Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan tempat umum yang mempunyai bagian-bagian yang dapat
menjadi tempat berkembang biaknya vektor. Mengingat rumah sakit sebagai salah satu sarana
pelayanan kesehatan dan merupakan tempat berkumpulnya orang- orang sakit dan orang-
orang sehat maka lingkungan rumah sakit harus bebas vektor agar tidak terjadi kontak antara
manusia dengan vektor  atau makanan dengan vektor supaya penyakit infeksi Nosokomial
yang ditularkan melalui vektor dapat ditekan serendah mungkin dan tidak terjangkit penyakit
lain yang disebarkan oleh vektor.
Untuk menghindari kontak antara manusia /pasien di rumah sakit dengan vektor dan
mencegah timbulnya penyebaran penyakit, sangat diperlukan pengendalian vektor di rumah
sakit. Agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan maka diperlukan pedoman pengendalian
vektor di Rumah Sakit.
Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan vektor akan menggambarkan lingkungan yang
tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi
penatalaksanaan /manajemen kebersihan lingkungan Rumah sakit yang kurang baik.
Mengingat besarnya dampak negatif akibat keberadaan vektor di Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus terbatas dari hewan ini. Sebagai langkah dalam upaya mencegah
kemungkinan timbulnya penyebaran penyakit serta untuk mencegah timbulnya kerugian
sosial dan ekonomi yang tidak diharapkan, maka perlu disusun pedoman teknis pengendalian
vektor di Rumah Sakit.    
Dalam pelaksanaannya sanitasi RS seringkali ditafsirkan secara sempit, yakni hanya
aspek kerumahtanggaan (housekeeping) seperti kebersihan gedung, kamar mandi dan WC,
pelayanan makanan minuman. Ada juga kalangan yang menganggap bahwa sanitasi RS
hanyalah merupakan upaya pemborosan dan tidak berkaitan langsung dengan pelayanan
kesehatan di RS. Sehingga seringkali dengan dalih kurangnya dana pembangunan dan

1 Perumahan Dan Kesehatan


pemeliharaan, ada RS yang tidak memiliki sarana pemeliharaan sanitasi, bahkan cenderung
mengabaikan masalah sanitasi. Mereka lebih mengutamakan kelengkapan alat-alat kedokteran
dan ketenagaan yang spesialistik. Di lain pihak dengan masuknya modal asing dan swasta
dalam bidang perumahsakitan kini banyak RS berlomba-lomba untuk menampilkan citranya
melalui kementerengan gedung, kecanggihan peralatan kedokteran serta tenaga dokter
spesialis yang qualified, tetapi kurang memperhatikan aspek sanitasi. Sebagai contoh, banyak
RS besar yang tidak memiliki fasilitas pengolahan air limbah dan sarana pembakar sampah
(incinerator) serta fasilitas cuci tangannya tidak memadai atau sistem pembuangan sampahnya
tidak saniter. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat membahayakan masyarakat,
baik berupa terjadinya infeksi silang di RS maupun pengaruh buruk terhadap lingkungan dan
masyarakat luas. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa kejadian infeksi di RS ada
hubungannya dengan kondisi RS yang tidak saniter. Untuk itu apabila RS akan menjadi
lembaga swadana, aspek sanitasi perlu diperhatikan. Karena di samping dapat mencegah
terjadinya pengaruh buruk terhadap lingkungan, juga secara ekonomis dapat menguntungkan.
Sungguh ironis bila RS sebagai tempat penyembuhan, justru menjadi sumber penularan
penyakit dan pencemar lingkungan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang samitasi rumah
sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian sanitasi rumah sakit.   
2. Menjelaskan pengaruh sanitasi rumah sakit terhadap lingkungan.
3. Menjelaskan Dampak Pengaruh Limbah Rumah sakit Terhadap Lingkungan dan
Kesehatan?
4. Menjelaskan Bagaimana Pengelolaan Limbah Medis Pada Sarana Pelayanan
Kesehatan?

