MIDDLE
CLASS
MOSLEM
Kenali Perubahannya, Pahami Perilakunya, Petakan Strateginya
YUSWOHADY
Penulis Buku Best Seller Consumer 3000
Hijab yang dahulu diasosiasikan sebagai busana kampungan, puritan, santri, dan
identik ibu-ibu pengajian di kampung, kini berubah 1800 menjadi tampil modern,
stylish, dan fashionable. Tak hanya itu, dengan citra baru yang cool tak heran jika
jutaan muslimah kita kemudian berlomba-lomba mengenakannya. Fenomena baru
inilah yang kami sebut sebagai revolusi hijab.
Dampak revolusi ini adalah orang semakin percaya diri mengenakan hijab karena sudah
tidak identik sebagai busana kampungan sehingga semakin banyak orang yang
memiliki kesadaran untuk mengenakannya. Dengan citra baru yang modis dan trendi,
kaum hawa merasa percaya diri menggunakan hijab saat pergi ke kantor, belanja ke
mal, rekreasi, dan bersosialisasi dengan komunitas.
Umrah kini menjadi salah satu industri yang tumbuh secara menakjubkan kemampuan daya beli semakin tinggi, segmen ini pun memiliki orientasi
seiring besarnya jumlah konsumen kelas menengah muslim pergi liburan ke luar negeri, tidak sekadar dalam negeri saja. Umrah pun
berumrah. Indonesia pun menjadi satu-satunya negara penyumbang menjadi jenis wisata konsumen kelas menengah muslim yang ingin
terbesar untuk jamaah umrah ke Saudi Arabia. Hampir seperempat jumlah beribadah sekaligus berliburan.
turis umrah ke Mekah adalah asal Indonesia.
Umrah menjadi jenis wisata favorit konsumen kelas menengah muslim.
Tumbuh pesatnya industri umrah ini tidak lepas dari perubahan perilaku Mereka rela membayar mahalnya ongkos umrah demi bisa menjamah
konsumen kelas menengah muslim Indonesia. Seiring dengan Kabah, sholat di masjid Masjidil Haram, ziarah ke makam para mujahid
Islam, dan liburan di luar negeri.
Menariknya, nilai ini lebih besar dari akumulasi nilai pasar Australia, India,
dan Rusia. Dapat disimpulkan bahwa di level global, potensi pasar muslim
tidak lagi bisa dipandang sebelah mata.
Dan salah satu pasar muslim yang besar adalah pasar makanan halal yang
mencakup kategori produk yang amat luas dari makanan dan minuman
kemasan, makanan yang disajikan di hotel, restoran, atau warung, hingga
obat-obatan dan jamu yang dibutuhkan jutaan konsumen tiap harinya.
#3 MAKANAN HALAL: Pasar makanan halal ini menjadi kian mencorong ketika kita menyaksikan
kecenderungan konsumen muslim Indonesia semakin religius dan semakin
“PASAR YANG KIAN RANUM” peduli untuk mengonsumsi makanan-makanan yang halal.
Dengan semakin teredukasi dan open minded-nya konsumen muslim kita, Terlebih dikala perkembangan informasi yang kian cepat dan melimpah maka
kami memprediksi bahwa pemahaman terhadap prinsip halal nantinya akan informasi kehalalan dari suatu produk dapat dengan mudah diketahui oleh
semakin substantif. Mereka memahaminya tak hanya melulu normatif yaitu konsumen. Sehingga tak heran jika produsen makanan dan minuman di
sebatas menjalankan perintah agama, tapi lebih jauh lagi dalam rangka berlomba-lomba mendaftarkan produknya untuk mendapatkan label halal.
betul-betul mencari kemanfaatan yang bersifat universal.
Sebab, bagi konsumen kelas menengah muslim, halal menjadi salah satu faktor
pertimbangan penting dalam memutuskan pembelian. Bahkan, sebagian besar
mereka menilai bahwa halal telah menjadi gaya hidup.
Artinya, halal menjadi hal paling penting saat akan membeli atau menggunakan
berbagai produk konsumsi. Kalau tidak halal, maka mereka cenderung akan
menolak menggunakannya, kecuali dalam kondisi mudharat sebagaimana
dibolehkan oleh ajaran agama.
Maka, tak jarang, pengguna kosmetik pun menilai bahwa label halal pada
kosmetik merupakan hal penting dalam memilih jenis produk yang akan
dikonsumsi
Dan Wardah menjadi pelopor kosmetik halal yang tak hanya pasarnya besar, tapi juga saat ini bertumbuh
sangat cepat. Sukses kampanye pemasaran Wardah selama beberapa tahun terakhir menjadikan kaum
muslimah kian kesengsem pada merek-merek kosmetik yang patuh pada ajaran-ajaran Islam. Alhasil
kesuksesan ini rupanya memicu tipping point terbentuknya pasar kosmetik halal yang menggeliat luar
biasa.
