Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu kesehatan dan ilmu kimia yang mempelajari tentang
obat-obatan, evektifitas dan keamanan pengguna obat serta penyediaan dan cara
pendistribusian obat. Farmasi juga menyaring dan menyerap pengetahuan yang
relevan dari ilmu biologi, kimia, fisika, matematika, perilaku dan teknologi.
Selain itu farmasi juga mempelajari tentang farmakognosi.
Farmakognosi berasal dari dua kata yunani yaitu Pharmacon yang berarti
obat dan gnosis yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi farmakognosi yaitu ilmu yang
mempelajari tentang obat. Di indonesia farmakognosi dikhususkan ilmu yang
mempelajari tentang obat dari bahan nabati, hewani, dan mineral.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan
sistematikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang
berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan
diperoleh bahan yang siap pakai atau yang disebut dengan simplisia, disinilah
keterkaitannya dengan farmakognosi.
Simplisia adalah bahan alami yangdigunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya
berupa bahan yang telah Dikeringkan. Simplisia hewani adalah simplisia yang
dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli)
dan madu, Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga,
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura
Foliumdan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluardari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari
selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya

1
yang dengan carater tentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. (DepKes
RI,1989).
Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan
pengobatan modern. Menteri Kesehatan Republik Indonesia mendukung
pengembangan obat tradisional yaitu fitofarmaka yang berarti diperlukan adanya
pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau
sediaan galenik Produk obat-obat herbal yang berkualitas di tentukan salah
satunya oleh mutu dari bahan baku (simplisia) atau ekstrak yang digunakan
(Febriani, 2015).
Ekstrak adalah zat yang dihasilkan dari ekstraksi bahan mentah secara
kimiawi. Senyawa kimia yang diekstrak meliputi senyawa aromatik, minyak
atsiri, ester, dan sebagainya yang kemudian menjadi bahan baku proses industri
atau digunakan secara langsung oleh masyarakat.
Suatu simplisia tidak dapat dikatakan bermutu jika tidak memenuhi
persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia. Persyaratan mutu yang
tertera dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan, kadar abu total,
kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air dan
kandungan kimia simplisia meliputi kadar minyak atsiri dan kadar kurkuminoid.
Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan tujuan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Azizah, 2013).
Menurut Departemen Kesehatan RI, simplisia adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang tidak dikeringkan. Simplisia
terbagi menjadi 3 jenis yakni, simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
mineral (pelikan).
Berbagai jenis makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari terdiri dari
berbagai macam kandungan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seperti
karbohidrat, protein, mineral, lemak, dan vitamin. Kelima komponen tersebut
harus ada dalam tubuh manusia untuk mencukupi gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
setiap harinya. Jenis makanan yang dikonsumsi sebagian besar mengandung air
yang berlebihan. Terdapat jumlah kandungan air yang berbeda pada setiap bahan

2
pangan dan hal itu dapat ditentukan dengan berbagai metode dan prinsip. Selain
kadar air, kadar abu juga merupakan satu hal yang penting dalam suatu bahan
pangan.
Air pada bahan pangan tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, air juga mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan
pangan itu sendiri. Keberadaan air dalam bahan pangan sering
dihubungkandengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian kering atau
padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan, serta penentu mutu
organoleptik terutama rasa dan keempukan. Analisis kadar air dalam bahan
pangan sangat penting dilakukan baik pada bahan pangan kering maupun pada
bahan pangan segar.
Pada bahan pangan kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks
kestabilan khususnya saat penyimpanan. Bahan pangan kering menjadi awet
karena kadar airnya dikurangisampai batas tertentu. Pada pangan segar, kadar air
bahan pangan erat hubunganyadengan mutu organoleptiknya.Selain mengandung
bahan organik dan air, bahan pangan mengandungsenyawa anorganik yang
disebut mineral atau abu. Walaupun jumlahnya sangat sedikit, namun keberadaan
mineral pada bahan pangan sangat dibutuhkan olehtubuh manusia. Didalam tubuh
mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Mineral tertentu sangat
dibutuhkan sebagai penyusun tulang, gigi, dan jaringan lunak, otot, darah, dan sel
syaraf, dan sebagian lainya dibutuhkan dalammetabolisme tubuh.Tubuh manusia
memerlukan berbagai jenis mineral dalam jumlah yang berbeda oleh karena itu
dikenal istilah mineral makro dan mineral mikro.
Mineralmakro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar seperti
natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Sedangkan mineral
mikro atau trace element adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt dan flour.
Kebutuhan mineral tubuh dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan
pangan seperti susu,daging sapi,telur ikan, serealia, sayuran, dan lain-lain. Karena
beragamnya sumber mineral yang ada, analisis abu dan mineral sangat penting
dilakukan untuk mengetahui kualitas gizi suatu bahan pangan.Selain dapat

3
mengetahui kualitas gizim analisis abu dan mineral sangat sering dilakukan
sebagai indikator mutu pangan lain. Dari analisis abu dan mineral dapatdiketahui
tingkat kemurniam produk tepung atau gula; adanya pemalsuan pada produk selai,
buah sari buah ,dan cuka; tingkat keberhasilan suatu bahan; dan terjadinya
kontaminasi mineral yang bersifat toksik.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur,dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Sandjaja 2009).
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau
oksidasikomponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan
panganmenunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,
kemurnian,serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu
dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen
organik sampeldengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace),
tanpa terjadi nyalaapi, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat
konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai
oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel
(Andarwulan, 2011).
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dilakukanya praktikum
kali ini agar kita dapat mengetahui kadar air simplisia dan kadar abu total pada
sampel.
1.2 Maksud Percobaan
1. Bagaiman cara mengetahui kadar air simplisia dan kadar abu total
2. Bagaimana cara mengetahui kadar air dan kadar abu pada sampel
1.3 Tujuan percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mempelajari kadar air simplisia dan kadar air total
2. Agar mahasiswa dapat memahami dan mempelajari kadar air dan kadar
abu pada sampel.