2 Perumahan Dan Kesehatan


1.3 Manfaat
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat berguna bagi Mahasiswa ataupun masyarakat

3 Perumahan Dan Kesehatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI SANITASI RUMAH SAKIT

Sanitasi menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai 'pemelihara kesehatan'.


Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian
semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan
hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Sanitasi Rumah Sakit adalah upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik,
kimiawi, dan biologik di rumah sakit yan menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan
pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat
di sekitar rumah sakit.

2.2 LINGKUP SANITASI RUMAH SAKIT

1. Bangunan Dan Ruangan Rumah Sakit


Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan persyaratan ruang
bangun yang bertujuan menciptakan pengaturan yang nyaman, bersih dan sehat sehingga
tidak memberikan dampak negatif kepada pasien, pengunjung, dan tenaga kerja rumah
sakit.
Kondisi ruangan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara, situasi bangunan dan
penggunaan ruangan. Lantai harus kedap air, tidak licin, dan mudah di bersihkan.
Pembersihan harus menghindarkan beterbangannya debu dengan cara pembersihan basah
menggunakan kain pel dan antiseptik. Kain pel harus disediakan khusus, mana yang
untuk ruang aseptik dan mana yang untuk ruangan umum.
Angka kuman kebersihan lantai yang masih bisa diterima adalah 0-5
mikroorganisme per cm untuk lantai kamar operasi dan 5-10 mikroorganisme per cm
untuk lantai bangsal.

4 Perumahan Dan Kesehatan


Untuk menjaga kualitas udara ruangan digunakan aerosol gliserin atau penyinaran
dengan sinar ultra violet. Angka kuman di udara yang masih bisa diterima di kamar
operasi adalah 5-10 mikroorganisme per feet3 dan tidak boleh ada stafilococcus
hemolitikus, sedangkan untuk udara ruangan bangsal angka kuman yang masih bisa
diterima adalah 10-20 mikroorganisme per feet3.
Jumlah tempat tidur jangan lebih dari empat bed per bangsal. Basinet bayi
memerlukan luas lantai 24-30 feet, sedangkan untuk isolasi diperlukan luas lantai 40 feet
per basinet.
Suhu dan kelembaban ruangan harus di usahakan sedemikian sehingga terasa nyaman.

Ruang Suhu (00C) Kelembaban (%RH) Ganti Udara


Kamar operasi 22-25 50-60
Kamar Pulih 24-25 50-60
Kamar bersalin 22-25 50-60
Kamar perawatan bayi 26-27 40-50
Kamar observasi bayi 26-27 40-50
Perawatan prematur 26-27 50-60
ICU 26-27 50-60
Ruang rawat Ruang 22-27 50-60Udara
Tekan
Kamar operasi Positif
Kamar gawat darurat Positif
Ruang perawatan Positif
Ruang ICU Positif
Ruang pulih Imbang
Ruang fluoroskopi Negatif
Ruang fisioterapi Negatif
Ruang kotor Negatif Pasokan
(supply) Toilet Negatif udara
untuk Kamar mandi Negatif kamar

Laboratorium Negatif
Ruang cuci Negatif
Ruang penyiapan bahan makanan Negatif
5 Perumahan Dan Kesehatan
Ruang pusat penyiapan makanan Imbang
Ruang sortir linen Positif
Ruang simpan linen bersih Positif
exhausternya diletakkan 8 feet dari permukaan tanah. Dari atas 3 huruf feet dari atap.
Untuk ruang operasi pasokan udara dari atas dan exhauster di dekat lantai 3 inci dari
lantai. Pasokan udara menggunakan udara dari ruangan bebas jangan dari koridor.

2. Penerangan
Semua ruangan harus diberi penerangan. Ruangan perawatan harus ada
penerangan umum dan penerangan khusus untuk individu. Sakelar untuk penerangan
umum diletakkan didekat pintu masuk sedangkan sakelar untuk individu di letakkan
didekat tempat tidur pasien dan mudah dijangkau.

