Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah hal pokok yang akan menopang kemajuan suatu bangsa.
Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas dan sistem pendidikan yang
ada. Tanpa pendidikan, suatu negara akan jauh tertinggal dari negara
lain(Sujarwo, 2000).  Indonesia termasuk negara yang mempunyai tingkat
kelahiran yang tinggi di mana generasi muda adalah harapan kita untuk
mengembangkan negara ini dan harapannya mereka juga meraih pendidikan
setinggi-tingginya. Tapi di era globalisasi telah mengubah cara berpikir
masyarakat, yang cenderung meninggalkan budaya ketimuran. Pada saat inilah
pendidikan menjadi penting.  Pendidikan merupakan salah satu faktor penting
kewibawaan sebuah negara didapatkan. Dengan pendidikan yang baik pastinya
akan melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan kompeten dalam
bidangnya. Sehingga kondisi bangsa akan terus mengalami perbaikan dengan
adanya para penerus generasi bangsa yang mumpuni dalam berbagai ilmu.
Pendidikan adalah suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap
manusia. Dari pendidikan seseorang akan belajar menjadi seorang yang
berkarakter dan mempunyai ilmu pendidikan dan sosial yang tinggi.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala.
Faktanya, indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara
174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997),
ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12
dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang
dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya
saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia heboh.
Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional
tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikan di Indonesia.
Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran
baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah
dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan
dengan negara lain. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia
di negara-negara lain. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara
lain adalah masalah efektivitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut
masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Selain kurang
kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik
membuat potret pendidikan semakin buram.

1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Sistem Pendidikan
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan
pendidikan di Indonesia?
5. Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia saat ini?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendidikan


Sebelum dibicarakan pengertian sistem pendidikan pesantren, perlulah
kiranya penulis awali dengan menguraikan beberapa pengertian sistem secara
umum, sebagai titik tolak untuk memberikan pengertian sistem pendidikan di
Indonesia. Pengertian Sistem Menurut Tohari Musnamar istilah sistem berasal
dari bahasa Yunani, yaitu System yang berarti hubungan fungsional yang teratur
antara unit-unit atau komponen-komponen. Untuk mempertegas dan memperjelas
pengertian sistem, penulis mengemukakan beberapa definisi sistem yang dekat
dengan dunia pendidikan, khususnya dengan sistem pendidikan di Indonesia.
a. Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga
membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas
dan sebagainya.
b. Sistem adalah kumpulan komponen yang berinteraksi satu dengan lainnya
membentuk satu kesatuan dengan tujuan jelas.
c. Sistem merupakan cara untuk mencapai tujuan tertentu di mana dalam
penggunaannya bergantung pada berbagai faktor yang erat hubungannya
dengan usaha pencapain tujuan tersebut.
Dengan demikian, sistem merupakan himpunan komponen-komponen atau
bagian-bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk
mencapai suatu tujuan. Dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional (Pasal
1 UU RI No. 20 th. 2003) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai
komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan
secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan perlu dikenali. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan
sebagai suatu sistem. Selanjutnya secara total bahwa pendidikan merupakan suatu
sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi berbagai komponen
yang berkaitan satu sama lain. Jika menginginkan pendidikan terlaksana secara
teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan
perlu dikenali terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan
sebagai suatu sistem yang dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro

2
pendidikan dapat dilihat dari hubungan elemen peserta didik, pendidik, dan
interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Adapun secara makro menjangkau
elemen-elemen yang lebih luas.
Sistem Pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur
pendidikan yang bekerjasama secara terpadu, dan saling melengkapi satu sama
lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang telah menjadi cita-cita bersama
pelakunya. Dari paparan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem pendidikan
adalah dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan unsur-unsur atau elemen- elemen
pendidikan yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain serta saling
mempengaruhi, dalam satu kesatuan menuju tercapainya tujuan
pendidikan(Munirah, 2015).

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia


Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.
Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99
(1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic
Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-
12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang
dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya
saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia
hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka.
Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru
bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah
dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan
dengan negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan
didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu
diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan
memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia
Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan
sumber daya manusia di negara-negara lain.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data
Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years
Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan
sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years
Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP)(Sujarwo,
2000).

3
C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih
menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan
khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
a) Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi
kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
b) Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c) Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik dan kualitas
guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh
pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia
internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study
(TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44
negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for
Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi
tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya
yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini
Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding
dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi
bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian
yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa
menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
d) Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

4
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat
Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukkan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4%
(28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka
Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat
pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
e) Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode
yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing
tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang
Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak
memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan
dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional
terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia
kerja.
f)  Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).
MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan
yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus
dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala
Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan
Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan
tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Ada beberapa dampak dari luar yang dapat mempengaruhi pendidikan yaitu
politik, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lingkungan. Antara lain:
1) Politik

5
Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan seperti memberikan dana
sekolah gratis tetapi dana tersebut tidak sampai ke tangan yang berhak, bisa
karena dana yang susah dicairkan atau terjadinya suatu korupsi.
2) Ekonomi
Di mana masih beredar buku-buku sekolah atau buku untuk mahasiswa
yang harganya mahal, dari situ bisa mempersulit bagi orang yang kurang
mampu. Kurang meratanya beasiswa di sejumlah daerah di Indonesia yang
padahal masih banyak daerah-daerah terpencil yang sangat membutuhkannya.
3) Sosial
Kurang kesadaran di setiap manusia tentang pentingnya pendidikan,
karena rasa sosial yang masih kurang terhadap orang-orang yang tidak mampu
untuk melanjutkan pendidikannya. Masih banyak pula yang mengesampingkan
pendidikan, padahal kita semua tahu pendidikan itu penting. Dan masyarakat
yang bisa dikatakan orang berada yang mampu untuk membantu, tetapi hatinya
kurang tergerak untuk membangun suatu sekolah sosial yang diperuntukkan
bagi anak-anak yang kurang mampu, anak jalanan atau semacamnya karena
rasa sosial yang kurang.
4) Teknologi
Dengan perkembengan yang pesat menuntut kita untuk lebih aktif dalam
mengikuti perkembangan. Dalam dunia pendidikan teknologi sudah sangat
mempunyai dampak yang begitu positif karena mulai memperlihatkan
perubahan yang cukup signifikan. Karena sudah terdapat E-book dan E-
learning memudahkan kita untuk belajar.
5) Hukum
Penegakan suatu aturan karena masih banyak kekerasan di lingkungan
sekolah, atau sekarang keluarnya berita tentang bullying di salah satu
universitas ternama di Jakarta. Beberapa buku yang diterbitkan yang
ditargetkan untuk anak sekolahan yang didalamnya ada unsur seksual. Seorang
guru yang seharusnya menjadi panutan bagi para didikannya tetapi kita masih
menemukan berita tentang kekerasan yang diberikan seorang guru terhadap
anak sekolah.
6) Lingkungan
Seperti lingkungan yang berkarakter sangatlah penting bagi
perkembangan individu yang mendukung cinta Tuhan dan segenap ciptaan-
Nya, kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, hormat dan sopan santun
sangatlah penting didalam dunia pendidikan. Dan keluarga adalah institusi
pertama tempat anak memabangun karakternya.

D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia


Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) tahun 2018 telah
menghasilkan 22 Rekomendasi dari lima isu strategis pendidikan dan kebudayaan,
sebagai wujud mensinergikan langkah pemerintah pusat dan daerah serta
komunitas pendidikan dan kebudayaan untuk bersama-sama menguatkan
pendidikan dan memajukan kebudayaan, melalui komunikasi dua arah yang saling
mendukung. Antara lain yaitu:
I. Ketersediaan, Peningkatan profesionalisme, dan Perlindungan  serta
Penghargaan Guru

6
 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu bekerja sama
mempercepat terbitnya regulasi yang lebih teknis tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN) untuk memenuhi kebutuhan guru melalui pengangkatan
guru baru atau redistribusi guru.
 Pemerintah Pusat dan Daerah perlu berkoordinasi dan harmonisasi dalam
membuat regulasi tentang pembagian kewenangan dan pembiayaan
dalam rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme guru berdasarkan
pemetaan dan analisis kebutuhan pelatihan guru baik guru PNS maupun
bukan PNS.
 Pemerintah Daerah perlu membuat aturan hukum terkait perlindungan
dan penghargaan guru, dan perlu adanya penganggaran oleh Pemerintah
Pusat dan Daerah dalam pelaksanaannya sehingga dapat pula
mengoptimalkan peran satuan pendidikan untuk menjamin keamanan
serta kenyamanan guru dalam melaksanakan tugasnya.
II. Pembiayaan Pendidikan dan Kebudayaan oleh Pemerintah Daerah
 Mengawal proses perencanaan dan akuntabilitas penyaluran Dana
Transfer Daerah antara lain melalui perbaikan kualitas Dapodik oleh
satuan pendidikan dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
 Memperjelas ketentuan tentang bantuan pembiayaan pendidikan dan
kebudayaan diluar kewenangan masing-masing tingkat pemerintahan.
 Mensinkronkan kebijakan antara Kemendikbud dan Kemendagri terkait
penggunaan anggaran pendidikan di daerah antara menggunakan
mekanisme hibah, bansos, dan belanja langsung.
 Peningkatan kualitas aparat pemerintah daerah dalam menyusun
perencanaan pendidikan dan kebudayaan dengan trasnparan dan
akuntabel.
 Perlu diterbitkan dan disosialisasikan regulasi yang terkait dengan:
o Permendikbud terkait indikator SPM sebagai turunan PP Nomor 2
Tahun 2018 serta Permendikbud terkait Pembiayaan Pendidikan.
o Permendikbud atau Permendagri terkait penggunaan TPG untuk
peningkatan kualitas guru.
o Regulasi terkait bantuan dana pendidikan untuk sekolah swasta.
o Permendagri terkait Bantuan Keuangan Khusus.
o Permendagri terkait anggaran untuk sektor pendidikan yang 
dialokasikan melalui SKPD lain.
o Payung hukum yang memastikan kewajiban APBD mengalokasikan
minimal 20% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk dialokasikan
pada fungsi pendidikan; dan Regulasi terkait DAK Fisik untuk
Kebudayaan.
III. Kebijakan Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pembangunan Ekonomi
Nasional
 Mendorong Provinsi melakukan pemetaan kebutuhan DUDI, potensi
wilayah, analisis kompetensi guru dan cohort kebutuhan guru untuk
membuat peta jalan pengembangan pendidikan vokasi.

7
 Mendorong Kemenristekdikti untuk memperluas mandat Politeknik
dalam menghasilkan guru SMK melalui kerja sama dengan LPTK dan
P4TK.
 Merekomendasikan Pemerintah untuk menyusun regulasi tentang
pemanfaatan SES (Senior Expert Service) dan training dari
industri/lembaga nasional dan internasional untuk peningkatan
kompetensi guru, kebekerjaan lulusan SMK, dan pengoptimalan
pendanaan sekolah vokasi melalui pelibatan dan kerjasama dengan
Atdikbud, SEAMEO, dan alumni.
 Merekomendasikan adanya regulasi yang:
o Mewajibkan BUMN/BUMD dan mendorong DUDI bekerjasama
dengan SMK dengan imbalan tax incentive/ insentif pajak, misalnya
magang industri, menyerap dan memasarkan produk TEFA SMK;
o Mengatur revitalisasi SMK, penyediaan lahan, dan mekanisme
pendanaan untuk menghindari tumpang tindih anggaran yang
bersumber dari APBN dan APBD.
o Memperluas praktik-praktik baik dalam pelaksaan kerja sama antara
DUDI dengan SMK, dan mengembangkan kurikulum fleksibel dan
pembelajaran vokasi online sehingga dapat memperluas spektrum
kejuruan.
IV. Membangun Pendidikan dan Kebudayaan dari Pinggiran
 Pemerintah Pusat perlu meningkatkan fungsi pembinaan dan pengawasan
sesuai PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sehingga daerah dapat memiliki
kemampuan untuk menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan yang
berkualitas secara mandiri hingga menjangkau daerah pinggiran.
 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu menjamin kemudahan
jangkauan dalam layanan pendidikan dan kebudayaan bagi masyarakat di
daerah pinggiran melalui penyediaan jaringan teknologi komunikasi dan
transportasi guna memperkuat literasi dasar untuk memajukan
pendidikan dan kebudayaan.
 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu menjamin penyediaan
dan penyebaran sumber daya manusia pendidikan dan kebudayaan yang
kompeten di daerah pinggiran sesuai dengan lingkup urusan wajibnya.
 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu memperhatikan
kememadaian dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dan
kebudayaan di daerah pinggiran guna menjamin mutu pendidikan dan
pemajuan kebudayaan.
V. Penguatan Pendidikan Karakter: Sekolah Sebagai Model Lingkungan
Kebudayaan
 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendorong kebijakan sekolah
menjadi model lingkungan budaya yang dalam kesehariannya sarat
dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam rangka Pemajuan Kebudayaan.
 Membuka seluruh sarana dan prasarana milik Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah agar dapat diakses secara luas untuk aktivitas
Pendidikan dan Kebudayaan melalui revitalisasi dan pemanfaatan sumber
daya Kebudayaan.