Oleh karenanya banyak sekali merek kosmetik konvensional besar yang mulai menggunakan label halal
pada produk atau kemasannya. Inilah yang kami sebut dengan fenomena “the wardah effect”.
Ya sekali lagi, Wardah adalah fenomena. Seiring dengan maraknya middle-class muslim dan
revolusi hijabers, Wardah muncul sebagai pemain yang tiba-tiba menyeruak mencapai puncak
sukses. Para pesaing “konvensional”-nya kebit-kebit karena takut kue pasarnya terpangkas.
Iklannya di TV muncul hampir tiap hari. Brand ambassador-nya gonta-ganti (dari Inneke
Koesherawati hingga Dewi Sandra). Varian produk dan subbrand-nya berkembang pesat.
Sukses Wardah tak sepenuhnya karena kehebatan strategi.
Sukses Wardah tak lepas dari rejeki nomplok yang muncul karena menggeliatnya pasar
muslimah. Dalam waktu cepat pasar kosmetik muslimah ini bergeser dari niche (ceruk) menjadi
mainstream (massal), dan Wardah beruntung bisa “menunggangi” pergeseran tersebut.
Seiring dengan kian makmur, kian melek pengetahuan, dan kian religiusnya
konsumen kelas menengah muslim di Indonesia, perbankan syariah akan
semakin tumbuh. Syaratnya tentu pemain di industri ini harus peka terhadap
perubahan-perubahan konsumen yang bergerak cepat.
Dan tak kalah penting, bank syariah juga harus berinvenstasi di bidang
teknologi untuk menghasilkan cashless dan mobile services. Tanpa itu mereka
akan tergilas oleh bank konvensional, dan pelan-pelan ditinggalkan oleh
nasabahnya.Dengan demikian ke depannya, pasar perbankang Syariah akan
semakin menggeliat.
Tingkatan konsumsi kelas menengah mulai naik kelas manakala produk-produk asuransi dan
investasi mulai dibeli. Pergeseran pola pengeluaran mereka mulai terjadi karena pendapatan mulai
meningkat dari yang tadinya didominasi oleh konsumsi, kini mulai melebar ke produk-produk
keuangan.
Asuransi sebagai bentuk manajemen risiko dan proteksi hidup merupakan buah dari meleknya
pengetahuan masyarakat kelas menengah, tak terkecuali kelas menengah muslim dengan asuransi
syariahnya.
Asuransi yang syar’i sering diistilahkan dengan asuransi takaful. Asuransi takaful dijalankan dengan
akad tabarru’ yang prinsipnya adalah ta’awun yaitu tolong-menolong. Dengan begitu sesama
muslim dapat meringankan berbagai bencana yang dialami oleh mereka yang tergabung dalam grup
asuransi syariah.
Akad asuransi dianggap tidak sah menurut syariat Islam apabila tidak terbebas dari lima hal berikut
ini.
Kedua maisir, yaitu adanya spekulasi, judi, atau sifat untung-untungan yang muncul sebagai
konsekuensi.
Ketiga riba, yaitu praktik pengayaan diri dengan cara yang tidak benar karena memperjualbelikan
uang dengan laba di dalamnya.
Keempat haram, yaitu transaksi harus bebas dari adanya investasi dalam komoditi yang dilarang
agama Islam seperti investasi saham pada perusahaan rokok atau minuman keras.
Kelima bathil, yaitu transaksi harus bebas dari perbuatan melawan hukum, kecurangan, dan
penipuan.
Itu tadi untuk asuransi syariah, lalu bagaimana dengan investasi syariah? Kelas menengah muslim
adalah kelompok masyarakat yang sudah sadar mengelola aset-aset mereka secara sistematis.
Reksadana atau saham kemudian menjadi solusi alternatif bagi kelas menengah muslim
dalam berinvestasi. Khususnya mereka yang sudah memiliki mindset berinvestasi
secara modern. Keunggulan lain dari produk ini adalah harganya yang relatif terjangkau
dan dapat dimulai dengan nominal kecil. Kelas menengah muslim yang berinvestasi di
emas atau reksadana memilih produk tersebut karena tidak harus dalam jumlah besar.
Bahkan bisa dilakukan dengan dana kurang dari 1 juta perak.