Ruang Pencahayaan (Lux)


Ruang rawat 100-200
Ruang rawat saat tidur 50
Ruang operasi 300-500
Ruang endoskopi 300-500
Ruang rontgen 75-100
Koridor Minimal 60
Tangga Minimal 100
Kantor Minimal 100
Gudang Minimal 100
Ruang farmasi Minimal 200
Dapur Minimal 200
Ruang cuci Minimal 200
Toilet Minimal 100
Kamar isolasi tetanus 0,1-0,5 warna biru

3. Kebisingan
Kebisingan diruang perawatan tidak boleh melebihi 45 dBA, diruang poliklinik
maksimum 80 dBA, laboratorium maksimum 68 dBA, ruang cuci dapur maksimum 78
dBA.

6 Perumahan Dan Kesehatan


4. Penyediaan Air Bersih

Kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit memerlukan air bersih. Air ini bisa
didapat daria air PAM. Apabila PDAM tidak dapat memasok air cukup untuk rumah sakit
maka bisa diambil dari air tanah. Air tanah lebih mudah mengolahnya menjadi air yang
memenuhi persyaratan dibandingkan dengan apabilarumah sakit harus menggunakan air
permukaan.

Kualitas dan kuantitas air yang dibutuhkan rumah sakit harus terjamin sesuai dengan
persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990. Kadang-kadang rumah
sakit masih harus melakukan pengolahan tambahan terhadap air bersih yang tersedia
untuk keperluan khusus, misalnya untuk mesin hemodialisa. Menurut perhitungan rumah
sakit setiap harinya membutuhkan minimal 500 liter per tempat tidur. Semakin besar
jumlah tempat tidur,semakin rendah proporsi kebutuhan air per tempat tidur. Menurut
perhitungan dirumah sakit setiap harinya membutuhkan air sebanyak 220-300 liter per
tempat tidur,untuk rumah sakit tertentu bisa mencapai 500 liter per tempat tidur.

Air panas untuk badkuip jangan melebihi suhu 400C, apabila yang tersedia melebihi
400C maka harus ada kran pencampur air dingin.Air panas yang tersedia jangan melebihi
600C.Kebutuhan air dikamar cuci(laundry) sebanyak 40 liter/kg cucian, 60% dari jumlah
ini berupa air panas.

5. Pengawasan Kualitas Air Dirumah Sakit

Kualitas air dirumah sakit harus selalu dipantau secara terus menerus agar persediaan
air bersih tetap aman.Penurunan kualitas air akan mengganggu dsan membahayakan
kesehatan.

Harus dilakuakn perlindungan terhadap air mulai dari masuknya air PDAM ke
recervoir sampai ke tempat keluarnya air di kran dimana air diambil. Kegiatan pokok
pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut :

7 Perumahan Dan Kesehatan


 Inspeksi sanitasi, dimulai dengan pembuatan peta jaringan distribusi air,melakukan
pengamatan dimana kira-kira tempat rawan yang mungkin akan terjadi
kontaminasi,menentukan ditempat mana saja akan dilakukan pengambilan sampel dan
berapa kali frekuensi pengambilan sampel.
 Pemeriksaan sampel air, bisa dilakuakan di labor rumah sakit atau di BLK (Balai
Laboratorium Kesehatan )

6. Limbah Rumah Sakit


Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1994 tentang pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun menetapkan bahwa limbah hasil kegiatan rumah sakit dan
laboratoriumnya termasuk dalam daftar limah B3 dari sumber yang speseifik dengan
kode limbah D227.
Uraian limbahnya adalah antibiotik kadaluarsa, perelatan medik yang
terkontaminasi,limbah infeksi dan kemasan obat-obatan .

7. Limbah Medik

Limbah medis atau libah klinis dalah limbah yang berasal dari pelayanan
medis,perawatan ,farmasi,laboratorium,radiografi,penelitian.Limbah ini bersifat
membahayakan dan perlu dilakukan pengamanan terhadapnya.Limbah ini dapat
digolong-golongkan menjadi :

 Limbah benda tajam bisa berupa jarum,pipet,pecahan kaca,pisau


bedah.Kesemuanya adalah berbahaya mempunyai potensi menularkan penyakit.
 Limbah infeksius dihasilkan oleh laboratorium,kamar isolasi,kamar
perawatan,sangat berbahaya bisa menularkan penyakit.
 Limbah jaringan tubuh berupa darah, anggota badan hasil amputasi,cairan
tubuh,plasenta.Plasenta sering diminta keluarga pasien untuk dibawa pulang.
 Limbah farmasi berupa obat atau bahan-bahan yang telah kadaluarsa,obat yang
terkontaminasi ,obat yang dikembalikan oleh pasien atau tidak digunakan.
 Limbah kimia ada yang berbahaya dan tidak
 Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop.

8 Perumahan Dan Kesehatan


8. Pembuangan Air Limbah
Untuk bisa yakin bahwa limbah yang dikeluarkan tidak mengandung
mikroorganisme berbahaya dan agar efisiensi biaya sebaiknya limbah yang bisa
disterilkan terlebih dahulu dicampur dengan air limbah lain.Misalnya bahan-bahan
pemeriksaan yang mengandung kuman TB atau kuman polio disterilkan dengan otoklaf
kemudian baru masuk ke dalam septic tank.

9. Pembuangan Sampah Padat


Rumah sakit mengahasilkan sampah medis dan sampah non medis. Untuk usaha
pengelolaannya terlebih dahulu ditentukan jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya.
Ada rumus untuk menghitung jumlah sampah yang dihasilkan suatu rumah sakit
sebagai berikut :

Y = 6,7 – 0,0057A + 0,085B + 0,0051C + 0,0015D + 0,10E + 1,6F + 0,00028G

Y = Jumlah sampah per hari per pasien dalam ton

A = Kapasitas tempat tidur termasuk box bayi

C = Jumlah siswa

D = Jumlah siswa yang di tinggal di rumah sakit

E = Junlah pasien rawat jalan pertahun dalam ribuan

F = angka 1 untuk rumah sakit kelas A dan angka 0 untuk kelas B

G = Jumlah pasien bedaqh per tahun

10. Pemisahan Limbah

Untuk memudahkan pengelolahan limbah maka limbah dipilah-pilah untuk


dipisahkan. Untuk memisahkan sampah ini digunakan kantongan berwarna.

9 Perumahan Dan Kesehatan


 Kantong hitam untuk limbah non medis.
 Kantong kuning untuk semua jenis yang akan dibakar.
 Kantong kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang dibakar atau ditanam.
 Kantong biru muda dengan strip biru tua untuk limbah yang akan diotoklaf sebelum
dibuang.

Untuk sampah yang berbahaya digunakan kantong dan container standar, yaitu
untuk :

 Sampah infeksius berupa kantong berwarna kuning dengan simbol biohaard warna
hitam.
 Sampah sitotosik berupa kantong berwarna ungu dengan simbol berbentuksel sedang
dalam telofase.
 Sampah radioaaktif berupa kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif warna
kuning.

11. Penampungan Sampah

Sampah untuk sementara (beberapa jam) ditampung di tempat sampah. Tempat


sampah ini harus tidak mudah berkarat, kedap air, bertutup, mudah diangkut, mudah
dikosongkan, mudah dibersihkan. Untuk memudahkan pengosongan akan lebih baik bila
digunakan kantong plastik dalam tempat sampah. Sebaiknya sampah berupa benda tajam
dipisahkan agar tidak melukai plastik. Setiap radius 20 meter harus tersedia satu tempat
sampah.

12. Pengangkutan Sampah

Sampah diangkut dari tempat sampah sementara ke penampungan atau ke tempat


pemusnahan sampah. Yang perlu diingat dalam pengangkutan smapah adalah adanya
kemungkinan tercecer. Harus diusahakan agar bahan-bahan yang barbahaya tidak
mencemari jalan yang ditempuh ke pembuangan.

13. Perlakuan Sebelum Sampah Dibuang

10 Perumahan Dan Kesehatan


Ada sampah yang bisa didaur ulang, misalnya perak nitrat pembuangan cairan
pencuci flm bisa diambil peraknya. Limbah infeksius sering disterilkan dengan otoklaf.
Untuk indikator pemanasan bisa dengan pita otoklaf yang berubah warnanya bila panas
yang dimaksudkan tercapai. Diberikannya desinfektan.

14. Insinerator

Insinerator adalah alat untuk membakar sampah padat kering maupun yang basah.
Gas yang dipancarkan oleh sproeier bisa mencapai suhu 700C. Bahan (sampah) yang
dibakar menghasilkan panas yang ikut mempertahankan panas yang ada.

15. Serangga

Manajemen rumah sakit harus mengusahakan agar di sekitar rumah sakit tidak
ada tempat perindukan untuk segala macam serangga baik untuk nyamuk, lalat, maupun
kecoa.

Untuk mengatasi lalat dari luar, untuk pintu dapur bisa digunakan tabir angin atau
wind screen, bisa juga dengan mempergunakan pintu kawat kasa. Untuk mengurangi
datangnya kecoa hindari adanya ceceran makanan, kalaupun masih ada kecoa bisa
disemprot dengan insektisida malathion, fenitrothion, lorsban dilarutkan dalam air
dengan konsentrasi 0.5-1%.

Pembasmian nyamuk dengan fogging malathion, fenitrothion, lorsban dengan


konsentrasi 2.0-2.5%.

16. Tikus

Agar diusahakan tidak ada tempat untuk bersarangnya tikus dirumah sakit.
Tempat yang disukai tikus untuk bersarang adlah lubang di dinding atau di lantai,
tumpukan sampah dan barang bekas. Tikus tidak suka berkeliaran di tempat yang bersih
oleh karena tidak ada makanan yang dicarinya. Jangan sampai ada penumpukan sisa
makanan oleh karena ini akan menjadi tempat tikus berkumpul. Pestisida yang disarankan

11 Perumahan Dan Kesehatan


adalah pestisida jenis anti koagulan seperti warfarin, fumarin, dan pivol. Bisa
jugadgunakan perangkap tikus dan lem tikus.

Untuk mengusir tikus bisa juga digunakan alat listrik penimbul bunyi dengan
frekuensi tinggi.

17. Kucing

Kucing sering berdatangan ke rumah sakit, berkembang biak hingga


menyebabkan bau kotoran kucing dan sering mencuri makanan untuk pasien. Tempat
sampah yang tidak ada tutupnya sering diporak-porandakan kucing. Cara mengatasinya
dengan membuangnya jauh-jauh dari rumah sakit.

2.3 INFEKSI NOSOKOMIAL

Adalah infeksi yang didapat oleh karena penderita dirawat di rumah sakit. Kuman
penyebabnya pada umum nya adalah kuman yang resisten terhadap banyak antibiotika.

Untuk pengendalian infeksi nosokomial perlu dibentuk komite pencegahan infeksi


nosokomial yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu :

 Kelempok pembuat kebijakan, biasanya terdiri dari ;


- Ahli penyakit infeksi.
- Ahli mikrobiologi.
- Ahli epidemiologi
- Ahli farmakologi
- Psikolog
- Social worker
 Kelompok pelaksana, perawat sangat berperan dalam pelaksanaan pengendalian
infeksi nosokomial.
 Kelompok pengawas yang juga bertugas sebagai yang menjabarkan kebijakan.

2.3.1 Kriteria Infeksi Nosokomial

12 Perumahan Dan Kesehatan


Kriteria infeksi nosokomial, yaitu :
1. Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam
masa inkubasi infeksi tertentu.
2. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi
infeksi tersebut.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.

