Anda di halaman 1dari 5

– Faruq : nakal, suka membantah, keras kepala

– Ahmad : baik, tidak mudah terpengaruh, perhatian, setia kawan

– Edoy : baik, tidak mudah terpengaruh

– Yahya : baik, berpendirian teguh

– Pak Rustam : baik, pekerja keras, penyayang

– Ustad Zein : baik, tegas, bijaksana

– Ustad Faqih : tegas

– Staf OSIS : tanggung jawab

Faruq adalah santri di sebuah pesantren. Sekarang ia duduk di kelas I Aliyah. Sudah lebih dari 3 tahun ia
menjadi santri di sana, namun semakin besar ia semakin sering melanggar peraturan. Berbagai hukuman
sudah ia terima, mulai dari teguran, dimarahi, di denda, di jemur di terik matahari, dan lain sebagainya.
Namun, hal itu tidak mempan baginya.

Babak I :

Di malam hari, Faruq sedang berjalan mengendap – endap menelusuri semak belukar mendekati
tembok pembatas pesantren. Ia ingin kabur, namun temannya Ahmad dan Ustad Faqih memergokinya.

Faruq : (mengendap-endap) “ Wah, sudah sepi nih. Aku harus cepat agar tidak ada

yang melihat.”

Ahmad : (berhenti sejenak) “Ustad, bukankah itu santri di sini?”

Ustad Faqih : “Iya, kamu benar.” (bergegas menghampiri Faruq) ”Hei, kamu mau kabur ya?

Cepat kemari! Jangan kabur!”

Faruq : “Sial, aku ketahuan! Ahmad awas kau!” (berlari dari kejaran Ustad Faqih)

Ahmad : (berkata dalam hati) “Astaga, itu Faruq. Gawat!” (ikut berlari)

“Ustad, sudahlah biarkan saja”

Ustad Faqih : “Yasudahlah. Sebaiknya kita cepat ke asrama masing-masing.”

Babak II :

Keesokan harinya, matahari sudah cukup tinggi. Hari sudah hampir siang. Kelas pun sebentar lagi
dimulai. Namun, Faqih masih bermalas – malasan dan memainkan hpnya.
Ahmad : “Faruq, cepat bersiap-siap! Sebentar lagi bel berbunyi.”

Faruq : “Ah, sebentar lagi. Kamu duluan saja. Gara-gara kamu tadi malam aku

hampir ketahuan.

Ahmad : (menghela nafas) “Iya maaf. Terserah kamu saja lah.” (dengan wajah kesal)

Faruq : “Huh, dia mengganggu saja. Padahal sedang asyik main hp sambil merokok.

Untung dia hanya sendirian.

(Lalu bangun dari duduknya dan bersiap)

Faruq : “Aku harus menyembunyikan hp dan rokokku. Kalau sampai ketahuan ustad

atau staf OSIS, bisa mati aku.”

Babak III :

Bel pun berbunyi tanda pelajaran dimulai. Pelajaran pertama adalah pelajaran Ustad Zein, ustad yang
paling ditakuti oleh semua santri, termasuk Faruq. Faruq sudah terlambat masuk kelas. Ia segera berlari
ke kelasnya. Namun, Ustad Zein sudah menunggunya di depan pintu dan menyapanya dengan
senyuman sinis.

Faruq : “A..ssalamu’alaikum ustad.” (terbata-bata dan gugup)

Ustad Zein : “Waalaikum salam.” (dengan dingin)

(kelas hening sejenak)

Ustad Zein : “Faruq, sudah yang keberapa kalinya kamu terlambat?”

Faruq : “A..afwan, ya ustad.”

Ustad Zein : “Sepertinya hari ini cukup cerah. Bahkan bisa dibilang sangat cerah. Nah,

silahkan kamu berjemur di depan sana. Lepas baju seragammu, acungkan

peci di atas jari telunjukmu.”

(seluruh kelas tertawa)

Babak IV :

Hari sudah malam. Hujan deras mengguyur pesantren. Semua orang sudah terlelap. Namun, di suatu
asrama 4 orang santri masih terjaga dan sedang bercakap-cakap membicarakan suatu hal.

Faruq : “Bagaimana?”
(Ahmad, Yahya, dan Edoy tampak berpikir keras)

Ahmad : “Tapi Faruq, ini terlalu beresiko. Aku takutnya….”

Faruq : (menyela perkataanAhmad)“Apa yang kamu takutkan? Bukankah jika selarut

itu takkan ada yang mengetahui aksi kita?”

Edoy : “Tapi kalu ada ustad atau staf OSIS yang kontrol malam bagaimana?”

Faruq :“Apa susahnya untuk lari? Malam sangat gelap dan mereka pasti sulit

menemukan kita”

Yahya : “Tapi aku tak yakin bisa lolos semudah itu, Faruq.”

Faruq : “Alaah, bilang saja kalau kalian takut!” (dengan kesal)

Ahmad : “Kami bukannya takut, tapi memikirkan resiko menyelusup ke pesanten putri

itu sangat berbahaya, bahkan sangat fatal.”

Yahya : “Sudahlah Faruq, batalkan saja niatmu itu.”

Faruq : “Tidak! Niatku sudah bulat. Aku sudah bosan hidup di pesantren begini-gini

saja.”

Ahmad : (bangkit menuju kasurnya)”Kalau begitu, aku tidak bisa ikut dengan ide

gilamu ini!”

Edoy : “Maaf, aku juga tidak bisa. Aku mau tidur”

Yahya : “Aku juga. Maaf.”

Faruq : “Dasar pengecut.” (bergumam kesal)

Babak V :

Suara petir kembali menggema. Faruq menjalankan rencananya dengan mengenakan jaket.

Faruq : “Ah, aman. Semua penghuni pesantren pasti sudah tidur. Saatnya beraksi.”

(Ia siap meloncati pagar ke pesantren putri. Namun, tiba-tiba ada sekilat cahaya kuning tepat menyinari
wajah Faruq.)

Staf OSIS : “Siapa itu? Ada santri yang mau kabur! Cepat kejar!”

Faruq : “Argh, sial! Aku ketahuan! Aku harus cepat kabur.”


Staf OSIS : “Hey, berhenti! Jangan lari!”

(Faruq sangat lelah. Ia berhenti di dekat asrama 7 dengan nafas tak beraturan. Ia berencana akan
bersembunyi di WC. Namun, ia menabrak seseorang.)

Faruq : “Au! (kesakitan dan kaget) u…u…Ustad Zein??

Babak VI :

Keesokan harinya, suara bel berbunyi tanda pelajaran pertama dimulai. Pagi itu sangat cerah, tapi tidak
dengan suasana hati Faruq dan ayahnya. Mereka ada di ruangan khusus kantor ma’had. Ustad Zein
masuk dan mereka bersalaman.

Ustad Zein : “Begini Pak Rustam, bapak dipanggil ke sini karena anak bapak lagi-lagi

melakukan kesalahan, yaitu berusaha kabur dari pesantren.”

Pak Rustam : (diam dan mengangguk) “Iya, saya tahu Pak Ustad.”

Ustad Zein : “Namun kali ini kesalahan anak bapak sangat fatal. Kami dewan guru

memutuskan untuk mengembalikan Faruq kepada bapak.”

Pak Rustam dan Faruq : (kaget)

Pak Rustam : “Ustad, tidak bisakah anda memberikan hukuman yang lain?

Ustad Zein : “Ini sudah keputusan kami. Anak bapak sudah terlampau jauh melawan tata

tertib pesantren.“

(Pak Rustam terus berusaha agar Faruq tidak dikeluarkan)

Ustad Zein : “Nak Faruq, coba kamu jawab dengan jujur. Apakah kamu masih ingin

bersekolah di sisni?”

Faruq : (tanpa sadar dan reflek) “Iya, Ustad. Saya masih ingin sekolah di sini. Saya

kasihan dengan ayah yang sudah membiayai saya.”

Pak Rustam dan Ustad Zein : (terkejut)

Ustad Zein : “Pak Rustam, coba bapak letakkan tangan bapak di atas meja. Faruq kamu

juga.”

Faruq dan Pak Rustam : (bingung dan menuruti Ustad Zein)

Ustad Zein : “Faruq, bandingkan. Lebih kasar mana tanganmu dengan tangan ayahmu?”
Pak Rustam : (tiba-tiba menangis)

Faruq : (bingung, namun akhirnya ikut mengangis)

Ustad Zein : “Tidakkah kamu sadar, Faruq? Ayahmu banting tulang setiap hari bekerja

keras sebagai buruh bangunan yang kasar. Beliau berjuang agar bisa

membiayai sekolahmu.”

Faruq : (mengangguk sambil menangis)

Ustad Zein : “Nah, maukah kamu berjanji kepada ayahmu bahwa kamu tidak akan

mengulangi kesalahanmu? Apabila kamu berjanji, ustad akan mencabut

keputusan tadi dan kamu bisa tetap di sini.

Faruq : “Saya mau ustad, saya mau! Saya tidak akan melanggar peraturan lagi. Saya

akan memperbaiki semua kesalahan yang telah saya buat.”

Sejak saat itu, Faruq tidak lagi menjadi anak yang nakal. Dia menjadi anak yang baik, rajin, sopan, dan
ramah. Ia menghabiskan waktu selama 2 tahun lagi di tempat yang tadinya ia anggap sebagai penjara
suci itu untuk belajar. Ternyata yang ia butuhkan hanya perhatian dan rasa kasih sayang dari orang
tuanya.

20 tahun kemudian, ia sudah menjadi orang yang sukses dan ia selalu belajar dari kesalahan yang pernah
ia buat sepanjang hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai