Anda di halaman 1dari 20

MODERASI BERAGAMA, MEMBANGUN PERSATUAN

DALAM KEBERAGAMAN

Disusun oleh:

1. Aisya Maura Dinda (5013211103)


2. Belindah Aprilea Tanjung (5013211044)
3. Nabil Naufal (5017211145)
4. Salwa Yuan Nabiilah (5013211006)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...….ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………iv

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………...……....1

1.1 Latar Belakang…………………………………………...……………………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………......………………3

1.3 Tujuan………………………………………….……………………………...3

1.4 Manfaat …………………………………………………………….…………3

1.5 Metode Pengumpulan Data……………………………………………………4

BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………5

2.1 Pengertian Moderasi Beragama………………………………………….……5

2.2 Tolak Ukur dalam Moderasi Beragama………………………………….……6

2.3 Tujuan Moderasi Beragama………………………………………..…….……7

2.4 Pentingnya Moderasi Beragama untuk membangun Persatuan Beragama di


Indonesia……………………………………………………………………..……8

2.5 Cara Merawat Keberagaman dalam Moderasi dan Pentingnya Moderasi


Beragama untuk Kaum Milineal………..…………………………………………9

BAB III. STUDI KASUS DAN SOLUSI………………………………………..10

3.1 Aksi Bom Bunuh Diri………………………………………………………..10

3.1.1 Studi Kasus: Bom Makassar: ’Milineal’ terlibat bom bunuh diri dan
iming-iming ‘jalan pintas ke surga’…………………………………………..….10

3.1.2 Solusi Penanganan untuk Aksi Bom Bunuh Diri………………..……..11

ii
3.2 Intoleransi Beragama………………………………………………………...12

3.2.1 Studi Kasus: Perbedaan Agama Membuat Slamet Ditolak Tinggal di


Dusun Karet Bantul………………………………………………………………12

3.2.2 Solusi dari Intoleransi Beragama……..………………………………..13

BAB IV. PENUTUP………………………………………………………….….14

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..14

4.2 Saran………………………………………………………..………………...14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....15

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT.


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Hanya kepada-Nya lah kami
memuji dan bersyukur, meminta ampunan dan memohon pertolongan. Tak lupa
shalawat juga tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW karena telah
menyampaikan ajaran-ajaran islam dan petunjuk dari Allah SWT. ,yaitu syariat
agama islam yang sempurna.

Penulisan makalah berjudul “Moderasi Beragama, Membangun Persatuan dalam


Keberagaman” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Makalah ini
disusun guna untuk menyelesaikan tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan persepsi
mengenai pentingnya moderasi beragama kepada masyarakat Indonesia yang
beragam suku, bangsa, agama, dan ras terutama kepada kaum milineal untuk
membangun persatuan beragama. Harapannya, kami sebagai mahasiswa pada
khususnya, dan para pembaca pada umumnya dapat mendapatkan sudut pandang
baru mengenai moderasi beragama ini.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari bahwa
banyak kekurangan dan kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi
kesempurnaan makalah ini, kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik, dan
saran pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penyusun,

Penulis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Moderasi tidak pernah terlepas dalam kehidupan masyarakat beragama.


Permasalahan yang seringkali muncul mengenai pemikiran yang berlebihan,
ekstrem, dan radikal dinaungi atas nama keagamaan. Problematika yang menjurus
kepada hal-hal yang memecah masyarakat ini masih marak bergulir hingga
sekarang ini. Perbedaan agama yang paling mendasar dalam kehidupan saat ini
melandasi pemikiran yang beragam.

Di Indonesia, tercatat dalam data Kementerian Dalam Negeri tahun 2018,


penduduk Indonesia berjumlah 266.534.836 jiwa dengan 86,7% beragama Islam
(Indonesia merupakan wilayah dengan penduduk muslim terbanyak di dunia),
7,6% Kristen Protestan, 3,12% Kristen Katolik, 1,74% Hindu, 0,77% Buddha,
0,03% Konghucu, dan 0,04% agama lainnya. Hal ini yang menjadi faktor
terjadinya pemikiran terhadap sesuatu yang berlebihan.

