Anda di halaman 1dari 75

PENGANTAR STATISTIK I

TEORI DAN APLIKASI

DISUSUN OLEH
Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE., SU

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022
TABEL-TABEL ALUR STATISTIK

Di dalam ilmu statistic table-tabel yang sering digunakan untuk


analisis awal terhadap data meliputi :
1. Tabel Umum
Asal table referensi yang merupakan gudang data, sebagai sampel
menampung semua data yang telah dikumpulkan, sebagai contoh : hasil
survey social ekonomi masyarakat atau penduduk di suatu wilayah
perkampungan terekam sebagai berikut.
NO Nama Umu Pendid Pek Asal Jmlh Pd Pen Tab St Kon Ase Hob
Respon r i er Usul Anggot p g (c) (s) at Rm t i
(Thn) Kan jaan a (y) rm h
Kelg h
1. Yusuf 40 SLTP Swa P.asl 4 6 4,5 1,5 RS Sed SM Mnc
i ng
2. Adi 50 SLTA PNS P.asl 6 8 6 2 RS Sed SM Mnc
i g
3. Kasim 60 SLTA Swa P.asl 7 9 7 2 Rs Per MB Mnc
i d m g
4.
5.
7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

100
2. Tabel Ichtisar.
Tabel Ichtisar merupakan fraksi dari table referensi dengan membuat
analisis secara diskriptif dari data variable, misalnya hubungan antara
pendidikan dengan pekerjaan , pendidikan dengan pendapatan,
pekerjaan dengan status rumah

Contohnya :

NO. PENDIDI PEKERJ NO. PEKERJ PENDIDI NO. PENDIDIK PENDAP NO. PEKER STATUS
KAN AAN AAN KAN AN ATAN JAAN RUMAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

100

Jadi dari Tabel Ichtisar akan menggambarkan bagaimana hubungan


antara pendidikan dengan pekerjaan. Apaka bagi responden yang
pendidikan tinggi akan bekerja sebagai PNS atau yang lainnya.
Demikian pula antara pendidikan dengan pendapatan apakah
responden yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pendapatan
yang tinggi pula, atau tidak ada pengaruh. Demikian pula dengan
pekerjaan , apakah jenis pekerjaan akan mempengaruhi status rumah
atau tidak ada pengaruh.
3. Tabel Frekuensi.
Adalah table yang akan menjelaskan tentang kondisi suatu variable,
Tabel frekuensi sendiri ada beberapa kolom, yaitu :
TABEL FREKUENSI TINGKAT UPAH DALAM PEKERJAAN
NO. INTERVAL Frekuensi F.kumulatif F Relatif Nilai Rata- Nilai Rata-
(i) (fi) (fk) (fi) % rata perk rata actual
1. < 2,5 5 5 12,5 1,25
2. - 4,5 5 20 37,5 7,75
3. - 6,5 8 28 20 5,75
4. - 8,5 7 35 17,5 7,75
5. - 10,5 7 40 12,5 9,25
40 100

Dari table frekuensi diatas tergambar secara deskriptif tentang kondisi


upah lepas buruh. Bahwa mayoritas upah buruh berarti pada interval
antara Rp. 3.000.000 – Rp. 4.000.000, sedangkan sebagian kecil pada
upah rendah dan upah tinggi masing-masing 12,5%
4. Tabel Silang
Yang akan menjelaskan hubungan antara dua variable pendidikan
dengan tingkat pendapatan.

CONTOH TABEL SILANG

Pendidikan Pendapatan Jumlah


Rendah Sedang Tinggi
SLTP 20 15 20 45
SLTA 20 20 5 35
Perguruan 5 25 30 60
Tinggi
JUMLAH 35 60 45 145

Dapat dijelaskan bahwa ada hubungan dengan tingkat pendidikan


dengan pendapatan kecendrungan bagi yang lebih tinggi
pendidikannya lebih tinggi pendapatannya.
BAGIAN I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Statistik
Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan
yang dibutuhkan oleh negara, umpamanya keterangan mengenai penduduk,
yang menyangkut tentang; jenis kelamin, pekerjaan, usia status, dan lain
sebagainya. Lambat laun statistik diartikan sebagai kumpulan angka-angka
atau data kuantitatif. Dalam hal ini statistik diartikan sebagai data yang
berwujud angka-angka. Sebagai contoh statistik kelahiran, berarti adalah
kumpulan angka-angka tentang kelahiran, statistik penjualan, statistik
keuangan, statistik harga, dan lain sebagainya.
Pengertian statistik sebagai data kuantitatif sebenarnya mengaburkan
perbedaan pengertian, antara data kuantitatif itu sendiri dengan metode guna
membuat data kuantitatif tersebut berbicara.
Dalam statistik, data kuantitatif dianggap sebagai kumpulan angka-
angka belaka, bukan sebagai statistik dalam arti “metode ilmiah”. Dalam hal
ini Croyton dan Comdem berpendapat, bahwa kumpulan angka-angka
sedemikian itu lebih baik tetap dinamakan data, atau angka-angka saja, dan
jangan diartikan sebagai statistik. Pada hakekatnya statistik adalah metode
atau azas-azas guna mengerjakan atau memanipulasi data kuantitatif, agar
angka-angka tersebut berbicara. Metode statistik meliputi segala metode,
guna mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisa data
kuantitatif secara deskriptif. Dari pengertian ini hanya terbatas pada metode
“statistik deskriptif”. Sedangkan metode yang lain dikenal dengan “statistik
inferensi, yang juga mencakup penarikan kesimpulan.
B. Kegunaan Statistik
Statistik secara keseluruhan dapat dipergunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan dan peramalan kegiatan atau kejadian di masa yang
akan datang.
Statistik dapat dipergunakan dalam berbagai bidang, apakah fisika,
biologi, ekonomi, dan sosial. Bagi pimpinan perusahaan, metode statistik
merupakan alat yang penting dalam pengambilan keputusan, seperti
keputusan tentang pembelian bahan, pergudangan, penentuan jumlah
produksi, penawasan administrasi, volume penjualan di masa yang akan
datang, dan lain sebagainya. Andai kata seorang pengusaha ingin
mengetahui keadaan pemasaran dari produksinya (misalkan; kemeja, maka
suatu penyelidikan statistik dalam bidang pemasaran perlu diadakan.
Penyelidikan menyangkut soal harga kemeja dipasaran, bahan baku yang
diperlukan, selera konsumen, dan banyak lagi angka-angka yang perlu
diselidiki. Data yang dikumpulkan ini merupakan data statistik, yang setelah
diolah dan dianalisis dapat dipergunakan oleh perusahaan.
BAGIAN II
DATA STATISTIK

A. Pengumpulan Data
Di dalam penyelidikan untuk mendapatkan data statistik dikenal dua
metode yakni; metode sensus dan metode sampling. Metode sensus adalah
cara pengumpulan ddata dengan mencatat seluruh populasi, sedangkan
populasi itu adalah kumpulan dari seluruh objek yang diselidiki. Sebagai
contoh: jumlah seluruh pegawai negeri di Kaltim, jumlah produksi kayu
lapis dari suatu proses produksi. Metode sampling adalah cara pengumpulan
data dengan mencatat sebagian dari populasi data yang terkumpul disebut
dengan “sampel”. Misalkan dari 100.000 orang diambil 1.000 orang, atau
dari 100.000 lembar kayu lapis diambil 100 lembar untuk diuji kualitasnya,
maka seribu orang dan 100 lembar ini disebut dengan sampel.
Data menurut sumbernya dibedakan antara data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dari sumber aslinya.
Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber kedua
yang telah mengolahnya terlebih dahulu. Contohnya data mengenai
produksi jagung yang dikumpulkan langsung dari petani disebut data
primer, sedangkan data produksi jagung yang diperoleh dari salah satu
media cetak atau instansi, misalnya kantor statistik disebut sebagai data
sekunder.
Untuk mengumpulkan data statistik dapat dilakukan dengan beberapa
cara diantaranya dengan membuat daftar pertanyaan atau dengan melakukan
pencatatan
secara langsung. Daftar pertanyaan biasanya diikuti dengan wawancara
untuk mendapatkan data, atau kadangkala daftar tersebut dikirimkan
langsung kepada responden via pos. pembuatan daftar pertanyaan seperti ini
lazimnya digunakan untuk mendapatkan data primer. Pencatatan secara
langsung biasanya dilakukan atas data yang sudah diolah oleh pihak lain
dalam bentuk laporan. Cara seperti ini biasanya dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder.
B. Data Kuantitatif dan Data Kualitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka. Bila
serangkaian observasi atau pengukuran dapat dinyatakan dalam angka-
angka, maka kumpulan angka-angka hasil observasi atau pengukuran
sedemikian itu dinamakan data kuantitatif. Contohnya; pemerintah ingin
mengetahui perkembangan ekspor kayu lapis dari Kalimantan Timur selama
beberapa tahun, maka dalam hal ini Kanwil Departemen Perdagangan akan
mengumpulkan data tersebut dalam beberapa periode tertentu, misalkan
data yang terkupul adalah 1980 = 100m3, 1981 = 200m3, 1982 = 250m3.
data di atas merupakan data kuantitatif dan merupakan data sampel. Contoh
lain, sebuah toko sepatu ingin mengetahui ukuran sepatu yang paling banyak
terjual, untuk itu diperlukan penelitian selama satu tahun penjualan dengan
mencatat setiap nomor sepatu yang terjual.
Observasi ini menghasilkan sebuah daftar mengenai ukuran sepatu
yang terjual misalkan ukuran sepatu yang terjual meliputi; 42, 40, 39 dan
seterusnya. Angka-angka ini merupakan sebuah sampel mengenai ukuran
sepatu yang paling banyak terjual untuk periode yang tidak terbatas.
Setelah kita membicarakan data kuantitatif maka sekarang kita beralih
pada jenis data lainnya yakni data kualitatif. Data kualitatif ini secara
singkat dapat diartikan sebagai data yang tidak dapat dinyatakan dalam
angka-angka akan tetapi biasanya dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
Dalam berbagai macam penyelidikan, tidak semua observasi atau
pengukuran bersifat kuantitatif, sebagai contoh mosalnya hasil penelitian
tentang tingkat kesukaan masyarakat terhadap pemakaian sikat gigi
pepsodent untuk mendapatkan datanya maka diperlukan wawancara dengan
sejumlah kelompok masyarakat yang biasa menggunakan pasta gigi. Hasil
dari wawancara tersebut kemungkinan akan diperoleh serangkaian jawaban,
senang, sangat senang, kurang senang, ya atau tidak, dan lain-lain. Disini
data yang diperoleh bersifat kualitatif.
Meskipun data di atas bersifat kualitatif, tetapi hal tersebut bukan
berarti data-data itu tidak dapat dipergunakan bagi analisis statistik.
Perhitungan frekuensi jawaban yang berbeda serta perhitungan persentase
jumlah observasi yang termasuk dalam kelas yang berbeda tersebut
sebenarnya sudah merupakan analisis persentase atau analisis proporsi dan
dapat diinterpretasikan secara statistik.
Pada hakikatnya data yang bersifat kualitatif di atas dapat
diklasifikasikan kembali dalam bentuk data kuantitatif.
Sebelum diakhiri bab ini maka perlu pula dijelaskan pengertian-
pengertian antara statistik deskriptif dan statistik ini ditutup. Untuk
menjelaskan ini diperlukan sebuah contoh, misalkan data yang dikumpulkan
adalah mengenai harga daging di pasaran kota Samarinda. Data harga
tersebut dikumpulkan dari semua pasar yang ada di kota Samarinda, yang
akan menghasilkan harga rata-rata disamping harga rata-raa juga diperoleh
berbagai tingkat variasi harga. Sehingga dari hasil ini kita memperoleh suatu
gambaran tentang keadaan harga daging di kota Samarinda. Berdasarkan
contoh ini dikatakan statistik deskriptif, karena kita tidak mengolah analisa
lebih lanjut, hanya melukiskan keadaan harga daging. Sedangkan kita ingin
mengetahui seberapa jauh tingkat harga daging tersebut akan
mempengaruhi permintaan konsumen terhadap permintaan daging maka
dalam hal ini kita menyelidiki hubungan tingkat harga tersebut dengan
volume permintaan yang didasarkan atas beberapa sampel. Dengan suatu
pengujian statistik dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat harga daging
benar-benar mempengaruhi volume permintaan. Inilah yang disebut dengan
statistik induktif atau dikenal juga dengan statistik inference.
BAGIAN III
DISTRIBUSI FREKUENSI

A. Pengertian

Data yang dikumpulkan dari suatu observasi di lapangan merupakan


data kasar, sehingga data tersebut perlu diringkaskan sehingga dapat dibaca
hasilnya. Sebagai tahap permulaan adalah menyusun data kasar menurut
urutan tertentu. Biasanya diurut dari yang terkecil hingga yang terbesar atau
sebaliknya. Pekerjaan seperti ini dikenal dengan istilah “array data”. Untuk
melengkapi uraian ini akan diberikan contoh sebagai berikut:
Tabel 1.
Besarnya Modal dari 50 Perusahaan (Angka dalam Rp juta)
77 83 81 84 71 78 80 80 76 83

78 77 82 79 81 79 86 80 82 81

87 79 81 84 76 78 80 82 82 80

81 80 74 75 80 79 80 85 76 77

80 82 77 80 81 86 76 83 79 77
Data yang disajikan diatasi merupakan data kasar, sehingga perlu
dirapikan, dengan cara meng-array. Hasilnya seperti yang disajikan dalam
tabel berikut ini:
Tabel 2.
Hasil Array Data dari Tabel 1
71 74 75 76 76 76 76 77 77 77

77 77 78 78 78 79 78 79 79 79

79 80 80 80 80 80 80 80 80 80

81 84 84 84 84 84 82 82 82 82

82 82 83 83 83 84 84 85 86 87
Berdasarkan contoh yang lalu dalam tabel 1, nilai statistiknya tidak
beraturan sama sekali, sehingga disebut juga sebagai data yang masih kasar.
Pada tabel 2, nilai statistiknya telah beraturan, karena telah disusun menurut
urutan angka, dari yang terkecil ke yang terbesar, atau bisa juga sebabnya,
pekerjaan ini merupakan array data.
B. Pembentukan Distribusi Frekwensi
Pembentukan distribusi frekwensi merupakan suatu kegiatan untuk
menyusun suatu tabel yang dikenal dengan “tabel distribusi frekwensi”.
Adapun tujuan dari penyusunan tabel tersebut antara lain: (a) untuk
meringkas data, (b) untuk memberikan informasi secara cepat kepada pihak
lain, (c) agar data yang disajikan dapat memberikan keterangan secara
ringkas kepada pihak yang membutuhkan.
Penyusunan tabel frekwensi dibagi ke dalam beberapa tahap antara
lain:
1. Menentukan jumlah kelas. Metode statistik tidak pernah
memberikan suatu aturan yang tertentu yang secara mutlak harus
diikuti. Jadi penentuan jumlah kelas tergantung pada pertimbangan
praktis yang masuk akal dari pengolah data sendiri. Yang terpenting
adalah; jumlah kelas jangan dibuat terlalu besar, atau terlalu kecil,
untuk penentuan jumlah kelas ini dapat diikuti dua cara berikut ini:
a. Cara bebas, artinya kita bebas untuk menentukan jumlah kelas
yang disesuaikan dengan kebutuhan, jumlah kelas yang ideal dan
paling banyak digunakan berkisar antara; 6 – 12 kelas. Dan
kadang-kadang dibuat hanya tidak kelas kalau hal itu diperlukan;
b. Cara terikat artinya kita mempunyai suatu aturan, dalam hal ini
yang sering dipakai adalah “Kriterium St. Sturges”, dengan
rumus ;
K = 1 + 3,322 log (n)

K = jumlah kelas; n = banyaknya data (jumlah angka pada data).

2. Menghitung lebar kelas (interval kelas). Lebar kelas bagi tiap-tiap


kelas dalam suatu distribusi fekuensi sebaiknya sama, dan
dinyatakan dalam bilangan-bilangan yang praktis karena hal itu
akan mempermudah perhitungan statistiknya dan penggambaran
grafiknya. Besarnya interval kelas dapat diperkirakan sebagai
berikut:
i = jarak
k
i = lebar kelas; k = jumlah kelas; Jarak = selisih antara nilai tertinggi
dengan nilai terendah pada data.
3. Menyusun batas-batas kelas, yaitu batas kelas bawah (Bb) dan batas
kelas atas (Ba). Batas kelas dimulai dari angka terkecil pada data.
Selain batas kelas ada juga yang disebut dengan tepi kelas (batas
kelas yang sebenarnya). Kalau kelas batas kelas adalah angka yang
tertera pada setiap kelas, sedangkan tepi kelas adalah angka yang
mendekati Bb dan lebih sedikit dari Ba, dapat dianalogkan dengan
tepi meja atau tepi pantai. Di dalam penyusunan Bb dan Ba ini,
perlu dihindari adanya pengulangan angka antara Ba pada kelas
pertama dengan Bb pada kelas berikutnya. Karena kalau terjadi
kesamaan, maka angka membingungkan dalam penyusunan angka-
angka pada setiap kelas-kelasnya.
4. Memasukkan angka-angka ke dalam kelas-kelasnya yang sesuai.
Setelah pembagian data ke dalam beberapa kelas, maka langkah
selanjutnya adalah memasukkan semua angka dalam data ke dalam
kelasnya masing-masing. Untuk memperlancar proses tersebut
dapat dipergunakan sistem pencatatan (tally);
5. Menghitung frequency dan nilai-nilai lainnya yang diperlukan.
Frekwensi adalah jumlah/banyaknya angka-angka dalam setiap
kelas. Sedangkan nilai lainnya meliputi; nilai rata-rata kelas yang
sebenarnya (Xk) dan nilai rata-rata kelas perkiraan (Xi) atau nilai
titik tengah:

Xk 
 Xk ; Xi 
Bb  Ba
fi 2

6. Menyusun tabel distribusi frekwensi secara lengkap.


Contoh Penyusunan Tabel Frekwensi
Untuk contoh perhitungan ini, akan dipergunakan data yang ada dalam
Tabel 2,
1. Penentuan jumlah kelas : (dengan cara terikat):
K = 1 + 3,322 log 50 = 6,644 atau 7 kelas
2. Memperkirakan lebar kelas :
87  71
i = 2,408 atau 2,4 atau 2,5
6,644
3. Menyusun batas-batas kelas; penyusunan batas kelas dimulai dari
angka yang terkecil pada data dan besarnya atas kelas yang
digunakan yakni antara 2,4 atau 2,5;
Tabel 3, i = 2,4 Tabel 4, i = 2,5
a) 71 - 73,3 b) 71 - 73,3
73,4 - 75,7 73,5 - 75,6
75,8 - 78,1 76 - 78
78,2 - 80,5 78,5 - 80,5
80,6 - 82,9 81 - 83
83 - 85,3 83,5 - 85,5
85,4 - 87,7 86 - 88

Dari kedua susunan batas kelas yang dibuat di atas, maka susunan

yang dipakai adalah a) dengan i = 2,4 karena dianggap lebih baik dari

susunan b). Dasar penentuannya terletak pada nilai ba yang terakhir di mana

a) lebih mendekati nilai yang tertinggi pada data, yakni 87,7 ---- 87.

4. memasukkan angka-angka ke dalam kelasnya masing-masing

Tabel 5.
Catatan Perhitungan

Lebar Kelas Frekwensi


(i) (f1)
71 - 73,3 71 1
73,4 - 75,7 71; 75 2
75,8 - 78,1 76(4x); 77(5x); 78(4x) 13
78,2 - 80,5 79(5x); 80(9x) 14
80,6 - 82,9 81(6x); 82(6x) 12
83 - 85,3 83(3x); 84(2x); 85 6
85,4 - 87,7 86; 87 2
50
Catatan: Diolah dari data tabel 2.

Tabel 6.
Catatan Perhitungan

i Xk fi Xk Xi
71 - 73,3 1 1 71 72,5
73,4 - 75,7 49 2 74,5 74,55
75,8 - 78,1 1001 13 77 76,95
78,2 - 80,5 1115 14 79,6 79,35
80,6 - 82,9 978 12 81,5 81,75
83 - 85,3 502 6 83,7 84,15
85,4 - 87,7 173 2 86,5 86,55
50 79,8 50

5. Menyusun Tabel Distribusi Frekwensi secara lengkap

Tabel 7.
Tabel Distribusi Modal dari 50 Perusahaan

Modal (Rp juta) Jlh. Per. fk fr Xk Xi


(i) (fi)
71 - 73,3 1 2 2 71 72,15
73,4 - 75,7 2 3 4 74,5 74,55
75,8 - 78,1 13 16 26 77 76,95
78,2 - 80,5 14 30 28 79,6 79,35
80,6 - 82,9 12 42 24 81,5 81,75
83 - 85,3 6 48 12 83,7 84,15
85,4 - 87,7 2 50 4 86,5 86,55
50 79,8 50

fi = frekwensi ; fk = frekwensi komulatif


fi
fr = frekwensi relatif yang dihitung dengan = x 100%
 fi

Sehubungan dengan penyusunan tabel distribusi frekwensi, maka ada


beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Interval kelas (i) tidak perlu selalu harus sama, sebab adakalanya
frekwensi demikian kecilnya sehingga kelasnya tidak perlu dipecah.
Seperti contoh berikut ini:
Tabel 8. Contoh dengan i yang tidak sama
Umur Pekerja Jumlah Pekerja
(i) (fi)
< 15 40
15 - 25,9 110
26 - 49,9 200
50 - 60 150
60 ke atas 30

Bentuk kelas seperti ini disebut dengan distribusi frekuensi dengan


“kelas terbuka”.
2. Menghindari jumlah kelas yang terlalu banyak, meskipun hal tersebut
dapat menyajikan data yang cukup teliti, akan tetapi bertentangan
dengan tujuan dan kegunaannya, yakni untuk meringkaskan data.
3. Dapat juga disusun suatu kelas tertentu, di mana tidak terdapatnya
suatu batas sebenarnya dari kelas tertentu.
Seperti contoh berikut ini:
Tabel 9.
Distribusi orang yang Bekerja di Suatu Daerah Menurut Umur
Umur Pekerja Jumlah Pekerja
(i) (fi)
< 15 4000
15 sampai 20 6500
20 sampai 25 7000
55 sampai 30 5500
30 dan lebih 7500

C. Distribusi Frekwensi Komulatif “kurang dari” dan Distribusi


Frekwensi Komulatif “atau lebih”

Pada suatu keadaan tertentu kita ingin mendapatkan data secara cepat
dari suatu kelas tertentu, misalnya berapa banyak perusahaan yang memiliki
modal di atas Rp 81 juta, berapa kali penjualan di atas Rp 25 juta, berapa
kali produksi di bawah 1.000 pak dan lain sebagainya. Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut maka perlu disusun suatu tabel distribusi
frekwensi komulatif kurang dari atau lebih
Seperti contoh berikut ini:

Tabel 10.
Contoh Distribusi Frekwensi Komulatif “Kurang Dari”
Modal Jumlah Perusahaan
(Rp juta) (fk)
Kurang dari 71 0
Kurang dari 73,4 1
Kurang dari 75,8 3
Kurang dari 78,2 16
Kurang dari 80,6 30
Kurang dari 83 42
Kurang dari 85,4 48
Kurang dari 87,7 50
Data diambil dari tabel 7

Cara penentuan nilai frekwensi (fk) adalah dengan penjumlahan


secara komulatif dari frekwensi (fi) dari kelas-kelas sesudahnya dari setiap
kelas di atasnya. Sebagai contoh fk kelas ke-4 = 1 + 2 + 13 = 16 (lihat data
Tabel 7).
Tabel 11.
Distribusi frekwensi Komulatif “Atau Lebih”

MODAL JUMLAH PERUSAHAAN


(RP JUTA) (FK)
71 atau lebih 50
73,4 atau lebih 49
75,8 atau lebih 47
78,2 atau lebih 34
80,6 atau lebih 20
83 atau lebih 8
85,4 atau lebih 2
87,7 atau lebih 0

Cara perhitungannya adalah dengan penjumlahan secara komulatif


dari nilai frekwensi yang bersesuaian dengan kelas di atas. Sebagai contoh:
kelas ke-4 = 14 + 12 + 6 + 2 = 34 (angka-angka tersebut diambil dari Tabel
7). Dari tabel 10 dan 11 di atas dapat memberikan suatu keterangan (data)
secara cepat tanpa harus menghitung terlebih dahulu. Misalnya kita ingin
mengetahui banyaknya perusahaan yang memiliki modal kurang dari Rp 80
juta; kurang dari Rp 85 juta, lebih dari Rp 71 juta; lebih dari Rp 80 juta dan
seterusnya.
D. Grafik Distribusi Frekuensi

Untuk memberikan suatu gambaran secara visual dari hasil penyajian


data daam suatu tabel distribusi frekwensi, maka dapat dilakukan dengan
cara menggambarkan grafiknya. Di dalam metode statistik, grafik yang
sering kali digunakan ada tiga macam, yaitu: Histogram, Poligon dan Kurva.
Tentang penggunaan dari ketiga bentuk grafik tersebut tergantung
pertimbangan pada setiap orang (peneliti). Apakah distribusi frekwensi akan
diwujudkan dalam bentuk histogram, poligon atau kurva. Dengan
menggunakan data dari Tabel 7, ketiga bentuk grafik tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

Histogram Frekuensi

Gambar 1.
Histogram frekuensi modal perusahaan (data dari Tabel 7)

fi (banyaknya perusahaan)

72,15 74,55 76,95 79,35 81,75 84,15 86,55

fi = frekwensi

Modal (Xi) = nilai titik tengah, biasa juga digunakan nilai tepi kelas,
misalnya: 79,9 – 73,2 dan seterusnya.
Akan tetapi nilai tepi kelas membutuhkan ruang yang lebih besar, sehingga

digunakan nilai titik tengah.

Poligon Frekwensi

Hasil yang diperoleh dari menggambarkan histogram sejumlah


batangan yang masing-masing mempunyai puncak. Dengan
menghubungkan setiap puncak dari batangan tersebut akan diperoleh kurva
poligon, yang merupakan suatu garis patah-patah, sebagaimana terlihat pada
Gambar 2
Banyaknya perusahaan (fi)

13

12

10

72,15 79,35 86,55 tahun


model (Xi)

Angka pada sumbu mendatar adalah nilai titik tengah yang diperoleh
dari Tabel 7, dan sumbu tegak adalah nilai frekwensi.

Kurva Frekwensi
Untuk menggambarkan kurve frekwensi didasarkan pada kurve
poligon dalam Gambar 2. dengan mengikuti garis putus-putus dari poligon,
maka kurve frekwensi dapat dibentuk, yaitu dengan menghaluskan bentuk
dari kurve polygon. Hasil sebagai berikut

13

12

10

72,15 79,35 86,55 tahun


model (Xi)

Dengan menggambarkan grafik frekwensi tersebut, maka gambaran


mengenai data yang disajikan dalam Tabel 7 akan semakin jelas
(visualisasi). Terutama dari segi penampilan frekuensi akan lebih aktual dan
bagi mereka yang kurang berminat terhadap angka-angka dapat
mengalihkan perhatiannya pada gambar yang disajikan. Keadaan modal dari
50 perusahaan akan semakin tergambar dengan melihat bentuk dari grafik
yang disajikan. Dari grafik terlihat bahwa sebagian besar perusahaan berada
pada tingkat modal antara Rp 78,2 juta - Rp 80,5 juta pada rata-rata (Xi)
sebesar Rp 79,35 juta. Hal itu terlihat dari bentuk kurve yang dihasilkan,
yaitu pada puncak dari setiap kurva ditunjukkan oleh angka 14, yaitu dari
frekwensi (fi).
Selain bentuk kurve yang disajikan di atas, masih banyak bentuk yang
lain yang juga biasa digunakan, misalnya dengan diagram lingkaran. Di
samping itu bentuk dari histogram dapat dibuat dalam posisi yang lain,
misalnya tidak dengan tegak lurus akan tetapi menyamping. Penyesuaian
bentuk tersebut tergantung pada kondisi data dan selera dari si pembuatnya.

Soal-soal Latihan

1. Observasi mengenai pendapatan terhadap 1000 kepala keluarga


diperoleh hasil dengan tingkat pendapatan terendah Rp 0,9 juta per
tahun dan tingkat pendapatan tertinggi Rp 65 juta per tahun. Bila
saudara diminta untuk menyusun suatu tabel distribusi frekwensi
dengan patokan rumus “Sturgesa”, berapa banyak kelas yang saudara
akan buat?
Uraikan juga hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pembentukan
distribusi frekuensi, terutama di dalam hal penentuan jumlah kelas dan
interval kelas.
2. Data hasil penjualan dari sejumlah perusahaan disajikan berikut ini
(angka dalam Rp juta).
57,3 56,7 57,3 57,7 55,5 58,1 56,4 57,6
56,7 57,5 57,2 54,9 57,6 57,2 56,8 56,7
56,8 57,6 56,7 57 59 56,2 57,9 55
59,3 56 56,8 57,1 55,9 55 60 56,5
56,2 57,1 56,7 56 55,8 57 57,9 56,8
61 56,8 57 57,6 57,2 56 57,9 58,1
56,8 57,5 58,1 56,8 57,2 56,6 57 57,6
56,4 55,7 58 57,8 57,6 58,1 56,5 57,9
54,6 57,7 57 56,5 56 57,6 55,5 58,6
55,9 57,3 55,2 56 56,2 56,5 56,9 57,7
56,7 55,9 56,9 59 56 57 55,6 56,5
Diminta:
a. Berapakah jumlah kelas yang sebaiknya harus dibuat.
b. Susunlah distribusi frekuensi dengan pedoman pada rumus sturges
c. Gambarkan histogram, polygon dan kurva frekuensinya.
3. Hasil suatu penelitian tentang pendapatan buruh per bulan dari suatu
perusahaan, yang dikumpulkan dari 100 orang peserta disajikan
sebagai berikut. (angka pendapatan dalam ribuan rupiah)
24 23 29 31 42 31 48 60 47 32
31 52 26 46 54 42 49 41 23 22
47 26 57 47 35 63 38 48 42 34
41 45 59 24 24 44 63 69 45 38
62 42 46 24 61 17 53 34 38 28
54 20 42 36 43 57 44 24 57 24
48 19 39 25 56 47 43 42 52 61
21 18 54 41 35 48 59 31 42 33
20 57 45 25 38 30 57 45 42 47
43 49 27 29 37 29 49 32 45 30

Berhubung data tersebut masih dalam bentuk data kasar, sehingga


daripadanya tidak bisa diperoleh informasi sama sekali. Oleh karena itu
Saudara diminta untuk membuat angka-angka tersebut dapat berbicara.
Untuk itu saudara diminta membuat:
a. Kelompokkan data tersebut ke dalam kelas-kelas distribusi
frekwensi!
b. Informasi apa yang dapat saudara peroleh dari hasil
pengelompokkan tersebut.
Sehubungan dengan soal no 3 dia atas saudara juga diminta untuk
membuat:
a. Distribusi komulatif “kurang dari” dan “atau lebih dari” serta
distribusi frekwensi relatif.

4. Hasil penjualan per bulan dari 100 buah toko yang menjual kebutuhan
sehari-hari, setelah dikelompokkan akan terlihat sebagai berikut:
Hasil penjualan Banyaknya Toko
Rp (000) (i)
1000 – 1.199 05
1200 – 1.399 15
1400 – 1.599 30
1600 – 1.799 40
1800 – 1.999 5
2000 – 2.199 3
2200 – 2.399 1
2400 – 2.599 1
100

a. berilah keterangan mengenai hasil pengelompokkan di atas.


b. Hitunglah rata-rata hasil penjualan setiap kelas (titik tengah).
c. Buatlah distribusi frekwensi relatif dan distribusi komulatif.
d. Gambarkan grafiknya.
BAGIAN IV

PENGUKURAN NILAI SENTRAL

Pengumpulan data dan penyusunannya ke dalam distribusi


frekwensi telah dibahas pada bagian permulaan diktat ini. Hasil yang
diperoleh dari penyusunan, sebenarnya hanya memberikan suatu kesan
yang sederhana agar data mudah terbaca dan sedikit memberikan
informasi. Analisa lebih lanjut tentu diperlukan apabila kita ingin
mengadakan perbandingan antara dua kelompok hasil observasi, sebab
tidak mungkin kita melakukan perbandingan semua nilai-nilai yang ada
dalam kelas-kelas distribusi frekuensi, ini suatu perkerjaan sia-sia.
Hal yang praktis adalah mencari nilai tunggal yang bisa dijadikan
sebagai angka pembanding. Nilai tunggal tersebut harus merupakan
nilai-nilai yang trerdapat dalam suatu kelompok data.
Para ahli statistik (statistisi) menganggap rata-rata (averages)
merupakan nilai yang cukup representative, untuk menggambarkan
nilai-nilai dari suatu kumpulan angka (data). Rata-rata demikian itu
dapat dianggap sebagai nilai sentral (pusat). Pada dasarnya dikenal
berbagai macam rata-rata di antaranya, rata-rata hitung, median,
modus, rata-rata ukur dan rata-rata harmonis.
A. Rata-rata Hitung
Cara menghitung rata-rata hitung dari data yang belum

dikelompokkan.

Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa data yang belum


dikelompokkan adalah data yang masih bertebaran (data kasar)
termasuk data yang sudah di array. Sedangkan data yang sudah
dikelompokkan adalah yang sudah disusun dalam tabel distribusi
frekuensi. Bila jumlah data hasil observasi tidak terlalu banyak
(menurut pertimbangan), maka rata-rata hitung (arithmetic mean) dapat
langsung dihitung. Rumus yang sering digunakan adalah:
n

 Xi
X  i 1
------ Xi = X1 +X2 + … + Xn
n

X = nilai rata-rata hitung


Xi = nilai setiap hasil observasi
n = banyaknya nilai/angka dari suatu kelompok data

Simbol X dan n digunakan apabila ata yang dikumpulkan


diperoleh dari sampel (cuplikan). Sedangkan bila data diperoleh dari
suatu populasi simbol tersebut akan berubah menjadi … dan N
Sebagai contoh perhitungan mari kita lihat data berikut ini.
Tabel 10.
Hasil penjualan sebuah perusahaan bulan Januari s/d Agustus 2005
Bulan Jumlah Penjualan (juta Rp)
Januari 15
Februari 25
Maret 10
April 40
Mei 50
Juni 55
Juli 60
Agustus 75

Rata-rata hasil penjualan adalah:

15 +25 +10 + 40 + 50 +55 + 60 + 75


X = ————————————————
8
jadi rata-rata hasil penjualan perusahaan tersebut dari bulan
Januari s/d Agustus (selama 8 bulan) adalah Rp 41,25 juta.
Tabel 11.
Produksi Plywood di Kota Samarinda dari
beberapa perusahaan Th. 2006
No Perusahaan Produksi (juta m3)
1 I 3
2 II 4
3 III 2
4 IV 7
5 V 5
6 VI 3
Jumlah 24

 Xi 24
X i 1
 4
n 6

Jumlah produksi keseluruhan adalah 24 juta m3 selama tahun


1986. masing-masing perusahaan secara rata-rata memproduksi 4 juta
m3.
Andai kata, hasil penelitian tidak disajikan secara lengkap akan
tetapi hanya angka rata-rata dari sejumlah obyek maka rumus yang
digunakan adalah:

X 
n X
i i

n i

Sebagai contoh; mari kita lihat tabel berikut ini:


Tabel 12 Hasil penjualan telur selama bulan Januari 1986, di
beberapa pasar di Kota Samarinda
Hasil Penjualan
Pasar Jumlah Penjual
Rata-rata (butir)
Segiri 22 5.000
Sungai 15 3.000
Dama’
Pagi 16 3.000
Inpres 7 1.500
Jumlah 60