Selain di sektor finansial, kalangan kelas menengah muslim juga melakukan investasi
riil. Pertama yang favorit adalah investasi penggemukan sapi atau kambing. Captive
market-nya sudah jelas. Karena keduanya merupakan sumber protein hewani yang
biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai lauk di rumah maupun
sebagai barang dagangan tukang sate atau tukang tongseng.
Tak hanya itu, bila musim kurban (hari raya Idul Adha) tiba, komoditi ini hampir pasti
laku terjual. Karakteristik permintaan dari sapi dan kambing menjadi alasan utama bagi
mereka yang berinvestasi syariah seperti ini.
Maka tumbuhnya hotel syariah ini tidak lepas dari keinginan konsumen kelas
menengah muslim untuk mendapatkan fasilitas menginap sesuai dengan ajaran agama
Islam. Mereka mengaku citra hotel syariah yang “bersih” dan bernuansa religius
membuat konsumen mendapatkan keamanan sekaligus kenyamanan spiritual sebagai
seorang muslim.
Dan yang pasti hotel syariah lebih diminati oleh para ibu-ibu sebagai pemegang
kendali pengeluaran rumah tangga (menguasai 80 persen pengeluaran rumah tangga)
karena dapat menjamin para suaminya tidak bisa selingkuh. Sebab, hotel syariah
sangat waspada dan berhati-hati untuk menerima pengunjung yang bukan pasangan
suami-istri. Bahkan, tak segan mereka menegur pengunjung yang bukan suami-istri.
Selain harganya lebih murah karena umumnya masih berstatus bintang tiga, hotel
syariah dapat memberikan spiritual benefit yang tidak ditawarkan oleh hotel
konvensional. Spiritual benefit ini menjadi daya tarik baru di industri hotel sehingga
konsumen kelas menengah muslim mulai meliriknya.
Sebenarnya keempat jenis industri itu sudah lama membaur dengan berbagai
nilai-nilai keislaman. Tetapi, setelah kami amati, intensitas akulturasi nilai-nilai
keislaman itu semakin kuat dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir.
Dulu, sinetron religi itu hanya muncul pada saat bulan Ramadhan saja. Tetapi, kini
sinetron religi seolah menjadi acara utama di beberapa televisi swasta, yang tampil
setiap hari.
Mengapa? Berbagai aspek terkait budaya yakni seni, sastra, dan musik
berkembang secara pesat karena didorong oleh akulturasi nilai-nilai Islam
dan pop culture.
#9 ISLAMIC PARENTING: tua sibuk mengejar karir sendiri dan kurang memiliki banyak
waktu untuk mendampingi proses pendidikan anak.
“AGAMA SEBAGAI BENTENG MORALITAS ANAK”
Di sisi lain, orang tua juga berpikiran terbuka dan modern dalam
mendidik anak. Anak pun diarahkan agar menguasai teknologi,
berwawasan global, menguasai berbagai bahasa asing, rajin
membaca buku, dan mengasah bakat seni.
Sayangnya, para orang merasa tidak bisa memberikan pendidikan agama secara langsung
kepada anak karena alasan kesibukan pekerjaan. Dengan demikian, orang tua pun
cenderung memilih cara memasukkan anak ke pengajian di mushola atau mendatangkan
ustadz ke rumah agar anak bisa belajar agama.
Sementara di sisi lain bersamaan dengan maraknya fenonemena sekolah islam internasional
maka tak heran jika orang tua kelas menengah muslim yang knowledgeable, tapi cenderung
tak punya banyak waktu (low involvement) akan menyekolahkan anaknya ke dalam sekolah
islam internasional ini.
Sekolah Islam internasional adalah wujud gabungan antara konsep sekolah dengan muatan
agama/karakter dan keterampilan dunia modern (sains, bahasa asing, hukum, ekonomi,
matematik, dan lain-lain).
“MAKIN KAYA,
lembaga ziswaf yang lain.
MAKIN MEMBERI”
perolehannya baru kurang dari 1 persen dari potensinya yang sebesar Rp 270
triliun. Tetapi dalam 10 tahun terakhir, rata-rata kenaikannya mencapai kurang
lebih 24 persen.
Kalau sebelumnya mereka banyak mengandalkan jasa asuransi, yakni dengan cara
menransfer risiko kepada pihak ketiga. Maka kini mereka mulai meningkatkan porsi
zakat dan sedekahnya.
Oleh karenanya, Kelas menengah muslim kini ingin mengetahui secara persis berapa
zakat yang harus dia bayar., baik zakat penghasilan maupun zakat harta. Rasa ingin
tahu ini sebagai wujud tanggung jawab dalam menjalankan nilai-nilai Islam.
Tak hanya itu untuk memudahkan pembayar zakat dalam menghitung besar zakatnya,
kini muncul beragam aplikasi kalkulator zakat yang dikeluarkan oleh berbagai pihak.
Serta muncul berbagai inovasi mengenai program zakat dari berbagai Lembaga zakat
High
Apa itu manfaat spiritual dari produk? Tak lain adalah manfaat yang terkait dengan
seberapa jauh produk tersebut mematuhi nilai-nilai dan ajaran Islam.
Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
Kami menengarai, manfaat spiritual dari produk adalah variabel baru dalam peta
Melihat kenyataan ini, para pemasar tentu saja tak bisa melihatnya dengan sebelah
mata lagi. Setiap pemasar di Indonesia harus menganggap serius variabel baru ini dan Apathist Conformist
menempatkannya sebagai elemen penting dalam penyusunan strategi pemasaran. “Emang gua pikirin” “Pokoknya harus Islam”
Melihat pergeseran pola pikir dan perilaku konsumen yang sangat menarik ini, kami
Low
mencoba memetakan profil dan karakteristik dari konsumen kelas menengah muslim
kita. Kami membagi konsumen muslim Indonesia menjadi empat sosok seperti Low High
tergambar pada matriks.
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Dimensi pertama yang diwakili oleh sumbu vertikal menggambarkan preferensi konsumen 4 SOSOK KONSUMEN MUSLIM
terhadap manfaat fungsional atau emosional (functional/emotional value) dari produk.
High
Sementara dimensi kedua yang diwakili oleh sumbu horisontal menggambarkan preferensi
konsumen terhadap manfaat spiritual (spiritual value) yang diberikan oleh sebuah produk.
Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
(”Duniawi”: Product Benefits)
“Gua dapat apa ?” “Islam itu lebih penting”
Pada dimensi pertama, konsumen dikatakan memiliki preferensi manfaat
fungsional/emosional tinggi (high) jika ia sangat menginginkan kemanfaatan fungsional atau
emosional yang dihasilkan oleh sebuah produk.
Pada dimensi kedua, konsumen dikatakan memiliki preferensi manfaat spiritual tinggi (high)
Low
jika ia menginginkan produk yang dibeli atau dikonsumsinya mengikuti nilai-nilai dan
Low High
kaidah-kaidah Islam seperti halal (untuk produk makanan), menutup aurat (untuk produk
busana), atau tidak riba (untuk produk perbankan). Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Sementara konsumen dikatakan memiliki preferensi terhadap manfaat spiritual yang rendah
(low) jika ia tak peduli apakah suatu produk mengikuti kaidah-kaidah Islam atau tidak.
High
Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
(”Duniawi”: Product Benefits)
“Gua dapat apa ?” “Islam itu lebih penting”
Low
Low High
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Sosok ini adalah tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, wawasan, dan seringkali
High
tingkat kesejahteraan ekonomi yang masih rendah. Di samping itu, konsumen ini
memiliki kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai Islam yang juga rendah.
Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
Konsumen tipe ini umumnya tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai
Hal ini bisa dimengerti, karena mereka ini pada umumnya masih bergumul dengan Apathist Conformist
kebutuhan dasar (basic needs) dan masih belum memperhatikan value proposition “Emang gua pikirin” “Pokoknya harus Islam”
Low
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian pemeluk agama Islam di Indonesia masih
bergulat dengan kebutuhan dasar dan belum terpanggil untuk menerapkan ajaran Low High
agama dalam kesehariannya.
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Jika bicara mengenai keresahan hidup (anxiety), maka keresahan utama mereka masih di
seputaran diri mereka dan lebih pada kehidupan saat ini, mereka khawatir di masa
mendatang mereka akan terpuruk kembali dalam kemiskinan.
Umumnya mereka tidak memiliki mimpi yang terlalu muluk, bahkan mereka merasa
bahwa tidak berhak untuk bermimpi terlalu tinggi, karena yakin tidak akan mampu
menjangkau mimpi besar. Kalaupun bermimpi, umumnya mimpi tersebut lebih terfokus
pada mimpi duniawi yang sederhana, seperti kesuksesan secara finansial.
Seperti kita tahu untuk memenangkan suatu segmen, hal dasar yang perlu
diracik oleh seorang pemasar adalah 4P (product, price, place, promotion).
Khusus untuk segmen ini, maka 4P yang dimaksud adalah “Price, Price,
Price, Price”, artinya senjata ampuh untuk menarget segmen ini adalah
harga yang semurah-murahnya, karena mereka kurang peduli pada manfaat
produk dan manfaat spiritual.
High
wawasan global, tetapi memiliki tingkat kepatuhan pada nilai-nilai Islam yang lebih
rendah. Segmen ini serupa dengan tipe konsumen muslim “Universalist” dimana
mereka sangat kritis dan pragmatis dalam melakukan pemilihan produk berdasarkan Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
(”Duniawi”: Product Benefits)
parameter kemanfaatannya. “Gua dapat apa ?” “Islam itu lebih penting”
Segmen ini pada umumnya cermat untuk menghitung manfaat apa yang dia dapatkan
dari suatu produk. Mereka selalu bertanya-tanya,”What’s in it for me?” Manfaat yang Apathist Conformist
“Emang gua pikirin” “Pokoknya harus Islam”
mereka cari mencakup manfaat fungsional maupun emosional.
Untuk produk-produk yang bersifat personal dan tidak terlihat oleh orang lain bisa jadi
Low
segmen ini berfokus mencari manfaat fungsional. Sementara untuk produk yang
terkait dengan citra dirinya dia menuntut manfaat emosional. Low High
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
High
menerapkan nilai-nilai Islam secara normatif. Karena keterbatasan wawasan dan sikap
yang konservatif/tradisional, sosok konsumen ini cenderung kurang membuka diri
(less open-minded, less inclusive) terhadap nilai-nilai di luar Islam khususnya
Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
nilai-nilai Barat.
Pada umumnya mereka mengutamakan faktor ketaatan kepada ajaran Islam, sehingga
walaupun produk berlabel Islam itu memiliki kekurangan-kekurangan, dengan mudah
mereka memaklumi.
Apathist Conformist
Segmen Conformist pada umumnya sangat patuh terhadap otoritas Islam. Impian “Emang gua pikirin” “Pokoknya harus Islam”
mereka adalah bahagia di akhirat, bagi mereka hidup di akhirat yang merupakan hidup
yang panjang yang pantas diperjuangakan sehingga terkadang mereka ikhlas jika harus
Low
menderita di dunia karena itu hanya sementara saja.
Low High
Kekhawatiran terbesar mereka adalah jika masuk neraka jahanam. Conformist
cenderung tidak peduli akan cemoohan tidak modern.
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Sosok Conformist dalam batasan tertentu bisa jadi memiliki elastisitas harga yang
rendah, dan bahkan mereka rela membayar mahal untuk produk-produk yang
diyakininya memberikan manfaat spiritual. Bisa dibilang mereka rela berkorban
functional value yang diterima rendah selama mereka mendapatkan spiritual value
yang maksimal dari produk.
Dalam mencari badan penyalur sedekah dan zakat, Conformist umumnya akan lebih
memperhatikan apakah badan penyalur sedekah tersebut paham mengenai besaran
zakat, kemudian juga syarat-syarat sah penerima zakat.
Sosok konsumen muslim ini di satu sisi memiliki pengetahuan/ wawasan luas,
High
pola pikir global, dan melek teknologi; namun di sisi lain secara teguh
menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memahami dan
menerapkan nilai-nilai Islam secara substantif, bukan normatif. Rationalist Universalist
Funcitional/emotional value
(”Duniawi”: Product Benefits)
“Gua dapat apa ?” “Islam itu lebih penting”
Mereka lebih mau menerima perbedaan dan cenderung menjunjung tinggi
nilai-nilai yang bersifat universal. Mereka biasanya tidak malu untuk berbeda,
tetapi di sisi lain mereka cenderung menerima perbedaan orang lain.
Singkatnya mereka adalah sosok yang toleran, open-minded, dan inkulsif terhadap
nilai-nilai di luar Islam.
Dalam membeli dan mengonsumsi produk, konsumen tipe ini menginginkan Apathist Conformist
produk yang memenuhi kaidah-kaidah Islam (manfaat spiritual), namun mereka “Emang gua pikirin” “Pokoknya harus Islam”
Low
Intinya, konsumen jenis ini sangat religius namun juga sangat rasional dalam Low High
melihat value proposition yang ditawarkan produk.
Spritual Value
(”Akhirati”: Compliance to Islamic Values)
Universalist adalah konsumen yang toleran tetapi sekaligus juga kritis baik
pada merek Islam ataupun merek bukan Islam. Mereka tidak segan untuk
menilai keislaman sebuah merek dari cara sebuah merek melakukan
praktek bisnisnya.
