Gastritis
Gastritis
LAPORAN PENDAHULUAN
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain (Hirlan dalam Suyono, 2016).
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana terjadi
erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai system pembuluh darah
lambung atau duodenum (Priyanto dan Lestari, 2018).
Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada bagian mukosa (Inayah,
2014).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan
pada mukosa lambung dan submukosa lambung akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan
dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakankerusakan atau perlukaan yang
menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut.
Sehingga, gastritis erosif berarti inflamasi pada mukosa lambung yang disertai
perlukaan pada mukosa lambung.
Gastritis erosif adalah erosi mukosa lambung yang disebabkan oleh kerusakan
pertahanan mukosa lambung. Penyebab umum dari gastritis erosif biasanya karena
NSAID, alkohol, stres, minum kopi, dll (NIH, 2014). Penyakit gastritis erosif diderita
mulai dari usia remaja hingga usia tua dan jika tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan komplikasi.
B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2015) Penyebab dari gastritis erosif antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin, ibuprofen,
dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-
2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. OAINS
dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar
permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat
hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan
perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik disbanding fundus
sehinga erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin
untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung.
Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding lambung akibat
produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan
peradangan pada dinding lambung yang disebut gastritis
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik dan psikis. Stres fisik yaitu yang disebabkan oleh luka bakar,sepsis,
trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan
refluks usus lambung. Sedangkan stres psikis karena system persarafan di otak
berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul
kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di
dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung
terasa nyeri, perih dan kembung. Lama kelamaan hal ini dapat menimbulkan luka di
dinding lambung.
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan
Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan
agen-agen iritasi mukosa lambung. Alkohol dan cafein seperti kopi. dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan
menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
C. Manifestasi Klinis
F. Patofisiologi
Terjadinya gastritis erosif adalah karena adanya gangguan keseimbangan
faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obatobatan
kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung.
(Brunner, 2016). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar
oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya
adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa
lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor
yang sangat melindungi integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif.
Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin
yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas
mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk
memelihara pH intrasel uler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-) serta sistem
mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang
menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik
yang merusak mukos lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme
pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung
terhadap asam lambung (Prince, 2015). Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid
merusak mukosa lambung melalui beberapa mekanisme, obat-obat ini dapat
menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim
yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat.
Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan
topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga
dapat merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan
sekresibikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga kemampuan faktor defensive
terganggu. Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin . Bila mukosa lambung
rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka akan terjadi difusi kembali
HCl dan pepsin ke dalam jaringan l ambung, hal ini menimbulkan peradangan. Iritasi
yang terus menerus dapat menyebabkan jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi
perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan
peritonitis. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung
agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus
bervariasidiantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat
sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia
juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak
HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus
dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu
timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita,
namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2016) sebagai
berikut
1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopi : gastroscopy ditemukan mukosa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan gastritis,
dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah
melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan
pembentukan asam noktura
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak meningkat bila
perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu metabolism dan
eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan cairan
tubuh.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan intravena
untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejalagejala mereda,
untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam
lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.(Dermawan,
2014)
f. Diet
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang
komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung
pada identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan
data penkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa
keperawatan (Dinarti dan mulyani, Y, 2017). Pengkajian dilakukan dengan anamnesa
pasien dan pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum
Klien dengan gastritis yang mengalami perdarahan hebat dapat menimbulkan
hipotensi, dan takikardi sampai gangguan kesadaran (Asmadi, 2018)
b. Kepala
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi: bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen atau tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Palpasi: nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus.
e. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2
infeksi)
Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
f. Pemeriksaan mulut
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam: Pasien dengan gastritis sering mengalami
neusa dan rasa ingin vomitus (Asmadi, 2008).
g. Pemeriksaan leher
inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,pembesaran,batas,
konsistensi, nyeri, gerakan atau perlengketan pada kulit), kelenjer limfe(letak,
konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat atau teraba).
h. Pemeriksaan dada
Inspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi
lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal: resonan
(“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg
bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan hilang atau redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan
di atas trachea).
i. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Auskultasi: suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka
(bagian bell).
Palpasi: semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
Pada pasien gastritis akan tera nyeri tekan pada bagian epigastrum (Asmadi, 2018).
Perkusi: untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus
(timpani atau redup). Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau
massa dalam perut-bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi
ini dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa
membesar, maka bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di daerah
bawah arkus kosta kanan dan kiri
j. Pemeriksaan Genetalia
1) Genetalia laki-laki:
Inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan rambut
pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sedikit atau tidak sama sekali. Inspeksi kulit,
ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis. Inspeksi skotrum dan
perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus, eksoriasi, atau nodular. Angkat
skrotrum dan amati area di belakang skrotrum.
palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan , dan
kemungkinan adanya cairan kental yang keluar. Palpasi stroktum dan testis dengan
menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran,
konstitensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba elastis, licin, tidak ada
benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2-4 cm. Papasi epidemis yang memanjang
dari puncak testis ke belakang. Normalnya epididimis teraba lunak.Palpasi saluran
sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya ditemukan pada
puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada epidedimis.
2) Genetalia perempuan:
Inspeksi pertumbuhan rambut membentuk segitiga. Kulit perineal sedikit lebih
gelap, halus, dan bersih.Membran tampak merah muda dan lembab. Amati kulit dan
area pubis, perhatikan apakah ada lesi, luka, leukoplakia, dan eksoria.
Palpasi Pada wanita, palpasi serviks uterus melalui dinding rektal anterior.
Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan dapat digerakan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita gastritis menurut
Dermawan (2010) dan Doenges (2000) yaitu radiology, Endoskopy, Laboratorium,
EGD (Esofagagastriduodenoskopi), dan analisa gester.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien penderita gastritis berdasarkan
SDKI (2017) adalah :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cidera fisiologis (inflamasi mukosa
lambung).
Nasuea