4
1.4 Manfaat Percobaan
1. Untuk Praktikan
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari cara penentuan kadar
abu total dan kadar air simplisia pada sampel
2. Untuk Universitas
Agar terciptanya kemajuan dalam pembelajaran yang mampu memberikan
manfaat kepada sesama.
3. Untuk Masyarakat
Agar dapat memberikan informasi serta edukasi kepada masyarakat.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Simplisia
Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°C (Ditjen POM,
2008).
Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang
masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan, 2010).
Jadi simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Melinda, 2014).
Jenis-jenis simplisia antara lain :
a. Simplisia Nabati
Simplisa nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman.Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya (Melinda, 2014).
b. Simplisia Hewani
Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni Contohnya adalah
minyak ikan dan madu. (Nurhayati Tutik, 2008).
c. Simplisia Mineral
Simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau
yang telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (Meilisa, 2009).

6
Proses Pembuatan Simplisia
a. Sortasi Basah
Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta
pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dan
tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Depkes RI, 1979).
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dan mata air, air sumur dan PDAM, karena air untuk mencuci sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bahan simplisia yang mengandung zat
mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin (Melinda, 2014).
c. Perajangan
Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan untuk memperoleh
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang
akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga
mempengaruhi komposisi, bau, dan rasa yang diinginkan. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh
irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki (Kartasapoetra, 1992).

7
d. Pengeringan
Menurut Nugroho (2012), proses-proses pengeringan simplisia, terutama
bertujuan sebagai berikut :
1. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi
kapang dan bakteri.
2. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut
kandungan zat aktif.
3. Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah
disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel
bila kadar airnya dapat mencapai kurang dan 10%. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dari proses pengeringan adalah suhu pengeringan, lembaban udara,
waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu yang terbaik pada
pengeringan adalah tidak melebihi 60° , tetapi bahan aktif yang tidak tahan
pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin,
misalnya 30° sampai 45°. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan
alamiah (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan
pengeringan buatan dengan menggunakan instrumen (Zahro, 2009).
e. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau
bahan yang rusak (Somantri, 2002).
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan atau pengotoran-pengotoran lainnya yang masih
ada dan tertinggal pada simplisia kering
f. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu
ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara
simplisia satu dengan lainnya (Winarto, 1977).

8
Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus
simplisia adalah harus inert, artinya tidak bereaksi dengan bahan lain, tidak
beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran,
serangga, penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan uap air.
2.1.2 Kadar air
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air bisa menjadi suatu karakteristik bahan
tersebut baik dari segi rasa, penampakan dan tekstur. Jumlah kadar air yang
terdapat dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan suatu bahan tersebut.
Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin lemah daya tahan
makanan tersebut karena didaerah yang semakin berair bakteris kapang dan
khamir akan semakin mudah berkembang biak, dan semakin keci kadar air
dari suatu bahan maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut karena kondisi
lingukan yang keringakan memperlambat perkembang biakan bakteri tersebut.
Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%,
sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Wardani,
2008).
Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten
peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat
ini. Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan
dasar peradaban manusia (Puspitasariet.al,1991).
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang tak akanpernah habis
dikarenakan siklusnya berlangsung sangat cepat dan termasuk sumber daya yang
sangat mudah untuk didaur ulang.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul
air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu
atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur
273,15 K (0°C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang
memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti

9
garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organic
(Puspita sariet.al,1991).
a. Metode penentuan kadar air
Menurut Estiasih (2009), cara-cara pengeringan atau pengurangan kadar
air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut:
1. Pengeringan (drying), yaitu cara pengurangan kadar air dengan
menguapkan air tersebut.
2. Dehidrasi, yaitu cara pengurangan kadar air selain dari penguapan,
misalnya dengan osmosa (penggunaan garam), pemerasan (pressing),
pemasakan, perebusan atau pengukusan, dan sebagainya.
Metode analisis kadar air secara langsung sendiri terbagi menjadi 5
macam, yaitu sebagai berikut. Metode gravimetri (pengeringan dengan oven).
Dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan proses pengeringan
dalam oven (oven udara atau oven vakum, hal ini berdasarkan tekanan yang
digunakan saat pengeringan). Ada dua macam metode gravimetrik yaitu metode
oven udara dan metode vakum. Berikut penjelasannya: Metode oven udara
paling banyak dan sering digunakan. Metode ini didasarkan atas berat yang
hilang sehingga sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan
tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Air dikeluarkan dari bahan
pada tekanan udara (760 mmHg) sehingga air menguap pada suhu 1000C yaitu
sesuai titik didihnya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisa
air dengan metode oven yaitu penimbangan contoh/bahan, kondisi oven,
pengeringan contoh, dan perlakuan setelah pengeringan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi yang berkaitan dengan kondisi oven adalah fluktuasi suhu,
kecepatan aliran, serta kelembaban udara dalam oven (Estiasih, 2009).
Metode oven vakum kelemahan dari pengeringan dengan oven udara
diperbaiki dengan metode oven vakum. Pada metode ini, sampel dikeringkan
dalam kondisi tekanan rendah (vakum) sehingga air dapat menguap dibawah
titik didih normal (1000C), misal antara suhu 60-700C. Pada suhu 60-700C tidak
terjadi penguraian senyawa dalam sampel selama pengeringan. Untuk analisis
sampel bahan pangan yang mengandung gula, khususnya mengandung fruktosa,

10
senyawa ini cenderung mengalami penguraian pada suhu yang lebih tinggi.
Tekanan yang digunakan pada metode ini umumnya berkisar antara 25-100
mmHg (Estiasih, 2009).
b. Faktor -faktor yang mempengaruhi kadar air
Faktor yang mempengaruhi kadarair dalam suatu bahan makanan
adalah sifat dari air itu sendiri. Kadar air terbagi memiliki dua sifat yaitu
kadar air yang bersifat melekat secara fisik dan melekat secara kimiawi.
Tipe air dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Air monolayer: air yang terikat secara kimiawi dan sangat sulit dipisahkan.
2. Air multilayer: air yang lebih mudah dipisahnkan dengan bahan.
3. Air bebas: Air yang terikat secara fisik dan sangat mudah di pisahkan.
Presentase kadar air juga dipengaruhi oleh struktur dari bahan
pangan. Untuk bahan pangan yang memiliki struktur mudah menyerap air tentu
akan sangat tinggi presentase kadar air yang dimiliki dan untuk struk makanan
yang sulit menyrap air presentase dari kadar air yang terkandung akan lebih
rendah (Sudarmadji, 2003).
c. Standar ketentuan kadar air yang baik
Kelembapan sebuah makan akan sama dengan kelembapan dilingkukan
sekitanya apa bila makanan diletaka di udara terbuka . Kadar air ini disebut
dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relative tertentu dapat
menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat
dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.
Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aw = ERH
100
Dimana: Aw = aktivitas air
ERH = kelembaban relative seimbang
Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara
kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi
Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan pangan

11
lainnya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi
bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahanyang satu disusun
oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relative menjadi lebih
kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah.
Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0
sampai 1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas,
sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya terdiri dari
air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang
paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat
hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh
pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu
0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk
pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara
menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat
mengikat air. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu
jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar
dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ;
kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian
air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari
jenis bahan. Untuk menjaga daya tahan suatu bahan pangan tentu saja
presentase kadr air yang terdapat dalam suatu bahan pangan harus dibawah
presentase kadar air dimana bakteri dan sejenisnya bisa bertumbuh dengan baik.
Untuk presentase kadar air yang baik yang terkandung dalam alginate (alga
coklat) tidak lebih dari 15% (wb) (Yunizal, 2004).
2.1.3 Kadar Abu
a. Pengertian Kadar Abu
Kadar abu adalah hasil abu yang dihasilkan dari proses pembakaran
sempurna sampel bahan berselulosa, misalnya kayu, pulp dan kertas. Kadar air

12
bisa menyatakan banyaknya garam mineral dan bahan tambahan anorganik dari
suatu bahan uji (Puspitasari, et.al, 1991).
b. Metode Penentuan Kadar Abu
Proses penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengabuan secara langsung dan secara tidak langusng. Gabuan secara langsung
dan secara tidak langusng.
Pengabuan secara langsung merupakan metode standar untuk menentukan
kadar abu dalam sampel. Pada pengabuan kering, sampel dioksidasi pada suhu
tinggi 500-600 ̊C tanpa adanya flame bahan anorganik yang tidak mengalami
volatilisasi disebut abu. Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang residu
yang tertinggal setelah pengabuan ( Astuti,2007).
Penentuan kadar abu secar basah dimana sampel digesti dengan asam kuat
(dioksidasi) suhuyang digunakan lebih rendah. Biasa digunakan untuk
menentukan jenis mineral yang menguap pada suhu tinggi, mineral trace, dan
beracun. Filtrat (larutan abu atau alikuot) digunakan untuk penentuan jenis
mineral (Astuti, 2007).
c. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Abu
Kadar abu dipengaruhi oleh mineral –mineral yang terkandung di dalam
bahan pangan tersebut. Bahan pangan mengandung dua jenis mineral yaitu
garam organik dan garam anorganik . Garam organik terdiri dari garam-garam
asam malat, oksalat, sedangkan garam anorganik antara lain dalambentuk garam
fosfat, karbonat (Sudarmadji, 2003).
d. Standar Kadar Abu Yang Baik.
Standart kadar abu ditentukan berdasarkan masing–masing bahan olahan
yang akan diteliti. Setiap bahan olahan mempunyai standart kadar abunya masing
–masing sebagai berikut : -Standar mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-
2006, ialah memiliki kadar abu kurang dari 2%. Produk olahan hasil diversifikasi
dari jelly fish product (kamaboko) yang tidak diolah menjadi surimi dahulu
memiliki standar kadar abu antara 0,44 –0,69% menurut SNI 01-2693-1992.
Contoh jelly fish product, yakni otak-otak, bakso dan kaki naga.

13
1. Untuk standar roti pada tahun 1995 kadar abu tidak bisa melebihi dari 1 %.
2. Untuk standar pengolahan tempe menurut SNI 2009 adalah tidak lebih dari
1,5 %.
Perbedaan ini terjadi karena kandungan dari setiap bahan pangan yang
menyusun bahan pangan tersebut berbeda beda satu sama lainnya. Presentase
kadar abu yang baik untuk memenuhi persyaratan dari Ekstra Farmakope
Indonesia, yaitu kadar abu alginate (alga coklat) tidak boleh lebih dari 21%
(wb) (Wardani, 2008).
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian,
serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dengan metode
pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel
dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi
nyalaapi, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan
tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator.
Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel (Andarwulan,
2011).
Berikut adalah kadar abu dari beberapa jenis bahan (Sudarmadji, 2010).
Macam Bahan % Abu
Milk 0,5 – 1
Milk kering tidak berlemak 1,5
Buah-buahan segar 0,2 – 0,8
Buah-buahan yang dikeringkan 3,5
Biji kacang-kacangan 1,5 – 2,5
Daging segar 1
Daging yang dikeringkan 12
Daging ikan segar 1–2
Gula, madu 0,5
Sayur-sayuran 1

14
Beberapa metode analisis telah digunakan untuk analisis mineral/ logam/
unsur dalam berbagai makanan seperti gravimetri dan volumetri. Pada metode
gravimetri, bentuk mineral yang tidak larut diendapkan, dibilas, dikeringkan dan
ditimbang untuk mengestimasi kandungan mineral/logam. Analisis gravimetri
berdasarkan pada kenyataan bahwa konstituen mineral dalam senyawa murni
apapun selalu berada pada proporsi berat yang sama. Pada analisis gravimetri,
konstituen yang diharapkan dipisahkan darisenyawa yang mengkontaminasi
dengan pengendapan selektif dan dilanjutkan dengan pembilasan untuk
meminimalkan elemen apapun yang terjerap atau menempel. Senyawa yang
terendapkan kemudian dikeringkan dan ditimbang. Prosedur gravimetri paling
sesuai untuk sampel dengan ukuran besar dan pada umumnya terbatas untuk
bahan makanan yang mengandung unsur yang akan ditentukan dalam jumlah
banyak. Kerugian utama metode gravimetri adalah banyaknya waktu yang
diperlukan. (Rohman,2013).
Menurut Sudarmadji (2010), Penentuan abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada
penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian
endosperm dengan kulit dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau
lembaga berikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan
akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.
2. Untuk mengertahu jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan kadar
abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang
digunakan untuk membuat jelly atau marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

15
Secara umum pengabuan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara kering
dan cara basah. Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah adalah:
a. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan
makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace elements.
b. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air
sertaabu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relative
lama, sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
c. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah
suhu relatif rendah.
d. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang
cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang
kadang kalaagak berbahaya (Sudarmadji, 2010).
2.2 Uraian Tanaman
2.1.1 Klasifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
a. Menurut Tjitrosoepomo (1988) kedudukan tanaman sirih dalam
sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledonaea
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Gambar 2.1
Genus : Piper Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.)
Spesies : Piper betle L.
b. Morfologi Sirih Hijau (Piper betle L.)
Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan
bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur
warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna hijau, perbungaan
bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan (Damayanti
dkk, 2006).
Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya
pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun

16
meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun tipis.
Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna
hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta
berbuku-buku. Daun sirih yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan
panjangya 10-15 cm (Damayanti dkk, 2006).
c. Efek Farmakologi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Daun sirih hijau dapat digunakan sebagai antibekteri karena mengandung
4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol, caryophyllen
(sisquiterpene), kavikol, kavibetol, estragol, dan terpen (Hermawan dkk, 2007).
Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya.
Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida
lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih
hijau (Piper betle L.) disebabkan adanya senyawa kavikol yang dapat
mendenaturasi protein sel bakteri. Flavonoid selain berfungsi sebagai antibakteri
dan mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang
mempunyai daya antibektri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap
Staphylococcus aureus. Estragol mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap
Shigella sp. Monoterpana dan seskuiterpana memiliki sifat sebagai antiseptik, anti
peradangan dan antianalgenik yang dapat membantu penyembuhan luka (Zahra
dan Iskandar, 2007).
d. Kandungan
Tumbuhan sirih ini kaya akan kandungan kimia seperti minyak atsiri,
hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, allypykatekol, karvakol, eugenol, eugenol
methyl ether, pterpenenna, eskuiterpena, fenil propane, tannin, diastase, gula dan
pati. Arecoline yang ditemukan pada seluruh bagian tanaman berguna merangsang
saraf pusat, merangsang daya piker, meningkatkan gerakan peristaltic,
merangsang kejang, dan meredakan sifat mendengkur. Eugenol yang ditemukan
pada daun berguna untuk mencegah ejakulasi premature, mematikan jamur
candida albicans, antikejang, analgesic, anestetik, Pereda kejang pada otot polos
dan penekan pengendali tegak. Tanin yang juga terdapat pada daun berguna
sebagai astringent (mengurangi sekresi pada liang vagina) sehingga sirih dapat

17
berfungsi untuk mengobati keputihan. Manfaat sirih bagi masyarakat suku
Madura Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Madura digunakan untuk
pengobatan penyakit jantung. Cara penggunaannya dengan mencampur 3 lembar
daun sirih bersama 3 siung bawang merah, 14 biji kemukus, dan 1 sendok kecil
jinten putih. Semua ramuan tersebut dicampur dan ditumbuk halus bersama 4
sendok air dan disaring. Ramuan ini diminum sebanyak 2 kali sehari secara rutin.
e. Manfaat
Manfaat dari daun sirih adalah digunakan secara turun temurun untuk
pengobatan tradisional seperti pengobatan batuk, sakit gigi, penyegar dan
sebagainya. Bagian-bagian dari tanaman sirih seperti akar, biji dan daun
berpotensi untuk pengobatan tetapi yang paling sering dimanfaatkan untuk
pengobatan adalah bagian daunnya. Pemanfaatan tradisional ini disebabkan
adanya sejumlah zat kimia atau bahan alami yang punya aktivitas sebagai
senyawa antimikroba. Komponen aktif dari sirih terdapat dalam minyak atsiri dan
kandungannya dipengaruhi oleh umur dan Janis daun. Menurut Jenn dan Chou
(1997) dalam daun sirih terdapat eugenoldan hidroksifanol yang mempunyai
aktivitas antimikroba. Sedangkan, menurut Duke (2002) dalam daun sirih
ditemukan adanya bahan kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu :
kavikol, kariofilen, dan asam askorbat. Selain, hidroksikavikol, ekstrak daun sirih
mengandung asam-asam lemak seperti asam lemak dan palmitat yang mempunyai
aktivitas mikroba terhadap bakteri S. mutans.
2.2.2 Klasifikasi tanaman tapakdara, yaitu (Plantamor, 2008):
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae Gambar 2.2
Tapak Dara
Genus : Catharanthus
(Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus L. G. Don roseus L.)

18
a. Morfologi Tapak Dara (C. roseus)
Tapak Dara (C. roseus) banyak dipelihara sebagai tanaman hias, tanaman
ini sering dibedakan menurut jenis bunganya, yaitu putih dan merah. Tanaman ini
merupakan tanaman semak tegak yang dapat mencapai ketinggian batang sampai
100cm yang biasa tumbuh subur dipadang atau dipedesaan berik limtropis. Ciri-
ciri tanaman ini yaitu memiliki batang yang berbentuk bulat dengan diameter
berukuran kecil, berkayu, beruas dan bercabang serta berambut. Daunnya
berbentuk bulat telur, berwarna hijau dan diklasifikasikan berdaun tunggal.
Bunganya menyerupai terompet dengan permukaan berbuluh alus. Tanaman ini
juga memiliki rumah biji yang berbentuk silindris menggantung pada batang.
Penyebaran tanaman ini melalui biji (Ahira, 2011).
Menurut Dalimartha (2007), kandungan zat dalam tapak dara berikut
merupakan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tapak dara yaitu:
Vinblasine, ternyata bias dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit
leukemia. Vincristine, disamping dipakai dalam pengobatan leukemia, juga
kanker payudara, dan tumor ganas lainnya. Vindesine, dipakai dalam pengobatan
leukemia pada anak-anak, dan penderita tumor pigmen. Vinorelbine, seringkali
digunakan sebagai bahan pengobatan untuk mencegah pembelahan kelenjar.
b. Efek Farmakologi Tapak Dara (C. roseus)
Menurut Ta Arsi (2008), Tapak dara memiliki berbagai macam kandungan
senyawa yang ada di dalamnya dan berguna untuk menunjang kesehatan tubuh
seperti antikanker, mencegah diabetes, anti inflamasi, sebagai pencahar.
Menurut Dalimartha (2007), kandungan Vinblasine pada tapak dara,
ternyata bias dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit leukemia. Vincristine,
disamping dipakai dalam pengobatan leukemia, juga kanker payudara, dan tumor
ganas lainnya. Vindesine, dipakai dalam pengobatan leukemia pada anak-anak,
dan penderita tumor pigmen. Vinorelbine, seringkali digunakan sebagai bahan
pengobatan untuk mencegah pembelahan kelenjar.
c. Kandungan Tapak Dara (C. roseus)
Tapa dara memiliki berbagai macam kandungan senyawa di dalamnya yang
berfungsi untuk menunjang kesehatan tubuh. Salah satu kandungan senyawa pada

19
tapak dara yang baik untuk kesehatan tubuh, yaitu tanin. Senyawa tanin dapat
ditemukan pada bagian bunga tapa dara, dimana senyawa ini berfungsi
menyembuhkan sariawan pada mulut. Selain itu, pada tanaman tapak dara
terdapat senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid pada tumbuhan tapak dara berfungsi
dalam mengatasi penyakit hipertensi pada tubuh (Zara dan Iskandar, 2007).
d. Khasiat Tapak Dara
Menurut (Dalimartha, 2007), tanaman tapak dara dapat dimanfaatkan untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit, antara lain:
Kanker 15 gram tapak dara segar, 30 sampai 60 gram daun papaya segar, 30
gram daun bayam merah, 30 gram rumput mutiara, direbus dengan 700 cc air
hingga tersisa 300cc. Lalu disaring dan ditambahkan madu, diminum tiga kali
sehari sebanyak 100cc (tetap konsultasi kedokter). Kanker payudara Sediakan 22
helai daun tapak dara, kulit kayu pulasari (Alyxiareinwardti), dan buah adas
(Foeniculum vulgare). Cuci bersih, lalu rebus dalam air bersih sebanyak 3 gelas.
Tambahkan gula merah secukupnya, dan biarkan mendidih, hingga nantinya
tinggal separuhnya. Setelah dingin, saring, lalu diminum. Lakukan sehari 3 kali,
setiap kali minum sebanyak setengah gelas. Minum selama sebulan. Kanker
Rahim 15 gram bunga tapak dara, 30 gram rumput lidahular, direbus dengan
600cc airhingga tersisa 200cc dan diminum airnya. Anemia, Ambil empat putik
bunga tapak dara, cuci, lalu rendam dalam segelas air. Sebaiknya perendaman
dilakukan diluar rumah selama semalam. Lalu esoknya, saring, dan minum. Asma
dan Bronkhitis, Gunakan sepotong bonggol akar tapak dara, lantas rebus dalam
lima gelas air. Biarkan mendidih hingga tinggal setengahnya. Setelah dingin,
saring, dan minum dua kali sehari. Batu ginjala, ambil segenggam daun tapak
dara, cuci bersih, lalu rebus dalam tiga gelas air sampai airnya tinggal setengah.
Minumlah dua kali sehari. 30 gram daun tapak dara, 30 gram daun kejibeling, 15
gram daun tempuyung, direbus dengan 600cc air hingga tersisa 300cc. Kemudian,
disaring dan diminum dua kali sehari. Bisul, cuci segenggam daun tapak dara, lalu
lumatkan. Sebelum ditempelkan pada bisul, sebaiknya permukaan bisul
dibersihkan lebih dahulu. Diabetes, Pertama kumpulkan10-16 lembar daun tapak
dara, lantas rebus dalam tiga gelas air. Biarkan mendidih, hingga sisanya segelas.

20
Setelah dingin, saring dan minum. Kedua enam lembar daun tapak dara, 15
kuntum bunga tapak dara, direbus dengan 800cc air hingga tersisa 00cc.
Kemudian, disaring dan diminum airnya dua kali sehari, pagi dan sore. Hipertensi,
pertama siapkan sekitar15-20 gram daun tapak dara kering dan 10 gram bunga
krisan. Rebus keduanya dalam 2 setengah gelas air sampai mendidih. Setelah
dingin, saring, lalu minum. Biasanya diminum menjelang tidur. Kedua 15 gram
daun atau bunga tapak dara direbus dengan 400cc air hingga tersisa 200cc, lalu
disaring dan diminum airnya menjelang tidur. Dan Leukemia, siapkan 20–25
gram daun tapak dara kering, dan juga buah adas. Rebus dalam seliter air, dan
biarkan mendidih hingga sisanya tinggal separuh. Setelah dingin, saring. Minum
dua kali sehari.
e. Manfaat
Pemanfaatan tapak dara digunakan untuk meredakan nyeri otot, obat
depresi, obat sistem pusat, menghilangkan bengkak akibat sengatan tawon, obat
mimisan, gusi berdarah, bisul, dan sakit tenggorokan. Berbagai macam
pemanfaatan tersebut disebabkan oleh metabolit sekunder yang dihasilkan tapak
dara yaitu alkaloid (Dessisa, 2001).
Selain itu tapak dara digunakan untuk menghilangkan panas, bahan racun,
menghentikan pendarahan, penenang dan menurunkan tekanan darah manusia.
Daun tapak dara mengandung lebih dari 70 jenis alkaloid, diantaranya ialah
vinkristin dan vinblastin. Alkaloid memiliki rasa yang pahit dan dingin
(Wijayakusuma, 2005).
2.3 Uraian Bahan
a. Alkohol (Dirjen Pom, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, etil, alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

21
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap
dan mudahbergerak bau khas, rasa panas
mudah terbakar, dan memberikan nyala biru.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam kloroform p
Khasiat : Sebagai anti septik
Kegunaan : Sebagai pembersih alat
Penyimpanan : Simpan dalam wadah yang tertutup

22
BAB 3
METODE KERJA
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakognosi percobaan “Kadar Air dan Kadar Abu ”
dilaksanakan pada hari Selasa, 5 Oktober 2021 pukul 11.35 – 13.35 WITA di
Laboratorium Bahan Alam, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu Bunsen, Cawan
porselin, Desikator, Kaki tiga, Lap halus, Lap kasar, Neraca, Oven, Penjepit, Pot
salep, Spatula.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu Aluminium foil,
Alkohol 70%, Kertas perkamen, Serbuk akar sirih, Serbuk bunga tapak dara,
Tissu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Kadar Air
1. Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% .
3. Dibungkus cawan porselin menggunakan aluminium foil.
4. Ditimbang berat cawan porselin kosong.
5. Dimasukkan cawan porselin ke dalam oven dengan 105º c selama 10
menit.
6. Didinginkan capor di dalam desikator.
7. Ditimbang berat capor.
8. Dimasukkan serbuk bunga tapak dara sebanyak 5 gram ke dalam cawan
porselin.
9. Dimasukkan ke dalam oven selama 5 menit.
10. Didinginkan ke dalam desikator selama 5 menit.
11. Ditimbang dan dihitung kadar air dalam sampel bunga tapak dara.

23
3.3.2 Kadar Abu
1. Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% .
3. Dimasukkan capor ke dalam oven dengan suhu 105º c selama 10 menit.
4. Didinginkan ke dalam desikator selama 5 menit.
5. Dimasukkan sampel serbuk akar sirih ke dalam cawan porselin.
6. Dimasukkan ke dalam oven selama 10 menit.
7. Dipanaskan diatas api bunsen sampai berwarna abu-abu atau putih.
8. Ditimbang dan dihitung kadar abu dalam sampel akar sirih.

24
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Sampel Hasil % Kadar Air dan Kadar Abu

B-C
% K. Air = X 100%
B-A
Bunga Tapak Dara = 51-50,06 X 100%
51-46
(Catharantus
= 0,94 X 100%
roseus L.) 5
= 18,8 %
Kadar Air

% K. Abu = M1 – M2 X 100%
Z
Akar Sirih 52,5 – 41,2
= X 100%
(Piper betle radix) 5
11,3 X 100%
=
5
= 226 %

Kadar Abu
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan mengenai kadar air dan
kadar abu total dimana menurut Noviati (2002), kadar air merupakan banyaknya
air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen yang
mempengaruhi penampakan dan teksur dari suatu sampel, sedangkan menurut
Astuti (2012), kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu sampel. Prinsip dari percobaan kadar air adalah
untuk mengukur kadar air yang berada daalam simplisia dilakukan dengan cara
yang tepat diantara cara titrasi, destilasi ataupun gravimetric, sedangkan prinsip
percobaan pengujian kadar abu yaitu simplisia dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap, sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik. menurut Muchtadi. D (2005), dilakukan

25
pengujian kadar air dan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan
komponen yang tidak mudah menguap yang tetap tinggal pada pembakaran dan
pemijaran senyawa organik.
4.2.1 Kadar Air
Adapun sampel yang kami gunakan pada percobaan kali ini yaitu bunga
tapak dara (Catharantus roseus L.) dimana menurut Muhlisah (2007), tapak dara
(Catharantus roseus L.) adalah salah satu bahan alam yang telah diteliti banyak
memiliki khasiat dalam menyembuhkan berbagai mamam penyakit, antara lain
sebagai anti kanker (antineoplastic), peluruh kencing (diuretic), dapat menurunkan
tekanan darah (hipotensif), penenang (sedative), penghenti pendarahan
(hemostatis), serta dapat menghilangkan panas dan racun. Menurut Laode Rijai
(2016), tapak dara (Catharantus roseus L.) positif mengandung senyawa alkaloid,
fenolik, flavonoid, terpenoid dan tanin. Dalam pengujian kadar air pada bunga
tapak darah langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan menyiapkan alat dan
bahan, kemudian membersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70% dimana
menurut Anief (2005), alkohol 70% memiliki khasiat sebagai desinfektan yang
berfungsi menghancurkan atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
patogen/parasit pada permukaan benda mati sedangkan antiseptik berupa zat atau
substansi yang menghentikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen/parasit pada permukaan benda hidup/mahkluk hidup.
Selanjutnya, ditimbang sampel bunga tapak dara (Catharantus roseus L.)
sebanyak 5 gram dimana menurut Sangi (2013), penimbangan penting dilakukan
untuk menghindari kesalahan saat pengukuran bobot/massa suatu bahan yang
akan ditimbang. Kemudian dibungkus cawan porselin dengan menggunakan
alumunium foil karena menurut Atmojo (2013), cawan porselin harus dibungkus
dengan alumunium oil terlebih dahulu untuk menghindari keretakan dan untuk
melindungi paparan oksigen, bau, kuman dan cahaya.
Langkah selanjutnya, dimasukan cawan porselin kedalam oven untuk
dikeringkan selama 10 menit pada suhu 105oC. Menurut Estiasi (2012),
dikeringkannya cawan porselin di dalam oven agar kotoran-kotoran yang
tertinggal didalam cawan porselin akan hilang karena oven mampu menyerap zat-

26
zat yang tertinggal dalam suatu benda. Kemudian diangkat cawan porselin setelah
10 menit dan didinginkan menggunakan desikator dimana menurut Huda (2008),
karena desikator terbuat dari bahan pengering seperti gel silika, maka pengaruh
uap air selama proses pengeringan dapat diserap oleh silika gel tersebut. Setelah
proses pengeringan dalam desikator, timbang cawan porselin untuk dicatat
hasilnya sebagai berat massa cawan porselin kosong.
Selanjutnya, dimasukan sampel daun tapak dara (Catharantus roseus L.)
yang telah ditimbang kedalam capor. Langkah selanjutnya, dimasukan cawan
yang telah berisi sampel kedalam oven selama 10 menit dimana menurut
Hariyanti (2004), tujuan dimasukannya sampel kedalam oven adalah untuk
menghilangkan air yang ada pada sampel. Setelah 10 menit, cawan porselin yang
berisi sampel kemudian diangkat dan dimasukan kedalam desikator untuk
didinginkan dimana menurut Huda (2008), karena desikator terbuat dari bahan
pengering seperti gel silika, maka pengaruh uap air selama proses pengeringan
dapat diserap oleh silika gel tersebut. Langkah selanjutnya, ditimbang cawan yang
berisi sampel dan dihitung kadar air dari sampel.
Pada pengujian kadar air yang dilakukan dengan menggunakan sampel
tapak dara (Catharantus roseus L.) didapatkan hasil persen kadar air yaitu 18,8%.
Nilai ini tidak memehuni syarat persen kadar air karena menurut Depkes RI
(1995), Jumlah kadar air maksimum simplisia serbuk umumnya tidak lebih dari
10%.
4.2.2 Kadar Abu
Adapun sampel yang kami gunakan yaitu akar sirih (Piper betle radix)
dimana menurut Novita Carilia (2016), Tanaman sirih merupakan tanaman yang
telah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Tanaman sirih
dimanfaatkan sebagai antisariawan, antibatuk, astrigen, dan antiseptic. Kandungan
kimia yang terdapat pada tanaman sirih yaitu saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak astari. Pada uji kadar abu pada akar sirih langkah pertama yang dilakukan
pada yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan, kemudian membersihkan alat
dengan menggunakan alkohol 70% dimana menurut Anief (2005), alkohol 70%
memiliki khasiat sebagai desinfektan yang berfungsi menghancurkan atau

27
mengurangi pertumbuhan mikroorganisme patogen/parasit pada permukaan benda
mati sedangkan antiseptik berupa zat atau substansi yang menghentikan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen/parasit pada permukaan
benda hidup/mahkluk hidup.
Selanjutnya, ditimbang sampel akar sirih (Piper betle radix) sebanyak 5
gram dimana menurut Sangi (2013), penimbangan penting dilakukan untuk
menghindari kesalahan saat pengukuran bobot/massa suatu bahan yang akan
ditimbang. Kemudian, dimasukan cawan porselin kedalam oven untuk
dikeringkan selama 10 menit pada suhu 105oC. Menurut Estiasi (2012),
dikeringkannya cawan porselin di dalam oven agar kotoran-kotoran yang
tertinggal didalam cawan porselin akan hilang karena oven mampu menyerap zat-
zat yang tertinggal dalam suatu benda. Kemudian diangkat cawan porselin setelah
10 menit dan didinginkan menggunakan desikator, setelah proses pengeringan
dalam desikator, timbang cawan porselin untuk dicatat hasilnya sebagai berat
massa cawan porselin kosong.
Selanjutnya, dimasukan sampel akar sirih (Piper betle radix) yang telah
ditimbang kedalam capor. Dimasukan cawan yang telah berisi sampel kedalam
oven selama 10 menit dimana menurut Hariyanti (2004), tujuan dimasukannya
sampel kedalam oven adalah untuk menghilangkan air yang ada pada sampel.
Setelah 10 menit, cawan porselin yang berisi sampel kemudian diangkat dan
dimasukan kedalam desikator untuk didinginkan. Setelah didinginkan, cawan
porselin yang berisi sampel kemudian dipijarkan diatas api bunsen hingga berubah
menjadi abu yang berwarna putih atau abu-abu. Menurut redha (2010), pemijaran
dilakukan untuk mengetahui kandungan yang tidak mudah menguap yang tetap
tinggal pada pembakaran atau pemijaran senyawa organik karena semakin rendah
kadar abu, semakin tinggi kemurnianya.
Pada pengujian kadar abu yang dilakukan, didapatkan hasil persen kadar
abu pada sampel akar sirih (Piper betle radix) adalah 226%. Nilai ini tidak
memenuhi persyaratan kadar abu karena menurut Prabowo (2019), syarat kadar
abu total untuk simplisia akar sirih (Piper betle radix) yaitu kurang dari 10%.

28
Kemungkinan kesalahan pada pengujian kadar air dan kadar abu yaitu
terdapat kesalahan dalam penimbangan yang berpengruh pada perhitungan kadar
air dan kadar abu serta proses pemijaran yang kurang maksimal mengakibatkan
sampel kadar abu tidak menjadi abu yang berwarna putih ataupun abu-abu.
Dari hasil pengujian yang dilakukan baik kadar air maupun kadar abu,
masing-masing tidak memenuhi syarat dari standarisasi. Hal ini terjadi karena ada
kesalahan pada proses pembuatan simplisia yang mempengaruhi kadar air serta
kadar abu pada sampel.

29
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Maka berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan kesimpulan
bahwa kadar air pada bunga tapak dara (chantarantusroseus L.) memiliki kadar
air sebanyak 0,18%. Yang dimana hal tersebut memenuhi syarat penetapan kadar
air pada simplisia menurut farmakope herbal Indonesia kadar air maksimalnya
adalah 10,00%. Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan
batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi
dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa
yang terkandung di dalam simplisia Sedangkan untuk kadar abu untuk akar sirih
(piper betle radix) yaitu sebanyak 226%. Hal tersebut membuktikkan bahwa kadar
abu dari akar sirih tingkat kemurniannya sangat rendah karena tingginya
persentase yang didapatkan dalam percobaan ini. Semakin rendah kadar abu suatu
bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu suatu
bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada sumber
bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada saat
pembuatan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan

Agar jurusan dapat melengkapi sarana dan prasarana agar dapat


memberikan kenyamanan pada mahasiswa dalam melakukan aktivitas di kampus
Universitas Negeri Gorontalo.

5.2.2 Saran Untuk Laboratorium

Agar alat-alat dilaboratorium dapat dilengkapi atau diperbaiki agar seluruh


aktivitas didalam laboratorium dapat berjalan dengan lancer tanpa ada masalah
apapun.

30
5.2.3 Saran Untuk Asisten

Kepada para asisten diharapkan dapat membangkitkan semangat kepada


kami sebagai praktikan agar proses belajar dan praktikakan lebih hidup dan
memberikan nilai-nilai edukatif.

5.2.4 Saran praktikan


Diharapkan kepada para prkatikan agar selalu tertib disaat praktikum
masih berlangsung dan senatiasa belajar dengan baik untuk mempersiapkan
praktikum yang akan dilaksanakan.

31

Anda mungkin juga menyukai