Anda di halaman 1dari 13

Penyebab Sirosis Hepatis

Posted by Sirosis Hepatis

Sirosis berada diantara 10 penyebab utama dari meningkatnya angka kematian di dunia. Sirosis
yang didahului oleh adanya penyakit yang diakibatkan oleh virus hepatitis yang kemudian
semakin lama, semakin memperburuk keadaan fungsi organ hati/liver kemudian mengalami
sirosis atau pembengakakan dan pengerasan hati.

Ada 3 ciri dalam dunia medis yang mngakibatkan sirosis, diantaranya adalah :

1. Adanya fibrosis yang menjembatani sekat-sekat intrahepatik (septum) dalam bentuk pita-pita
yang halus atau jaringan parut yang lebar.

2. Nodul yang timbul karena regenerasi hepatosit yang dikelilingi oleh fibrosis.

3. Disrupsi arsitektur dari parenkim hai/liver.

Fibrosis disertai oleh reorganisasi vaskular dengan hubungan timbal balik abnormal antara aliran
darah vaskular yang masuk dan yang keluar, yaitu : pintasan arteri-vena portal (arterioportal
venus shunt), pintasan arteri-vena hepatika (arteriohepatik venous shunt). Akibatnya, hati dapat
mengalami kekurangan perfusi darah yang serius. Meskipun sebelumnya dianggap bahwa septa
fibrosa yang menjembatani itu bersifat ireversibel, tetapi intensitas fibrosis hepatik dapat
berkurang jika gejala yang menyebabkan sirosis dihentikan.

Sirosis hepatis umumnya diklasifikasi menurut penyebabnya dengan syarat bahwa setelah sirosis
terjadi, etiologinya mungkin tidak bisa ditetapkan.
Berikut penyebab utama dari sirosis berdasarkan banyaknya kasus penyebab sirosis,
sebagai berikut :

- Penyakit hati alkoholik, mereka yang banyak menghabiskan kebiasaan buruknya dengan
minuman alkohol tinggi dan terjadi dari banyaknya kasus penyebab sirosis hingga 60-70 %.

- Disebabkan oleh adanya virus hepatitis awal, kasus kematian seseorang yang disebabkan
oleh virus hepatitis yang beranjak pada sirosis hepatis mencapai hingga 10 % angka kejadian dari
penyebab sirosis hepatis.

- Hemokromatosis primer terjadi lebih kecil hanya 5 % angka kematian dari penyebab sirosis
hepatis.

- Penyakit bilier, penyebab dari timbulnya sirosis hepatis yang diketahui hanya 5-10 % kasus.

- Sirosis kriptogenik terjadi hingga 10-15 %. Banyaknya kasus sirosis kriptogenik mungkin
terjadi sebagi akibat dari penyakit perlemakan hati (fatty liver) non alkoholik atau hepatitis
autoimun.

Diet Sirosis Hepatis


Posted by Sirosis Hepatis

Diet merupakan salah satu aspek atau cara terpenting dalam penanganan sirosis hepatis,
hal ini mencakup :

1. Puasa

Setelah anda mengalami gejala yang menandakan hepatitis, dokter anda kemungkinan akan
menganjurkan puasa. Puasa mengurangi beban kerja hati dalam mencerna dan menggunakan
makanan dengan suatu cara sehingga tubuh dapat memperoleh energi darinya. Puasa juga dapat
meningkatkan pembuangan cairan empedu dari dalam darah dan hati. Selama anda menjalani
puasa, disarankan untuk mengkonsumsi banyak air mineral untuk membantu menetralkan racun
dan mengeluarkan racun dari tubuh. Anda juga perlu minum enema sekali sehari untuk
mempercepat proses eliminasi racun dari dalam tubuh.

2. Jus buah

Untuk membantu proses penyembuhan dilihat dari parah tidaknya gejala yang dialami, dokter
mungkin akan merekomendasikan jus buah seperti lemon, anggur, jeruk, delima, dsb. Jus jeruk
dapat diteruskan sampai nafsu makan Anda kembali normal.

3. Buah-buahan
Dalam hal kelemahan ekstrem, dokter anda akan merekomendasikan buah-buhaan seperti apel,
nanas, strawberry, dan anggur selama periode puasa.

4. Jus wortel

Anda perlu minum satu gelas jus wortel sepanjang proses pengobatan.

5. Sayuran

Pada akhir masa puasa, dokter akan merekomendasikan salad dan sup sayuran. Makanan ini
mudah dicerna dan oleh karenannya tidak akan mempengaruhi fungsi hati secara negatif. Hindari
menambahkan cuka dan garam ke dalam salad. Untuk menambah rasa, anda dapat menambahkan
sedikit perasan jeruk nipis.

Batasan makanan diatas perlu diikuti selama setidaknya 2 minggu sampai gejala-gejala dari
sirosis berangsur-angsur menghilang. Setelah 2 minggu, dokter anda akan merekomendasikan
sayuran kukus dan sereal dalam porsi kecil, seperti nasi, idly, rotis (sejenis roti tak beragi dari
India) dll. Anda juga perlu membatasi asupan susu dan produk susu, dal (sejenis bubur halus dari
polong-polongan), telur, dan makanan non-vegetarian hingga sembuh sepenuhnya.

Sirosis Hepatitis
Posted by Sirosis Hepatis

Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk berbagai kondisi dimana terjadi peradangan dan
atau mekrosis sel-sel hati. Nekrosis adalah istilah yang digunakan bagi kematian sebagian atau
semua sel di dalam suatu organ atau jaringan. Banyak orang yang berpendapat bahwa hepatitis
sama dengan jaundice atau penyakit kuning. Penyakit kuning adalah istilah yang digunakan
ketika sklera atau bagian putih mata berubah warna menjadi kuning.

Hepatitis berbeda dengan penyakit kuning. Penyakit kuning adalah salah satu gejala hepatitis
yang justru paling sering terdeteksi setelah munculnya gejala penyakit kuning, dan hepatitis
merupakan penyebab dari penyakit kuning.

Sirosis hepatitis adalah penyakit kronis pada organ hati dengan inflamasi dan fibrosis yag
mengakibatkan distorsi struktur hati dan hilangnya sebagian besar fungsi hati. Sirosis
hepatitis ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari organ hati.
Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hati, terbentuknya sel-sel
fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal.
Perubahan ini menyebabkan hati kehilangan fungsinya dan distorsi sturkturnya. Organ hati yang
sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obtruksi intrahepatik).

Sirosis hepatitis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus,
dan hepatotoksin. Sirosis hepatitis paling sering diakibatkan dari hepatotoksin.

Sirosis memiliki 4 jenis sirosis, yakni :

1. Sirosis Laennec

Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosis ini, liver akan
membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, liver akan mengencil dan nodular.

2. Sirosis pascanektrotik

Sirosis ini terjadi akibat nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal
dari virus hepatitis. Liver akan mulai mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.

3. Sirosis bilier

Terjadi akibat adanya obtruksi empedu dalam liver dan duktus koledukus komunis (duktus
sisikus).
Perdarahan Varises Esofagus (PVO)
Juli 17, 2010

Perdarahan varises gastro-esofageal, atau yang lebih dikenal sebagai perdarahan varises
esophagus (PVO), merupakan salah satu komplikasi terbanyak hipertensi portal akibat sirosis.
Selain itu, PVO juga menjadi penyebab kematian utama pada penderita sirosis dan transplantasi
hati. Mortalitas pada 6 minggu pertama sebesar 30%, dengan sebab kematian terbesar adalah
perdarahan yang tidak terkontrol. Ancaman perdarahan ulang juga cukup besar, 30-40%.
Kebanyakan terjadi pada hari ke lima sampai minggu ke dua sebelum akhirnya menurun pada
empat minggu berikutnya. Pasien yang tetap hidup pasca perdarahan pertama juga masih
beresiko dalam 1-2 tahun ke depan untuk terjadi perdarahan ulang. Berkembangnya pengobatan
dan cara baru ternyata tidak menurunkan angka kejadiannya PVO pada pasien-pasien sirosis,
dengan angka insiden berkisar antara 15-35%.

Perdarahan varises esophagus merupakan proses yang panjang dimulai dari peningkatan tekanan
vena portal, pembentukan kolateral yang kemudian menjadi varises, dilatasi progresif dari
varises, dan berakhir dengan rupture dan pendarahan. Pembentukan varises memerlukan waktu
yang lama, dengan insiden varises baru per tahun sebesar 5%.

Fakta-fakta diatas memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan PVO merupakan bagian yang
terintegrasi dari penanganan penyakit sirosis dengan hipertensi portal. Penanganan PVO meliputi
pengenalan dini terhadap varises esophagus yang baru terbentuk, pencegahan primer terhadap
serangan perdarahan pertama, mengatasi perdarahan aktif, dan prevensi perdarahan ulang setelah
perdarahan pertama terjadi.

DIAGNOSIS

Pasien dengan PVO biasanya memberikan gejala yang khas berupa hematemesis, hematoskezia,
atau melena, penurunan tekanan darah, dan anemia. Perlu dipahami bahwa adanya tanda-tanda
sirosis hati yang khas dengan dugaan telah terjadi hipertensi portal, tidak serta merta
menyingkirkan penyebab pendarahan lain seperti gastropati hipertensi portal. Oleh sebab itu,
pemeriksaan endoskopi menjadi penting dalam mendiagnosis PVO.

Penderita sirosis hati sebaiknya dilakukan endoskopi pada saat diagnosis dibuat. Bila pada saat
endoskopi pertama tidak ditemukan varises, maka dilakukan endoskopi berkala dengan jarak 3
tahun. Namun bila pada endoskopi pertama ditemukan varises kecil, maka endoskopi berkala
dilakukan setiap tahun.

Ada beberapa klasifikasi varises esophagus yang dibuat untuk menentukan keparahan varises
yang terjadi dan memprediksi kemungkinan timbulnya perdarahan di kemudian hari. Palmer dan
Brick mengusulkan penggolongan varises menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan bentuk,
warna, tekanan, dan panjang varises. Sementara itu Baker mengusulkan  untuk membagi varises
menjadi 0, 1+, 2+, dan 3+. Akan tetapi kedua klasifikasi diatas dibuat dengan menggunakan
endoskopi kaku, sehingga dibuatlah klasifikasi baru oleh Omed dengan menggunakan endoskopi
fiber optic. Klasifikasi ini didasarkan pada pengamatan besar dan bentuk varises. Bahkan
persatuan peneliti hipertensi portal di Jepang menambahkan variable warna, red color sign,
lokasi, dan ada tidaknya erosi. Untuk kemudahan penggolongan varises, konsensus Inggris dan
Beveno I-III menganjurkan penggunaan klasifikasi seperti berikut

 Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh udara
 Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
 Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus

Gambaran perdarahan pada endoskopi dapat berupa oozing atau spurting, dimana perdarahan
terlihat nyata, atau dapat juga terlihat white nipple sebagai tanda perdarahan baru. Batasan
perdarahan varises adalah perdarahan dari varises esophagus atau lambung yang tampak pada
saat endoskopi, atau ditemukan adanya varises yang besar dengan darah di lambung tanpa
ditemukan sumber perdarahan lain. Perdarahan dikatakan bermakna bila membutuhkan transfusi
2 unit dalam 24 jam disertai tekanan darah dibawah 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah >
20 mmHg dengan perubahan posisi, atau nadi > dari 100 x/mnt.

PENATALAKSANAAN

Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama dilakukan dalam menangani
pasien PVO adalah memastikan patensi jalan nafas, mencegah aspirasi, dan resusitasi
cairan termasuk transfusi bila diperlukan. Perlu diingat overtransfusi pada kasus PVO dapat
meningkatkan tekanan porta dan perburukan control perdarahan, sehingga transfusi harus
dievaluasi secara cermat. Pemberian antibiotic berspektrum luas ternyata secara bermakna
mengurangi resiko infeksi dan menurunkan mortalitas. Jika memungkinkan, dapat dilakukan
endoskopi segera untuk menentukan sumber perdarahan dan memberikan terapi secara tepat.
Apabila perdarahan masih berlangsung dan besar kecurigaan adanya hipertensi portal, dapat
diberikan obat vasopressin IV dalam dosis 0,1-1 U/menit ditambah nittrogliserin IV 0,3
mg/mnt untuk mengurangi efek konstriksi pada jantung dan pembuluh darah perifer. Octeotrid,
suatu analog somatostatin, dapat menurunkan tekanan portal tanpa menimbulkan efek samping
seperti vasopressin. Obat ini diberikan secara bolus IV 50-100 mcg dilanjutkan dengan drip
25-200 mcg/jam.

Penatalaksanaan definitive yang utama adalah dengan ligasi varises secara endoskopik (LVE).
Apabila LVE sulit dilakukan karena perdarahan yang massif dan terus berlangsung, atau teknik
yang tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan skleroterapi endoskopik (STE). STE adalah
menyuntikan zat sklerosan (1,5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleat) ke
daerah varises dengan harapan pembuluh darah yang melebar tersebut tertutup dan perdarahan
berhenti. Kondisi akan semakin sulit bila pada endoskopi juga ditemukan varises gaster.

Ligasi Varises
Sklerosing Varises

Apabila endoskopi tidak memungkinkan, maka obat-obat vasokonstriktor seperti dijelaskan


sebelumnya atau pemasangan balon tamponade (Sangestaken-Blakemore tube) dapat
dikerjakan sampai terapi definitive dapat dilakukan.

Balloning

Pada kasus-kasus dimana endoskopi tidak dapat menghentikan perdarahan, jalan terakhir adalah
dilakukan tindakan bedah Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS). Tindakan
ini hampir pasti dapat mengatasi perdarahan, namun pada penderita dengan penyakit hati lanjut
dan kegagalan multiorgan dapat menimbulkan bahaya ensefalopati sampai kematian.
Transjugular Intrahepatic Portocaval Systemic Shunt

PROFILAKSIS PRIMER (MENCEGAH PERDARAHAN PERTAMA)

Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan sirosis, seiring dengan data
yang memperlihatkan peningkatan mortalitas karena perdarahan aktif dan menurunnya survival
secara progresif  sesuai dengan indeks perdarahan.

Apabila pada pasien sirosis ditemukan varises tingkat 3, pasien harus mendapatkan profilaksis
primer tanpa melihat beratnya gangguan faal hati. Pasien dengan varises tingkat 2 pun perlu
mendapatkan profilaksis primer jika gangguan faal hatinya Child kelas B atau C.
Kategori                                 1                                              2                                              3

Ensefalopati                          0                                              I/II                                           III/IV

Asites                                     (-)                                  Ringan-sedang                                Berat

Bilirubin (mMol/l)                <34                                         34-51                                     >51

Albumin (g/l)                         >35                                         28-35                                     <28

INR                                          <1,3                                        1,3-1,5                                   >1,5

Skor Child-Pugh. Kelas A= <6, Kelas B= 7-9, Kelas C= >10

Profilaksis primer dapat dilakukan dengan medikamentosa berupa beta bloker (propranolol,
atenolol, atau nadolol). Propranolol bekerja sebagai vasokonstriktor arteriol mesenterika
sehingga diharapkan dapat menurunkan tekanan portal. Dosis dimulai dengan 2 x 40 mg/hari,
kemudian dinaikan menjadi 2 x 80 mg. penggunaan beta bloker long acting dapat memperbaiki
ketaatan. Pada kasus dimana beta bloker menjadi kontraindikasi, LVE menjadi pilihan utama.
Apabila beta bloker dan LVE tidak dapat digunakan, maka dapat diberikan isosorbide mononitrat
sebagai pilihan utama dengan dosis 2 x 20 mg. terapi kombinasi antara beta bloker dengan
isosorbide mononitrate secara bermakna dapat menekan perdarahan lebih baik dibandingkan
dengan beta  bloker tunggal, tetapi tidak berbeda dalam angka mortalitas.

PROFILAKSIS SEKUNDER (MENCEGAH PERDARAHAN ULANG)

Terapi endoskopi (LVE dan STE) secara berkala dapat mengeradikasi varises, menekan
perdarahan ulang, dan memperbaiki survival pasien sirosis, tetapi terbatas pada pasien dengan
Child score A dan B. sementara pasien dengan Child score C, saat ini belum ada pilihan
pengobatan yang dapat memperbaiki survival. Beberapa modalitas yang dapat digunakan sebagai
profilaksis sekunder adalah LVE, STE, beta bloker, isosorbide mononitrat, dan terakhir adalah
TIPS.  Kombinasi terapi antara medikamentosa dengan endoskopi, dalam beberapa penelitian
terakhir, dikatakan lebih baik daripada terapi tunggal. Tentunya pemilihan modalitas-modalitas
diatas tetap mempertimbangkan tersedianya sarana, tenaga ahli, dan kondisi pasien secara
keseluruhan.
VARISES ESOPHAGUS
A. DEFINISI VARISES ESOPHAGUS

     Varses Esophagus adalah pelebaran pembuluh darah dalam yang ada di dalam koronkongan
makan (esophagus). Pelebaran ini dapat terjadi dalam bentuk yang kecil hingga besar, bahkan
hingga besarnya dapat pecah menimbulkan perdarahan hebat. Perdarahan yang terjadi dapat
dimuntahkan dengan warna hitam hingga merah segar dan darah dapat mengalir ke bawah (anus)
sehingga timbul buang air besar hitam (melena).
    Mekanisme yang mendasari terjadinya varises esophagus ini adalah penyempitan pembuluh
darah yang berasal dari esophagus untuk mengalir ke dalam hati (liver). Peristiwa ini terjadi pada
penyakit hati kronik dengan disertai perubahan struktur dari organ hati (hal yang dinamakan
sirosis hati). Pada keadaan yang terus berlangsung, sehingga aliran darah di dalam dinding
esopagus .
     Istilah sirosis hati diberikan Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti
kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regenerative yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh system hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
     Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan
virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian
sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan
berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hai yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati
yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya
aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya
hati membesar, terba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
     Penyebab sirosis hati beragam. Selain disebabkam oleh infeksi virus hepatitis B ataupun C,
juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan, berbagai macam penyakit
metabolic, adanya gangguan imunologis, dsb. Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai
pada lelaki daripada wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata 30-59 tahun.
     Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase
dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis kronik aktif
atau telah terjadi hipertensi portal. Bila masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis
kadangkala ditemukan pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh karena
memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bias juga timbul keluhan yang ridak khas seperti
badan tidak sehat, kurang semangat untuk kerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit,
tidak selera makan, BB menurun, otot-otot melema, dan rasa cepat lelah. Banyak atau sedikitnya
keluhan yang tinbul tergantung dari luasnya parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang
terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala
yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi portal.
     Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya BB, kembung dan
mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka dan lengan atas akan bias timbul bercak mirip laba-laba
(spider nevi). Telapak tangan berwarna merah (eritema Palmaris), perut membuncit akibat
penimbunan cairan secra abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang
jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran payudara pada laki-
laki. Bias pula timbul hipoalbuminea, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema
pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi,
mimisan atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat
menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatic.
      Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan
dalam system portal yang lebih dari 15mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan
menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding
perut disekitar pusar (caput medusa), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya
system kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esophagus atau cardia
(varises esophagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah
(melena). Kalaun pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bias timbul syok. Bila
penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan kearah kanker hati primer
(hepatoma).

Diagnose yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsy hati. Dengan
pemeriksaan histipatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas
dari peradangan hatinya, mengetahui penyabab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis
apakah penyakitnya suatu keganasan ataukan hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran
hati.
B. Klasifikasi Sirosis Hati
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : mikronodular,
makronodular, dan campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular).
Secara fungsional sirosis terbagi atas :
1.      Sirosis hati kompensata (laten sirosis hati) : Pada sirosis hati kompensata ini belum terlihat
gejala yang nyata. Biasanya pada stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2.      Sirosis hati dekompensata (active sirosis hati) : pada stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas dengan adanya asites, edema dan ikterus.
C. Etiologi/ Penyebab Sirosis Hati
1.      Virus hepatitis (B, C, dan D)
2.      Alkohol
3.      Kelainan metabolic : hemakhomatosis (kelebihan Fe), Defisiensi Alphal-antitripsin, Glikonosis
type IV, galaktosemia, tirosenemia, dll.
D. Gejala Klinis/ Tanda Gejala Sirosis Hati
Manifestasi klinis
1.      Kegagalan parenkim hati
2.      Hipertensi portal
3.      Asites
4.      Ensefalophaty hepatitis
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
1.      Merasa kemampuan jasmani menurun
2.      Nafsu makan menurun disertai penurunan BB
3.      Jaundice
4.      Pembesaran perut dan kaki bengkak
5.      Pendarahan saluran cerna bagian atas
6.      Hepatic encephalopathy
7.      Perasaan gatal yang hebat
E. Komplikasi Sirosis Hati
         Pendarahan GI. Hipertensi portal menimbulkan varises oesofagus, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul perdarahan
         Ulkus peptikum
         Karsinoma hepatosellural. Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang
akhirnya akan berubah karsinoma yang multiple
         Infeksi. Misalnya ; peritonitis, pneumonia, bronchopneumonia, TBC pau, glomerulonephatritis
kronis, peritonitis, endokarditis, dll.
F. Pemeriksaan Lab Pada Sirosis Hati
         Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih (leucopenia) dan trombositopenia.
          SGOT, SGPT, dan  GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada
sirosis inaktif.
         Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati .
         Kadar kolinesterasa (CHE)  kalau terjadi kerusakan hati.
         PTT yang memanjang menandakan  fungsi hati.
         Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah  menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk
glikogen.
         Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyabab sirosis hati seperti
HBsAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dsb.
         Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila terus meninggi atau > 500-1000 berarti telah terjadi
transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma)
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain USG, pemeriksaan radiologi
dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esophagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dab panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati
dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoskopi retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).
Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat
mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol
penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang TKTP dan
lemak secukupnya.
Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan :
1.      Pada ensefaopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi factor pencetus seperti
pemberian kalium pada hipokalemia, pemberian antibiotic pada infeksi, dll.
2.      Apabila timbul asites lanjut, maka penderita perlu bedrest. Konsumsi garam perlu dikurangi
kira-kira 0,5gr/hari dengan botol cairan yang masuk 1,51/hatiri. Penderita diberi obat diuretic
distal yaitu spronolakton 4x25gr/hari, yang dapat dinaikkan sampai dosis total 800mg/hari. Bila
perlu, penderita diberikan obat diuretic loop yaitu furosemid dan dilakukan koreksi kadar
albumin dalam darah.
3.      Pada pendarahan varises esophagus penderita melakukan perwatan di RS.
Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal akut yang berjalan progresif pada
penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai dengan sirosis hati dengan asites maka
perlu perawatan segera di RS. Keadaan ini ditandai dengan ? kadar urea dalam darah (azotemia)
dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria).
G. Penatalaksanaan Pada Sirosis hati
Pengobatan sirosis pada prinsipnya yaitu :
1.      Simtomatis
2.      Supportif (istirahat yang cukup, pengaturan mknn yang cukup dan seimbang, pengobatan
berdasarkan etiologi )
3.      Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati jika telah terjadi komplikasi seperti asites :
1.      Istirahat
2.      Diet rendah garam ; untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam
sekitar 5,2 gr atau 90 mmol/hari  dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
3.      Diuretic ; pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan, namun penurunan BBnya kurang dari 1kg setal 4hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretuk adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan
dosis rendah, serta dapat dinaikan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari. Apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengna furosemid dengan
dosis maksimal 160mg/hari.

H. DAFTAR PUSTAKA

 Muhammad amin, Hood Alasagaff, WBM Taib Saleh, Penyakit Paru Obstruktif
menahun,Pedoman diagnose dan Terapi Lab/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo ,
Surabaya,1994
 Carpenito,Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dukumentasi Keperwatan, EGC,
Jakarta, 1999
 Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta,
EGC,1999
 Long, Barbara C. perwatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996

Anda mungkin juga menyukai