Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konse Dasar Medis


A. Definisi Gastritis Erosif

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain (Hirlan dalam Suyono, 2016).
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana terjadi
erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai system pembuluh darah
lambung atau duodenum (Priyanto dan Lestari, 2018).
Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada bagian mukosa (Inayah,
2014).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan
pada mukosa lambung dan submukosa lambung akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan
dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakankerusakan atau perlukaan yang
menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut.
Sehingga, gastritis erosif berarti inflamasi pada mukosa lambung yang disertai
perlukaan pada mukosa lambung.
Gastritis erosif adalah erosi mukosa lambung yang disebabkan oleh kerusakan
pertahanan mukosa lambung. Penyebab umum dari gastritis erosif biasanya karena
NSAID, alkohol, stres, minum kopi, dll (NIH, 2014). Penyakit gastritis erosif diderita
mulai dari usia remaja hingga usia tua dan jika tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan komplikasi.

B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2015) Penyebab dari gastritis erosif antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin, ibuprofen,
dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-
2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. OAINS
dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar
permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat
hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan
perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik disbanding fundus
sehinga erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin
untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung.
Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding lambung akibat
produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan
peradangan pada dinding lambung yang disebut gastritis
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik dan psikis. Stres fisik yaitu yang disebabkan oleh luka bakar,sepsis,
trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan
refluks usus lambung. Sedangkan stres psikis karena system persarafan di otak
berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul
kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di
dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung
terasa nyeri, perih dan kembung. Lama kelamaan hal ini dapat menimbulkan luka di
dinding lambung.
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan
Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan
agen-agen iritasi mukosa lambung. Alkohol dan cafein seperti kopi. dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan
menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
C. Manifestasi Klinis

Menurut National Organization for Rare Disorders, pasien dengan gastritis


erosif ringan sering kali tidak menunjukkan tanda. Namun, ada beberapa yang
mengeluh gejala gastritis, seperti:
1. Gejala maag yang meliputi perut mulas, terasa kembung, mual, dan ingin
muntah
2. Sensasi panas di dada hingga tenggorokan (heartburn)
3. Nafsu makan menurun dan merasa kelelahan
Sering kali, tanda pertama dari gastritis erosif adalah hematemesis atau
memuntahkan sesuatu dari mulutnya (makanan atau cairan) yang disertai
dengan darah. Selain itu, orang dengan kondisi ini juga mengalami gejala
seperti:
Melena. Kondisi perdarahan pada usus besar yang menyebabkan feses
berwarna hitam karena bercampur darah.
Nasogastric aspirate. Keluarnya cairan bercampur darah akibat adanya
perdarahan di saluran pernapasan dan lambung ketika tersedak karena
kesulitan menelan.
Gejala gastritis erosiva ini biasanya terjadi dalam 2 hingga 5 hari. Pada kasus parah,
perdarahan pada lambung bisa menyebabkan anemia (tubuh kekurangan sel darah
merah).

D. Klasifikasi Gastritis Erosif


1. Gastritis erosif akut adalah inflamasi akut mukosa lambung dengan kerusakan
yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis
lambung) pada sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh
sempurna.

2. Gastritis erosif kronis


Menurut Muttaqin (2015) Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang bersifat menahun.
E. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2016), komplikasi yang terjadi dari gastritis erosif adalah:
1. Gastritis erosif akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan melena.
Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat menyebabkan syok
hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian.
b. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hampir sama dengan
perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak peptic penyebab utamanya
adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar 100 % pada tukak duodenum dan 60-90%
pada tukak lambung. Hal ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.
2. Gastritis erosif kronis
a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap vitamin.
b. Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsic dalam serum
atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan terhadap vitamin B12
c. Gangguan penyerapan zat besi.