Dalam setiap tahun, rentetan peristiwa mengenai pemikiran ini sering


terjadi, seperti aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan serangan
terhadap Mabes Polri oleh perempuan yang terjadi berselang 3 hari dari kejadian
bom bunuh diri pada awal tahun 2021. Konflik yang berbasis kekerasan di
Indonesia seringkali berakhir menjadi bencana kemanusiaan yang cenderung
berkembang dan meluas baik dari jenis maupun pelakunya. Hal ini yang
menjadikan proses penanganan konflik membutuhkan waktu lama dengan
kerugian sosial, ekonomi, dan politik yang luar biasa. Berdasarkan masalah-
masalah yang datang silih berganti ini, Indonesia bisa masuk dalam situasi darurat
kompleks.

Konflik dan kekerasan sudah masuk dalam berbagai lingkungan


masyarakat. Faktor pemicu tindak-tindak kekerasan yang selama ini terjadi
seringkali merupakan muara terjadinya konflik yang tertangani secara keliru.
Konflik merupakan penyebab bagi kekerasan, karena dibalik setiap bentuk

1
kekerasan terdapat konflik yang belum terselesaikan. Konflik telah mencapai titik
kekerasan dapat dipastikan karena konflik teah tertangani secara keliru atau
konflik telah diabaikan (Sutanto, 2005).

Budaya kekerasan berfokus pada anggapan bahwa konflik sebagai perusak


atau penghancur. Konflik dipandang sebagai pergulatan yang baik dan jahat,
hitam dan putih, kemenangan dan kekalahan, keuntungan dan kerugian. Konflik
dapat dianggap sebagai penyebab niscaya bagi kekerasan, jika keberadaannya
dipersepsikan negatif dan diselesaikan dengan cara kompetitif. Oleh karena itu
perlu diusahakan agar konflik ditangani lebih serius untuk menciptakan ke
damaian di masyarakat.

Salah satu bentuk usaha yang bisa dilakukan, yaitu pemoderasi agama.
Pemoderasi agama sangat dibutuhkan untuk membangun persatuan beragama dan
meminimalisir kejadian-kejadian ini. Kata Moderasi yang berasal dari Bahasa
Latin Moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).
Secara Istilah, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak
ekstrem dan tidak radikal (tatharruf). Menurut Mantan Menteri Agama Lukman
Hakim, Moderasi agama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami
dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur
yang moderat. Moderat di sini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem.

Moderasi beragama ini bisa meminimalisir kecenderungan masyarakat


dalam berpikir terhadap agama. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fokus
kajian makalah ini akan membahas mengenai moderasi dalam beragama untuk
membangun persatuan dalam beragama khususnya di Indonesia yang memiliki
keragaman suku, bangsa, ras, dan agama yang beragam-ragam dengan pendekatan
bermasyarakat terutama generasi milenial saat ini.

2
1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan-rumusan masalah tentang moderasi beragama ini ,yaitu

1. Bagaimana pandangan para ahli mengenai moderasi beragama?


2. Apa yang menjadi tolak ukur dalam moderasi beragama sekarang ini?
3. Apa tujuan-tujuan moderasi beragama?
4. Mengapa moderasi beragama perlu dan penting untuk dilaksanakan dalam
membangun persatuan beragama di Indonesia?
5. Bagaimana cara merawat keberagaman dalam moderasi beragama dan
pentingnya moderasi beragama pada masyarakat terutama kaum milineal?
1.3. Tujuan

Adapun tujuan-tujuan tentang moderasi beragama, yaitu

1. Untuk mengetahui pengertian moderasi beragama menurut para ahli.


2. Untuk mengetahui tolak ukur dalam moderasi beragama.
3. Untuk mengetahui tujuan-tujuan dari moderasi beragama.
4. Untuk mengetahui seberapa penting dan perlunya moderasi ini dilakukan
dalam membangun persatuan beragama di Indonesia.
5. Untuk mengetahui cara-cara merawat keberagaman dalam moderasi
beragama agar tidak terkikis dan pentingnya moderasi beragama pada
masyarakat terutama kaum milineal.
1.4. Manfaat

Adapun manfaat dalam makalah yang berjudul moderasi beragama, antara lain:

1. Untuk menambah wawasan mengenai pengertian moderasi beragama,


tolak ukur, dan tujuan moderasi beragama itu sendiri dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Untuk memberitahu pembaca bahwa moderasi beragama sangat penting
dan perlu dilakuakn di zaman sekarang dan cara-cara untuk merawat
keberagaman dalam moderasi beragama untuk membangun persatuan
beragama.

