Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“SINDROM NEFROTIK”

OLEH :

SITI MARIATI

N202101138

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

202I
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN NN. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS

SINDROM NEFROTIK DI RUANG LAVENDER RS KOTA KENDARI

Laporan ini telah disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

……………………… ……………………….

NIP
SINDROM NEFROTIK

A. DEFINISI SINDROM NEFROTIK


Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus karena ada peningkatan permebialitas glomerulus, terhadap protein
plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema
(Betz & Sowden, 2009).
B. ETIOLOGI
1. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik belum diketahui, akhir- akhir ini dianggap sebagai

suatu penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi

sebagai berikut:

1) Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi

matemofetal.Resisten terhadap suatu pengobatan.Gejala edema pada masa

neonates. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak

berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan- bulan

pertama kehidupannya.

2) Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

a. Malaria quartana atau parasite lainnya.

b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid.

c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonephritis kronik, thrombosis vena

renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun otak, air raksa.

e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranneproliferatif hipokomplementemik.

3) Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga

disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak

pada biopsy gunjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi

electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal,

nefropati membranosa, glomerulonephritis proliferatif, glomeruloskleorosis

fokal segmental (Nurarif & Kusuma 2013).

Sedangkan menurut Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe sindrom

nefrotik:

1) Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS :Minimal Change Nefrotik Sindrome).

Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindrom nefrotik pada

anak sekolah.

2) Sindom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler

kolagen, seperti lupus eritematomasus sistemik dan purpura anafilaktoid,

glomerulonephritis, infeksi sistem endokarditis, baktetialis dan neoplasma

limfoproliferatif.

Sindrom nefotik kongenital. Faktor heriditer sindrom nefrotik disebabkan oleh


gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:

1) Proteinuria

2) Retensi cairan

3) Edema

4) Berat badan meningkat

5) Edema periorital

6) Edema fasial

7) Asites

8) Distensi abdomen

9) Penurunan jumlah urin

10) Urin tampak berbusa dan gelap

11) Hematuria

12) Nafsu makan menurun

13) wajah tampak pucat (Hidayat, 2006).

D. PATOFISIOLOGI
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus.Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
menimbulkan protein, hipoalbumin, hyperlipidemia, dan edema.Hilangnya
protein dari rongga vaskuler meyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan
peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan
dalam rongga interstitial dan rongga abdomen.Penurunan Volume cairan
vaskuler menstimulasi sistem renin- angiotensin yang mengakibatkan
diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone.Reabsorbsi tubular terhadap
natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume
intravaskuler.Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema.Koagulasi
dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler yang
mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urin dari koagulasi
protein.Kehilangan immunoglobulin pada urin dapat mengarah pada peningkatan
kerentanan tergapat infeksi (Betz & Sowden, 2009).
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Uji urin

a. Urinalisis : Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m²/hari), bentuk

hialin dan granular, hematuria

b. Uji dipstick urin : Hasil positif untuk protein dan darah.

c. Berat jenis urin : Meningkat palsu karena proteinuria.

d. Osmolalitas urin : Meningkat

2) Uji darah

a. Kadar albumin serum : Menurun (kurang dari 2 g/dl).

b. Kadar kolestrol serum : Meningkat (dapat mencapai 450 sampai

1000mg/dl).

c. Kadar trigliserid serum : Meningkat

d. Trombosit : Meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul).

e. Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit

perorangan.

3) Uji diagnostik

Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin).


G. PENATALAKSANAAN
1) Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk menginduksi

remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan

diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.

2) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).

3) Pengurangan edema

a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk

mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan

thrombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).

b. Pembatasan natrium (mengurangi edema).

4) Mempertahankan keseimbangan elektrolit.

5) Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan

dengan edema dan terapi invasif).

6) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain).

Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) atau anak


yang gagal berespon terhadap steroid (Wong, 2008).

H. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian kasus sindrom nefrotik sebagai berikut, menurut Wong, 2008.