F. Patofisiologi
Terjadinya gastritis erosif adalah karena adanya gangguan keseimbangan
faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obatobatan
kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung.
(Brunner, 2016). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar
oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya
adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa
lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor
yang sangat melindungi integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif.
Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin
yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas
mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk
memelihara pH intrasel uler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-) serta sistem
mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang
menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik
yang merusak mukos lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme
pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung
terhadap asam lambung (Prince, 2015). Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid
merusak mukosa lambung melalui beberapa mekanisme, obat-obat ini dapat
menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim
yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat.
Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan
topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga
dapat merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan
sekresibikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga kemampuan faktor defensive
terganggu. Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin . Bila mukosa lambung
rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka akan terjadi difusi kembali
HCl dan pepsin ke dalam jaringan l ambung, hal ini menimbulkan peradangan. Iritasi
yang terus menerus dapat menyebabkan jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi
perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan
peritonitis. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung
agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus
bervariasidiantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat
sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia
juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak
HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus
dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu
timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita,
namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2016) sebagai
berikut
1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopi : gastroscopy ditemukan mukosa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan gastritis,
dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah
melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan
pembentukan asam noktura
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak meningkat bila
perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu metabolism dan
eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan cairan
tubuh.

H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan intravena
untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejalagejala mereda,
untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam
lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.(Dermawan,
2014)
f. Diet
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.

2) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk


menerimanya.
3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara
bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima
perorangan).
7) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam
untuk memberi istirahat pada lambung.

2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:


Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui
mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa
dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila
gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali,
pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal : alumunium
hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004), penatalaksanaannya jika terjadi
perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa pembilasan air es
disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang
komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung
pada identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan
data penkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa
keperawatan (Dinarti dan mulyani, Y, 2017). Pengkajian dilakukan dengan anamnesa
pasien dan pemeriksaan fisik.

1.) Identitas Pasien

a. Mengkaji Nama, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan, Tanggal MRS, dan Diagnosa


Medis.

b. Umur: Seseorang berusia produktif biasanya lebih berisiko menderita gastritis


(Tussakinah dkk, 2018).

c. Jenis Kelamin: Perempuan lebih berisiko terkena gastritis (Riyanto, 2012).

2.) Identitas Penanggungjawab


Mengkaji identitas penanggung jawab dengan format nama, umur, jenis kelamin,
alamat, dan hubungan dengan pasien.

3.) Keluhan Utama


Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan
terpenting yang dirasakan klien sampai perlu pertolongan (Muttaqin, 2010). Menurut
Asmadi (2008) pada klien dengan gastritis biasanya mengeluh nyeri pada bagian
epigastrum.
4.) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang seperti menanyakan tentang perjalanan
sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan (Muttaqin, 2010). Klien
dengan gastritis biasanya hanya berdasarkan gejala klinis yang timbul mendadak
seperti rasa mual muntah, nyeri, pendarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun atau
sakit kepala (Anggita, 2012)

5. )Riwayat Kesehatan Dahulu


Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya (Muttaqin, 2010). Pertanyaan yang diajukan pada klien seperti apakah
klien sebelumnya pernah memiliki kebiasan minum alkohol, perokok kuat,
mengkonsumsi aspirin dan ibuprofen serta senang mengkonsumsi makanan yang
dapat menyebabkan kekambuhan gastritis (Dewit, Stromberg, & Dallred, 2016).

6.) Pengkajian Psikososiospiritual


Menurut Rukmana (2018) stress meupakan salah satu faktor penyebab
gastritis. Apabila stress dibiarkan maka kondisi ini menyebabkan perubahan fatologis
dalam jaringan organ tubuh manusia melalui saraf otonom. Sebagai akibatnya akan
timbul penyakit adaptasi yang berupa gastritis.

7.) Pola kesehatan sehari-hari


Nutrisi: Menurut Suparyanto (2012), Beberapa jenis makanan yang dapat
menyebabkan gastritis yaitu makanan bergas (sawi, kol, kedondong), makanan yang
bersantan, makanan yang pedas, asam, dan lain-lain. Mengkonsumsi makanan pedas
secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang
produksi asam lambung berlebihan, nafsu makan berkurang, dan mual. Menurut
Okviani (Okviani, 2011) Cafeine juga merupakan salah satu faktor penyebab gastritis.

8.) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
Klien dengan gastritis yang mengalami perdarahan hebat dapat menimbulkan
hipotensi, dan takikardi sampai gangguan kesadaran (Asmadi, 2018)
b. Kepala
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.

c. Pemeriksaan wajah dan mata


Inspeksi: Pada penderita gastritis yang mengalami perdarahan hebat akan
terlihat pucat dan konjungtiva anemis (Asmadi, 2008).
Palpasi: Penderita gastritis biasanya akan teraba keringat dingin (Asmadi, 2008).

d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi: bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen atau tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Palpasi: nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus.

e. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2
infeksi)
Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)

f. Pemeriksaan mulut
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam: Pasien dengan gastritis sering mengalami
neusa dan rasa ingin vomitus (Asmadi, 2008).

g. Pemeriksaan leher
inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,pembesaran,batas,
konsistensi, nyeri, gerakan atau perlengketan pada kulit), kelenjer limfe(letak,
konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat atau teraba).

h. Pemeriksaan dada
Inspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi
lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal: resonan
(“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg
bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan hilang atau redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan
di atas trachea).

i. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Auskultasi: suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka
(bagian bell).
Palpasi: semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
Pada pasien gastritis akan tera nyeri tekan pada bagian epigastrum (Asmadi, 2018).
Perkusi: untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus
(timpani atau redup). Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau
massa dalam perut-bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi
ini dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa
membesar, maka bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di daerah
bawah arkus kosta kanan dan kiri
j. Pemeriksaan Genetalia

1) Genetalia laki-laki:
Inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan rambut
pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sedikit atau tidak sama sekali. Inspeksi kulit,
ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis. Inspeksi skotrum dan
perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus, eksoriasi, atau nodular. Angkat
skrotrum dan amati area di belakang skrotrum.
palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan , dan
kemungkinan adanya cairan kental yang keluar. Palpasi stroktum dan testis dengan
menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran,
konstitensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba elastis, licin, tidak ada
benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2-4 cm. Papasi epidemis yang memanjang
dari puncak testis ke belakang. Normalnya epididimis teraba lunak.Palpasi saluran
sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya ditemukan pada
puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada epidedimis.

2) Genetalia perempuan:
Inspeksi pertumbuhan rambut membentuk segitiga. Kulit perineal sedikit lebih
gelap, halus, dan bersih.Membran tampak merah muda dan lembab. Amati kulit dan
area pubis, perhatikan apakah ada lesi, luka, leukoplakia, dan eksoria.
Palpasi Pada wanita, palpasi serviks uterus melalui dinding rektal anterior.
Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan dapat digerakan.

k. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah


Inspeksi: struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,
posisi, dan letak, ROM, kekuatan, dan tonus otot.
Palpasi: palpasi nyeri tekan, lesi, dan benjolan.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita gastritis menurut
Dermawan (2010) dan Doenges (2000) yaitu radiology, Endoskopy, Laboratorium,
EGD (Esofagagastriduodenoskopi), dan analisa gester.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien penderita gastritis berdasarkan
SDKI (2017) adalah :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cidera fisiologis (inflamasi mukosa
lambung).

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.

3. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

5.Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2014. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.
Dermawan,D. T. R. (2014). Keperawatan medikal bedah ( sistem pencernaan ).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnosis:
Definitions & Classification, 2015-2017. 10nd ed . Oxford: Wiley Blackwell.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Profil kesehatan indonesia tahun 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Mansjoer, A. (2015). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, Sue, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth Edition.
United States of America: Elsevier.
Muttaqin, A. K. S. (201). Gangguan gastrointestinal . Jakarta: Salemba Medika.
Price, A. W. dan Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit . Jakarta: EGC.
Priyanto, Agus dan Lestari, Sri. (2018). Endoskopi gastrointestinal . Jakarta: Salemba
Medika.
Saydam. (2014). Memahami berbagai penyakit (penyakit pernapasan dan gangguan
pencernaan). Bandung : Alfabeta.
Suyono, S. (2016). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Pathway Gastritis Erosif

Nasuea

Anda mungkin juga menyukai