3
1.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam pendekatan pembuatan makalah yang berjudul “Moderasi


Beragama, Membangun Persatuan dalam Keberagaman” ini, metode
pengumpulan data-data yang diambil adalah metode dokumentasi dan sumber-
sumber web serta artikel terpecaya . Teknik pengumpulan data ini lebih efektif
dan mudah daripada metode-metode lain karena jika ada kekeliruan, sumber
datanya masih tetap.

Metode pengumpulan data dokumentasi ini berarti barang-barang tertulis.


Dokumen ini terdiri dari dua macam dokumen, yaitu dokumen pribadi yang
merupakan catatan atau karangan tertulis yang dibuat oleh seseorang dan
dokumen resmi yang merupakan dokumen yang dimiliki oleh suatu institusi,
organisasi, atau lembaga dari internet dan semacamnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Moderasi Beragama

Secara bahasa, moderasi diambil dari bahasa Latin moderâtio, yang


artinya ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan) dan bahasa Inggris
moderation yang diartikan sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Sementara
dalam bahasa Arab, kata moderasi dikenal sebagai wasath atau wasathiyyah.
Orang yang menerapkan prinsip wasathiyyah disebut dengan wasith. Istilah ini
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata wasit yang memiliki tiga
arti, yaitu penengah atau perantara, pelerai (pemisah atau pendamai) antara yang
berselisih, dan pemimpin pertandingan.

Ibnu Faris menuturkan dalam Mu’jam Maqāyis, yang dimaksud dengan


wasathiyyah yang berasal dari huruf w-s-t (‫ ط‬- ‫ س‬-‫ )و‬berarti sesuatu yang
menunjuk pada keadilan dan tengah-tengah. Seorang pakar bahasa, Raghib al-
Asfahani mengatakan wasathiyyah yang berasal dari kata wasath berarti sesuatu
yang berada di antara dua ekstrimitas sedangkan yang berasal dari kata awsat
memiliki arti titik tengah. Menurut Muchlis Hanafi, dkk. kata wasath juga
memiliki arti “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya,
kedermawanan berada di antara sifat kikir dan boros atau pemberani yang berada
di antara sikap penakut dan nekat.

Kata moderasi identik dengan kata Arab seperti tawassuth (tengah-


tengah), i’tidal (adil), tasamuh (toleransi), dan tawazun (berimbang). Tawazun
menurut Yusuf Qardhawi yaitu suatu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi
yang saling berlawanan atau bertolak belakang, agar salah satunya tidak
mendominasi dan menegaskan yang lain. Perlunya bersikap seimbang dalam
menyikapi sesuatu atau memberikan porsi yang adil kepada masing-masing tanpa
berlebihan, baik terlalu banyak maupun sedikit. Misalnya, dua sisi yang saling
bertolak belakang adalah materialisme dan spiritualisme, paham idealis dan realis,
individualisme dan sosialisme, dan sebagainya. Maka sikap moderat berada di

5
tengah-tengah antara kedua sisi yang saling bertolak belakang tersebut, sehingga
orang yang moderat atau wasit harus mampu menyikapi suatu persoalan dengan
memberikan porsi yang seimbang tanpa memberatkan salah satunya.

Dalam konteks beragama, sikap moderat yang demikian merupakan


pilihan untuk memiliki cara pandang, sikap, dan perilaku di tengah-tengah di
antara pilihan ekstrem yang ada. Moderasi beragama kemudian dapat dipahami
sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-
tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi


dan kerukunan. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan
liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya
peradaban dan terciptanya perdamaian. Dengan cara inilah masing-masing umat
beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima
perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat
multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi bukan pilihan,
melainkan keharusan.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan


bahwa moderasi beragama merupakan suatu sikap yang mengedepankan
keputusan bersama atau musyawarah dalam mengambil titik tengah dalam
memutuskan suatu persoalan dan mengutamakan sikap toleransi dalam perbedaan,
baik perbedaan budaya, paham, maupun beragama, sehingga akan terjadi
persaudaraan dan persatuan antar agama.

2.2. Tolak Ukur Moderasi Beragama

Moderasi beragama dalam perkembangannya mempunyai beberapa tolak


ukur yang dapat dijadikan acuan. Menurut Kemenag, tolak ukur moderasi
beragama dibagi menjadi 3 bagian yaitu kemanusiaan, kesepakatan komitmen,
dan yang ketiga adalah tindakan menjaga toleransi demi menjaga ketertiban
umum.

6
i) Kemanusiaan merupakan salah satu ajaran pokok yang ada dalam
islam, hakekat kemanusiaan dalam islam adalah memanusiakan
manusia dengan menghargai segala hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh manusia itu sendiri, sehingga jika ada yang mengatas namakan
islam tapi melakukan perbuatan ekstremis/anarkis maka moderasi
beragama yang dimiliki oleh orang tersebut perlu dipertanyakan
ii) Kesepakatan komitmen ini sangat sesuai dengan keberagaman
masyarakat yang ada di Indonesia, keberagaman bagaikan pisau
bermata dua yang dapat membawa kemajuan atau kemunduran bagi
bangsa ini. Keberagaman juga dibahas dalam ayat Al-Quran yang
berarti Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (QS.Al Hujurat
13). Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia sejatinya
tidak dapat dipisahkan dengan keberagaman sehingga diperlukan
komitmen terhadap sesama manusia beragama demi terciptanya
kedamaian dalam kehidupan.
iii) Tindakan menjaga toleransi, menurut Lukman hakim saifuddin, kalau
ada diantara kita yang mengatasnamakan agama lalu kemudian secara
fisik memaksakan diri, pandangan atau tindakan, kemudian
menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap ketertiban umum, maka
disitulah kita bisa mengatakan sudah berlebih-lebihan.
2.3. Tujuan Moderasi Beragama

Moderasi beragama bertujuan untuk menegakkan kebenaran agama untuk


melindungi setiap manusia, menangkal paham agama praktis yang hanya
bersumber dari media yang menghilangkan ajaran-ajaran ulama terdahulu dan
mengakibatkan multi tafsir.

Selain itu moderasi beragama tidak hanya berfokus untuk menempatkan


gerakan mooderasi sebagai solusi penanganan masalah konservatisme beragama
atau mereka yang memiliki pemahaman keagamaan yang ultra konservatif

7
(ekstrem kanan), namun juga kelompok yang memiliki cara pandang, sikap, dan
perilaku beragama yang liberal (ekstrem kiri). Moderasi beragama bertujuan
untuk menengahi kedua kutub ekstrem tersebut dengan menekankan pentingnya
internalisasi ajaran agama secara substantif di satu sisi dan melakukan
kontekstualisasi teks agama di sisi lain.

2.4. Pentingnya Moderasi Beragama untuk Membangun Persatuan Beragama


di Indonesia

Indonesia dengan keragaman budaya, suku, ras, agama, dan bahasa yang
dimilikinya menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang
memiliki masyarakat multikultural. Keberagaman tersebut merupakan kekuatan
yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, namun dalam implementasinya, terkadang
berpotensi munculnya ketegangan atau konflik antar masyarakat, antar umat
beragama, atau bahkah internal umat beragama.

Menurut Lukman (2019, hal. 8), ada tiga alasan utama mengapa kita
memerlukan moderasi beragama. Pertama, salah satu esensi kehadiran agama
adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan,
termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawa. Karena moderasi beragama
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sebagian manusia sering mengeksploitasi
ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentingan
hewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasi hasrat politiknya. Aksi-aksi
eksploitatif atas nama agama ini yang menyebabkan kehidupan beragama menjadi
tidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan. Dalam hal ini,
pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi cara mengembalikan
praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, agar agama benar-benar berfungsi
menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya. Kedua, seiring dengan
perkembangan dan sebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan
tersebar. Karya-karya ulama sebelumnya yang ditulis dengan bahasa Arab tidak
lagi cukup untuk menutupi semua kompleksitas masalah kemanusiaan. Beberapa
teks agama mengalami multitafsir bahkan sebagian pemeluk agama tidak lagi
berpegang pada esensi dan hakikat ajaran agamanya melainkan fanatik terhadap

8
versi penafsiran yang mereka sukai dan terkadang penafsiran yang sejalan dengan
kepentingan politik mereka. Konteks ini yang menyebabkan pentingnya moderasi
beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama.
Ketiga, ekstremisme dan radikalisme dipercaya dapat merusak bangsa Indonesia
jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya, moderasi beragama amat penting
dijadikan cara pandang.