2.3.2 Sumber infeksi Nosokomial

Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial
adalah mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa menyebabkan
infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakitdan sebagian banyak terdapat dalam tubuh
inang manusia yang sehat,seperti, Escherichia Coli,Klebsiella pneumonia,Candica
albicans,Staphylococus aureus,Serratia marcescens,Proteus mirabilis,Dan beberapa
Actinomyces spp.Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi
inang dan modifikasi mikrobiota inang,bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka
berat,operasi,maka pathogen dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.

2.3.3 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

 Penularan langsung :
Adanya kontak langsung antara sumber infeksi dengan pejamu (person to person)
 Penularan tidak langsung :
 vehicle-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui benda-
benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan / material medis, atau
peralatan lainnya. Tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena pungsi,
tindakan pembedahan, proses dan tindakan medis lain berisiko untuk
terjadinya infeksi nosokomial.
 Vector-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen dengan
perantara seperti serangga. Luka terbuka, jaringan nekrosis, luka bakar, dan
gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.

13 Perumahan Dan Kesehatan


 Food-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui makanan
dan minuman yang disajikan untuk penderita.
 Water-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui air,
namun kemungkinannya kecil sekali karena air di rumah sakit biasanya sudah
melalui uji baku.
 Air-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui udara,
peluang terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi karena ruangan /
bangsal yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi dan
pencahayaannya.

2.3.3 Upaya Untuk Mengendalikan Infeksi Nosokomial

- Membasuh tangan
- Desinfektan
- Sterilisasi alat alat medis

Air mendidih tidak akan cukup untuk membuat steril, untuk keperluan ini harus
digunakan air dengan suhu diatas 1000C. Otoklaf digunakan untuk sterilisasi panas basah,
sedangkan oven untuk sterilisasi panas kering.

Temperatur dan Waktu yang Diperukan untuk Mensterilisasi

Cara Temperatur Waktu


Otoklaf 1210C 15 menit
1260C 10 menit
1340C 3 menit
Oven 1600C 45 menit
1700C 18 menit
1800C 7,5 ment
1900C 1.5 menit

14 Perumahan Dan Kesehatan


Untuk menguji suhu apakah tercapai suhu yang dimaksud adalah dengan
menggunakan Brown sterilier control tubes ditengah alat atau bahan yang disterilisasi.
Isi Brown tube akan berubah warna sesuai dengan petunjuk pembuatannya. Apabla
perubahan warna tidak sesuai dengan petunjuknya maka kesterilan diragukan.

BAB III

PEMBAHASAN DAN DOKUMENTASI

3.1 KASUS

15 Perumahan Dan Kesehatan


PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKIT October 19, 2009

Oleh: AHMAD JAIS

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh


rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg
pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat)
berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen.
Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton
per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat
dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan
menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.

Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya
membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg
per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling
baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis
kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah
rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri) (KLMNH,
1995).

Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya
menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung
bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15
persen diantaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain
mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan
sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya
merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan
hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, serta
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan
mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah
sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana

16 Perumahan Dan Kesehatan


Lingkungan (Walhi) Jabar Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa
rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih
banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang
baik (Pristiyanto. D, 2000).

Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata
dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius
berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung
infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah ditemukan
bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol
bekas infus. (Anonimous, 2009)

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan
baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis
noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut
justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo
Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia
mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar.
Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang
termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium.

Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu
seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat
pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu.

Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang


tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang
banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya

17 Perumahan Dan Kesehatan


pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan
Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes.


Depkes RI. Jakarta

18 Perumahan Dan Kesehatan


Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia,
Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria, sanitas. Puslitbang
Kesehatan Depkes Rl Jakarta
Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan’, UPI
Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Medis Di RSU Banyumas
Tahun 2002’,  Skripsi, Banyumas
http://fkmusu.blogspot.com

19 Perumahan Dan Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai