperkirakan 25.000 ha.

3.2. Samboja

Indikasi bijih besi terdapat di Samboja, Kabupaten Kutai. Endapan mempunyai


tipe laterit dengan jumlah sumberdaya 33.000 ton. Data yang lebih terinci tidak
tersedia

171
Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan
Timur.
Kabupaten Kutai Barat

3.3. Longiram dan Damai

Endapan bijih besi masih merupakan indikasi yang ditemukan di Longiram dan
Damai, Kabupaten Kutai Barat (Gambar 2). Tidak ada data yang lebih rinci.

Gambar 2. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Kutai Barat.


172
Kabupaten Berau

3.4. Malinau

Endapan bijih besi masih merupakan indikasi yang ditemukan di Malinau,


Kecamatan Segah, Kabupaten Berau (Gambar 3). Tidak ada data yang lebih
terinci.

Gambar 3. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Berau.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Endapan bijih besi yang masif besifat indikasi ini diduga mempunyai tipe primer
dan laterit yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa. Untuk itu diperlukan survey
tinjau pada lokasi Sangkulirang untuk mendapatkan data yang lebih terinci agar
potensinya dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

............, 1981, Pemetaan Geologi dan Eksplorasi Mineral di Kalimantan


Timurlaut, Kerjasama Direktorat Sumber Daya Mineral – BRGM,
Bandung.
---------, Eksplorasi Mineral Logam di daerah Kalimantan Timur, Kanwil
DPE Kalimantan Timur

173
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (X) FLORES

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Daerah Nusa Tenggara Timur merupakan bagian dari busur magmatis Sunda-
Banda yang membentang dari ujung Pulau Sumatera sampai ke kepulauan Nusa
Tenggara adalah merupakan daerah yang potensial bagi terbentuknya berbagai
cebakan bahan galian mineral. Kondisi geologis tersebut sangat berperan dalam
pembentukan berbagai komoditi bahan tambang yang memungkinkan untuk dapat
dikembangkan di masa mendatang..

Selain komoditi bahan galian logam daerah busur kepulauan ini juga mempunyai
potensi sumberdaya bahan galian mineral industri yang cukup potensial untuk
dikembangkan secara komersial.

Kekayaan bahan galian yang tersebar di daerah ini merupakan modal dasar yang
dapat dikembangkan di masa mendatang dengan harapan dapat menjadi landasan
bagi pengembangan sektor pertambangan dalam menunjang pelaksanaan Otonomi
Daerah.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada tahun 1960, Direktorat Geologi melakukan evaluasi potensi besi di
Riung, Flores.
• Pada tahun 1994, Direktorat Sumber Daya Mineral melakukan eksplorasi
logam dasar di daerah Wolowaru, Kabupaten Ende, NTT
• Pada tahun 1995, Direktorat Sumber Daya Mineral melakukan eksplorasi
logam dasar di Tanjung Ngelebu, Kabupaten Ende, NTT.
• Pada tahun 1999, Direktorat Sumber Daya Mineral melakukan eksplorasi
logam dasar di daerah Wai Wajo, Kabupaten Sikka, NTT.
• Pada tahun 2000, Direktorat Sumber Daya Mineral melakukan eksplorasi
geofisika mineral logam di daerah Wai Wajo, Kabupaten Sikka, NTT

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Endapan bijih besi yang terdapat dalam kluster ini adalah bijih besi masif hasil
dari proses kontak metasomatik.

174
2. GEOLOGI REGIONAL

Geologi daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, geologinya disusun oleh berbagai
jenis batuan seperti batuan gunung api, batuan sedimen dan batuan terobosan yang
berumur dari Pra Tersier - Kuarter. Batuan gunung api umumnya terdiri dari lava,
breksi dan tufa berkomposisi andesitik - basaltik. Sedangkan batuan sedimen
terdiri dari batugamping, batupasir tufaan, batulempung, serpih, batulanau,
batupasir dan konglomerat.

Sebaran batuan gunung api Tersier dan Kuarter mendominasi wilayah Pulau
Flores. Batuan sedimen Tersier di wilayah Pulau Sumba dan Pulau Timor Barat,
sedangkan batuan sedimen Pra Tersier tersebar di Pulau Sumba bagian selatan dan
Pulau Timor bagian barat.

Batuan terobosan umumnya berupa diorit kuarsa dan granodiorit dengan


sebarannya menempati wilayah Pulau Flores dan Pulau Sumba dengan bentuknya
berupa stock dan retas-retas.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Kabupaten Ngada

3.1. Wolo Besi, Mbopo, Rinding

• Lokasi
Lokasi endapan bijih besi termasuk dalam Desa Riung teluk Banu, Kecamatan

Riung, Kabupaten Ngada, Nusa tenggara Timur (Gambar 1). Lokasi endapan

terdapat pada perbatasan hutan cagar alam.

• Geologi
Endapan bijih besi berada pada daerah batuan gampingan yang telah mengalami
kontak metasomatik akibat terobosan batuan intrusif.

• Karakteristik Bijih dan Sumberdaya


Endapan bijih besi masif berasosiasi dengan mangan dan timbal. Kadar yang
tercatat berkisar Fe : 58,76 – 67,28 % dengan sumlah sumberdaya terukur 726.000
ton. .
175
Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Ngada, NTT

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum keberadaan endapan bijih besi ini mempunyai tipe skarn dengan
kandungan besi cukup baik. Untuk itu perlu dilakukan survey tinjau di Wolo Besi
untuk mengetahui potensi yang belum terungkap secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Sulasmoro B., 1960. Preliminary mine evaluation of Riung iron deposit in the
Island of Flores.
Bandi B., Dajaswadi S., Gaol S.L., 1994. Laporan pendahuluan penyelidikan
mineral logam di daerah Wolowaru, Kabupaten Ende, NTT,
Direktorat Sumber Daya Mineral.
Frnklin, Akih Sumpena, 1999. Eksplorasi logam mulia dan logam dasar di
daerah Wai Wajo dan sekitarnya, Kabupaten Sikka, NTT, Direktorat
Sumber Daya Mineral.
Budhi Priatna, 2000. Laporan Eksplorasi geofisika mineral logam di daerah
Wai Wajo, Kabupaten Sikka, NTT, Direktorat Sumber Daya Mineral.
Manurung, Y.S., 1995. Keterkaitan anomaly geokimia dengan keterdapatan
zona mineralisasi di daerah Tanjung Ngelebu, Kabupaten Ende, NTT,
Direktorat Sumber Daya Mineral.
Bemmelen R.W., van, 1949. The Geology of Indonesia vol II, Economic
Geology.

176
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (XI) PAPUA

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Pembawa mineralisasi logam di Provinsi Papua secara geologi dibentuk oleh


aneka ragam batuan yang terdiri dari umumnya batuan gunungapi, terobosan
batuan beku dan batuan sedimen. Penemuan petunjuk-petunjuk mineralisasi dan
beberapa cebakan bijih logam bernilai ekonomis dari jenis-jenis tertentu
menggambarkan bagaimana potensi di Papua ini, dan eksplorasi yang intensif dan
tepat sasaran sangat diperlukan untuk menemukan mineralisasi/cebakan bahan
galian serupa.

Selama dua dekade terakhir, penemuan cebakan logam di Papua terutama emas
dan tembaga merupakan fenomena tersendiri, yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Penemuan di Grasberg, Kucing Liar, Wabu, dll, memberikan suatu
kesimpulan bahwa masih banyak yang belum kita temukan. Selain itu
perkembangan penelitian potensi geologi di dunia internasional yang telah
merambah ke wilayah-wilayah lepas pantai, bahkan sampai ke wilayah laut
dalam, membuat Kawasan Papua dengan wilayah laut yang luas juga harus segera
mengantisipasi masa depan dengan melakukan penelitian-penelitian geologi
kearah itu.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada tahun 1991, PT. Freport melakukan survey tinjau di daerah Pogapa
dalam kontrak karya blok B.
• Pada tahun 1996, PT. Nabire Bakti Mining melakukan penyelidikan umum di
Kabupaten Paniai
• Pada tahun 1997, PT. Irja Eastern Minerals melakukan penyelidikan umum di
blok I, Blok II dan Blok III dalam daerah kontrak karya di Papua.
• Pada tahun 1998, Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi Bandung
menyelidiki tentang geologi Irian Jaya.
• Pada tahun 1998, PT. Freport melakukan eksplorasi di daerah prospek Wabu

177
1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Mineralisasi logam yang penting di daerah ini umumnya merupakan hasil dari
proses kontak metasomatik yang menimbulkan cebakan logam tipe skarn. Batuan
skarn di daerah ini terutama mengandung tembaga dan emas. Mineral magnetit
hanya sebagai mineral ikutan sebagai produk skarnisasi. Dari survey regional
airborne magnetic terindikasi zona skarn yang berasosiasi dengan magetit.

2. GEOLOGI REGIONAL

Geologi Papua adalah merupakan periode endapan sedimentasi dengan masa yang
panjang pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman
Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari
lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan mengendapkan batuan
klastik kwarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonatan, dan berbagai batuan
karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur
Miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter.

Pada kala Oligosen terjadi aktifitas tektonik besar pertama di Papua, yang
merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan
berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan
metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua
membentuk Jalur “Metamorf Rouffaer” yang di wilayah Kontrak Karya Blok “B”
dikenal sebagai “Metamorf Derewo”. Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah
(penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk jalur ofiolit
Papua.

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa


Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen dan mengakibatkan tumbukan
Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan
pengangkatan kuat batuan sedimen karbon-Miosen, dan membentuk Jalur Aktif
Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada ketinggian 3.000-
5.000m dalam Wilayah Kontrak Karya. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang
komplek dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke selatan,

178
lipatan kuat atau rebah dan kemiringan sayap ke arah selatan. Orogenesa
Melanesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.

Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke


utara maupun selatan dari Jalur Aktif Irian Jaya. Erosi yang kuat dalam
pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-
cekungan sehingga mencapai ketebalan antara 3.000-12.000 meter. Tumbukan
Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung menyebabkan
deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.

Fase magmatis tertua terdiri dari batuan terobosan gabroik sampai dioritik,
diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik
Derewo. Fase ketiga berupa diorit berkomposisi alkalin, terlokalisir dalam
Kelompok kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia

2. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

Dari anomali airborne magnetic survey ditemukan beberapa lokasi yang


merupakan indikasi terdapatnya endapan bijih besi berupa magnetit skarn antara
lain di Wabu, Obano, Komopa, Dawagu, Marasin, Bama, Kupai dan Lagori.

Kabupaten Paniai
Indikasi endapan terdapat di dua lokasi yaitu daerah Wabu dan Lagori (Gambar
1).

3.1. Wabu

• Lokasi
Daerah prospek Wabu terletak pada ketinggian 2.200 – 3.100 meter diatas
permukaan laut di pegunungan bagian tengah dari Papua atau 35 km baratlaut dari
lokasi tambang Grasberg milik PT. Freeport. Secara adiministratif termasuk
kedalam Kecamatan Bibida, Kabupaten Paniai. (Gambar 1). Daerah prospek
termasuk dalam hutan lindung.

• Geologi
Endapan bijih emas tipe skarn terdapat sepanjang bagian selatan batas komplek
intrusi Monsonit-diorit Pagane yang berumur Miosen Akhir. Komplek ini berada

179
pada footwall dari patahan Derewo yang merupakan patahan sinistral – slip
reverse .

• Karakteristik Bijih dan Sumberdaya


Endapan magnetit dijumpai sebagai mineral ubahan dari tipe skarn yang
berasosiasi dengan garnet, klinopiroksin dan epidot. Magnetit- garnet skarn
dijumpai dalam breksi yang banyak mengandung emas. Sumberdaya hipotetik
endapan bijih skarn ini menunjukkan 117 juta ton, namun kandungan besi tidak
ada informasi yang dapat diperoleh.

3.2. Lagori

• Lokasi
Lokasi daerah prospek ini termasuk pada Blok II dari wilayah kontrak karya PT.
Irja Eastern Minerals generasi V 1994 yang sampai saat ini statusnya masih
suspensi. Secara adiministratif termasuk dalam Kecamatan Paniai Barat,
Kabupaten Paniai (Gambar 1). Lokasi bijih pada perbatasan hutan lindung.

• Geologi
Geologi daerah ini teridiri atas empat satuan litologi yang jelas dikenal sebagai (i)
sekis dan filit dari batuan Malihan Derewo, (ii) batuan mafik dan ultramafik dari
jalur ofiolit Papua, (iii) aliran andesit dan fragmental; serta (iv) selang-seling
antara batupasir, batulempung dan konglomerat Formasi Mamberamo. Unit-unit
ini membentuk jalur yang jelas memanjang dari baratlaut ke tenggara.

Satuan yang paling Selatan terdiri dari sekis berwarna terang, sabak terfoliasi
berbutir menengah dan filit. Unit ini dikenal sebagai Malihan Derewo dan
dianggap berasal dari jaman Oligosen sebagai hasil dari tumbukan lempeng
Australia dengan palung busur kepulauan Eosen pada Lempeng Pasifik. Di dalam
batuan malihan, dua zona berbeda yang dapat dikenali berdasarkan atas
mineralogi yang disebut zona filit dan zona sekis.

Batuan dari zona filit dicirikan adanya foliasi batusabak dan filit yang terutama
terbentuk dari kuarsa, grafit dan muskovit. Pirit berbutir menengah sampai kasar
biasanya ditemukan pada zona sepanjang bidang-bidang foliasi dan seringkali
terdapat bersama-sama dengan urat-urat kuarsa halus.

180
Zona sekis terletak lebih jauh ke utara dari zona filit dan terutama berwarna lebih
terang dari sekis filit. Mineral-mineral penting yang hadir dalam sekis adalah
kuarsa-kalsit-muskovit dengan mikrolin dan grafit yang merupakan komponen
penting bersama-sama dengan butiran halus pirit.

Sabuk Ofiolit Papua tersingkap disepanjang tepi utara dari batuan malihan
Derewo dan kontak dengan batuan malihan. Sebagian besar tipe batuan yang
terlihat adalah serpentinit, piroksinit, peridotit dan garnet amfibolit. Pada tepi
bagian Utara dari jalur, sering dijumpai basalt dan gabbro. Kumpulan ini
diinterpretasikan mewakili tumbukan tubuh alohton dari kerak samudera dan
berhubungan dengan batuan malihan.

Jalur bagian Utara kebanyakan berisi batuan sedimen dari lapisan Wogamush,
bagian dari Formasi Memberamo. Formasi Memberamo adalah sebutan untuk
batuan sedimen tipe molase dari umur Miosen Tengah sampai Pleistosen yang
mempunyai kontak tidak selaras dengan Sabuk Ofiolit Papua. Batuan umumnya
berisi selang-seling dari batupasir pejal, lempung, serpih, batugamping dan
lapisan konglomerat polimik. Di dalam lapisan Wogamush dijumpai batuan beku
menengah yang umumnya berisi aliran andesit, fragmen dan intrusi diorit dengan
kontak yang tidak diketahui terhadap batuan sedimen. Ini diinterpretasikan bahwa
batuan volkanik dan intrusi adalah sisa dari sistem busur kepulauan yang terjadi
dalam Lempeng Australia selama Oligosen .

• Karakteristik bijih dan sumber daya


Indikasi bijih besi hanya ditemukan sebagai batuan gossan/skarn yang berasosiasi
dengan logam dasar seperti tembaga dan sebagian kecil logam mulia seperti emas.
Dimensi sebaran zona batuan skarn di Prospek Logari adalah 500 x 500 m.

181
Gambar 1. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Paniai, Papua.

Kabupaten Nabire
3.3. Obano, Komopa, Dawagu

• Lokasi
Daerah prospek ini secara adiministratif termasuk dalam Kabupaten Nabire
(Gambar 2). Daerah Obano terletak lebih kurang 20-40 km baratdaya Enarotali
dan 120 km baratlaut Barat Timika. Pencapaian daerah hanya dapat dilakukan
dengan berjalan kaki ataupun helikopter Sedangkan wilayahnya merupakan
wilayah kontrak karya generasi V PT. Nabire Bakti Mining tahun 1991. Daerah
prospek ini termasuk dalam hutan cagar alam. Sampai saat ini statusnya masif
dalam tahap suspensi.

• Geologi
Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang
merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan
berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan
metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua
membentuk Jalur “Metamorf Rouffaer” yang di Wilayah Kontrak Karya dikenal
sebagai “Metamorf Derewo”. Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah (penciutan)
Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua .

182
Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa
Melanesia yang berawal di pertengahan Miosen dan mengakibatkan tumbuhan
Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan
pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen, dan membentuk Jalur Aktif
Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada ketinggian 3000 -
5000 di dalam wilayah Kontrak Karya. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang
komplek dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke selatan,
lipatan kuat atau rebah dan kemiringan sayap ke arah selatan. Orogenesa
Melanesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.

Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik


ke Utara maupun Selatan dari Jalur Aktif Papua. Erosi yang kuat dalam
pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-
cekungan sehingga mencapai ketebalan antara 3000 - 12000 m.Tumbukan Kraton
Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung menyebabkan
deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut. Pemetaan regional oleh PT.
Mineserve mengungkapkan tiga fase magmatisme terdapat dalam wilayah
Kontrak Karya yang terletak di atas Jalur Aktif Papua. Secara umum umur
magmatisme diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara, dengan pola yang
sama dengan di Papua Nugini.

Fase magmatis tertua terdiri dari batuan terobosan gabroik sampai dioritik,
diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik
Derewo. Fase kedua magmatisme ini berupa diorit berkomposisi alkalin,
terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa
Melanesia “Derewo” yang berumur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal.
Magmatisme termuda dan terpenting berupa intrusi dioritik sampai monzonik
yang dikontrol oleh patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-
batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping “New
Guinea”, di mana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti Tembagapura
dan Ok Tedi di Papua Nugini. Batuan terobosan daerah Tembagapura berumur 3
juta tahun, sedangkan batuan terobosan Ok Tedi berumur Pliosen Akhir pada
kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun.

183
• Karakteristik Bijih dan Sumber Daya
Endapan bijih besi umumnya dijumapi sebagai mineral magnetit yang terdapat
dalam gosan/skarn yang berasosiasi dengan tembaga dan emas. Di daerah Obano
dimensi sebaran skarn sekitar 300 x 100 m. Potensi sumber daya yang sudah
diketahui adalah di Komopa : 268 juta ton dan di Dawagu : 372 juta ton. Tidak
diperoleh data seberapa jauh kandungan besi yang ada dalam endapan skarn ini.

Gambar 2. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Nabire, Papua.


Kabupaten Kaimana.
Di daerah ini terdapat tiga lokasi indikasi bijih besi yaitu Kupai, Bama dan
Marasin (Gambar 3).

3.3. Marasin , Bama , Kupai

• Lokasi
Lokasi daerah prospek Kupai termasuk dalam Kecamatan Yamor, Kabupaten
Kaimana, dimana termasuk pada Blok II dari wilayah kontrak karya PT. Irja
Eastern Minerals gereasi V 1994 yang sampai saat ini statusnya masih suspensi.
Secara adiministratif termasuk dalam Kabupaten Timika.

• Geologi
Daerah ini merupakan sekumpulan batuan sedimen Kelompok Kembelangan
berumur Jura- Kapur dan membaji ke arah kelompok batugamping New Guine
yang diamati terjadi dalam properti tersebut. Batuan-batuan ini terbentuk selama

184
suatu jangka waktu sedimentasi yang panjang pada tepian pasif sebelah utara dari
Kraton Australia pada lingkungan fluviatil dan lingkungan laut dalam sampai
dangkal. Batuan-batuan yang dihasilkan berkisar dari batuan karbonan klastik,
termasuk lapisan merah dan litologi karbonan sampai beragam batuan karbonat.
Kesemuanya ini diikuti oleh dua episode utama tektonisme.

Selama episode tektonik pertama, pergerakan lempeng pada periode tersebut


menghasilkan suatu deformasi dan metamorfisme fasies sekis hijau dari turbidit
karbonan berbutir halus yang dikenal sebagai batuan Malihan Derewo. Satuan
batuan ini terhampar disebelah Utara Blok I dengan kontak sesar disebelah
Selatan terhadap Kembelangan Grup. Pada Blok I, kelompok batuan malihan ini
terintrusi oleh Granit Kwatisore kemudian kelompok batuan beku dan malihan
tersebut tersesarkan (sesar sungkup) oleh Sesar Sungkup Weyland.

Orogenesa Melanesia, merupakan kegiatan tektonik yang terpenting,


menghasilkan suatu periode deformasi kuat dan pengangkatan dari batuan-batuan
sedimen jaman Karbon sampai kala Miosen, membentuk “Papue Moble Belt”.
Kelompok batuan ini ditandai suatu kompleks batuan tersesarkan dengan
kemiringan ke arah utara dan lipatan kuat hingga membalik yang menggantung ke
arah Selatan. Orogenesa Melanesia dianggap mencapai titik puncak pada jaman
pertengahan “Pliosen Tengah”.

Fase tertua yang terdiri dari intrusi diorit terjadi di sebelah utara batuan Malihan
Derewo, diperkirakan berumur Oligosen. Tahap kedua dari magmatisme terdiri
dari intrusi berkomposisi gabroik sampai dioritik, dijumpai di dalam batuan
Malihan Derewo yang terletak di bagian utara patahan Derewo, kemungkinan
berumur Miosen Awal. Kesemuanya ini secara bersama-sama dikenal sebagai
Busur maramuni (10 - 20 Ma). Kegiatan magmatik termuda dan yang terpenting
adalah batuan intrusi diorit sampai syenit yang menerobos Kelompok
Kembelangan dan Kelompok Batugamping New Guinea.

• Karakteristik Endapan Bijih


Indikasi bijih besi hanya ditemukan sebagai batuan gossan/skarn yang berasosiasi
dengan logam daras seperti tembaga dan sebagian kecil logam mulia seperti emas.

185
Dimensi sebaran batuan skarn di Marasin : 200 x 600m; Bama : 1.250 x 2.250 m
dan Komopa : 100 x 300 m.

Gambar 3. Peta Lokasi Bijih Besi di Kabupaten Kaimana, Papua

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum keberadaan endapan bijih besi terdapat dalam endapan batu gosan
atau skarn yang pembentukannya terjadi akibat proses kontak metasomatik.
Kandungan besi belum dilakukan analisa kimia, oleh karena yang menjadi target
eksplorasi dalam endapan skarn ini adalah tembaga dan emas. Namun daerah
skarn ini menunjukkan anonali magnetik yang sangat signifikan. Untuk eksplorasi
dengan target bijih besi nampaknya tidak ekonomis untuk dilakukan saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

………, 2000. Laporan Kontak Karya Triwulan II PT. Irja Eastern Minerals.
………, 2000. Laporan Kontrak Karya Triwulan II PT. Nabire Bakti Mining.
Dow D.B.,Robinson G.P., Hartono U. and Ratman.N., 1998. Geology of Irian
Jaya, GRDC Report.
McDonald A., Lasito S., Burson M. and Purwati A., 1998. The Wabu
Exploration Project, Internal Company Report.
O”Connor G.V., 1991. Report an Reconnaissance Samplin in the Pogapa
Polygon, PT. FIC COW Block B, Internal Company Report.

186
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER ( XII ) SULAWESI BARAT

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Secara tektonik Pulau Sulawesi terletak pada suatu kawasan komplek dimana
lempeng Eurasia – Australia dan Pasifik serta sejumlah lempeng-lempeng yang
lebih kecil saling berinteraksi dan bertabrakan. Hal ini telah membuatnya menjadi
komplek akresi, daerah mélange dan nap ofiolit serta fragmen-fragmen
mikrokontinental yang membawanya bersama-sama dengan suatu rangkaian
subduksi, tumbukan serta kejadian tektonik lainnya yang agak sulit dipahami.
Sekarang ini kepulauan mengalami proses fragmentasi dan pembentukan kembali
sepanjang sesar utama geser dan naik.

Sulawesi terdiri dari tiga sabuk litotektonik yang berbeda, terdiri dari busur
magmatik bagian barat, sabuk metamorfik bagian tengah yang ditumpangi oleh
melang tektonik.dan nap ofiolit bagian timur dengan batuan sedimen Trias -
Miosen yang terimbrikasi. Busur magmatik yang terbentuk endapan di dalamnya
terdiri dari dua unsur yang berbeda yang dinamakan Sulawesi bagian barat dan
Sulawesi bagian utara. Busur magmatik Sulawesi bagian utara merupakan busur
volkanik dasitik – riodasit yang overlap secara spatial, berumur Miosen – Resen
terbentuk diatas batuan dasar basaltic marin berumur Eosen-Oligosen, yang
kemungkinannya ditumpangi oleh kerak samudera. Busur Sulawesi bagian barat
memperlihatkan ciri lebih bersifat kontinen. Batuan metamorfik telah diintrusi
oleh batuan granitoid berkomposisi granodiorit hingga granitik. dimana daerah
penyelidikan (Siguntu) termasuk dalam zona ini.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada Tahun 1974, Djuri dan Sudjatmiko melakukan pemetaan geologi dan
menghasilkan Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Palopo, sekala 1
: 250.000
• Pada tahun 1975, Rab Sukamto, melakukan pemetaan geologi dan
menghasilkan Peta Geologi Indonesia Lembar Ujung Pandang, sekala 1 :
1.000.000.

187
• Pada tahun 1981, Direktorat Sumber Daya Mineral, melakukan kegiatan
penyelidikan geologi dan geokimia tinjau regional di daerah S. Lamasi dan S.
Ladan, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Luwu
• Pada tahun 1996, Jumsari, A., dkk, melakukan penyelidikan Geokimia
Regional Bersistem di daerah Kabupaten Luwu, Sidrap dan Wajo, berikutnya
di Lembar Laropong
• Pada tahun 1995, Surwanda Wijaya, dkk, melakukan Penyelidikan Geologi
Terpadu Daerah Kabupaten Polaweli – Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan.
• Pada tahun 1997, B. S. Sumomba, dkk, melakukan Penyelidikan Geologi
Terpadu Daerah Kabupaten Dati II Luwu bagian Selatan, Provinsi Sulawesi
Selatan.
• Pada tahun 1996, Najamuddin Nawawi, dkk, 1996, melakukan Penyelidikan
Bahan Galian Emas dan Logam Dasar Daerah Tabang, Kecamatan Pana
Kabupaten Polmas, Provinsi Sulawesi Selatan

1.3. Tipe Endapan Bijih Besi

Indikasi bijih besi yang terdapat dalam kluster ini diperkirakan mempunyai tipe
masif yang proses pembentukannya disebabkan oleh kontak metamorfik.

2. GEOLOGI REGIONAL

Batuan tertua pada Mandala Sulawesi bagian barat adalah sekis kristalin yang
tersingkap pada bagian timur Pegunungan Quarles. Pada kaki bagian barat
Pegunungan Latimojong atau sekitar bagian timur Mamasa terdapat filit,
batulempung hitam, serpih filitik berselingan dengan tufa yang telah mengalami
metasedimenosa; kelompok batuan ini merupakan bagian dari Formasi
Latimojong yang berumur Pra-Tersier (Kapur Atas). Formasi Latimojong ini
diterobos oleh intrusi batuan granit biotit, dan umur dari batuan granit biotit
diperkirakan Kapur Atas .

Batuan tertua di daerah ini adalah batuan malihan berderajat sedang, terdiri dari
serpih, filit, rijang, marmer dan breksi terkersikan, juga terdapat beberapa intrusi
menengah hingga basa. Batuan ini dikelompokan dalam Formasi Latimojong yang
sudah mengalami perlipatan sangat kuat, sehingga sulit diketahui ketebalannya.

188
Sebaran satuan batuan ini terutama menempati Pegunungan Latimojong yang
puncak-puncaknya berjajar dari utara ke selatan. Formasi ini diduga berumur
Kapur Atas.

Formasi batuan berikutnya diendapkan batuan yang terdiri atas serpih berwarna
coklat kemerah-merahan, serpih napalan berwarna abu-abu, batupasir kuarsa dan
konglomerat. Pada formasi ini termasuk pula batugamping abu-abu yang
membentuk lensa-lensa besar. Dalam literatur lama satuan batuan ini dinamakan
pula “Koperlei formatie” (Formasi Serpih Tembaga), karena di dalam batuan
serpih merah tersebut ditemukan tembaga murni, sedangkan oleh Djuri dan
Sudjatmiko disebut sebagai Formasi Toraja. Berdasarkan kandungan fosilnya
formasi batuan ini mempunyai kisaran umur dari Eosen Tengah hingga Oligosen
Tengah. Formasi ini menindih tidak selaras Fm. Latimojong dan ditindih tidak
selaras oleh batuan Gunungapi Lamasi. Batuan Gunungapi Lamasi terdiri dari
lava andesit, basal, breksi gunungapi, batupasir dan batulanau, setempat
mengandung feldspatoid, umumnya terkloritkan dan terkersikkan dan umurnya
diduga Oligosen karena menindih Formasi Toraja yang berumur Eosen. Diatas
Batuan Gunungapi Lamasi diendapkan Formasi Mapi, terdiri dari batupasir tufan,
batulanau, batulempung, batugamping pasiran dan konglomerat, berdasarkan
kandungan fosil foraminiferanya, umur formasi ini Miosen Tengah – Pliosen.
Selanjutnya batuan terobosan, umumnya batuan beku bersusunan asam sampai
menengah seperti granit, granodiorit, sienit, monzonit kuarsa dan riolit; setempat
dijumpai gabro berumur Mio-Pliosen, berdasarkan kesebandingan dengan granit
di Lembar Pasangkayu yang berumur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975).

Batuan yang paling muda adalah aluvium, terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil,
pasir, lanau, lempung dan lumpur, setempat mengandung sisa-sisa tumbuhan.
Satuan ini menindih takselaras satuan yang ada di bawahnya, umurnya Holosen,
setempat berupa endapan antar gunung yang terdiri dari breksi, konglomerat,
batupasir, batulempung yang belum padat, dan sisa tumbuhan.

Struktur geologi regional yang berkembang di daerah ini ditandai dengan dua
macam bentuk struktur, yaitu struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin serta
struktur patahan berupa sesar naik, sesar normal dan sesar mendatar. Struktur

189
lipatan pada umumnya mempunyai pola berarah hampir utara-selatan, hal ini
terbukti dari arah-arah sumbu lipatannya. Dengan adanya struktur lipatan tersebut
diperkirakan gaya kompresi yang bekerja terhadap pembentukan struktur geologi
yang berkembang berasal dari arah barat dan timur.

Sesar umumnya berarah utara–selatan sampai baratlaut–tenggara, berupa sesar


geser dan sesar normal. Kekar secara umum berarah baratlaut-tenggara sampai
timurlaut–baratdaya dengan intensitas rendah, terutama dijumpai pada batuan
terobosan dan batuan gunungapi Formasi Latimojong.

3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

3.1`.Polewali

Lokasi indikasi bijih besi termasuk diwilayah Kabupaten Polewali, Sulawesi


Barat. Indikasi terdapatnya endapan bijih besi untuk sementara hanya berdasarkan
dari analisis citra landsat. Dari interpretasi citra lansat memperlihatkan ada dua
daerah prospek yaitu di Kecamatan Polewali dan Kecamatan Wonomulyo.

Daerah prospek Polewali secara adminstratif termasuk dalam wilayah Desa


Duampanua dan Desa Pasiang, Kecamatan Polewali. Pencapaian daerahnya dari
simpang tiga Polewali-Labasang sepanjang 6 km ke arah Mamasa. Geologi daerah
ini disusun oleh batuan gunung api Latimojong dan batuan terobosan yang
kemungkinan membentuk endapan bijih besi tipe kontak metasomatik kecil.
Kemungkinan tipe yang muncul adalah tipe urat yang memotong batuan gunung
api.

Sedangkan daerah prospek di Kecamatan Wonomulyo, geologinya disusun oleh


batuan gunung api dan endapan permukaan. Sehingga kemungkinan keterdapatan
bijih besi hanya tipe urat yang memotong batuan gunung api.

4. KESIMPULAN SARAN

Endapan bijih besi yang kemungkinan dapat ditemukan di daerah ini adalah tipe
urat yang memotong batuan gunung api. Untuk melihat sejauhmana potensinya
maka diperlukan survey tinjau terhadap lokasi yang diperlihatkan dari interpretasi
citra landsat tersebut.

190
DAFTAR PUSTAKA

.............., 1981, Penyelidikan geologi dan geokimia tinjau regional di daerah


S. Lamasi dan S. Ladan, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten
Luwu
Bemmelen R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, vol II, Economic
Geology.
Djuri dan Sudjatmiko, 1974; Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat
Palopo, sekala 1 : 250.000
Jumsari, A., dkk, 1995 – 1996, Geokimia Regional Bersistem di daerah
Kabupaten Luwu, Sidrap dan Wajo, berikutnya di Lembar Laropong
Rab Sukamto, 1975; Peta Geologi Indonesia Lembar Ujung Pandang, sekala 1
: 1.000.000.
Sumomba, B.S., dkk, 1997, Penyelidikan Geologi Terpadu Daerah Kabupaten
Dati II Luwu bagian Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan
Surwanda Wijaya, dkk., 1995, Penyelidikan Geologi Terpadu Daerah
Kabupaten Polaweli – Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan, Ujung
Pandang

191
POTENSI BIJIH BESI PRIMER
CLUSTER (XIII) SULAWESI UTARA

Oleh

Koordinator
Working Group Pemetaan Potensi Bijih Besi

Kerjasama
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
dengan
PT. Krakatau Steel
2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Umum

Wilayah Sulawesi Utara memiliki ciri dan corak perkembangan geologi yang unik
dan rumit karena terletak di zona interaksi antara tiga lempeng kerak bumi yaitu
lempeng Euro-Asia, Pasifik dan Indo-Australian (Katili, 1961). Interaksi tersebut
menghasilkan corak fisiografi berupa rangkaian pegunungan dan kerucut gunung
api yang memanjang dari barat ke timur, tataan stratigrafi dan kerangka struktur
geologi yang khas dengan keanekaragaman aspeknya antara lain kandungan
berbagai jenis sumber daya mineral dan energi

Iklim di daerah ini umumnya kering dengan suhu rata-rata berkisar 27°C. Suhu
harian tertinggi mencapai 39°C dan terendah mencapai 20°C. Curah hujan relatif
kurang, sehingga pada saat musim kering agak kesulitan mendapatkan air bersih
yang berasal dari hulu sungai kemudian dialirkan melalui pipa besi/pralon dan
bambu. Umumnya musim kering berlangsung selama tiga bulan dalam satu tahun
yaitu dari bulan Juli - Agustus. Sedangkan pada pada bulan lainnya terdapat
musim hujan.

1.2. Sejarah Eksplorasi


• Pada tahun 1997, Effendi, A.C., dan Bawono, S.S dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi telah melakukan pemetaan Geologi bersistim
Indonesia Lembar Manado 2416, 2417 sekala 1 : 250.000.
• Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Utara pernah
melakukan penyelidikan bijih besi di Pulau Bangka..
• Pada tahun 2004 telah dilakukan kegiatan eksplorasi bijih besi oleh suatu
perusahaan yang telah mendapatkan SIPP dari Bupati Minahasa Utara.
Kegiatan yang dilakukan disamping survey juga melakukan pemboran
eksplorasi .
• Pada tahun 2005 PT. Kutai Pratama Energi melakukan survey tinjau bijih besi
di Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara.

192
1.3. Tipe Endapan Bijih Besi
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa endapan bijih besi yang
dijumpai di Pulau Bangka terdiri atas tiga tipe yaitu tipe pengisian rekahan,
pengisian semen/masadasar dan tipe laterit. Kondisi keterdapatan endapan bijih
besi di daerah ini bentang alamnya umumnya dicirikan oleh permukaan tanah
yang gundul dengan vegetasi berupa alang-alang, sebagian mengalami kebakaran.
Hamparan material bijih besi hasil rombakan didominasi oleh warna kecoklatan .

2. GEOLOGI REGIONAL

Berdasarkan tataan tektonik daerah Sulawesi khususnya pada bagian utara, maka
daerah Pulau Bangka merupakan bagian dari Lajur Gunungapi Muda berumur
Kuarter (A.C. Effendi, 1996). Lajur Gunungapi ini membentang dari wilayah
Gorontalo menyebar keutara sampai ke kepulauan Sangir Talaud. Litologi terdiri
dari satuan breksi - batupasir dan satuan endapan danau - sungai. Satuan breksi -
batupasir dicirikan terutama breksi-konglomerat kasar, berselingan dengan
batupasir halus hingga kasar, batalanau dan batulempung berwarna kelabu
kecoklatan. Breksi berkomposisi andesit piroksin. Selain itu terdapat batuan
klastika yang sangat lapuk berumur Pliosen yang disebut sebagai batupasir berbesi
(Koperberg, 1928).

Sedangkan satuan endapan danau dan sungai dicirikan oleh pasir, lanau,
konglomerat dan lempung napalan yang berumur Plistosen. Endapan sungai
terdiri dari pasir, lanau kerikil dan kerakal.

Struktur geologinya tercermin di dalam pola fisiografi dan stratigrafinya, yaitu


adanya kelurusan-kelurusan pada corak fisiografinya dimana struktur umum
sesar/patahan normal dengan blok-blok yang relatif turun dan naik berarah
tenggara - baratlaut dan baratdaya – timurlaut.

193
3. GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI

3.1. Pulau Bangka

• Lokasi
Secara administratif daerah survey tinjau endapan bijih besi terletak di Pulau
Bangka, Kecamatan Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi
Utara

Geologi

Berdasarkan pengamatan batuan yang dilakukan pada daerah perbukitan dan


dibeberapa lintasan sungai serta pantai, maka litologi di daerah Pulau Bangka ini
dapat dibedakan menjadi tiga satuan yaitu satuan endapan piroklastik - laharik,
satuan lava dan satuan endapan pantai. Selain itu terdapat intrusi andesit diduga
sebagai retas/dike yang menerobos ke dalam satuan breksi dan lava (Gambar 1).

Satuan endapan piroklastik - laharik, merupakan produk dari gunungapi yang


dicirikan oleh adanya seri endapan yang tidak dapat terpisahkan terdiri atas tufa,
tufa - lapili, tufa - breksi dan endapan laharik. Satuan ini diperkirakan berumur
Pliosen.

Batuan tufa diduga sebagai batuan yang menempati paling bawah dari seri
endapan tak terpisahkan, berwarna abu-abu umumnya telah mengalami argilisasi
sedang sampai kuat. Pada beberapa float tufa yang dijumpai terlihat adanya gejala
ubahan kaolinisasi kuat .

Dalam contoh inti bor di daerah Kuala Leliwae dan Kuala Kahuku yang
sebelumnya dilakukan oleh suatu perusahaan tampak bahwa tufa ini telah
mengalami argilisasi sedang dengan piritisasi tersebar. Diperkirakan posisi tufa ini
berada paling bawah dalam satuan batuan ini.

Batuan tufa lapili umumnya berwarna putih kecoklatan dengan ukuran fragmen 1
– 30 cm berkomposisi andesitik – dasitik yang tertanam dalam masa dasar tufaan.
Umumnya dalam masadasar telah mengalami limonitisasi dan hematisasi dengan
tingkat lemah sampai kuat.

194
Kadang-kadang pada bagian tepi dari fragmen ini juga terlihat adanya
limonitisasi. Di beberapa tempat seperti di daerah Kuala Dalimata dan Bukit
Bendera endapan tufa lapili ini tampak telah mengalami silisifikasi yang kuat,
baik pada fragmen maupun masa dasarnya. Pada fragmen dipotong oleh urat halus
kuarsa .

Tufa breksi berwarna putih kecoklatan, umumnya fragmen berkomposisi


andesitik- dasitik. Ubahan silisifikasi kadang-kadang masih dijumpai. Secara
umum batuan memperlihatkan ubahan silika-lempung dengan limonitisasi dari
tingkat sedang sampai kuat. Di daerah tebing Bukit Empung tampak singkapan
tufa breksi mengalami ubahan silika - lempung dengan limonitisasi kuat .

Satuan lava umumnya dijumpai sebagai bongkahan-bongkahan yang tersebar di


daerah Sowang, Libas, Kahuku, Kuala Sipi sampai ke Teluk Sahaong. Singkapan
lava di Teluk Sahaong sedikit mengalami laterisasi. Batuan berwarna hitam
sampai kelabu, berkomposisi andesitik, struktur vesicular kadang-kadang masih
dijumpai. Di beberapa tempat seperti di daerah Teluk Sowang sebagian lava
masih menunjukkan struktur aliran. Umur satuan ini diperkirakan Pliosen. Pada
batuan yang telah mengalami pelapukan nampak adanya tekstur spheroidal . Dari
hasil pelapukan ini nampak keadaan tanah hasil pelapukannya menunjukkan
warna coklat tua yang mengandung fragmen hematit .

Satuan endapan pantai berumur Resen terdiri atas pasir, kerikil – kerakal dan
koral. Sebarannya setempat-setempat yang menempati daerah rawa-rawa dan
daerah landai di muara sungai

Satuan batuan intrusi antara lain dijumpai di daerah Kuala Laliwae, hulu Kuala
Dalimata dan Kuala Dingkaleng. Batuan berwarna abu-abu kehitaman, afanitik,
holokristalin. Komposisi terdiri dari kuarsa, plagioklas, piroksen dan mineral
mafik. Di Kuala Leliwae singkapan andesit berkuran panjang 5 m dan tinggi 6 m,
dengan arah jurus menunjukkan U 280°T/35. Bentuk intrusi andesit ini
diperkirakan sebagai retas/dike. Di hulu Kuala Dalimata ditemukan bongkahan-
bongkahan andesit. Batuan ini diperkirakan berumur Pleistosen mengintrusi
satuan endapan piroklastik - laharik.

195
Struktur yang umum dijumpai adalah berupa kekar-kekar yang sebagian diisi oleh
limonit. Interpretasi dari pola kelurusan sungai menunjukkan adanya struktur
sesar berarah baratdaya-tenggara dan baratlaut-timurlaut. Gejala sesar yang
ditemukan dilapangan adalah adanya gawir yang dijumpai di daerah Kuala
Dingkaleng. Kemungkinan adanya sesar ini menyebabkan terjadinya intrusi
andesit yang berupa retas/dike.

• Karakteristik Bijih dan Sumberdaya

¾ Bijih Besi Tipe Pengisian Rekahan


Endapan bijih besi tipe ini banyak ditemukan dalam batuan tufa – lapili. Bijih besi
terdapat sebagai float insitu yang menampakkan kilap logam seperti yang
ditemukan di daerah Kuala Dalimata dengan kandungan Fe total: 42, 01%, (Foto
1). Selain itu kenampakan bijih besi berupa urat-urat berukuran sampai dengan 1
cm, bentuk tidak beraturan dengan kandungan Fe Total : 11,88%. Sebagian
mineral bijih ini seperti menyelimuti (coating) dari masa batuan atau singkapan.
Bijih besi berwarna merah tua sampai kehitaman. Komposisi mineral umumnya
adalah hematit, kadang-kadang juga ditemukan magnetit dengan intensitas
kemagnetan lemah-sedang seperti yang ditemukan ditemukan di daerah Tanah
Wewira dan Kuala Leliwae dengan kandungan Fe total : 37,09 % (Foto 2).
Sedangkan di daerah hulu Kuala Beo terdapat singkapan tufa breksi berwarna
kecoklatan, tersilisifikasi dengan limonitisasi pada permukaan dan magnetit yang
mengisi rekahan dengan kandungan Fe total : 65,28%. Dari beberapa singkapan
yang ditemukan diperkirakan prosentase keberadaan bijih besi tipe ini dalam
batuan tidak lebih dari 2,5% .

196
Foto1. Float insitu bijih besi berupa hematit, warna kehitaman yang
menyelimuti (coating) batuan tufa breksi. Lokasi di perbukitan Kuala
Delimata. Kadar Fe total : 42,11 %

Foto2. Float bijih besi berupa hematit berwarna coklat kehitaman, kilap
logam yang mengisi rekahan pada batuan tufa breksi. Bijih besi
menunjukkan sifat kemagnetan rendah. Lokasi Kuala Leliwae. Kadar Fe
total : 37,09 %
¾ Tipe pengisian semen/masadasar
Endapan bijih besi menempati pada bagian ruang antar fragmen dari batuan tufa-
lapili dan tufa breksi. Singkapan batuan yang mengandung bijih besi ini terdapat
berupa bongkahan-bongkahan di daerah perbukitan dengan kandungan Fe total :
35,22% (Foto 3). Didaerah Kuala Delimata mineral hematit tampak mengisi ruang
antar fragmen dalam tufa breksi yang terlimonitisasi dengan kandungan Fe Total:
47,11% (Foto 4). Bijih besi berwarna coklat – kemerahan, kadang-kadang masih
bercampur dengan material berukuran pasir – kerikil dari batuan tufa dan
197
silisifikasi dengan kandungan Fe total : 36,84% (Foto 5). Komposisi bijih besi
didominasi oleh hematit dan sebagian limonit. Kenampakan di lapangan
menunjukkan bongkah – bongkah warna coklat kehitaman, kadang-kadang
dengan kilap logam yang menyelimuti masa batuan (coating). Singkapan seperti
ini kalau dipukul bagian luar akan menampakkan warna kemerahan dari mineral
hematit, sedang bagian dalam sebagai tufa breksi. Keberadaan endapan tipe ini
hampir tersebar di semua wilayah seperti di Tanah Wewira, Hulu Kuala Tambun,
Bukit Bendera dan hulu Kuala Sipi serta hulu Kuala Beo.

Foto 3. Detail singkapan bongkah insitu dari batuan tufa breksi-tufa


lapili yang mengandung bijih besi yang mengisi ruang antar fragmen.
Lokasi di perbukitan hulu Kuala Tambun. Kadar Fe total : 35,22 %

Foto 4. Bijih besi berupa hematit berwarna coklat kehitaman tampak


mengisi ruang antar fragmen dari tufa breksi yang terubah berwarna putih
kecoklatan. Lokasi di perbukitan hulu Kuala Dalimata. Kadar Fe total
47,11%
198
Foto 5. Bijih besi berupa hematit berwarna coklat kemerahan tampak
mengisi ruang antar fragmen dari tufa breksi yang tersilisifikasi. Lokasi di
perbukitan Tanah Wewira. Kadar Fe : 36,84%
¾ Tipe laterit
Endapan bijih besi tipe ini secara umum dijumpai sebagai bongkah-bongkah
dalam tanah hasil pelapukan dari batuan lava. Bongkah berwarna hitam, agak
masif, beronggga/spongy, kilap logam, kadang-kadang masih terdapat silika. Bijih
besi seperti ini dikenal sebagai ferricrete. Komposisi mineral umumnya sebagai
hematit. Pada tanah pelapukan dari batuan lava ini menampakkan warna coklat –
kehitaman. Sebaran bongkah ini banyak dijumpai di daerah antara Kuala Kahuku
dan Kuala Tambun dengan kandungan Fe total: 44,36% dan sebagian di hulu
Kuala Leliwae dengan kandungan Fe total: 54,24%. Didesa Kahuku beberapa
penduduk memanfaatkan bijih besi ini sebagai fondasi rumah dan campuran untuk
pembuatan beton. Keberadaan bongkah bijih besi ini diperkirakan dibawah 10%
dari volume tanah pelapukannya (Foto 6).

Hasil pengamatan geologi menunjukkan bahwa endapan bijih besi kemungkinan


hanya terdapat pada suatu lapisan yang tersusun dari tufa lapili dan tufa breksi,
dimana prosentase rata-rata keterdapatan bijih besi dalam batuan ini diperkirakan
2,5%. Estimasi Status sumber daya hipotetik adalah 17.500.000 ton namun
demikian untuk mendapatkan bijih besi tersebut, diperlukan penggalian lapisan
masa batuan yang mengandung bijih besi sebanyak 700.000.000 ton.

199
Foto 6. Bongkah bijih besi berupa hematit berwarna hitam tampak terdapat
dalam tanah berwarna kecoklatan hasil pelapukan batuan lava. Lokasi Desa
Kahuku .

4.. KESIMPULAN SARAN

Endapan bijih besi mempunyai tipe pengisian rekahan, pengisian semen dan laterit
yang berasosiasi dengan batuan piroklastik yang mengalami limonitisasi.
Umumnya bijih besi berupa hematit dengan sedikit mengandung magnetit.
keberadaan bijih besi masih banyak bercampur dengan fragmen batuan lain
sebagai material pengotor sehingga potensi bijih besi yang ada tidak ekonomis
untuk dilakukan penambangan.

DAFTAR PUSTAKA

........., Penyelidikan bijih besi di Pulau Bangka, Kantor Wilayah Pertambangan


dan Energi Provinsi Sulawesi Utara, Manado.
A.C., dan Bawono , Effendi, S.S, 1977, Pemetaan Geologi bersistim Indonesia
Lembar Manado 2416, 2417 sekala 1 : 250.000., Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Bambang P., dan Iwan N., 2005, Survey tinjau bijih besi di P. Bangka,
Kabupaten Minahasa Utara, PT. Kutei Pratama Energi

200
Gambar 1. Peta Geologi Daerah P. Bangka, Kab. Minahasa Utara

201

Anda mungkin juga menyukai