2.5. Cara Merawat Keberagaman dalam Moderasi dan Pentingnya Moderasi


Beragama untuk Kaum Milenial

Merawat keberagaman dalam moderasi beragama sangat penting untuk


dilakukan dan dijaga terutama di era globalisasi seperti ini. Meninjau dari arti
moderasi bergama itu sendiri yang berarti keseimbangan antara kita menjalankan
agama kita dan bagaimana cara kita menghormati masyarakat lain yang memeluk
agama berbeda. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memaknai betul arti
kata dari toleransi dan menjadikan toleransi sebagai pertimbangan terhadap
sesuatu yang akan kita lakukan. Selain itu, penguatan moderasi beragama juga
harus didukung oleh pemerintah dengan memfasilitasi terciptanya ruang public
yang sehat agar dapat terbentuknya interaksi masyarakat lintas agama dan
kepercayaan yang toleran. Sasaran dari kebijakan tersebut adalah semua agama
yang ada di Indonesia, dan pemerintah nantinya juga harus untuk bersifat adil
terhadap semua masyarakat beragama di Indonesia sesuai dengan pancasila yang
didasarkan. Dengan berbagai pendekatan tersebut, diharapkan dapat membuat
masyarakat merasa aman dan nyaman dengan segala keberagaman di Indonesia
khususnya keberagaman beragama, dan ouput akhir dari perasaan aman dan
nyaman yang dimiliki masyarakat adalah dengan terciptanya lingkungan yang
saling menghargai satu sama lain tanpa membeda-bedakan latar belakang dari
setiap masyarakat yang bisa saja berbeda.

9
BAB III

STUDI KASUS DAN SOLUSI

3.1. Aksi Bom Bunuh Diri


3.1.1. Studi Kasus: Bom Makassar: ’Milineal’ terlibat bom bunuh diri dan
iming-iming ‘jalan pintas ke surga’

Permasalahan mengenai terorisme seringkali terjadi. Kaum milineal


seringkali menjadi incaran para oknum tertentu untuk menyesatkan
mereka. Salah seorang Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI)
Hamdi Muluk mengatakan pencegahan terhadap bahaya radikalisme,
termasuk pada anak muda, sudah harus lebih keras lagi, karena telah
terbukti aksi radikalisme meningkat setiap tahun di mana setiap tahunnya
mengalami kenaikan antara 2-3 persen. Menurutnya, terorisme merupakan
hasil dari proses radikalisasi mulai dari level individu hingga kelompok.
Pada kelompok teroris yang mengatasnamakan agama, proses tersebut
meliputi praradikalisasi, identifikasi diri, komitmen dan indoktrinasi, dan
ideologisasi jihad (Muluk, 2016).

Salah satu kejadian dalam hal ini adalah pengeboman bunuh diri di
Makassar. Kejadian itu berbentuk serangan seorang pemuda kelahiran
tahun 1995 yang berinsial L. Kejadian penyerangan pengeboman
berlangsung di sebuah gereja Katolik di Makassar, Sulawesi Selatan pada
hari Senin, 29 Maret 2021. Dia dan istrinya berusaha memasuki gereja
sebelum meledakkan diri. Potongan bagian tubuh pelaku dibawa oleh
petugas kepolisian. Aksi bom ini yang mengakibatkan 20 orang di wilayah
gereja itu luka-luka.

Peneliti Terorisme mengatakan banyak kalangan milineal yang


dijaring dalam kelompok teroris melalui media sosial termasuk pemuda
yang berinisial L dan istrinya yang sudah menjadi ciri khas korban dari
propaganda jaringan terorisme. Perekrutan anak-anak muda melalui media

10
sosial menjadi target khas dari kelompok teroris dengan diming-imingi
jalan pintas ke surga jika melakukan bom bunuh diri.

3.1.2. Solusi Penanganan untuk Aksi Bom Bunuh Diri

Aksi bom bunuh diri yang terjadi Makassar pada tanggal 29 Maret
2021 ini merekrut kaum milineal didalamnya. Pengeboman yang didasari
iming-iming jalan pintas ke surga oleh para oknum teroris. Media yang
digunakan untuk perekrutan anak muda ini dijaring melalui media sosial.
Seperti yang kita ketahui, media sosial memiliki dampak positif maupun
dampak negatif. Buruk baiknya tergantung pada kesadaran kita masing-
masing. Pengontrolan diri untuk mengarahkan media sosial kearah yang
sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku baik hukum, kesusilaan,
maupun agama.

Menurut penulis, pemerintah harus lebih gencar mengawasi


perekrutan tetoris melalui internet dan membenahi program deradikalisasi
mantan teroris yang masih sering melakukan perekrutan anggota baru
melalui media sosial. Tidak lupa untuk melakukan sosialisasi kepada kaum
milineal mengenai bahaya terorisme yang sedang melanda. Hal itu
dikarenakan kaum milineal yang cenderung kosong secara keagamaan dan
kering akan kespiritualan. Penguatan yang baik dan benar mengenai
agama harus selalu ditanamkan dengan menjauhakan pemikiran yang
berlebihan. Oleh karena itu perlunya moderasi beragama untuk
membangun persatuan beragama agar tidak adanya pemikiran yang
berlebihan terhadap suatu agama.

Selain itu, kepedulian masyarakat sekitar terhadap lingkungan


menjadi solusi untuk penanganan aksi ini. Masyarakat harus menanamkan
kepedulian terhadap kegiatan yang menjurus ke hal yang bisa merusak
seperti salah satunya terorisme di lingkungan sekitar seperti ke tetangga.
Penanganan ini tidak cukup jika hanya melakukan itu saja tanpa kesadaran
diri masing-masing karena kita sebagai kaum milineal harus ada dan

11
menanamkan kesadaran dalam diri sendiri apa dampak yang akan dilalui
bukan hanya diri sendiri melainkan untuk generasi ke depan dan
lingkungannya jika terorisme terus menerus terjadi.

3.2. Intoleransi Beragama


3.2.1. Studi Kasus: Perbedaan Agama Membuat Slamet Ditolak Tinggal di
Dusun Karet Bantul

Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga permasalahan


mengenai intoleransi terhadap agama minoritas sering kali terjadi. Di
Bantul sendiri kasus intoleransi telah terjadi tujuh kali sejak 2016-2018
dan bertambah menjadi delapan kasus dengan adanya penolakan terhadap
Slamet Jurniarto.

Kasus ini diawali dengan kedatangan Slamet Jumiarto yang


merupakan warga pindahan dari Desa Mancasan, Pendowoharjo, Bantul,
yang mengontrak di Dusun Karet. Awalnya pemilik rumah tidak
mempermasalahkan agama yang dianutnya. Hingga ketika ia memberikan
identitasnya dan pemberitahuan untuk tinggal kepada Ketua RT. Setelah
diperiksa dan diketahui bahwa dirinya beragama katolik, ia ditolak untuk
tinggal di Dusun Karet.

Ternyata penolakan ini berdasar pada aturan di dusun setempat


bernomor 03/Pokgiat/Krt/Plt/X/2015. Dalam peraturan tersebut pendatang
non-Muslim tidak diizinkan untuk tinggal. Peraturan ini disahkan oleh
Kepala Dukuh Karet, Iswanto, bersama 30-an tokoh masyarakat dan
agama pada tahun 2015 lalu. Dasar peraturannya untuk mengantisipasi
adanya campur makam antara Muslim dan non-Muslim.

Slamet merasa diperlakukan secara tidak adil, ia melapor ke sekretaris


pribadi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X. Setelah itu kepala
desa, ketua RT, dan kepala dusun melakukan mediasi, namun hasil
mediasi tersebut tetap menolak kehadiran Slamet dan Keluarganya untuk
mengontrak rumah di Dusun Karet.

12
Mediasi dilakukan sekali lagi dengan dihadiri oleh Pak Camat, Pak
Lurah, Pak Dukuh, Ketua Pokgiat dan pejabat Pemda lainnya, dan
hasilnya ada sebagian warga yang menerima. Peraturan telah dicabut
karena melanggar UUD 1945. Namun, Slamet dan keluarganya hanya
diizinkan tinggal selama 6 bulan dengan sisa uang kontrak dikembalikan.

3.2.2. Solusi dari Intoleransi Beragama

Pada kasus di atas, tindakan warga Dusun Karet telah berlebihan dan
berlaku tidak adil. Terlebih dengan adanya peraturan yang dipegang teguh
selama bertahun-tahun oleh warganya, bahwa pendatang non-Muslim
tidak diizinkan untuk tinggal. Padahal pendatang tersebut tidak
menimbulkan keributan sama sekali.

Perilaku intoleransi ini harus di cegah karena dapat menimbulkan hal


yang lebih ekstrem. Intoleransi ibarat janin, radikalis ibarat bayi, dan
terorisme adalah wujud dewasanya. Oleh karena itu moderasi beragama
harus diagungkan dalam setiap masa dan generasi (Norbertus, 2021).

Menurut Halili, peneliti Setara Institute, solusi dari kasus intoleransi


seperti di atas adalah pemerintah harus memastikan bahwa penjabat dari
struktur paling atas sampai paling bawah memiliki perpektif kebhinekaan
yang kokoh. Dengan begitu pemerintah harus bersikap moderat agar tidak
terjadi konflik di masyarakatnya.

Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan sanksi


struktural terhadap penjabat yang melakukan praktek intoleransi. Dapat
berupa mutasi atau hukuman lainnya.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam makalah yang berjudul “Moderasi Beragama Membangun Persatuan
dalam Keberagamaan” ini bisa ditarik kesimpulan bahwasanya moderasi
beragama ini bisa meminimalisir kecenderungan masyarakat dalam berpikir
terhadap agama. Pemikirin radikal mengenai agama yang dipengaruhi oleh
oknum-oknum yang mengatasnamakan agama tidak luput sampai sekarang.
Namun, dengan adanya moderasi beragama ini bisa menyatukan dan
menghargai keberagaman agama di Indonesia dan merubah pola pikir
masyarakat jika yang memprovokasi anarkisme yang mengatasnamakan
agama itu bukanlah ajaran agama tersebut. Moderasi beragama ini sangat
penting bukan hanya dalam segi merubah pola pikir terhadap agama juga
menjalun persatuan keberagamaan terutama di Indonesia.
4.2 Saran
Dari permasalahan yang dibahas maka kita sebagai mahasiswa penerus bangsa
memiliki peran penting untuk dapat menjaga ketentraman kehidupan di
Indonesia dengan cara:
1. Mempelajari bagaimana cara islam menghadapi perbedaan
2. Menanamkan rasa toleransi dalam sanubari kita
3. Mengedepankan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadi
4. Mengamalkan nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari
5. Saling mengingatkan antar umat beragama terkait pentingnya moderasi
beragama

Dengan diamalkannya cara-cara diatas, maka diharapkan Indonesia dapat


tumbuh menjadi bangsa yang kuat karena tingginya rasa kebersamaan dalam
keberagaman yang beraneka ragam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious


Moderation In Indonesia’s Diversity. Surabaya: Balai Diklat Keagamaan
Surabaya.
Aziz, T. (2019). Nilai-Nilai Moderasi dalam tafsir Fayd Al-Rahman Karya
Muhammad Shalih Al-Samarani. (Disertai Magister, Institut Agama Islam
Negeri Tulungagung, 2019) Diakses dari http://repo.iain
tulungagung.ac.id/13394/
Himawan, F. U. (2019). Diusir dari Desa Karena Agama, Bagaimana Mencegah
Intolerasi di Tingkat Warga? Diakses pada 17 Oktober 2021, dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47801818
Narko, E. (2020). Moderasi Beragama dalam Perspektif Syaiful Arif dan
Urgensinya terhadap Pendidikan Islam kontemporer. (Disertai Magister,
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2021) Diakses dari
http://repository.radenintan.ac.id/13619/
Saifuddin, L. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Wijaya,C. (2021). Bom Makassar: ‘Milineal’ terlibat bom bunuh diri dan iming
iming ‘jalan pintas ke surga’, bagaimana antisipasinya?. Diakses pada 12
September 2021, dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56547431
Yuwono, M. (2019). Kisah Slamet, Melawan Peraturan Dusun yang Diskriminatif
di Bantul. Diakses pada 17 Oktober 2021, dari
https://regional.kompas.com/read/2019/04/02/18352951/kisah-slamet-
melawan-peraturan-dusun-yang-diskriminatif-di-bantul?page=all

15

Anda mungkin juga menyukai