8
 Merancang strategi baru pelestarian warisan budaya benda dan tak benda
melalui pendataan dan revitalisasi fungsi cagar budaya, museum, taman
budaya, rumah budaya, dengan berbagai aktivitasnya sebagai sumber-
sumber belajar Penguatan Pendidikan Karakter.
 Membangun sinergi Tripusat Pendidikan melalui mekanisme koordinasi
dan kolaborasi pelibatan seluruh pemangku kepentingan Kebudayaan.
 Menyusun kebijakan tentang skema pembiayaan Pemajuan Kebudayaan
dengan mengalokasikan minimal 2,5% anggaran khusus dari
APBN/APBD, atau Bantuan Operasional Kebudayaan (BOK) kepada
sanggar-sanggar dan komunitas seni budaya.

E. Sistem Pendidikan di Indonesia saat ini


Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasilkan
lulusan yang kreatif. Kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan
kondisi di masyarakat bawah atau di daerah sampai daerah terpencil sana. 
Sehingga para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri. Padahal lapangan pekerjaan terbatas. Masalah mendasar
pendidikan di Indonesia adalah ketidakseimbangan antara belajar yang berpikir
(kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Belajar bukan hanya berpikir
tapi melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati, membandingkan,
meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari pandangan dunia untuk pendidikan Indonesia ini masih
jauh dari kata layak. Di segala segi faktor yang dibahas masih banyak masalah
yang harus ditangani. Kualitas pendidikan masih sulit sekali ditingkatkan. Oleh
karena itu kita perlu membangun kembali pondasi pola berpikir kita
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan, masyarakat sekitar pun
harus turut mendukung. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara kita
mengetahui terlebih dahulu apa pentingnya pendidikan dan mempunyai kesadaran
yang tinggi dan turut berpatisipasi dalam meningkatkan pendidikan.
Generasi muda tugasnya berat karena harus menjadi penerus bangsa yang
beradab.  Beberapa faktor dan informasi pun telah dibahas, mengetahui kenapa
kualitas pendidikan di Indonesia dikatakan lemah atau rendah dan para
masyarakat pun baik itu orang tua, anak-anak, akan lebih mengutamakan
pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan
di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan
siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah
manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya
bersikap kritis terhadap zamannya. 
Maka di sinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat
untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia. Dan menjadikan
masyarakat Indonesia mempunyai kualitas pendidikan yang baik, dan
meningkatkan lagi kualitas pendidikan di Indonesia.

9
B. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut
perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing
secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa
Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah
dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia
yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini
bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Irna. 2008. Potret Pendidikan di Indonesia.


http://irna1001.wordpress.com/2008/05/10/potret-pendidikan-di-indonesia/.
Diunduh pada 10 Juli 2018.
Putri, Tesha. 2018. Ada Apa Dengan Pendidikan Di Indonesia.
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20180103112420-445-266335/
ada-apa-dengan-pendidikan-di-indonesia/. Diunduh pada 10 Juli 2018.
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rembuk Nasional Pendidikan
dan Kebudayaan Hasilkan 22 Rekomendasi. 2018.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/02/rembuk-nasional-
pendidikan-dan-kebudayaan-hasilkan-22-rekomendasi-kuatkan-pendidikan-
dan-majukan-kebudayaan/. Diunduh pada 10 Jui 2018
Tohari Musnamar, Bimbingan dan Wawanwuruk Sebagai Suatu Sistem,
Yogyakarta: Cendekia Sarana Informatika, 1985, 38.
Armai Arief, Pengantar Ilmu Penddidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, 69.
Purwadarminta, Kamus Umum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, 955.
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum), Jakarta : Bumi
Aksara, 1993, 245.
Munirah. (2015). Sistem Pendidikan di Indonesia : antara Keinginan dan Realita.
Auladuna, 2(2), 233–245.
Sujarwo. (2000). Pendidikan di Indonesia Memprihatinkan.

10

Anda mungkin juga menyukai