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.


b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat

badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya disekitar mata yang timbul

pada saat bangun pagi, berkurangnya di siang hari), pembengkakan

abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah

lelah, perubahan pada urin (peningkatan volume, urin berbusa).

d. Pengkajian diagnostic meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah

merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio,

kolestrol) jumlah darah, serum sodium.

2. Dignosa keperawatan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi

cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan tugor kulit

(Wong, 2008).

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008).

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

proses penyakit (Wilkinson, 2011).

f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan (Wilkinson,

2011).
g. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008).

3. Rencana tindakan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi

cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor : edema (perifer, sakral), kulit menegang,

mengkilap, sedangkan batasan minor : asupan lebih banyak dari pada

keluaran, sesak nafas, peningkatan berat badan (Carpenito, 2009).

Tujuan : pasien tidak menunjukan bukti-bukti akumulasi cairan atau bukti

akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum. Kriteria hasil :

a) Berat badan ideal

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal

c) Asites dan edema berkurang

d) Berat jenis urin dalam batas normal

Intervensi :

a) Kaji lokasi dan luas edema

b) monitor tanda-tanda vital

c) Monitor masukana makanan/ cairan

d) Timbang berat badan setiap hari

e) ukur lingkar perut

f) Tekan derajat edema pitting, bila ada


g) Observasi warna dan tekstur kulit

h) Monitor hasil urin setiap hari

i) Kolaborasi pemberian terapi diuretic

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit/

edema (Nurafif & Kusuma, 2013). Batasan karakteristik mayor : gangguan

jaringan epidermis dan dermis, sedangkan batasan karakteristik minir :

pencukuran kulit, lesi, eritema, pruritis (Carpenito, 2009).

Tujuan : kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,

kemerahan atau iritasi. Kriteria hasil :

a) Tidak ada luka/lesi pada kulit

b) perfusi jaringan baik

c) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

dengan perawatan alami.

Intervensi :

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar

b) hindari kerutan pada tempat tidur.

c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

d) Mobilisasi pasien (Ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.

e) monitor kulit akan adanya kemerahan

f) Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan.

g) Memandika pasien dengan sabun dan air hangat.


c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor : kelemahan, pusing, dyspnea, sedangkan

batasan minor : pusing, dispea, keletihan, frekuensi akibat aktivitas

(Carpenito, 2009).

Tujuan : anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan

mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat. Kriteria hasil : anak mampu

melakukan aktivitasdan latihan secara mandiri.

Intervensi :

a) pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat

b) seimbnagkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi

c) rencanakan dan berikan aktivitas tenang

d) instruksikan anak untuk istirahat bila merasa lelah

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008). Tujuan : kebutuhan

nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : tidak terjadi mual dan muntah,

menunjukan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan.

Intervensi :

a) tanyakan makanan kesukaan pasien

b) anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan

c) pantau adanya mual muntah

d) bantu pasien untuk makan

e) berikan makanan sedikit tapi sering


f) berikan informasi kepada keluarga tentang diet pasien

e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan (Wilkinson,

2011). Tujuan : ketakutan anak berkurang. Kriteria hasil : anak merasa

tenang dan kooperatif.

Intervensi :

a) gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

b) jelakan semua prosedur termansuk sensasi diperkirakan akan dialami

selama prosedur yang dilakukan

c) berusaha memahami persepektif pasiien dari situasi stress

d) dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien

e) lakukan terapi bermain

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

proses penyakit (Wilkinson, 2011). Tujuan : pengetahuan pasien /

keluarga pasien bertambah. Kriteria hasil: informasi mengeani proses

penyakit bertambah.

Intervensi :

a) kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya

b) identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai diit

c) berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan petanyaan

d) gunakan berbagai strategi penyuluhan

g. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008). Tujuan : anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. kriteria hasil :


hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil, tidak ada tanda-tanda

infeksi.

Intervensi :

a) lindungi anak dari kontak individu terinfeksi

b) gunakan teknik mencuci tangan yang baik

c) jaga agar anak tetap hangat dan kering

d) pantau suhu

ajari orangtua tentang tanda dan gejala infeksi.

Anda mungkin juga menyukai