Anda di halaman 1dari 41

DEMAM THYPOID & DISENTRI EC Shigella sp

Disusun oleh:

Widya Pratiwi 1610211004


Radya Agna Nugraha 1610211011
Annisa Siska Afita 1610211024
Dora Amanda Erawati 1610211064
Fahira Alia Natassha 1610211078
Nurul Nadifa Erza 1610211084
M. Hafizh Hammami 1610211105
Laula Sekar Tadji 1610211107
Ghestiara Pusphita Hannum S 1610211139
Natasya Hirany Zannum 1610211147

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
2019
KASUS III TOPIK: Infeksi Bakteri

TUTORIAL

Halaman 1

Saat anda sedang bekerja di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Datang pasien
pertama Tn. Nardi 26 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 8 hari yang lalu.
Demam yang dirasakan naik turun. Naik pada sore dan malam hari serta cenderung turun
pada pagi hari. Demam tersebut makin lama makin meninggi tanpa rasa menggigil.
Keluhan juga disertai oleh sakit kepala. Selain demam pasien mengeluh mual dan
muntah yang berisi makanan yang baru dimakannya. Sehingga pasien tidak nafsu
makan. Pasien juga mengeluh nyeri di ulu hati dan perutnya kembung. Semenjak sakit,
BAB pasien mencret konsistensi lembek dengan frekuensi 3x sehari. Biasanya pasien
BAB sekali sehari setiap hari. BAK normal.
Pasien adalah seorang pekerja pabrik yang kost dekat tempat kerjanya. Biasanya makan
sehari hari di warung sebelah kost tempat tinggalnya tersebut. Keluhan pasien tidak
disertai bintik-bintik merah di badan maupun tangan dan kaki. Riwayat luka tidak ada.
Riwayat batuk, pilek dan sakit tenggorokan tidak ada. Keluhan sesak tidak ada. Keluhan
penurunan kesadaran dan kejang tidak ada. Keluhan bengkak di kedua tungkai bawah
tidak ada. Pasien belum berobat ke dokter dan hanya minum obat penurun panas serta
obat maag yg dibelinya dari toko obat.
Selanjutnya datang pasien kedua yaitu Tn. Joko 42 tahun, mengeluh BAB cair dengan
frekuensi 8 - 10 kali/hari sejak 3 hari sebelum masuk RS. BAB cair tersebut disertai
darah dan lendir, dengan jumlah feses cair lebih sedikit dibanding dengan darah dan
lendirnya. Keluhan juga disertai mual dan muntah, dimana muntah 2 kali/hari berisi
sisa makanan. Selain keluhan tersebut pasien merasakan nyeri perut terutama bagian
bawah dan perasaan tidak puas saat BAB. Keluhan BAB cair seperti air cucian beras
disangkal. Keluhan batuk dan pilek sebelum diare disangkal. Pekerjaan pasien adalah
petugas pasukan kuning di jalanan. Pasien terbiasa makan tanpa menggunakan sendok
garpu. Terkadang lupa mencuci tangan sebelum makan. Pasien jarang minum susu atau
makan daging. Pasien tinggal di sebuah rumah petak ukuran 4x5 m2 bersama 5 orang
anggota keluarganya. Dalam keluarga salah seorang anaknya menderita penyakit yang
sama. Untuk keluhannya tersebut pasien belum pernah berobat ataupun mengobati
sendiri penyakitnya.

Pertanyaan :
1. Identifikasi masalah pasien.
 Hipotesis apa yang dapat anda buat dari masalah pasien - pasien
tersebut?
3. Informasi apa lagi yang anda butuhkan untuk menangani pasien ini?
Basic Science

MIKROBIOLOGI
Salmonella sp

• Kingdom : Bakteria
• Filum : Proteobakteria
• Kelas : Gamma Proteobakteria
• Ordo : Enterobakteriales
• Famili : Enterobaktericeae
• Genus : Salmonella

 Definisi: Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-


negatif berbentuk batang tunggal yang menyebabkan tifoid , paratifod,
dan penyakit foodborne. Jenis yang paling sering ditemukan adalah S. typhi, S.
parathypi A,B,C, S. typhimurium, S. enterica dan S. enteritidis.

 Sifat-sifat Salmonella sp :

- Sebagian besar Salmonella motil, flagella peritrikh


- Tumbuh pada media sederhana
- Tidak memfermentasi laktosa & sukrosa
- Menghasilkan gas dan 𝐻𝐻2 S (kadang-kadang) dari glukosa & maltose
- Salmonella mampu bertahan lama dalam keadaan beku
- Salmonella tahan terhadap :
1. Brilliant green
2. Sodium tetrationat
3. Deoxycholate

 Media Salmonella sp :
1. Agar darah : Koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 mm, bulat, agak
cembung, jernih dan tidak menyebabkan hemolisis
2. MacConkey : tidak meragi laktosa sehingga tidak bewarna
3. Deoksikolat sitrat : Koloninya tidak meragikan laktosa sehingga tidak bewarna
4. Bismut sulfit Wilson and Blair : tumbuh koloni hitam berkilat logam akibat
pembentukan H2S
 Antigen Pada Salmonella sp :
• Antigen somatik (O) : Terdapat pada dinding sel yang tahan terhadap suhu tinggi
> 100° C , mengandung LPS + gula spesifik
• Antigen Flagel (H)
• Antigen Virulensi (K) : Polimer polisakarida bersifat asam terdapat pada bagian
luar (kapsul).

 Patogenesis : Virulensi Salmonella dipengaruhi oleh toksin yang dihasilkan, daya


invasi dan flagel yang terdapat pada badan sel. Simpai Salmonella mengandung
kompleks LPS yang berfungsi sebagai Endotoksin yang dapat merangsang pelepasan
zat pirogen dari sel makrofag dan PMN sehingga host demam. Enterotoksin dan
sitotoksin yang dihasilkan dari Salmonella juga berperan dalam meningkatkan daya
invasi. Selain itu, beberapa strain Salmonella dapat bereplikasi interseluler.
Shigella sp

Kingdom: Bacteria

Filum: Proteobacteria

Kelas: Gammaproteobacteria

Ordo: Enterobakteriales

Famili: Enterobakteriaceae

Genus: Shigella

 Definisi : Shigella adalah genus dari Gram-negatif, non


motil, bakteri endospora berbentuk batang tunggal yang berhubungan dekat
dengan Escherichia coli dan Salmonella. Shigella merupakan penyebab dari
penyakit shigellosis pada manusia, selain itu, Shigella juga menyebabkan penyakit
pada primata lainnya, tetapi tidak pada mamalia lainnya.

 Spesies : All species cause bacillary dysentery


- S. dysenteriae (Group A)
- S. flexneri (Group B)
- S. boydii (Group C)
- S. sonnei (Group D)

 Sifat :
o Non-motile, Fragile organisms
o Do not produce gas from glucose, Do not hydrolyze urea
o Do not produce H2S , Possess O and some have K antigens
o Lysine decarboxylase negative
o Delayed lactose +
 Patogenesis :
Clinical Science

DEMAM THYPOID

 Definisi : Infeksi pada saluran pencernaan (usus halus) yang disebabkan oleh
Salmonella thypi

 Epidemiologi :

1. Indonesia merupakan daerah endemik demam tifoid dengan kejadian


800/100.000 per tahun
2. Banyak ditemukan di negara berkembang dengan hygiene individu dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik
3. Angka insidensi di dunia 17 juta per tahun dengan 600.000 meninggal

 Etiologi : Salmonella thypi dan Salmonella parathypi bioserotipe A, B, dan C


o Bentuk : Batang
o Susunan : Tunggal
o Warna : Merah
o Sifat : - Gram negatif
- berflagel (peritrik)
- tidak memiliki kapsul dan spora
- akan mati pada pemanasan 57 °C selama beberapa menit
- memiliki 3 antingen penting yaitu antigen O (somatik),
antigen H (flagella), dan antigen K (selaput)
- Diameter : 0,7-1,5 pm Panjang : 2-5 pm

 Faktor Resiko :
1. Higiene individu yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan
2. Higiene makanan dan minuman yang kurang baik
3. Sanitasi lingkungan yang kurang baik
4. Adanya yang menderita demam tifoid di sekitar tempat tinggal
5. Kondisi imunodefisiensi
6. Pasien atau karier yang tidak diobati dengan sempurna
 Gejala Klinis : Masa inkubasi 10-14 hari dengan gejala timbul bervariasi tiap individu
- Demam (dengan pola semakin tinggi dari hari ke hari, pagi lebih rendah dan sore
lebih tinggi)
- Nyari kepala
- Anoreksia
- Mual dan muntah
- Obstipasi atau diare
- Tidak nyaman di perut
- Obstipasi atau diare, BAB berdarah
- Nyeri abdomen
- Batuk
- Rose spots
- Lidah tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah disertai dengan tremor)
- Meteorismus (kembung akibat penumpukkan gas)

 Diagnosis :
1. ANAMNESIS

2. PEMERIKSAAN FISIK
- Suhu tubuh meningkat - Splenomegali
- Lidah tifoid - Hepatomegali
- Bradikardi relative - Gg. Mental

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan lab:
- leukopenia, - trombositopenia,
- leukositosis, - SGOT & SGPT dapat meningkat
- anemia ringan,

 Pewarnaan Gram: Basil Gram


Negative
 Motil, H2S (+), IMVIC - + - -

\
 Kultur Bakteri :
o Media kultur yang sering digunakan adalah agar Mac Conkey
o Media lain seperti agar EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau
medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter
sepeti bakteri Salmonella typhi dengan cepat
o Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif,
seperti agarSalmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen
yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan Shigella

 Uji Widal : untuk mendeteksi antibodi thdp kuman S.typhi.pada uji widal
suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dgn antibodi disebut
aglutinin.
- aglutinin O ( dari tubuh kuman )
- aglutinin H ( flagela kuman )
- aglutinin Vi ( simpai kuman )

 Pemeriksaan Tubex :
- Merupakan uji semikuantitatif kolometrik untuk mendeteksi adanya antibody IgM
terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) 0,9 S.typhi.
- Sensitifitas 75% - 80%, Spesifitas 75% - 90%
- Spesimen yg digunakan : sampel serum
- Respon terhadap antigen O9 bersifat imunodominan yg mampu merangsang
respon imun shg deteksi anti-O9 dapat dilakukan pada hari ke-4 hingga ke-5 (
infeksi primer) dan hari ke-2 hingga ke-3 ( infeksi sekunder )
♣ Uji Thypidot : TYPHIDOT Rapid IgM merupakan tes dengan metode
imunokromatografi yang dirancang untuk deteksi kualitatif antibodi IgM spesifik
terhadap antigen Salmonella typhi spesifik dalam sample serum, plasma, whole blood
pada manusia. Tes ini digunakan dalam pemeriksaan in vitro diagnostic pada demam
tifoid

♣ IgM Disptik : Tes dipstick Salmonella adalah tes untuk mendeteksi antibodi IgM
spesifik terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) dari Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi.

♣ Uji ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) Salmonella typhi/paratyphi


lgG dan lgM) : Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam
Tifoid/ Paratifoid
 Tata Laksana :
Tujuan:
- Optimalisasikan pengobatan dan mempercepat penyembuhan
- Observasi terhadap perjalanan penyakit
- Minimalisasi komplikasi
- Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan atau kontaminasi

1. Tirag Baring : Penderita diwajibkan untuk istirahat total untuk mencegah terjadinya
komplikasi

2. Diet Lunak : Penderita harus mednapat kandungan kalori dan protein yang cukup.
Sebaiknya rendah selulose (Rendah serat) untuk mencegah terjadinya perdarahan dan
perforasi

3. Cairan : Penderita harus mendapat cairan yang cukup. Dosis sesuai dengan kebutuhan
harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi, dosis cairan disesuaikan dengan
kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal

4. Terapi Simptomatik :

- Vitamin: B9 (meningkatkan proses metabolism), B1 (berperan penting dalam


metabolism kerbohidrat menjadi energy), Zinc (peningkatan nafsu makan dan
kekurangan zat ini dapat menyebabkan terjadinya diare)

- Antipiretik: Parasetamol. Dosis parasetamol 10-15mg/KgBB/x dan dapat


dikelompokkan menurut umur pada tiap kali pemberian

- Antiemetik: untuk mengatasi muntah berat. Contoh obat  granisetron,


ondansetron

5. Antimikroba untuk Tifoid :

Strategi pemberian antimikroba untuk tifoid :

a. Diberikan bila diagnosis telah dibuat


b. Antimikroba lini pertama :
 Kloramfenikol (pilihan pertama berdasarkan efisien dan harga)
 Ampisilin dan Amoxilin
 Trimetropim – Sulfametoksazol
c. Antimikroba lini kedua :
 Seftriakson : diberikan untuk dewasa dan anak
 Cefixim : efektif untuk anak
 Quinolone : tidak dianjurkan untuk anak < 18thn, karna dinilai menggangu
pertumbuhan tulang
 Pencegahan : Jika hendak berpergian ke daerah yang sering terjadi demam typhoid
maka lakukan vaksinasi kurang lebih 1-2 minggu sebelum melakukan perjalanan
tersebut. Adapun beberapa vaksin yang tersedia adalah :

- Ty21a (Vivotif, Swiss PaxVax) PO, dosis 4 tablet untuk 4 hari, harus dilakukan
minimal 1 minggu sebelum berpergian, dapat dilakukan pada usia >6 tahun, perlu
diperbaharui setiap 5 tahun
- VICPS (Typhim Vi, Sanofi Pasteur) Injeksi, dosis 1x penyuntikan, dilakukan
minimal 2 minggu sebelum mekalkukan perjalanan, dapat dilakukan pada usia > 2
tahun, perlu diperbaharui setiap 2 tahun.

 Kontrol dan Monitor dalam perawatan :


Dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Hal – hal yang menjadi
prioritas untuk dimonitor adalah :
1. Tanda vital
2. Keseimbangan cairan: cairan masuk (infus & minum) dan cairan yang keluar (urine
& feses) harus seimbang
3. Deteksi dini terhadap timbulnya komplikasi
4. Efek samping atau efek toksik obat, Resistensi antimikroba
5. Kemajuan pengobatan secara umum
 Patofisiologi :
DISENTRI

 Definisi : Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron
(=usus), yang berarti suatu peradangan usus besar yang dapat menimbulkan gejala
meluas seperti :
- BAB dengan tinja berdarah
- BAB dengan tinja bercampur lendir (mucus)
- Kram perut
- Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

 Etiologi : Bakteri yang menyebabkan disentri yang paling sering adalah Shigella,
terutama S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab lainnya adalah
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi, dan yang lebih jarang adalah Salmonella
; Enteroinvasif Escherichia coli bersama dengan Shigella dan dapat menyebabkan
disentri yang berat, kemudian Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri
pada anak anak usia lebih dari 5 tahun dan orang yang dewasa namun jarang
dijumpai pada anak di bawah 5 tahun (WHO, 2002)

 Epidemiologi :
- Disentri basilar adalah penyakit endemis di Indonesia, karena sanitasi lingkungan
yang kurang
- Shigella sp merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah
sakit
- Kematian diare  umur 1 - 4 tahun disebabkan oleh

 Fx risiko:
- status sosial ekonomi yang rendah
- kepadatan penduduk
- sanitasi kurang
- air yang tercemar

 Penyebaran dari manusia melalui 5F : Food, Fingers, Feces, Flies, Fomites


 Kelompok Berisiko :
- Anak-anak di rawat inap
- Internationall travelers
- Homoseksual
- Pasien HIV
- People with inadequate water supply
- Orang di penjara dan kamp militer

 Gejala Klinis :

Two-stage disease: watery diarrhea changing to dysentery with frequent small stools
with blood and mucus, tenesmus, cramps, fever

Early stage:

• Watery diarrhea attributed to the enterotoxic activity of Shiga toxin

• Fever attributed to neurotoxic activity of Toxin

Process involves:

1. Ingestion

2. Non-invasive colonization and cell multiplication

3. Production of the enterotoxin by the pathogenic bacteria in the small intestine;

Second stage:

• Adherence to and tissue invasion of large intestine with Typical symptoms of


dysentery

• Cytotoxic activity of Shiga toxin increases severity


Disentri basiler :
• Onset : berlangsung cepat, sering mendadak, dapat juga perlahan-lahan
• Defeksi sedikit-sedikit dan dapat terus menerus.
• Sifat : mulanya sedikit-sedikit sampai isi usus terkuras habis, selanjutnya pada
keadaan ringan masih dapat mengeluarkan cairan, sedangkan bila keadaan berat
tinja berlendir dengan warna kemerah-merahan (red currant jelly) atau lendir
yang bening dan berdarah, bersifat basa.

Gejala Umum :

• Sakit perut kolik


• Tenesmus
• Demam

• Nadi cepat
• Sakit perut terutama di sebelah kiri, terasa melilit sehingga mengakibatkan perut
menjadi cekung.
• Di daerah anus luka dan nyeri

• Muntah

Stadium Ringan :
• Onset akut

• Gejala: Nyeri di area iliaka sinistra (saat sedang defekasi), tenesmus, frekuensi
BAB 3-5 sampai 10 kali sehari (+ mukus, kadang darah); suhu: normal/subfebris.

Stadium Sedang :

• Onset akut atau dengan periode prodormal pendek

• Karakteristik: weakness, malaise, perasaan tidak nyaman diperut, tenesmus

• Sindrom kolitik:

• nyeri spastik di bagian bawah abdomen, tenesmus

• Stool seperti karakter fecal dan tampak ada mukus dan darah

• Frekuensi 10-15 kali sehari

• Sindrom intoksikasi:

• Demam (38-39°C) 2-3 hari

• Gejala: weakness, sakit kepala, dizziness, kulit pucat, hipotensi, takikardi


Stadium Berat :

• Onset akut

• Demam (≥39°C)

• Gejala: sakit kepala, sharp weakness, mual-muntah, nyeri spasmodik abdomen yg


berat, frekuensi BAB hanya sedikit dengan mukus dan darah; hipotensi, takikardi,
sesak napas, sianosis, dehidrasi bahkan syok

• Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau
keracunan makanan

• Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae.