Deskriptif “Emang Gue Pikirin” “Gue Dapat Apa” “ Pokoknya “ Islami itu lebih Donasi “Saya belum “Saya berdonasi “Saya memberikan “Saya berdonasi
Harus Islam” penting” memiliki banyak untuk menunjukkan donasi semata untuk untuk membantu
harta untuk berbagi kepeduliaan mencari ridho Allah” masyarakat untuk
Impian Bahagia Bahagia dunia, Masuk Surga Bahagia Dunia
dengan yang lain” saya pada sekitar berkembang maju
kesuksesan material, Akhirat
serta bukti dan sebagai bagian
dan kepopuleran
kesuksesan saya” dari ketakwaan saya”
Kekhawatiran Takut jatuh miskin Terlihat ketinggalan Takut masuk neraka Tidak mampu
Parenting “Seorang anak pasti “Saya akan “Saya akan “Saya berusaha
jaman memberikan manfaat
akan berkembang, memberikan fasilitas memastikan mereka menyeimbangkan
bagi semesta
sekolah yang akan agar anak saya sukses mempelajari pendidikan
Proposisi Harga semurah� Produk yang Produk yang sesuai Produk yang Islami
lebih berperan” berprestasi dengan agama Islam agar umum dan Islam,
nilai (value murahnya memberikan dengan ajaran dan memberikan
IQ yang tinggi” mereka selamat dari supaya anak saya
proposition) maanfaat fungsional agama Islam manfaat fungsional
godaan dunia” berakhlaq mulia dan
dan emosional dan emosional
berwawasan luas”
Brand endorser Tidak terlalu penting Selebritas yang Ustadz/ah yang Tokoh inspiratif
Fesyen “Apa saja yang “Saya mengenakan “Saya mengenakan “Saya berpakaian
yang disukai mewakili citra paham akan yang menggugah
bisa dipakai” pakaian muslim agar pakaian untuk muslim karena
sukses duniawi dalil agama dan Islami
saya dapat diterima menutup Aurat nyaman ,
Investasi “Saya tidak terlalu “Saya akan “Saya tidak mau “Saya menghindarkan di komunitas saya, sesuai dengan dalam menunjukkan
paham, kalau ada memilih mana investasi yang diri dari unsur riba, jika tidak perlu saya ayat Al-Qur’an” identitas pribadi
kelebihan saya yang memberikan mengandung saya tidak menutup bisa melepaskan saya, serta bentuk
tabung saja” imbal hasil (return) riba, saya akan kemungkinan pakaian muslim saya” ketakwaan pada
yang terbaik, pilih investasi melakukan Investasi Allah SWT”
syariah ataupun riil, logam mulia, di lembaga umum
Sikap terhadap Tidak terlalu Cenderung terbuka Cenderung tertutup Cenderung terbuka
konvensional” ataupun syariah” tanpa label Islam
keragaman memperdulikan pada keragaman pada keragaman
selama praktek
perbedaan
bisnisnya sesuai
Cara untuk Berikan penjelasan Berikan informasi Tunjukkan Tunjukkan ayat
Syariah”
meyakinkan yang sederhana dan atau fakta yang jelas kepadanya ayat-ayat dan haditsnya
Pembiayaan/ “Apa saja yang “Saya akan melihat “Saya akan memilihi “Tidak semua sosok ini mudah dimengerti Al Qur’an atau hadist untuk dipahami
kredit memberikan dari biaya yang kredit dari lembaga pembiayaan di dan kemudian
pembiayaan harus saya keluarkan Syariah, meskipun lembaga non�syariah menggabungkannya
bagi saya” untuk pinjaman” jika marginnya menyalahi dengan fakta lainnya
lebih tinggi aturan syariah”
dibandingkan bunga” Gaya tutur Gaya menghibur atau Gaya menghibur, Gaya ceramah yang Kisah inspiratif yang
yang disukai sekaligus menggurui kisah yang berisi pengarahan memungkinkannya
(story-telling) menyampaikan mengenai jalan yang untuk berpikir,
pesan tanpa kesan benar atau salah memahami, dan
menggurui atau merasakan substansi
menghakimi ceritanya
Mereka menempatkan konsumsi produk dan jasa sebagai bagian dari kegiatan
ibadah dalam rangka mematuhi perintah-perintah Tuhan serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Artinya, konsumsi terhadap produk dan jasa bukanlah berada di ruang hampa, tapi
secara inheren merupakan perwujudan dari keimanan kepada Allah SWT. Mereka
menginginkan seluruh aspek kehidupannnya terjamah oleh unsur-unsur religi
dengan menempatkannya dalam koridor nilai-nilai Islam.
Ketika telah yakin menghindari riba atau memakan makanan yang halal,
maka mereka mendapatkan ketenangan jiwa, merasakan kedekatan
dengan Sang Pencipta, menemukan kepasrahan dan keikhlasan hidup di
dunia, atau keyakinan kelak masuk surga berkat investasi amal yang
sudah mereka tanamkan di dunia.
Customer value akan tinggi jika sebuah merek memberikan manfaat yang tinggi dan
biaya-biaya yang rendah. Selama ini customer value umumnya hanya mengandung
dua elemen yaitu manfaat fungsional (functional benefit) dan manfaat emosional
(emotional benefit).
Nah, dengan adanya pergeseran konsumen yang semakin religius seperti yang kami
uraikan di depan, kini muncul variabel manfaat baru yang kian penting dan mulai
dituntut oleh konsumen kelas menengah muslim Indonesia, yaitu manfaat spiritual
(spiritual value). Dengan adanya variabel baru ini, maka formula nilai (value formula)
juga ikut-ikutan berubah.
Bagi para pemasar perubahan formula tersebut membawa implikasi yang luar biasa
dan sangat fundamental. Dengan jumlah konsumen muslim demikian dominan
mencapai 87 persen, para pemasar kini tak bisa lagi mengesampingkan mereka
terhadap manfaat spiritual yang mereka butuhkan dan tuntut.
Merek Anda harus menjadi role model bagi mereka. Menjadi role
model ini tentu saja tak hanya sebatas di pikiran dan ucapan, lebih
ampuh lagi harus sampai ke perbuatan.
#2 THE PRINCIPLE OF COMPETITION yang bisa diterima oleh semua sosok konsumen tersebut sebaiknya
sebuah merek memosisikan diri sebagai merek yang universal dengan
COMPETITION IS ABOUT BUILDING BRAND PERSONA. memberikan manfaat produk yang ekselen (baik fungsional maupun
CONNECT YOUR BRAND TO THE CUSTOMER’S HEART emosional), dengan tetap memajukan kepatuhan pada nilai-nilai Islam
(manfaat spiritual).
Untuk mengambil hati kelas menengah muslim, Itu semua harus Anda wujudkan dengan satu tujuan Kini, seiring dengan kemajuan ekonomi Indonesia
merek Anda harus ramah-bersahabat, merangkul dalam rangka menghasilkan kebaikan universal sejak awal Orde Baru dan ketika teknologi
semua (tak hanya eksklusif sebatas kalangan (universal goodness) kepada seluruh stakeholders. informasi mencapai critical mass, masyarakat
muslim); open-minded alias terbuka dan berlapang Singkatnya, your brand must be an inclusive brand. muslim Indonesia pun semakin massif terkena
dada terhadap informasi, ide, pikiran, aliran, atau eksposur globalisasi dan intensif menyerap budaya
Harus diingat, sejak awal kaum muslim Indonesia
pengaruh dari manapun dan siapapun; toleran global baik Barat (Eropa dan Amerika) maupun
adalah masyarakat yang terbuka, open-minded, dan
terhadap perbedaan, dan selalu berpikiran positif Timur (India, Jepang, Cina, dsb).
aktif berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh dari
dengan landasan kekuatan cinta.
luar.
Memilah-milah mana yang positif dan mana yang negatif, lalu mengambil
manfaat dari yang positif dan mengenyahkan yang negatif. Misalnya gaya
hidup, kesenian, modernisasi, ilmu pengetahuan, atau teknologi yang
datang dari Barat tak semuanya buruk.
Kedua, by default mereka memang bukan merek yang dari awal menyasar pasar
muslim. Karena itu komitmen, persistensi, dan passion yang mereka miliki dalam
menggarap pasar Islam tentu saja tidak setinggi dan setotal Wardah.
Ingat, untuk menjadi authentic brand di pasar muslim Anda tak cukup sekedar
menempelkan label halal pada kemasan dan produk Anda. Untuk menjadi
authentic brand, merek Anda harus menempatkan ketaatan kepada nilai-nilai
luhur keislaman yang bersifat universal sebagai “reason for being” Anda .
Dalam kasus Wardah manfaat spiritual ini menjadi faktor pembeda (point
of differentiation) dalam menghadapi merek-merek kosmetik
konvensional. Seperti telah kami singgung di depan, faktor pembeda ini
menjadi sangat kokoh karena sebagai merek Islami, Wardah telah
mencapai level authenticity.
“Customer who form a communal bond around your bran, are usually
extremely loyal,” Kata Richard Cross dan Janet Smith dalam buku larisnya,
Customer Bonding. Bahkan komunitas tak hanya mampu menciptakan
relationship customer dan loyal customer, tapi lebih jauh lagi ia dapat
membangun advocator customer.
Advocator customer ini tak lain adalah jenis pelanggan yang selalu mati-matian
membela merek dan produk Anda. Pelanggan yang selalu menjadi juru bicara
dan “papan iklan berjalan” yang baik bagi pelanggan lain. Mereka adalah
pelanggan yang marah kalau mendengar orang lain menjelek-jelekkan merek
Anda.
Karena jenis pelanggan yang Anda hasilkan adalah advocator customer maka
mereka akan cenderung menjadi salesman Anda yang sangat fanatik. Mereka
akan cerita ke orang lain dan merekomendasikan merek dan produk Anda.
Kita tahu rekomendasi pelanggan atau customer referral adalah alat promosi
dan jualan yang sangat efektif dan ampuh mempengaruhi pelanggan prospek.
Dan harus diingat, cara ini sangat murah karena Anda tak perlu mengeluarkan
anggaran jutaan bahkan miliaran rupiah untuk iklan di koran dan televisi.
dan bagaimana Anda menghubungkan dan menginteraksikan satu pelanggan pekerjaan gampang. Pendekatannya memang agak lain dari pendekatan
dengan pelanggan lain. konvensional. Anda sudah tak bisa lagi menggunakan paradigma
produsen-konsumen dalam memasarkan merek Anda.
Di samping kualitas produk yang ekselen dan identitas kehalalan,
sesungguhnya kunci kesuksesan Wardah yang lain adalah kemampuannya Kenapa? Karena lingkungan di dalam komunitas bersifat egaliter dan peer to
dalam mendekati komunitas-komunitas hijabers. Wardah aktif mendekati para peer. Dalam buku kami (2008) kami menyebut pendekatan ini sebagai
community leader di lingkungan hijabers dan menggelar banyak aktivasi pendekatan pemasaran horizontal.
Pertama, dorong interaksi dan komunikasi yang intensif antar sesama anggota
komunitas dan lakukan lakukanlah soft-selling, bukan hard-selling dalam jualan produk.
Kedua, jalankan fungsi fasilitasi, Anda harus menjadi fasilitator yang baik bagi
komunitas dan kalau Anda sudah menjadi fasilitator yang baik, bangunlah “sense of
community” ke seluruh anggota.
Ketiga, saling perkenalkan antar anggota dengan satu minat (common interests)
tertentu, dan dorong para anggota memberikan kontribusi kepada komunitas dan
membantu anggota lain. Dan yang terakhir, ciptakan identitas, atau kalau mungkin,
budaya komunitas.
Namun, satu hal terpenting yang harus Anda perhatikan adalah kredibilitas dan trust.
Anggota sebuah komunitas selain Anda pasti akan merasa jengkel dan sebal, jika Anda
terus-menerus melakukan promosi secara terang-terangan dalam komunitas itu.
Pendeknya, bangun dulu kredibilitas Anda di dalam komunitas. Anda dapat menjadi
referensi bagi komunitas itu. Jika kredibilitas Anda sudah terbentuk, lambat-laun
komunitaslah yang akan “bekerja” untuk Anda, bukan sebaliknya. Word-of-mouth yang
terjadi membuat Anda dikenal secara luas, tanpa perlu mengeluarkan biaya promosi yang
besar.
FAMILY
MEGASHIFT
HOW
WIN
TO
THEM
YUSWOHADY | FARID FATAHILLAH | AMANDA RACHMANIAR | GILANG BRILLIAN
More info:
bit.lt/inventureknowledgewebinar
0877 3411 5676 - Sabil
Get The E-Book
More info:
bit.lt/inventureknowledgewebinar
0877 3411 5676 - Sabil
#1.
The Principle of #2 #3
The Prin
The Principle of ciple
customer Positionin of
competition g
Customers become mo
re religious. They Be an inclu
out building
begin to search for sp
iritua l va lue. Competition is ab sive
Be a Univ brand.
brand persona. ersa l Icon.
The of
in c ip les e
Six Pr g to Middl
ar ketin lems
M s M o s #4 #5
#6
Cla s
Principle of
The Principle of Principle o
f va lue engagement
Differentiation
Offer uniqu Connect your customer to each other.
e
Build authenticity
through Ba lance you unversa l value. Build a community of messengers.
pa ssion. r product a
commitment and nd spiritua l
benefits.
Design E-book:
Muhamad Abdul Sholeh
muhamadabdulsholeh@gmail.com