Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa
(tropik) dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis
tumbuhan, tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan
industri khususnya tumbuhan berkasiat obat. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional umumnya hanya didasarkan atas pengalaman atau warisan semata.
Seiring perkembangan zaman, manusia terus berkembang dan melakukan
perubahan. Salah satu perkembangan yang terjadi yaitu di bidang ilmu kesehatan.
Cabang ilmu kesehatan yang terus berkembang adalah ilmu tentang obat-obatan
atau yang dikenal dengan farmasi. Seiring berjalannya waktu, farmasi yang dulu
hanya sekedar mempelajari cara meracik, meramu atau membuat obat sekarang
lebih meluas yaitu dengan pengetahuan bagaimana pengelolaan, pendistribusian,
pengawasan dan pengembangan obat.
Pengembangan obat, pada masa sekarang ini membuat para farmasis
berlomba-lomba untuk mengembangkan obat dari bahan alam yang tidak hanya
berupa tumbuhan tetapi juga dapat berupa bahan alam yang terdapat di alam.
Dengan banyaknya minat dalam mendalami ilmu ini, bisa kita dapatkan dalam
ilmu farmasi.
Farmasi merupakan ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi atau
pembakuan obat serta pengobatan termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusi
penggunaanya yang aman.Dalam dunia farmasi salah satu ilmu yang dipelajari
yaitu farmakognosi.
Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi
senyawaan kimia metabolit sekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit
sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya
dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran serangga untuk membantu
penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder juga memiliki manfaat bagi
makhluk hidup lainnya. Bahan yang disediakan oleh alam memiliki banyak

1
khasiat yang dapat dijadikan sebagai obat. Bahan alam yang digunakan sebagai
tumbuhan obat yang belum mengalami pengolahan apapun disebut simplisia.
Simplisia merupakan bahan obat dari bahan alam yang belum mengalami
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Demikian pula tanaman yang sengaja dibudidayakan karena telah
diketahui sebagai bahan dasar dalam pengobatan baik secara empiris maupun
yang telah dibuktikan khasiatnya dengan penelitian ilmiah.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka dilakukan praktek kerja
lapangan Fitokimia 1 untuk mengetahui jenis-jenis bahan obat dan kandungan
bahan obat yang ada di setiap tanaman, mengetahui manfaat dari tanaman untuk
dijadikan sebagai obat serta mengetahui proses pengambilan sampel pada tanaman
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktek kerja lapangan yaitu :
1. Untuk mengetahui jenis dan manfaat tanaman yang dapat diolah sebagai
obat.
2. Untuk mengetahui cara pengambilan sampel serta mengolah atau membuat
simplisia.
1.3 Manfaat
1. Untuk Praktikan
Agar praktikan lebih mengetahui jenis-jenis tanaman obat, cara mengolah
tanaman menjadi simplisia, dan manfaat dari tanaman tersebut.
2. Untuk Farmasi
Menjadi objek penelitian yang baru untuk mahasiswa-mahasiswa farmasi
yang akan mengikuti penelitian.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Simplisia
Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60 0C (Ditjen POM,
2008).
Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang
masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Jadi
simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Gunawan, 2010).
2.1.2 Jenis-jenis Simplisia
Jenis-jenis simplisia menurut Sumarto (2012), yaitu:
1. Simplisia Nabati
Simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tanaman atau eksudat
tumbuhan, Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tumbuhan atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan
belum berupa senyawa kimia murni.
2. Simplisia Hewani
Simplisia ini berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia Pelican (mineral)
Simplisia pelican adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni. Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu benda
organik asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau keseluruhan dari apa-
apa yang disebut dibawah ini (Amin, 2010):

3
a. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian tanaman
yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian sedemikian nilai
batasnya disebut monografi.
b. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan, kotoran
hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.
Kecuali yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda asing pada
simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari tanaman. Simplisi nabati
harus bebas serangga, fragmen hewan, atau kotoran hewan tidak boleh
menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lender, atau cendawan,
atau, menunjukkan adanya zat pengotor lainnya. Pada perhitungan penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam. Kadar abu yang larut dalam air, sari yang
larut dalam air, atau sari yang larut dalam etanol didasarkan pada simplisia yang
belum ditetapkan susut pengeringannya. Sedangkan susut pengering sendiri
adalah benyaknya bagian zat yang muddah menguap termasuk air, tetapkan
dengan cara pengeringan, kecuali dinyatakan lain, dilakukan pada suhu 150oC
hingga bobot tetap.
2.1.3 Cara Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari alam
yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki.Menurut Melinda,
(2014)langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Teknik Pengumpulan
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara langsung
(pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si pemetik, agar diperoleh
tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki, misalnya dikehendaki daun yang
muda, maka daun yang tua jangan dipetik dan jangan merusak bagian tanama
lainnya menggunakan alat yang tterbuat dari logam untuk simlisia yang
mengandung senyawa fenol dan glikosa.

4
a. Waktu pengumpulan atau panen
Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh waktu panen,
umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan lingkungan tempat tumbuhnya,
pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :
1) Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi
masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar alkaloid
tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman yang
berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu
pukul 09.00-12.00 pagi.
2) Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
3) Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik sebelum
buah masak.
4) Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna
5) Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.
b. Bagian Tanaman
1) Klika batang/klika/korteks
Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara berselang-seling dan sebelum
jaringan kambiumnya, untuk klika yang mengandung minyak atsiri atau senyawa
fenol gunakan alat pengelupas yang bukan terbuat dari logam.
2) Batang (Caulis)
Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-potong
dengan panjang dan diameter tertentu.
3) Kayu (Lignum)
Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan potong-
potong kecil.
4) Daun (Folium)
Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu persatu secara
manual.

5
1) Bunga (Flos)
Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga mekar atau
mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik langsung dengan tangan.
2) Akar (Radix)
Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah permukaan
tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu.
3) Rimpang (Rhizoma)
Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar, dipotong
melintang dengan ketebalan tertentu.
4) Buah (Fructus)
Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik dengan
tangan.
5) Biji (Semen)
Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat, biji
dikumpulkan dan dicuci.
6) Umbi Lapis (Bulbus)
Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan
memotongnya
2. Pencucian dan Sortasi Basah
Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan simplisia
dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya), dan memisahkan
bagian tanaman yang tidak dikehendaki.Pencucian dilakukan bagi simplisia
utamanya bagian tanaman yang berada di bawah tanah (akar, rimpang,), untuk
membersihkan simplisia dari sisa-sisa tanah yang melekat.
3. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan dan
pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda asing,
materi/sampel dijemur dulu ±1 hari kemudian dipotong-potong kecil dengan
ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan 4/18 (tergantung jenis
simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia
harus dihaluskan menjadi serbuk (4/18). Semakin tipis perajangan maka semakin

6
cepat proses pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap
perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau
hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya lama
dan mudah berjamur.
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah :
a. Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat digunakan
dalam jangka relatif lama.
b. Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh
jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam jaringan
tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik tidak dapat
berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang dari 10 %.
c. Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat
serbuk.
1) Pengeringan Alamiah
Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a) Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang keras (kayu,
kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat aktif yang relatif stabil
oleh panas)
b) Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara langsung,
umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga, daun dan lain-lain) dan
zat aktif yang dikandungnya tidak stabil oleh panas (minyak atsiri
2) Pengeringan Buatan
Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat diatur suhu,
kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.
5. Pewadahan dan Penyimpanan Simplisia
Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan
memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak dikehendaki
yang tidak tersortir pada saat sortasi basah.Simplisia yang diperoleh diberi wadah
yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu

7
dari simplisia.Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan
tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya, wadah
dari logam tidak dianjurkan agar tidak berpengaruh terhadap simplisia. Ruangan
penyimpanan simplisia harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan sirkulasi
udara ruangannya.
2.1.4 Pengertian Fitokimia
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala
jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi
yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa
yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal
tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki
peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa
yang di istilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa
mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat
ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka
waktu yang normal untuk defisiensi tersebut (Ratih S. & Fatimah A., 2017).
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,
perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis
dari senyawa organik. Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas
adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan,
termasuk sayuran dan buah-buahan. Fitokimia berasal dari kata phytochemical.
Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan chemical sama dengan zat kimia berarti
zat kimia yang terdapat pada tanaman (Ratih S. & Fatimah A., 2017).
Senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air. Setiap tumbuhan atau
tanaman mengandung sejenis zat yang disebut fitokimia, merupakan zat kimia
alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau
warna pada tumbuhan itu. Sampai saat ini sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia
yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung dalam makanan. Fitokimia

8
biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan
yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang
menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan
penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang di istilahkan sebagai
nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu
kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan
mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang
normal untuk defisiensi tersebut (Ratih S. & Fatimah A., 2017).
2.1.5 Metabolit sekunder
Metabolisme pada makhluk hidup dapat dibagi menjadi metabolisme
primer dan metabolisme sekunder. Metabolisme primer pada tumbuhan, seperti
respirasi dan fotosintesis, merupakan proses yang esensial bagi kehidupan
tumbuhan. Tanpa adanya metabolisme primer, metabolisme sekunder merupakan
proses yang tidak esensial bagi kehidupan organisme. Tidak ada atau hilangnya
metabolit sekunder tidak menyebabkan kematian secara langsung bagi tumbuhan,
tapi dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan hidup tumbuhan secara tidak
langsunng (misalnya dari serangan herbivordan hama), ketahanan
terhadappenyakit, estetika, atau bahkan tidak memberikan efek sama sekali bagi
tumbuhan tersebut (Anggarwulan dan Solichatun, 2001).
Metabolit sekunder (MS) pada tumbuhan umumnya bersifat sangat
spesifik dalam hal fungsi dan tidak terlalu penting karena jika tidak diproduksi,
dalam jangka pendek tidak menyebabkan kematian. Biosintesis MS dapat terjadi
pada semua organ tumbuhan, termasuk di akar, pucuk, daun bunga, buah, dan biji
(Gutzeit & Ludwig-Muller, 2014). Beberapa metabolit disimpan dalam
kompartemen khusus, bisa pada organ atau tipe sel yang terspesialisasi. Dalam
kompartemen tersebut konsentrasi MS yang bersifat toksik bisa sangat tinggi,
sehingga menjadi pertahanan yang efisien terhadap herbivora. Metabolit sekunder
pada tumbuhan memiliki beberapa fungsi:
1) Pertahanan terhadap virus, bakteri, dan fungi; tumbuhan kompetitor; dan
yang terpenting adalah terhadap herbivora,
2) Atraktan (bau, warna, rasa) untuk polinator dan hewan penyebar biji,

9
3) Perlindungan dari sinar UV dan penyimpanan-N
2.1.6 Macam-Macam Senyawa Metabolit Sekunder.
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri
dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk
glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil
fenolik. Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang di sintesis dari
asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat dkk., 2009). Flavonoid
adalah senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau
amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin,
flavonol, flavon, gliko flavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon
(Harborne, 1987).
Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu
fitokimia untuk menentukan keberadaan senyawa golongan flavonoid dan uji
adanya senyawa polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid dari dalam sampel
digunakan uji Wilstatter, uji Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%. Sedangkan
uji adanya senyawa polifenol dilakukan dengan larutan penambahan FeCl3
adapun uji tersebut secara lengkap sebagai berikut (Achmad 1986., Harbone,
1987).
2. Tanin
Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, memilki rasa sepat dan mampu menyamak
kulit karena kemampuannya menyambung silang protein. Jika bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Tanin secara
kimia dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa
dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung
ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer
(Harborne, 1987).

10
Uji tanin dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak sampel kedalam
metanol sampai sampel terendam semuanya. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes
larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam
kebiruan atau hijau (Sangi dkk., 2008).
3. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula
pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Banyak saponin yangmempunyai
satuan gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Adanya
saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang sewaktu
mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne,1987).
Menurut Simes dkk., 2008, uji saponin dilakukan dengan cara
memasukkan ekstrak sampel daun sebanyak 1 gram ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan akuades hingga seluruh sampel terendam, dididihkan
selama 2-3 menit, dan selanjutnya didinginkan,kemudian dikocok kuat-kuat. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil.
4. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut
minyak atsiri.minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari
penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen
dan atom karbon dari senyawa terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan
tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.
Terpen adalah suatu senyawa yang tersusun atas isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5
(Chapagain., 2005).
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan
seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen
dan sterol yang tidak menguap. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan
terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diekstraksi dengan
menggunakan petroleum eter, eter, atau kloroform.

11
5. Steroid
Steroid merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk
glikosida (Harborne, 1987). Uji triterpenoid dilakukan dengan cara melarutan uji
sebanyak 2 mL diuapkan. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 0,5 mL
kloroform, lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya,
campuran ini ditetesi dengan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung
tersebut. Bila terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Jika
hasil yang diperoleh berupa cincin kecokelatan atau violet pada perbatasan dua
pelarut, menunjukkan adanya triterpenoid (Jones and Kinghorn, 2006; Evans,
2009).
2.2 Uraian Tamanan
2.2.1 Tanaman Biji Rambutan
1. Klasifikasi Awar-awar
Menurut (Steenis, 2008) kedudukan tanaman sirih dalam
sistematikatumbuhan (taksonomi) diklasifikaiskan sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Urticales G
Famili : Moraceae ambar 2.2.1
Awar-awar (Ficus septica
Genus : Ficus
Burm)
Spesies : Ficus septica Burm F
2. Morfologi
Pohon atau semak tinggi , tegak 1-5 meter. Batang pokok bengkok
bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah bening. Daun
penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal, bertangkai, duduk daun
berseling atau berhadapan, bertangkai 2,53 cm. Helaian berbentuk bulat telur atau
elips, dengan pangkal membulat, ujung menyempit cukup tumpul, tepi rata, 9-30
kali 9-16 cm, dari atas hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-bintik yang
pucat, dari bawah hijau muda, sisi kiri kanan tulang daun tengah dengan 6-12

12
tulang daun samping; kedua belah sisi tulang daun menyolok karena warnanya
yang pucat (Kurdi, 2010).
Bunga majemuk susunan periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada
pangkaInya dengan 3 daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter
lebih kurang 1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga gal,
pada yang lain bunga betina. Buah tipe periuk, berdaging hijau-hijau abu-abu,
diameter 1,5-2 cm. Waktu berbunga Januari-Desember. Tumbuhan ini banyak
ditemukan di Jawa dan Madura, tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m
dpl, banyak ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan terbuka (Kinho,
2011).
3. Kandungan
Kandungan kimia pada daun, buah, dan akar Ficus septica adalah saponin
dan flavonoid, disamping itu buahnya, mengandung alkaloid dan tanin, sedangkan
akarnya mengandung senyawa polifenol (Steenis, 2008). Selain itu, daun awar-
awar (Ficus septica Burm F) juga mengandung senyawa flavonoid genistin dan
kaempferitrin, kumarin, senyawa fenolik, pirimidin dan alkaloid antofin, 10S,
13aR-antofin N-oxide, dehidrotylophorinficuseptin A, tylophorin, 2-
Demetoksitylophorin, 14α-Hidroksiisotyloprebin N- oxide, saponin triterpenoid,
sterol. Buahnya mengandung alkaloid dan tanin, sedangkan akarnya mengandung
senyawa aktif polifenol (Kinho 2011). Saponin, merupakan senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air serta pada
konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Saponin
bersifat polar maka dapat larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter
(Kinho, 2011).
Daun Ficus septica mengandung senyawa flavonoid genistin dan
kaempferitrin, kumarin, senyawa fenolik, pirimidin dan alkaloid antofin,
10S,13aR-antofin N-oxide, dehidrotylophorin, ficuseptin A, tylophorin, 2-
Demetoksitylophorin, 14α-Hidroksiisotylopcrebin N-oxide, saponin triterpenoid,
sterol. Akar mengandung sterol dan polifenol (Kinho, 2011).

13
4. Manfaat
Manfaat daun awar-awar untuk terapi, antara lain sebagai obat penyakit
kulit, radang usus buntu, mengatasi bisul, mengatasi gigitan ular berbisa dan sesak
nafas. Sedangkan akar digunakan sebagai penawar racun (ikan), penanggulangan
asma. Getahnya bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bengkakbengkak dan kepala
pusing. Buahnya biasa digunakan sebagai pencahar (Kinho, 2011).
Daun digunakan untuk obat penyakit kulit, radang usus buntu, mengatasi
bisul, gigitan ular berbisa dan sesak napas. Akar digunakan untuk penawar racun
ikan dan penanggulangan asma. Perasan air dari tumbukan akar awar awar dan
adas pulowaras dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung
(Dioscorea hispida dennst) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar
alang-alang dan airnya diperas merupakan obat penyebab muntah yang sangat
manjur. Obat bisul dipakai ± 5 gram daun segar Ficus septica Burm F, ditumbuk
sampai lumat, kemudian ditempelkan pada bisul. Getah dimanfaatkan untuk
mengatasi bengkak-bengkak dan kepala pusing, buah digunakan untuk pencahar
(Kurdi, 2010).
2.2.2 Tanaman Paku
1. Klasifikasi Tanaman Paku
Berikut merupakan klasifikasi tanaman paku (Vashishta, Sinha, & Kumar,
1971) :
Regnum : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Lycopodiinae
Ordo : Cyatheales
Famili : Polypodioceae
Gambar 2.2.2 Paku
Genus : Polypodio (Polypodiopsida)
Spesies : Polypodiopsida
2. Morfologi
Tumbuhan paku (Polypodiopsida) dapat tumbuh mencapai panjang
berkisar dari 1 cm hingga 2,5 cm. Struktur tumbuhan ini terdiri dari rimpang
utama, bercabang menjadi rimpang sekunder, yang semuanya memiliki daun kecil

14
bergantian secara bergantian. Akar tumbuhan ini tidak bercabang dan bersifat
adventif, menggantung ke dalam air dari nodus (ruas batang) pada permukaan
ventral (permukaan bawah) dari rimpang. Setiap daun terdiri dari dua lobus
(bagian): lobus dorsal udara, yang merupakan klorofillous (daun berklorofil), dan
lobus ventral terendam sebagian, yang tidak berwarna dan berbentuk cangkir dan
menyediakan daya apung (Wagner, 1997).
3. Kandungan
Tumbuhan paku (Polypodiopsida) merupakan tumbuhan mengambang
yang termasuk ke dalam kelompok Azollaceae. Tumbuhan ini tumbuh secara
alami di genangan air, seperti kolam, danau. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada
temperatur 15-25oC dan kaya protein, berkisar antara 22-30%. Nutrisi lain yang
terkandung di dalam tumbuhan paku air adalah mineral, klorofil, karotin, asam
amino, dan vitamin (Rai et al., 2012). Chandewar et al. (2018) menyatakan bahwa
Azolla pinnata mengandung banyak nutrisi, seperti bahan kering sebanyak 6,6%,
serat kasar sebanyak 17,65%, lemak kasar sebanyak 3,90%, dan protein kasar
sebanyak 24,18%, 21-23% (Kumar & Chander, 2017), 22,56% (Lakshmi et al.,
2019), 21,37% (Parashuramulu et al., 2013), 32,05% (Roy et al., 2016).
4. Manfaat
Digunakan untuk tanaman hias seperti paku jenis selaginela, platycerium,
adiantum, dan asplenium. Bisa untuk pupuk hijau seperti tanaman azolla yang
bersimbiosis dengan Anabaena axolla. Bahan campuran obat herbal seperti paku
Lycopodium clavatum dan Aspidium filixmas.
2.2.3 Tanaman Kemiri
1. Klasifikasi Tanaman Ketapang
Menurut Faizal (2009), klasifikasi tanaman ketapang tersusun dalam
sistematika sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo : Euphorbiales Gambar 2.2.3 Kemiri
(Aleurites moluccana L)

15
Family : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Species : Aleurites moluccana L.
2. Morfologi
Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan
yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan). Kemiri tumbuh secara
alami di hutan campuran dan hutan jati pada ketinggian 150-1000 m di atas
permukaan laut serta ketinggian tanaman dapat mencapai 40 m. Tanaman kemiri
tidak begitu banyak menuntut persyaratan tumbuh, sebab dapat tumbuh di tanah-
tanah kapur, tanah berpasir dan jenis tanah-tanah lainnya. Tanaman kemiri
sekarang sudah tersebar luas di daerah-daerah tropis. Tinggi tanaman ini mencapai
sekitar 15-25 meter. Daunnya berwarna hijau pucat. Buahnya memiliki diameter
sekitar 4–6 cm. Biji yang terdapat di dalamnya memiliki lapisan pelindung yang
sangat keras dan mengandung minyak yang cukup banyak, yang memungkinkan
untuk digunakan sebagai lilin(Arlene et al, 2010).
3. Kandungan
Minyak kemiri termasuk kelompok minyak mengering (drying oil). Bagian
buah (biji) mengandung minyak sebesar 55-65 persen, dan kadar minyak dalam
tempurung sebesar 60 persen. Asam lemak yang terkandung dalam minyak terdiri
dari 55 persen asam palmitat, 6,7. persen stearat, 105 persen oleat, 48,5 persen
linoleat dan 28,5 persen linolenat. Asam lemak palmitat dan stearat termasuk
golongan asam lemak jenuh, sedangkan asam oleat, linoleat dan linolenat
termasuk golongan asam lemak tak jenuh (Ketaren, 2008).
4. Manfaat
Kemiri, dikenal sebagai salah satu tanaman rempah yang biasa
dimanfaatkan sebagai salah satu bumbu yang kerap kali dipakai di berbagai jenis
masakan indonesia. Kemiri juga dikenal sebagai candlenut karena fungsinya
sebagai bahan penerangan. Kegunaan kemiri sangat beragam. Bagian tanaman
kemiri dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia. Batang kayunya digunakan
sebagai bahan pembuat pulp dan batang korek, daunnya dapat digunakan sebagai
obat tradisonal, tempurung bijinya digunakan untuk obat nyamuk bakar dan arang,

16
sedangkan bijinya digunakan sebagai bumbu masak dan juga penghasil minyak.
(Arlene et al, 2010).
2.2.4 Tanaman Alang-alang
1. Klasifikasi Tanaman Alang-alang
Menurut Wunderlin, Franck, and Essig, (2018) klasifikasi tanaman alang-
alang adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales z
Familia : Poaceae Gambar 2.2.4 Alang-
Genus : Imperata alang (Imperata
cylindrica (L)
Spesies : Imperata cylindrica (L.)
2. Morfologi
Alang- alang atau Imperata cylindrica (L.) Beauv merupakan salah satu
jenis rumput yang tumbuh tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia.
Alang-alang merupakan gulma yang biasanya menyerang lahan pertanian dan
dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhan suatu tanaman, umumnya
alang-alang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Alang- alang memiliki ciri
fisik yaitu : daun yang masih muda berwarna hijau, sedangkan daun yang lebih
tua berwarna oranye-coklat. Alang-alang dapat tumbuh hingga membentuk tandan
yang tipis atau padat. Setiap tandan berisi beberapa daun yang tumbuh dari
permukaan tanah (Macdonald et al., 2006), bagian pinggir daun datar dan
bergerigi, dengan pelepah putih menonjol di bagian tengah, tinggi daun dapat
mencapai 2-6 kaki, bunga dari alang-alang berwarna putih dan berbentuk seperti
bulu. Rimpang alang- alang berwarna putih, tersegmentasi (memiliki simpul), dan
ada yang bercabang, ujung rimpang tajam dan bisa menembus akar tanaman
lainnya (Sellers et al., 2015).

17
3. Kandungan
Telah banyak penelitian yang mengungkap kandungan zat aktif dalam
tanaman alang-alang terutama pada bagian akar. Senyawa fenolik dianggap
sebagai zat aktif utama dalam alang-alang (Liu R, 2013).
4. Manfaat
Tanaman alang-alang sejak dulu telah dikenal oleh masyarakat Indonesia
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus
Medicus sebagai klinik penelitian berbasis pelayanan menggunakan akar alang-
alang dalam ramuan jamu untuk mengobati hipertensi, osteoartritis, nyeri kepala,
batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, panas dalam, dan pembesaran prostat
(Seniwaty, 2016).
2.2.5 Tanaman Rimpang Kunyit
1. Klasifikasi Temulawak Putih
Menurut Dio (2008), klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae Gambar 2.2.5 Kunyit
Genus : Curcuma (Curcuma domestica)
Species : Curcuma domestica Val
2. Morfologi
Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki
manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Kunyit merupakan jenis
rumput – rumputan, tingginya sekitar 1 meter dan bunganya muncul dari puncuk
batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15 cm dan berwarna putih. Umbi
akarnya berwarna kuning tua, berbau wangi aromatis dan rasanya sedikit manis.
Bagian utamanya dari tanaman kunyit adalah rimpangnya yang berada didalam
tanah. Rimpangnya memiliki banyak cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk
biasanya berbentuk elips dengan kulit luarnya berwarna jingga kekuning –
kuningan (Hartati & Balittro., 2013).

18
3. Kandungan
Kandungan kimia pada rimpang kunyit menurut penelitian Li et al., (2011)
adalah komponen fenolik yaitu diarylheptanoids dan diarylpentanoids, kurkumin
(C21H20O5) termasuk golongan diarylheptanoids (fenol), rimpang kunyit
mengandung kurkumin dan turunannya sebesar 3- 15% (kurkumin 71,5%,
demetoksikurkumin 19,4% dan bisdemetoksikurkumin 9,1%). Kandungan kimia
berikutnya adalah fenilpropen dan komponen fenolik lain seperti terpen yaitu
monoterpen, sesquiterpen, diterpen, triterpen, alkaloid, steroids, dan asam lemak
(Aggarwal et al., 2006).
4. Manfaat
Kunyit memiliki efek farmakologis seperti, melancarkan darah dan vital
energi, menghilangkan sumbatan peluruh haid, antiradang (anti–inflamasi),
mempermudah persalinan, antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu
(kolagogum), peluruh kentut (carminative)dan pelembab (astringent) (Said, 2007).
Kunyit mempunyai khasiat sebagai jamu dan obat tradisional untuk berbagai jenis
penyakit, senyawa yang terkandung dalam kunyit (kurkumin dan minyak atsiri)
mempunyai peranan sebagai antioksidan, antitumor dan antikanker, antipikun,
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah dan hati, antimikroba,
antiseptic dan antiinflamasi(Hartati & Balittro, 2013).
2.2.6 Tanaman Kayu Jawa
1. Klasifikasi Kayu Jawa
Menurut Erwin Prawirodiharjo (2014), klasifikasi dari tanaman kayu jawa
adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Phylum : Mannoliophyta
Class : Magnoliatae
Order : Sapindales
Family : Anacardiaceae
Gambar 2.2.6 Kayu Jawa
Genus : Lannea (Lannea coromandelica)
Species : Lannea coromandelica

19
2. Morfologi
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat
tumbuh hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna
abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak
teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan
memiliki eksudat yang bergetah. Daun meruncing, dan berjumlah 7-11. Bunga
berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12 mm,
bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah dari
bulan Januari hingga Mei. Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier
yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon,
Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Avinash, 2004).
3. Kandungan
Menurut Bylka (2004), tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri
umumnya memiliki metabolit sekunder seperti senyawa golongan flavonoid, yaitu
jenis flavon, flavonol dan flavanonon, tanin, alkaloid dan saponin. Selanjutnya,
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil skrining fitokimia tumbuhan
kayu jawa menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, terpenoid , steroid,
saponin, flavonoid, dan glikosida jantung (Kumar, 2011).
4. Manfaat
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan
paska persalinan. Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit
perut, lepra, peptic ulcer, penyakit jantung, disentri, dan sariawan. Kulit batang
digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos, Artocarpus
heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan impotensi.
Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan nyeri local
(Wahid, 2009).

20
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan
PKL Fitokimia 1 telah dilaksanakan pada tanggal 6-9 Januari 2022, Telah
dilaksanakan di desa Girisa kabupaten Boalemo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang kami gunakan yaitu gunting, parang, pisau cutter.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, koran, map cokelat, sampel, tali rapia,
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Simplisia
1. dilakuan pengambilan sampel berupa sampel daun, akar, batang, kulit
batang, buah, biji, umbi lapis, umbi, rimpang.
2. dicuci menggunakan air mengalir untuk membersihkan kotoran
3. dilakukan sortasi basah untuk memisahkan bagian yang tidak bisa
digunakan
4. dilakukan perajangan untuk memudahkan proses pengeringan
5. dikeringkan sampel di bawah sinar matahari
6. dilakukan sortasi kering untuk memisahkan sampel yang sudah rusak
akibat proses pengeringan
7. dikemas sampel menggunakan map cokelat
8. disimpan disuhu ruang

21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1 Simplisia

4.2 Pembahasan
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung
digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan
galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan
baku obat (Okta, 2010).
Langkah pertama yaitu melakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan
pada pada jam 09.00-12.00 Wita yaitu pada saat tumbuhan berfotosintesis.
Menurut Onrizal (2005), tanaman diambil pada pukul 09.00-12.00 karena saat
berfotosintesis tumbuhan sedang aktif dalam mengubah zat-zat karbon menjadi
bahan organik serta diasimilasikan didalam tubuh tumbuhan, hal ini menyebabkan
tumbuhan yang diambil saat fotosintesis akan mempengaruhi hasil yang dibuat.
Tahap berikutnya sortasi basah dengan pencucian dengan air mengalir.
Menurut Gunawan (2004) sortasi basah dilakukan untuk memisahkan bahan-
bahan asing yang tidak berguna atau berbahaya dalam pembuatan simplisia.
Penyortiran segera dilakukan setelah bahan selesai dipanen, tumbuh lumut
ataupun tumbuh jamur segera dipisahkan yang dimungkinkan mencemari bahan
hasil panen. Menurut Syariefa (2003) pencucian bertujuan untuk menghilangkan
kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada bahan. Pencucian

22
harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut
dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian harus
menggunakan air yang mengalir bersih, seperti air dari mata air, sumur atau pam.
Selanjutnya dilakukan perajangan atau pengubahan bentuk. Menurut
Syariefa (2003), pengubahan bentuk dilakukan untuk memperluas permukaan
sehingga lebih cepat kering tanpa pemanasan yang berlebih. Pengubahan bentuk
dilakukan dengan menggunakan pisau tajam yang terbuat dari bahan sintetis.
Sampel yamg telah dirajang kemudian disterilkan menggunakan alkohol
70%. Menurut Ahmad (2015), alkohol 70% bertindak sebagai antifungi dan
bakterisid yang membunuh bakteri. Selanjutnya simplisia dikeringkan. Menurut
Prasetyo & Entang (2013), tujuan pengeringan adalah untuk mendaptkan simplisia
yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama
dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Perajangan selesai, selanjutnya dilakukan proses pengeringan. Menurut
Gunawan (2004), Proses pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan air dari
suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari. Saat pengeringan, harus
memperhatikan kelembaban udara, waktu pengeringan dan luas permukaan.
Langkah selanjutnya yaitu sortasi kering. Menurut Gunawan (2004) tujuan
dari sortasi adalah untuk memisahkan benda asing, seperti bagian-bagian yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal.
Proses sortasi kering selesai, selanjutnya adalah pengemasan dan penyimpanan.
Selanjutnya, dilakukan pengepakan dan penyimpanan pada simplisia.
Menurut Okta (2010), pengepakan dan penyimpanan dilakukan untuk menjaga
mutu dari simplisia agar tidak mengalami kemunduran mutu sehingga simplisia
tersebut tidak lagi memenuhi syarat yang diperlukan atau ditentukan.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu pada saat pemanenan
sampel yang tidak sesuai waktu yang telah ditentukan. Perajangan yang terlalu
tebal dan proses pencucian yang terlalu lama sehingga membuat sampel
mengandung kandungan air yang banyak dan membutuhkan waktu pengeringan
yang lama.

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat antara
lain akar pakis (Cycas radix), rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma),
batang alang-alang (Imperata cylindrica caulis), kulit batang kayu jawa (Lannea
cormendalica (Houtt.) Merr. Cortex), daun awar-awar (Ficus septica Burm.
Folium), dan buah kemiri ( Aleurites moluccanus fructus).
2. Cara pengambilan sampel serta pengolahan simplisia antara lain
pemanenan, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering
serta pengemasan atau penyimpanan
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Tetap pertahankan sifatnya yang ramah kepada praktikan dan sebaiknya bisa
memberikan nilai kepada praktikannya dengan baik. Sebaiknya setelah percobaan
selesai praktikannya disuruh untuk menampilkan hasil praktikumnya agar hasil
praktikumnya tidak tercecer kemana-mana.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Tingkatkanlah pelayanan praktikum agar lebih baik lagi, agar praktikan-
praktikan bisa melakukan praktikum dengan nyaman. Sebaiknya bahan-bahan
yang sudah rusak di dalam laboratorium diperiksa agar praktikum yang dilakukan
dapat diminimalisir kesalahan yang dapat terjadi pada pengamatan.
5.2.1 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan kepada praktikan mampu memahami cara kerja sebelum
melakukan praktikum. Serta dapat berhati-hati dalam menggunakan alat yang
digunakan pada saat praktikum sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan.
5.2.4 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan adanya penambahan dan perbaikan sarana serta prasarana untuk
membantu dalam proses perkuliahan, dan juga mengingat adanya pandemi
diharapkan agar dapat memaksimalkan penyemprotan desinfektan ketika masuk
jurusan

Anda mungkin juga menyukai