 Diagnosis :

1. ANAMNESIS

2. PEMERIKSAAN FISIK

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
♣ Pemeriksaan lab:
- Untuk memastikan diagnosis dilakukan
kultur dari bahan tinja segar atau hapus
rektal.
- Pemeriksaan mikroskopik tinja
menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit
PMN.
♣ Media Kultur : Commonly used primary isolation media include MacConkey,
Hektoen Enteric Agar, and Salmonella-Shigella (SS) Agar
♣ Endoskopi : mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang
tertutup eksudat. Sebagian besar lesi terdapat di bagian distal kolon dan
secara progresif berkurang di segmen proksimal kolon

♣ Px. Enzim immunoassay : mendeteksi toksik di tinja

♣ Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi : didapatkan ulkus yang


khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal

♣ Blood-test: Ht (WBC is usually leukocytosis, increasing Ht –


hemoconcentration)

♣ Urine-test

♣ Electrolitis (Na, K, CL)

 Komplikasi :
- Perdarahan usus
- Perforasi
- Peritonitis
- Penyempitan usus (striktura)
- Trombositopenia
- Hiponatremia
- Hipoglikemia
- Disseminated intravascular coagulation (DIC)
- Abses otak, limpa, dan organ lain
- Toksik megakolon
- Prolaps rectal
- Perforasi
- Gejala susunan saraf : ensefalopati, penurunan kesadaran, febrile seizures
 Tatalaksana Disentri : Terapi penyakit disentri pada anak biasanya dilakukan
perawatan di rumah sakit. Anak yang harus diberi perawatan di rumah sakit adalah :

1) Anak dengan umur <2 bulan

2) Anak yang mengalami keracunan, letargis, perut kembung dan nyeri tekan atau
kejang

3) Anak mempunyai resiko sepsis dan harus dilakukan perawatan di rumah sakit

Penatalaksanaan disentri pada balita biasanya direkomendasikan untuk diberikan


kotrimoksazol dan jika tidak membaik maka dilakukan penggantian antibiotik.
Dosis kotrimoksazol pada anak adalah Trimetoprim 4mg/kgBB dan
Sulfametoksazol 20mg/kgBB dua kali sehari. Penanganan disentri pada anak adalah:

1) Penanganan pada gejala dehidrasi dan pemberian makan seperti pada diare akut

2) Penanganan paling baik adalah yang didasarkan pada pemeriksaan tinja rutin
atau hasil laboratorium tinja, jika positif adanya amuba maka diberikan
Metronidazol dengan dosis 50mg/kg/BB dengan frekuensi 3 kali sehari dan
durasi pemberian selama 5 hari.

3) Pemberian antibiotik oral dengan durasi pemberian 5 hari yang sebagian


besar sensitif terhadap bakteri shigella. Antibiotik yang sensitif untuk penyakit
disentri di Indonesia adalah Siprofloksasin, Sefiksim dan Asam Nalidiksat.

4) Penanganan untuk bayi dengan umur <2 bulan, jika terdapat sebab yang lain
seperti invaginasi maka anak harus dirujuk ke spesialis bedah (World Health
Organization Indonesia, 2009)

Penggunaan antibiotik dipertimbangkan untuk diare yang disebabkan oleh : Shigella,


Salmonella, Campylobacter, atau infeksi parasit. Diare sedang atau parah dengan
panas atau tinja yang berdarah diberikan antibiotik golongan kuinolon dan
kotrimoksazol merupakan pilihan kedua. Rifaximin adalah antibiotik spektrum
luas yang mungkin juga bisa digunakan
Antibiotik : Antibiotik adalah suatu obat yang digunakan untuk membunuh kuman yang
diakibatkan oleh suatu infeksi pada tubuh. Pada penggunaan antibiotik pada pasien anak
perlu diberikan perhatian secara khusus karena kecenderungan untuk terjadinya pemakaian
yang berlebihan seperti pemakaian antibiotik untuk penyakit yang tidak disebabkan oleh
bakteri namun disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik untuk penyakit virus di
indonesia masih sangat besar dan mencapai angka hampir 90% yang berdampak pada :
pembentukan imunitas anak terhambat, memperpanjang lama penyakit, kuman baik yang
dibutuhkan oleh tubuh ikut terbunuh, efek samping yang ditimbulkan bertambah, dan
terjadinya resistensi antibiotik (Darmansjah, 2008). Resistensi mikroba merupakan
masalah yang signifikan bagi rumah sakit dan dapat mengakibatkan kenaikan morbiditas,
mortilitas dan beban ekonomi (Savov et al., 2013).

 Prognosis :
- Prognosis baik pada kasus tanpa komplikasi
- Bentuk S. dysentriae biasanya lebih berat dan masa penyembuhan lama.
- Bentuk S. flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.

 Pencegahan :
- Memperbaiki sanitasi buruk
- Air minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu
- Menjaga kebersihan
 Patofisiologi :
LEPRTOSPIROSIS

 Definisi : Penyakit infeksi akut pada hewan (zoonosis) dan manusia yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira sp. Nama lain penyakit adalah swap fever, mud fever

 Epidemiologi :

- Indonesia merupakan negara dengan insidens leptospirosis yang tinggi.


- Indonesia menempati peringkat ke 3 di dunia akibat leptospirosis menurut
Internasional Leptospirosis Society
- Infeksi ini tersebar di berbagai wilayah Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan
Nusa tenggara Barat dengan insidens meningkat bersamaan banjir.
- Orang yang rentan terkena infeksi ini adalah petani, peternak, pekerja tambang,
pekerja rumah potong hewan, penebang kayu dan dokter hewan.

 Etiologi : Leptospirosis disebabkan oleh Leptospira interrogan dari genus Leptospira dan
famili treponemataceae. L.interrogans dibagi menjadi serogroup dan kemudian serovarian
dengan jenis tersering yang menyerang manusia adalah :
- L.icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus
- L.canicola dengan reservoir anjing
- L. Pomona dengan reservoir babi dan sapi.

 Morfologi :
- Kuman leptospira bentuk spira, tipis, dengan panjang 5-15 mikro meter disertai
spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali
bengkok dan membentuk kait.
- sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis. Di bawah
membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helikal, serta
membran sitoplasma.
- Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi flagelnya, yang terletak diantara membran
luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela periplasmik. Leptospira
memiliki dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel.
Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop
lapangan gelap.
- Leptospira merupakan Spirochaeta yang paling mudah dibiakkan, tumbuh paling
baik pada keadaan aerob pada suhu 28-30 C dan pada pH 7,4

 Perjalanan Penyakit :

- Infeksi dimulai apabila terjadi kontak kulit atau selaput lendir manusia yang luka
dengan air,tanah, atau lumpur yang tercemar air kemih binatang yang terinfeksi
leptospira. Atau minum air yang terkontaminasi leptospira.
- Leptospira masuk dan menyebar ke organ dan jaringan melalui pembuluh darah,
setelah itu terjadi multipikasi dan menyebabkan leptospira terdeteksi dalam darah
dan csf.
- Gejala leptospirosis muncul 2-25 hari (masa inkubasi umum 5-14 hari) setelah
ekspos dengan bahan (air atau tanah) yang terkontaminasi dengan urin atau
jaringan hewan yang terinfeksius.
 Gejala Klinis : Perjalanan penyakit ditandai dengan 2 fase:

Fase 1 / fase leptospiremia (4-9 hari): gejala non spesifik berupa flu-like symptoms
seperti :
- sakit kepala frontal
- nyeri otot
- nyeri pada bola mata bila terkena cahaya
- demam mendadak dan mengigil,
- kadang mual dan muntah,
- mata berair dan merah dapat terjadi
- dapat membaik dalam 4-5 hari

Fase II (fase imun) : muncul setelah beberapa hari pada fase I. Setelah demam 7 hari
akan diikuti keadaan bebas demam 1-3 hari, sebelum mulai demam kembali. Gejala
yang timbul adalah Demam, nyeri dan kaku pada leher.Beberapa pasien berkembang
menjadi kondisi yang serius terjadinya inflamasi pada saraf mata,otak,spinal atau saraf
lainnya, nyeri perut kanan atas dapat terjadi

Leptospirosis Berat (Weil Disease) :


1. Ikterus, disfungsi ginjal,
2. Biasanya setelah 4-9 hari,ketiga gejala tersebut muncul:
- Ikterus : jelas terlihat, hepatomegali dan nyeri kuadran atas, splenomegali (20%)
- Gagal ginjal : oliguria, anuria
- Perdarahan : epistaksis, ptekie, purpura, ekimosis. Apabila ada keterlibatan paru
 sesak napas, nyeri dada dan sputum berdarah

 Diagnosa :
Anamnesis :
■ Riwayat pekerjaan berisiko tinggi seperti bepergian ke hutan, rawa, sungai atau
petani.
■ Gejala Klinis : demam tiba-tiba, nyeri kepala terutama frontal, mata merah,
fotofobia, keluhan gastrointestinal

Px Fisik :
■ Demam
■ Bradikardia
■ nyeri tekan otot
■ ruam kulit
■ hepatomegali

Px Penunjang :
■ Darah lengkap : leukositosis/normal, netrofilia, LED
■ Urinalisis : proteinuria, leukositoria
■ Kultur : spesimen darah
■ Serologi : Pemeriksaan gold standart untuk mendeteksi antibodi terhadap
Leptospia interrogans yaitu Microscopic Agglutination Test (MAT) yang
menggunakan organisme hidup. Pada umumnya tes aglutinasi tersebut tidak
positif sampai minggu pertama sejak terjadi infeksi, kadar puncak antibodi 3-4
minggu setelah onset gejala dan menetap selama beberapa tahun, walaupun
konsentrasinya kemudian akan menurun.

 Tata Laksana : Terapi antibiotic  7 – 10 hari

 Pencegahan :

■ Pencegahan hubungan dengan air atau tanah yang terkontaminasi harus memakai
pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan air atau tanah yang
terkontaminasi leptospira. Misalnya dengan menggunakan sepatu bot, masker,
sarung tangan.
■ Melindungi sanitasi air minum penduduk
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, dilakukan filtrasi dan
deklorinai untuk mencegah invasi leptospira.
■ Pemberian vaksin - Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat
tersebut, akan memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan
bagi pekerja risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti
melindungi pekerja laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan peliharaan efektif
untuk mencegah leptospirosis.
■ Pencegahan dengan antibiotik kemoprofilaksis
■ Pengendalian hospes perantara leptospira - Roden yang diduga paling poten
sebagai karier leptospira adalah tikus. Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara
seperti penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan bahan
rodentisida, dan menggunakan predator roden.
 Prognosis :
- Tergantung dengan keadaan umum pasien, usia, virulensi leptospira, dan
kekebalan didapat.
- Kematian dapat terjadi sebagai komplikasi faktor pemberat seperti gagal ginjal
atau perdarahan dan terlambatnya tata laksana pasien.

KOLERA
 Definisi : Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dengan manifestasi
klinism diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin

 Epidemiologi :
- According to the WHO, the number of cases surged again in 2005. From 2005 to
2008, 178,000-237,000 cases and 4000-6300 deaths were reported annually
worldwide.
- However, the actual global burden is estimated to be 3-5 million cases and
100,000-130,000 deaths per year.
- Extremely rare fewer than 1 thousand cases per year (Indonesia).

 Etiologi :
- Pada isolasi yang pertama, V. cholerae berbentuk koma, batang bengkok kira-kira

2-4 µ m panjangnya. Bakteri ini sangat aktif bergerak dengan memakai satu kutub

flagel (monotrik). Pada biakan yang lama, Vibrio dapat menjadi batang lurus yang

menyerupai bakteri enterik Gram Negatif (Karsinah et al., 2010).

Bakteri kolera dapat masuk bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan
dan dimasak dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:

• Makanan laut seperti kerang dan ikan.


• Sayuran dan buah-buahan.
• Biji-bijian seperti beras dan gandum.

Meskipun di dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari terdapat bakteri
kolera, orang yang mengonsumsi makanan tersebut tidak langsung terkena penyakit
kolera. Dibutuhkan bakteri kolera dalam jumlah yang banyak di dalam makanan atau
minuman untuk membuat seseorang terkena penyakit kolera.

Ketika infeksi bakteri kolera terjadi, bakteri akan berkembang biak di dalam usus kecil.
Perkembangbiakan bakteri kolera ini akan mengganggu pencernaan manusia dengan cara
mengganggu penyerapan air dan mineral. Gangguan ini menyebabkan seseorang
mengalami diare, yang menjadi gejala utama penyakit kolera.

Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di atas, ada juga beberapa
faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit bakteri kolera, yaitu:

• Hidup di lingkungan yang tidak bersih.


• Tinggal serumah dengan penderita kolera.
• Bergolongan darah O.
Perlu diingat, meskipun tinggal serumah dengan penderita kolera dapat meningkatkan
risiko seseorang untuk menderita kolera, penyakit kolera tidak menular dari orang ke
orang secara langsung. Hal ini dikarenakan bakteri kolera tidak dapat masuk ke dalam
saluran pencernaan, kecuali bersama makanan atau air.

 Gejala Klinis : masa inkubasi Beberapa jam hingga 5 hari. Biasanya gejala klinis
timbul setelah 2 sampai 3 hari

- Mual dan muntah


- Rasa tidak enak pada perut
- Diare cair
- Kehilangan cairan berat dapat menimbulkan tanda tanda dehidrasi seperti haus,
oligouria. Asidosis, keram otot dan kejang dapat terjadi jika memburuk
- Gejala dapat bertahan selama 2 hingga 7 hari. Apabila kehilangan cairan sangat
berat dapat menimbulkan kematian.

Gejala-gejala dehidrasi akibat kolera yang harus diperhatikan antara lain:

• Mulut terasa kering


• Merasa sangat haus
• Tubuh terasa lesu
• Mudah marah
• Jantung berdebar
• Mata tampak cekung
• Kulit berkerut dan kering
• Urine yang keluar hanya sedikit atau bahkan tidak ada

Anak-anak yang menderita kolera lebih mudah mengalami dehidrasi dibanding orang
dewasa. Oleh karena itu, segera temui dokter jika anak Anda mengalami gejala-gejala
berikut ini:

• Diare yang tidak kunjung sembuh setelah 24 jam.


• Demam tinggi diatas 39 C
• Popok bayi tidak basah 3-4 jam setelah diganti.
• Tinja berwarna hitam atau mengandung darah.
• Terlihat lemas dan mengantuk.
• Mulut atau lidah kering.
• Pipi, perut, dan mata terlihat cekung.
 Klasifikasi :

 Diagnosis :

1. ANAMNESIS

2. PEMERIKSAAN FISIK

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
♣ Pemeriksaan darah lengkap
♣ Pemeriksaan sampel feses : untuk dilakukan tes terhadap keberadaan
bakteri yang menyebabkan kolera.

 Tata Laksana : Kolera memerlukan perawatan segera karena penyakit ini dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa jam.

1. Rehidrasi : Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang dari tubuh. Caranya adalah dengan menggunakan larutan
rehidrasi sederhana berupa oralit. Oralit dinilai sangat efektif mengembalikan
cairan tubuh, bahkan dapat mengurangi angka kematian akibat kolera secara
signifikan.
2. Cairan infus : Apabila rehidrasi oral dengan oralit masih belum bekerja dengan
baik, pasien kolera bisa mendapatkan asupan cairan melalui metode injeksi atau
infus.

3, Antibiotik : Walaupun antibiotik dinilai bukan merupakan pengobatan utama dari


kolera, beberapa jenis antibiotik berpotensi mengurangi gejala diare pada penyakit
ini. Jenis antibiotik yang biasanya diresepkan dokter adalah doxycycline
(Monodox, Oracea, Vibramycin) atau azithromycin (Zithromax, Zmax).

4. Suplemen zinc : zinc dapat mengurangi dan memperpendek durasi diare pada
anak-anak dengan kolera.
 Prognosis :
- Bergantung kecepatan dan ketepatan penanganan terapi cairan
- Mortality rate with proper treatment less than 1% and most patients recover within
3 to 7 days.in untreated cases, the case fatality rate with proper treatment is greater
than 50%
- Death may occur within a few hours if the diarrhea is severe
AMOBIASIS

 Definisi : infeksi parasit pada usus yang disebabkan oleh parasit Entamoebae histolytica

 Epidemiologi :
- Termasuk kategori LANGKA
- Kurang dari 150000 kasus per tahun di Indonesia

 Etiologi : Entamoeba hystolitica

 Transmisi : Infeksi amoebiasis sering terjadi di daerah tropis dengan air yang tidak diolah.
Infeksi ini menyebar melalui minum atau makan makanan yang tidak dimasak, seperti
buah, yang telah dicuci dengan air setempat yang terkontaminasi
 Gejala Klinis : Gejala amebiasis umumnya mulai dirasakan seseorang dalam kurun
waktu 7-28 hari setelah terinfeksi parasit. Perlu diingat juga bahwa tidak semua penderita
akan merasakan gejala, dan kebanyakan orang hanya akan mengalami gejala yang
tergolong cukup ringan, seperti:
- Diare
- Nyeri hingga kram perut.
- Buang angin berlebihan.
- Mudah merasa lelah.

Dalam kasus tertentu, parasit dapat menembus mukosa pada dinding usus dan
menyebabkan luka, atau justru menyebar ke organ hati melalui pembuluh darah dan
mengakibatkan abses hati. Gejala-gejala yang dapat dirasakan saat sudah memasuki
kondisi parah seperti ini adalah:
- Rasa nyeri saat perut ditekan.
- Disentri atau diare dengan tinja yang bercampur lendir dan darah.
- Demam tinggi.
- Muntah-muntah.
- Pembengkakan di bagian perut atau hati.
- Perforasi usus atau munculnya lubang pada usus.
- Sakit kuning (jaundice)

 Diagnosis :

 Tata Laksana :

Anda mungkin juga menyukai