22(5000) + 15(3000) = 16(3000) = 7(1500)


X = ——————————————————
22 + 15 + 16 + 7

213.500
= ———— = 3558,33
60

Angka ini menunjukkan rata-rata penjualan telur melalui


beberapa pasar di Kota samarinda pada bulan Januari 1986.
Menghitung rata-rata hitung dari data yang dikumpulkan.
Bila jumlah observasi demikian besarnya, sehingga perlu
disederhanakan dalam bentuk distribusi frekuensi, maka dalam hal
menghitung nilai rata-ratanya diperlukan rumus tersendiri, yang
bentuknya adalah sebagai berikut:

X 
X f =
i i X 1 f1  X 2 f 2       X k f k
f i f1  f 2      f k

1 k
atau  X i fi
n i 1

dimana Xi = titik tengah tiap-tiap interval kelas (nilai tengah)


fi = frekuensi kelas
k = banyaknya kelas
k
n = banyaknya observasi atau =  f i
i 1

Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat pada Tabel 4


akan diperlihatkan cara perhitungannya.
Tabel 13.
Menghitung nilai rata-rata hitung dengan data yang sudah
dikelompokkan
Modal Nilai Tengah fi Xi fi
Perusahaan Xi
(juta Rp)
60 - 62,49 61,245 1 61,245
62,5 - 64,99 63,745 1 63,745
65 - 67,9 66,245 10 662,45
67,5 - 69,99 68,745 9 618,705
70 - 72,99 71,245 21 1496,145
72,5 - 74,99 73,745 6 442,470
75 - 77,49 76,245 2 152,49
5 3.497,25

Catatan:
1. Nilai tengah (titik tengah)
Dengan simbol Xi diperoleh dari hasil membagi dua dari penjualan
batas kelas bahwa dengan batas kelas atas atau
Bbi + Bai
Xi = ——————
2

Bbi = batas dimana kelas bawah setiap kelas


Bai = batas kelas atas setiap kelas
Sebagai contoh nilai Xi = 61,245 =

60 + 62,49
————— dan seterusnya.
2
Dari Tabel 13 nilai X dapat dihitung:
X 
1
3497,25  69,945
50

Di samping cara di atas ada cara lain untuk menghitung rata-


rata hitung dari data yang dikelompokkan, yang dikenal dengan
metode singkat.
Bentuk rumusnya adalah:

X 
 f  d  i
N

Dimana; A = Nilai sembarang dari titik tengah yang ditentukan


sendiri/dipilih secara bebas
d = deviasi yang dapat dihitung dengan rumus
d = (Xi – A)/I; Xi = titik tengah setiap kelas

i = interval kelas

Untuk jelasnya perhatikan cara perhitungannya berikut ini:


Tabel 14 Menghitung nilai rata-rata hitung dengan cara singkat.

Interval kelas (i) Xi fi di fi di


60 - 62,49 61,245 1 -3 -3
62,5 - 64,99 63,745 1 -2 -2
65 - 67,9 66,245 10 -1 -10
67,5 - 69,99 68,745 9 0 0
70 - 72,99 71,245 21 1 21
72,5 - 74,99 73,745 6 2 12
75 - 77,49 76,245 2 3 6
50 24

Nilai sembarang Xi, yang kita tentukan di sini adalah 68,745 dan nilai-
nilai di masing-masing diperoleh : (61,245 – 68,745)/2,5 = -3; (63,745
– 68,745)/2,5 = -2; (66,245 – 68,745)/2,5 = -1; (68,745 – 68,745)/2,5
= 0; dan seterusnya.
Hasil perkalian antara setiap nilai fi dengan di diperoleh nilai fidi;
berdasarkan Tabel 14 di atas maka nilai rata-rata hitung dapat diperoleh
; A = 68,745;
 fi di = 24 I = 2,5

24
X  68,745   2,5
50

X = 69,945

Kalau kita bandingkan dengan perhitungan yang pertama maka


angkanya adalah sama, mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai
nilai seberang (A). Bisa saja nilai A tersebut adalah 61,245 ; 71,245 dan
nilai-nilai lainnya. Perlu diingat bahwa setiap perubahan nilai A,
dengan sendirinya akan merubah komposisi nilai di.
B. M e d i a n

Rata-rata hitung mempunyai kelemahan, jika dalam suatu


kelompok data terdapat nilai extreme. Cara untuk menghilangkan
pengaruh nilai extreme ini terhadap nilai sentral adalah dengan
menghitung sebuah rata-rata baru yang dikenal rata-rata median.
Rata-rata median untuk data yang belum dikelompokkan
Rata-rata median adalah nilai yang tepat di tengah-tengah dari
suatu kelompok data yang sudah di-array. Jadi kalau kita mempunyai
sederetan angka yang sudah diarray misalnya sebanyak 9 angka, maka
angka kelimalah yang merupakan rata-rata mediannya. Contohnya: 50,
60, 70, 80, (90), 100, 110, 120, 130, nilai median dari kelompok data
tersebut adalah : 90. meskipun dalam kelompok dta tersebut terdapat
angka 10.000, nilai mediannya tetap 90, jadi tidak berpengaruh, karena
nilai 90 tetap terletak di tengah-tengah. Berbeda halnya dengan rata-
rata hitung, hal itu akan bepengaruh. Contoh konkritnya akan disajikan
berikut ini;
Misalkan kita memiliki data upah buruh sebagai berikut:

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Upah (Rp 000): 75 60 100 125 90 110 70 80 95

Sebelum kita menghitung rata-rata mediannya, maka terlebih dahulu


angka-angka tersebut di array (urut).
1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : 8 : 9 : 10
60 : 70 : 75 : 80 : 90 : 95 : 100 : 110 : 120 : 125
Data yang sudah di array di atas dengan mudah dapat ditentukan
median upah bawah; adalah sebesar 90 atau Rp 90.000,-
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan angka rata-rata
median ini; jika banyaknya angka dari suatu kelompok data adalah
genap sebagaimana contoh berikut ini:
Dengan banyaknya angka adalah genap, maka penentuan
mediannya diambil dari angka yang ke 5 dan 6 yakni (90 + 95)/2 = 92,5
Median data yang dikelompokkan
Angka median dari data yang sudah dikelompokkan dapat di hitung
dengan rumus :

n / 2  f sm
Md  B  x i
fm

Di mana: B = tepi kelas bawah (batas bawah sebenarnya) di mana


median terletak
n = banyaknya observasi (banyaknya angka)
fsm = frekwensi komulatif sebelum kelas median
fm = frekwensi kelas median
i = besarnya interval kelas
Dengan menggunakan angka-angka dari Tabel 4, mari kita ikuti proses
perhitungan sebagai berikut:
Tabel 15.

Cara menghitung median dari data yang sudah dikelompokkan.

Interval kelas Frekwensi Frekwensi


(i) (f) Komulatif
(fk)
60 - 62,49 1 1
62,5 - 64,99 1 2
65 - 67,9 10 12
67,5 - 69,99 9 21
70 - 72,99 21 42
72,5 - 74,99 6 48
75 - 77,49 2 50
50

Sebagai langkah pertama adalah menentukan pada frekwensi (fk)


berapa median berada, dengan jalan n/2 ------ 50/2 = 25. Angka 25 ini
terletak pada fk 42. kemudian dari sini ditarik garis ke arah interval
kelas melalui frekwensi. Di sini kita bisa menentukan bahwa median
terletak pada kelas 70 -72,49. Sedangkan tepi kelas bawah atau batas
bawah sebenarnya (B) – 69,995. angka-angka selanjutnya dapat
ditentukan dengan mudah : fsm = 21; fsm = 21; I = 2,5. Berdasarkan ini
maka median dapat dihitung sebagai berikut:
50/2 - 21
Md = 69,995 + ———— x 2,5
21

Md = 70,47 atau 70
Apabila angka hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan hasil
perhitungan dengan data yang belum dikelompokkan (seperti data pada
Tabel 2). Maka hasil tersebut sama. Hanya terdapat perbedaan desimal
pada angka aslinya yaitu 70,47. Hal ini terjadi akibat pengelompokkan
data.
C. Modus
Modus berasal dari kata medi yang artinya sesuatu yang paling
banyak digemari/disenagi orang. Apabila dihubungkan dengan angka,
berarti bilangan/angka yag paling banyak terjadi/terdapat dari suatu
kelompok data.
Menghitung modus dari data yang belum dikelompokkan

Untuk menghitung modus dari data yang belum dikelompokkan,


cukup dengan melihat frekwensi i yang tertinggi dari sederetan angka.
Misalkan kita mempunyai data pembelian bahan baku seperti berikut
ini:
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni

Pembelian 6 7 9 9 6 8
(juta Rp)

Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember

Pembelian 9 8 9 6 9 9
(juta Rp)

Kemudian data pembelian tersebut kita susun distribusi frekwensinya.

Tabel 16. Frekwensi pembelian bahan baku

Pembelian (juta Frekwensi (fi)


Rp)
6 3
7 1
8 2
9 6
12
Berdasarkan Tabel 16 di atas, angka modusnya adalah 9 atau
modus pembelian bahan baku adalah sebesar Rp 9 juta. Karena
pembelian bahan baku sejumlah Rp 9 juta adalah yang paling sering
kali dilakukan.
Contoh lain: Sebuah perusahaan secara berkala mengirimkan
barangnya ke pelosok-pelosok desa. Hasil pengiriman tersebut yang
dicatat dalam juta Rp adalah sebagai berikut:
15 ; 10 12 ; 12 ; 14 ; 16 ; 10 ; 12 ; 15 ; 16 ; 12 ; 10
16 ; 12 ; 15 ; 13 ; 14 ; 15 ; 10 ; 10 ; 12 ; 12 ; 15 ; 13
Dari 24 kali pengiriman tersebut ternyata angka pengiriman yang
terkecil adalah : Rp 10 juta, yang terbesar adalah: 16 juta; sedangkan
angka pengiriman yang paling sering kali dilakukan adalah Rp 12 juta,
yakni sebanyak 7 kali dan yang paling kurang dilakukan adalah Rp 13
juta. Berdasarkan ini maka angka modusnya adalah 12 atau 12 juta.
Menghitung modus dari data yang sudah dikelompokkan.
Angka modus dari data yang sudah dikelompokkan dapat
dihitung secara praktis. Yakni didasarkan pada frekwensi yang
tertinggi dari kelas interval, kemudian mencari titik tengahnya (nilai
tengah).
Titik tengah inilah sebagai angka modus. Lihat contoh berikut ini yang

dikutip dari Tabel 14.

Tabel 17. Cara menentukan modus

INTERVAL TITIK FREKWENSI


KELAS (I) TENGAH
60 - 62,49 61,245 1
62,5 - 64,99 63,745 1
65 - 67,9 66,245 10
67,5 - 69,99 68,745 9
70 - 72,99 71,245 21
72,5 - 74,99 73,745 6
75 - 77,49 76,245 52
50

Berdasarkan tabel di atas frekwensi yang tertinggi adalah 21, kemudian


ditarik garis lurus yang sejajar dengan interval kelas melalui titik
tengah. Dengan demikian angka modusnya (rata-rata modus) adalah
71,245. Adapun modus tersebut terletak pada kelas 70 - 72,49 untuk
menentukan secara pasti modus dapat dihitung dengan rumus:

i f 1  f 1
Mo  Xo  x
2 2 f 0  f1  f 1

Di mana:
Xo = titik tengah kelas-kelas modus
i = interval kelas
f0 = frekwensi i kelas modus
f1 = frekwensi sesudah frekwensi modus
f -1 = frekwensi sebelum frekwensi modus

Xo = 71,245 ; i = 2,5 ; fo = 21 ; f1 = 6 ; f -1 = 9.
2,5 6-9
Jadi : Mo = 71,245 + ——— x —————
2 2(21) – 6 - 9

71,245 + 1,25 x (-0,111111111)

71,245 – 0,138888888

Mo = 71,106 atau 71

D. Rata-rata ukur (Geometric Mean)


Rata-rata ukur terutama digunakan untuk menentukan rata-rata
pertambahan atau rata-rata ratio. Karena bila hal ini digunakan rata-rata
hitung maka hasilnya akan menyesatkan. Rumus umum dari rata-rata
ukur adalah:
Gm  n Xn / Xo

Dimana; Gm adalah nilai rata-rata ukur


Xn adalah angka/nilai periode pertama
Xo adalah angka/nilai pada periode terakhir

Contoh perhitungannya dapat diikuti berikut ini :


PDRB Kalimantan Timur Periode 1981 - 1985

Tahun PDRB (Juta Rp)


1981 3718756
1982 3846195
1983 4283966
1984 6233156
1985 4711070

Sesuai dengan contoh di atas nilai-nilai

Xn = 4711070 ; Xo = 3718756 ; n = 4

Sehingga Gm dapat dihitung,

4710170
Gm  4 = Gm  4 1,2556
3718756

= (1,2666) 1/4 = 1,061

berarti PDRB Kalimantan Timur mengalami tingkat pertambahan

1,061 kali setiap periode atau setiap tahun selama periode 1981 – 1985.

Prosedur pengolahan rumus di atas juga dapat dilakukan dengan:

Log Gm = ¼ log 1,2666


= 0,025665 ----- di anti log kan, sehingga diperoleh
Gm = 1,061
Apabila data yang kita miliki dalam bentuk angka index maka prosedur
perhitungannya dapat digunakan rumus:
n

 log Xi
log Gm  i 1

Contohnya : Sebuah perusahaan mempunyai angka index produksi


sebagai berikut:
180 ; 200 ; 225 ; 210 ; 300 ; 325 ; 290

Pemecahannya adalah: terlebih dahulu semua bilangan tersebut di log


kan, kemudian dijumlahkan
Log 180 = 2,2552725 log 290 = 2,462398
Log 200 = 2,30103  log X = 16,6825107
Log 225 = 2,3521825 n = 7
Log 210 = 2,3222193
Log 300 = 2,4771213
Log 325 = 2,5118834

16,6825107
log Gm = —————— = 2,377444 di antilog kan,
7

Gm = 238,5. Jadi kenaikan rata-rata produksi perusahaan tersebut

adalah sebesar (238,5 – 100) = 138,5%.

Menghitung rata-rata ukur dari data yang sudah dikelompokkan.

Apabila data sudah berbentuk distribusi frekuensi (sudah


dikelompokkan) maka rumusnya adalah sebagai berikut:

log Gm 
f i log X i
n
Dimana: Xi = titik tengah (nilai tengah) tiapkelas
fi = frekuensi tiap kelas
n = fi
Contoh perhitungannya dapat diikuti sebagai berikut
Tabel 18. Menghitung usia rata-rata penduduk dengan rumus rata-rata
ukur
Kelas Xi fi log Xi fi log Xi
umur
(interval)
15 - 19 17 113 1,2304489 139,0407257
20 - 24 22 213 1,3424227 292,6481486
25 - 29 27 286 1,4313638 409,3700468
30 - 34 32 272 1,5051500 409,4008
35 - 39 37 244 1,5682017 382,6412148
40 - 44 42 203 1,6232493 329,5196079
45 - 49 47 148 1,6720979 247,4704892
1484 2210,091031

fi log Xi = 2210,091031 ; n = fi = 1484


2210,091031
log Gm = —————— = 1,48928 di antilog kan menjadi
1484
Gm = 30,85
Angka ini menunjukkan usia penduduk
Penggunaan rata-rata ukur untuk menghitung tingkat bunga majemuk
dan rata-rata pertumbuhan.
Menghitung bunga majemuk. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
r  n Pn / Po  1 (angka – 1 diluar akar)

Dimana : Mp = tingkat bunga


n = banyaknya periode waktu, uang dibungakan
Po = jumlah pokok yang diperbanyak pada periode
permulaan (to)
Pn = jumlah uang pada akhir n - periode
Contoh perhitungannya: jika diketahui;
Po = Rp 1000; n = 10 tahun ; Pn = 1.480,20
M = 10
1480,2 / 1000 - 1 = 1,0399969 – 1

= 0,04 atau 4%

jadi tingkat bunga rata-rata adalah 4% per tahun. Biasanya tingkat


bunga sudah diketahui, sedangkan Pn harus dihitung. Perumusannya
adalah:
Pn = Po (1 + r)n

Pn = 1000 (1 + 0,04) 10

= Rp 1.480,24

Menghitung rata-rata pertumbuhan (average growts)


Rata-rata pertumbuhan biasanya digunakan untuk menghitung rata-rata
pertumbuhan ekonomi yang diukur dari tingkat kenaikan GNP.
Rumusnya adalah:
r  n Pn / Po  1

dimana r = rata-rata pertumbuhan (rate of growth)


n = periode waktu yang dihitung
Pn = GNP pada tahun tertentu
Po = GNP pada tahun dasar
Contoh:

GNP Indonesia tahun 1977 Rp 18.352.694,39 dan tahun 1980 Rp


43.281.419,21. Berarti n = 3 ; 1977 – 1980
43.281.419,21
rn 1 = 1,54 – 1 = 0,54
18.352.694,39

atau 54%. Jadi rata-rata pertumbuhan GNP Indonesia periode 1977 –


1980 adalah 54% per tahun.
E. Rata-Rata Harmonic (RH)
Rata-rata harmonis (RH) digunakan apabila kita memiliki data
dalam satuan tertentu, seperti km/jam, Rp/liter dan sebagainya. Rumus
RH tersebut berbentuk sebagai berikut:
N N
RH = ———————— atau RH = ——————
1 1 1 1
—+—+…+— —
X1 X2 Xn Xi

Dimana: N = Banyaknya observasi

Xi = nilai dari setiap observasi

Contoh: Sebuah perusahaan melakukan pembelian bahan baku berupa


gaplek. Perusahaan tersebut menugaskan 4 orang karyawannya dengan
memberikan uang Rp 15 juta kepada setiap karyawannya. Harga
pembelian dari setiap karyawan pada tempat yang berbeda adalah Rp
100/kg; Rp 150/kg; Rp 125/kg dan Rp 125/kg.
Berapakah harga rata-rata tepung/kg yang dibayar oleh perusahaan

tersebut.

3 3
RH = ————————— = ——————
1/100 + 1/150 + 1/125 0,024666666
= 121,622

Jadi perusahaan telah membayar harga rata-rata tepung sebesar Rp


121,622/kg. Pembuktiannya dapat dilakukan sebagai beikut.
Rp 15.000.000 : 100 ≠ 150.000 Kg
Rp 15.000.000 : 150 ≠ 100.000 Kg
Rp 15.000.000 : 125 ≠ 120.000 Kg
Rp 45.000.000 ≠ 370.000 Kg

Harga rata-rata gaplek = Rp 45.000.000 = 121,622/kg


370.000 kg

jika hal ini dihitung dengan rumus rata-rata hitung maka hasilnya;

X = 100 + 150 + 125 = 125


3

Tentu hasil ini agak berlebihan, sehingga penggunaan rata-rata

harmonis perlu dipergunakan untuk kasus perhitungan seperti di atas.

F. Kuartil, Decil dan Presentil


Kuartil. Perhitungan nilai kuartilnya pada dasarnya hampir sama
dengan perhitungan median. Hanya saja kalau median membagi dua
jumlah seluruh observasi dengan n/2 sedangkan kuartil; masing-masing
membagi empat untuk kuartil I (Q1), membagi dua untuk kuartil II (Q 2)
dan mengalikan tiga perempat untuk kuartil III (Q3)
Rumus-rumusnya sebagai berikut:

n
 fk Q1  1
Q1  Bb  4 i
fQ1

Q2= Median

n3
 fk Q 3  1
Q3  Bb  4 4 i
fQ3

Dimana:

Bb = tipe kelas bawah dari kelas dimana kuartil berada


n = fi = banyaknya observasi
fkQ1 – 1 ; fkQ3 – 1 = frekuensi kumulatif sebelum kelas kuartil
(Q1 dan Q3)
fkQ1 ; fkQ3 = frekuensi dari kelas kuartil (Q 1 dan Q 3)
i = interval kelas
Prosedur perhitungannya mari kita ikuti contoh berikut ini:
Tabel 19. Cara menghitung kuartil (Q1)

(i) fi fk
60 - 62,49 1 1
62,5 - 64,99 1 2

65 - 67,9 10 12
67,5 - 69,99 9 21 Q1

70 - 72,99 21 42 Q2

72,5 - 74,99 6 48

75 - 77,49 2 50
50
fk = frekuensi kumulatif

Pertama-tama kita menentukan dulu kelas kuartilnya

- untuk kuartil I (Q 1) = n/4=50/4=12,5

- untuk kuartil III (Q3)= ¾ (n)= 3/4 (50)= 37,5


12,5 berada pada fk 21 da 37,5 berada fk 42, sehingga untuk Q 1

terletak pada kelas 67,5 – 69,99 dan Q 3 terletak pada kelas 70 -

72,99.

Bb dari kelas Q1 = 67,49 ; Bb dari kelas Q3 = 69,99

fkQ 1 – 1 = 12 ; fkQ3 – 1 = 21 ; i =2,5

fQ1 = 9 ; fQ3 = 21

Q1 = 67,49 + 12,5 – 12 x 2,5 = 67,63 atau 68


9

Q3 = 69,99 + 37,5 – 21 x 2,5 = 71,95 atau 72


21

Desil, adalah membagi suatu kelompok data ke dalam 10 bagian yang


sama banyaknya desil yang dapat dihitung adalah 9, masing-masing
desil I, desil II, …, hingga desil IX. Desil tersebut disingkat D 1, D2, …,
D9 letak masing-masing desil dapat dihitung dengan rumus:
Di = Di (n)
10

Dengan menggunakan data dari Tabel 19. Kita coba menghitung nilai
Di yang lain.
Di = Di (50) = ; 5
10
Angka 5 ini harus dilihat pada kolom fk untuk menentukan letak
kelas dari Di pada Tabel 19 terlihat bahwa 5 terletak pada fk = 12
sehingga kelas D1 terletak pada 65 – 67,49.
D1 = 64,995 + 5 – 2 x 2,5
10

= 64,995 + 0,75 = 65,745 atau 66.

Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk menghitung nilai D 2 hingga


D9. perlu diketahui bahwa rumus tersebut dasarnya sama dengan rumus
Median dan Kuartil, yang berbeda hanya pada penentuan letak kelas
dari masing-masing perhitungan tersebut.
Presentil, adalah suatu nilai tertentu yang diperoleh dengan cara

membagi sekumpulan nilai (data) ke dalam 100 bagian yang sama.

Penentuan letak presentil ke i (Pi) dapat dilakukan dengan

Pi = Pi (n)
100 dan P50 = Median, demikian pula untuk D5 =

Median.

Contohnya: kalau kita akan menghitung P25 berdasarkan data dari


Tabel 19, maka dilakukan sebagai berikut:
P25 = 67,49 + 12,5 – 12 x 2,5 = 67,63 atau 68
9

jadi hasilnya sama dengan Q1 ; Karena P25 = Q 1 .

Soal-Soal Latihan.

1. Jelaskan pengertian-pengertiannya, lengkap dengan rumusnya

modus, median, kuartil, desil, dan presentil.


2. Apa kelemahan dari penggunaan rata-rata hitung dalam

menghitung nilai gejala pusat.

3. Diketahui data harga eceran ikan sungai selama 15 periode

Bulan Harga per kg


Januari 1985 Rp 450
February Rp 600
Maret Rp 500
April Rp 750
Mei Rp 650
Juni Rp 650
Juli Rp 900
Agustus Rp 1500
September Rp 1400
Oktober Rp 1200
November Rp 1750
Desember Rp 2000
Januari 1986 Rp 2000
Februari Rp 1800
Maret Rp 1750
Ditanyakan:
a. Berapa harga rata-rata penjualan keseluruhan?
b. Tentukan rata-rata kenaikan harga tersebut per bulan!
c. Berapa harga rata-rata penjualan selama tahun 1985?
d. Bandingkan harga rata-rata penjualan antara tahun 1985 dan
1986
4. Diketahui data tentang distribusi upah buruh tambang seperti
disajikan pada tabel di bawah ini.
Upah Buruh Jumlah Buruh
(Rp. 000) (Orang)
25 – 34 9
35 – 44 16
45 – 54 25
55 – 64 4
65 – 74 30
75 – 84 20
85 – 94 10
150

Ditanyakan:
a. Tentukan tingkat upah rata-rata, upah median dan upah modus
b. Hitunglah kuartil, desil dan presentil
5. Hasil pengujian tentang daya tahan dua merek batery yang
dinyatakan dalam jam disajikan berikut ini:
Eveready : 256 ; 235 ; 210 ; 260 ; 250
ABC : 268 ; 223 ; 274 ; 240 ; 235
Ditanyakan:
a. Batery manakah yang memiliki daya tahan yang lebih lama?
(hitung rata-ratanya)
b. Jika diambil salah satu hasil pengujian tersebut batery
manakah yang memiliki daya tahan paling tinggi dan paling
murah?
6. Sebuah perusahaan mencatat angka perkembangan produksinya
selama 10 periode, angka-angka tersebut dinyatakan dalam index
perkembangan sebagai berikut:
Periode I II III IV V VI VII VIII IX X
Produksi 100 186 323 273 204 301 167 232 482 500
a. Hitung rata-rata perkembangan produksinya
b. Bandingkan rumus yang digunakan dengan rumus rata-rata

hitung.

IV. PENGUKURAN DISPERSI

Setelah kita mempelajari pengukuran nilai sentral maka tibalah


saatnya pada pengukuran dispersi. Pada pengukuran nilai sentral pada
dasarnya kita berusaha mencari suatu nilai yang akan mewakili suatu
kelompok data namun apakah nilai tersebut representatif (dapat
mewakili) atau tidak, belum dapat terjawab. Untuk itulah diperlukan
pengukuran dispersi. Ukuran dispersi ini akan menunjukkan cukup
representatifnya angka yang diperoleh dari gejala pusat, nantinya akan
terlihat dari besar kecilnya nilai dispersi yang diperoleh. Semakin
tinggi angka yang diperoleh dari hasil pengukuran dispersi maka
semakin kurang representatiflah angka dari pengukuran nilai sentral
seperti telah dibahas sebelumnya bahwa pengukuran nilai sentral terdiri
dari rata-rata hitung median, modus, rata-rata ukur dan rata-rata
harmonis.
Ada beberapa macam pengukuran dispersi, yang dapat
dikemukakan sebagai berikut:
A. Pengukuran Jarak (range)
Pengukuran jarak merupakan pengukuran dispersi yang paling
sederhana dan boeh juga dikatakan hasilnya kurang memuaskan.
Pengukuran jarak dilakukan sebagai selisih antara nilai maximum
dengan nilai minimum atau jarak (range) = Nilai maximum – Nilai
minimum, misalnya dipengaruhi suatu kelompok data:
25 ; 15 ; 5 ; 10 ; 20 ; 30 ; 40 ; 60.
Jarak dari angka tersebut = 60 – 5 = 55.
Pengukuran jarak untuk data sudah dikelompokkan dirumuskan
sebagai beda antara pengukuran nilai titik tengah kelas pertama
dengan nilai titik tengah kelas terakhir.
B. Pengukuran Deviasi Rata-rata (mean deviation)
Deviasi rata-rata untuk data yang belum dikelompokkan
Untuk deviasi rata-rata (md) dari data yang belum dikelompokkan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Md =  |Xi – X|
n

Dimana: Md = deviasi rata-rata


Xi = nilai setiap observasi

n = banyaknya observasi
|Xi – X| = tanda kurung tegak menunjukkan nilai absolut
artinya setiap nilai yang dihasilkan dari pengukuran
tersebut merupakan nilai positif
X = nilai rata-rata hitung
Sebagai contoh perhitungannya, mari kita lihat berikut ini.
Dipunyai suatu kelompok data sebagai berikut:
5 ; 20 ; 10 ; 15 ; 40

X = Xi = 5 +20 + 10 + 15 + 40 = 90 = 18
n 5 5

Xi X Xi - X | Xi – X |
5 18 -13 13
20 18 2 2
10 18 -8 8
15 18 -3 3
40 18 22 22
48

 | Xi – X | = 48

Md = 48 = 9,6
5
Dipunyai suatu kelompok data sebagai berikut:
10 ; 15 ; 20 ; 25 ; 20
X = Xi = 20 + 15 + 20 + 55 + 20 = 90 = 18
n 5 5
Xi X Xi - X | Xi – X |
10 18 -8 8
15 18 -3 3
20 18 2 2
25 18 7 7
20 18 2 2
22

 | Xi – X | = 22
Md = 22 = 4,4
5
Perhatikan! Kedua contoh di atas memiliki nilai rata-rata hitung (x)
yang sama, akan tetapi memiliki nilai rata-rata deviasi (Md) yang
berbeda. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa kelompok data yang
pertama dengan Md = 9,6 ; lebih bervariasi dibanding kelompok data
yang kedua dengan Md = 4,4 . Atau dengan kata lain kelompok data I
memiliki dispersi yang lebih tinggi daripada kelompok data II.
Deviasi rata-rata untuk data yang sudah dikelompokkan.
Perumusannya adalah sebgai berikut:
k

X i  X fi
Md 
n

Dimana = fi = nilai frekuensi setiap kelas

Xi = nilai titik dari setiap kelas

Misalkan kita mempunyai data distribusi frekuensi sebagai berikut:


Tabel 20. Distribusi Gaji Pegawai Negeri dari Suatu Kota
Kelas Gaji (i) Jumlah Pegawai
(Rp. 000) (fi )
(Orang)
25 – 29 30
30 – 34 4
35 – 39 60
40 – 44 50
45 – 49 40
50 – 54 15
240

Penyelesaiannya adalah sebagai berikut:


Xi fi Xi fi X Xi - X | Xi – X
|
27 30 810 38,46 11,46 343,8
32 45 1440 38,46 6,46 290,7
37 60 2220 38,46 1,46 87,6
42 50 2100 38,46 3,54 177
47 40 1880 38,46 8,54 341,6
52 15 780 38,46 13,54 203,1
1443,8

Prosedur perhitungannya:
1. Menghitung X i dengan rumus
Nilai batas bawah + nilai batas atas
2

Contohnya : X1 = (25 + 29)/2 = 27

Xb = (50+ 54)/2 = 52

2. Menghitung nilai X i fi yang merupakan hasil kali nilai setiap titik


tengah (Xi ) dengan nilai frekuensi (fi )
3. Menghitung X dengan rumus:
. X =  Xi fi = 9230 = 38,46
n 240

4. Menghitung nilai-nilai | Xi – X | fi setiap kelas


5. Menghitung nilai-nilai | Xi – X | fi
Dari persentase perhitungan di atas diperoleh:
| Xi – X | fi = 1443,8

sehingga :

Md = 1443,8 = 6,061
240

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa distribusi gaji


pegawai negeri mempunyai deviasi rata-rata (Md) Sebesar 6,016 atau
Rp 6016 dan rata-rata gaji pegawai negeri sebesar Rp 38,460.
C. Pengukuran Variance dan Deviasi Standard.

Data yang belum dikelompokkan.


Pengukuran variance dapat dirumuskan sebagai berikut:
n

(X i  X )2
2 i 1
--------- untuk data populasi
n

(X
i 1
i  X )2
s2 --------- untuk data sampel
n

Andaikan kita mempunyai sekelompok data sebagai berikut: 5 ; 20


; 10 ; 15 ; 40
Prosedur perhitungannya dapat dilakukan sebagai berikut:
X = X = 5 + 20 + 10 + 15 + 40 = 90 = 18
n 5 5

Xi X (Xi – X) (Xi – X)2


5 18 -13 169
20 18 2 4
10 18 -8 64
15 18 -3 9
40 18 22 484
730

 (Xi – X) 2 = 730 ; n = 5

Sehingga variance s2 = 730 = 146


5

Pengukuran variasi standard dapat dirumuskan sebagai berikut:

= (X i u ) 2
------- untuk data populasi
N
S = (X i  X )2
------- untuk data sampel
n

Kalau kita perlukan rumus deviasi standard di atas maka agak mirip
dengan rumus varians (S2) hanya perbedaan pada akar, sehingga
deviasi standard (S) merupakan akar dari varians (S 2) atau
S = S2

Sehingga dari contoh pengukuran varians di atas deviasi standard dapat


dihitung secara langsung:
S = 146 = 12,08
Contoh lain dapat diberikan sebagai berikut:
Data : 10 ; 15 ; 20 ; 25 ; 20

Xi X (Xi – X) (Xi – X)2

10 18 -8 64
15 18 -3 9
20 18 2 4
25 18 7 40
20 18 2 4
130

 (Xi – X) 2 = 130

Sehingga:

130
S = = 5,1
5
Apabila kita membandingkan dua kelompok data di atas maka akan
terlihat bahwa kelompok data pertama (lihat data untuk menghitung
varians) mempunyai dispersi yang lebih tinggi dari kelompok data
kedua (lihat data untuk menghitung devisi standard). Meskipun kedua
kelompok data tersebut mempunyai nilai rata-rata hitung (X) yang
sama. Berarti juga bahwa kelompok data pertama lebih heterogen
(bervariasi) dibanding kelompok data kedua.
Fisker dan Wilk memberikan perumusan lain bagi varians dan
deviasi standard sebagai berikut:

S2 =  i
(X  X ) 2

n 1

S = (X i  X )2
n 1

Syarat penggunaannya bila n = 100


Juga ada beberapa perumusan yang dapat dikemukakan sebagai
berikut:
( X i ) 2
X
2
i 
S2 = n
n

( X i ) 2
X
2
i 
S = n
n

Contoh perhitungannya :

Xi Xi2
10 100
(90) 2
1750 
S2 = 5
15 225 5
= 26
20 400
130
25 625 S = = 5,1
5
20 400
90 1750

Varians Dan Deviasi Standard Dari data Yang Sudah Dikelompokkan


Varians dari data yang sudah dikelompokkan dapat dihitung

dengan rumus:
k

(X i  X )2 fi
S2 = i 1

Sedangkan deviasi standard dihitung dengan rumus :

(X i  X )2 fi
S = atau S = S2
n

Di mana :

Xi = titik tengah dan fi = frekuensi kelas.

Contoh perhitungannya akan diberikan berikut ini;

I fi Xi (Xi - X) (Xi - X)2 (Xi - X)2 fi

25 – 29 30 27 -11,46 131,3316 11,46


30 – 34 45 32 -6,46 41,7316 6,46

35 – 39 60 37 -1,46 2,1316 1,46

40 – 44 50 42 3,54 12,5316 3,54

45 – 49 40 47 8,54 72,9316 8,54

50 – 54 15 52 13,54 83,3316 13,54

240 12.239,584

 (Xi - X)2 fi = 12.239,584 ; n = 240 (fi )

sehingga S2 = 12.239,584 = 50,998 atau 51


240

12.239,584
S = = 7,14
240

Catatan : nilai X = 38,46

Perhitungan dengan metode singkat :


2
 kl 
  di fi 
k
 
 d 2 fi   n 
 
S2 =   i2
n
2
k
 k 
 i   df i
d f2


S = i  
n n
 
 

i = interval kelas

di = deviasi yang dapat dihitung dengan rumus :

di = (Xi – X0 ) ; dimana X 0 = nilai sebarang dari X i .


i

Prosedur perhitungan dapat diikuti sebagai berikut

Xi fi di di 2 di f i di 2 fi
27 30 -2 4 -60 120
32 45 -1 1 -45 45
37 60 00 00 0 0
42 50 1 1 50 50
47 40 2 4 80 160
52 15 3 9 45 135
70 510

Di = (Xi - X0 )
I i = interval kelas;
X0 = nilai sebarang Xi

Nilai sebarang dari Xi = 37.

di = (27 – 37)/5 = -2 ; d2 = (32 – 37)/5 = -1

d3 = (37 – 37)/5 = 0 ; d4 = (42 – 37)/5 = -1

d5 = (47 – 37)/5 = 2 ; d6 = (52 – 37)/5 = 3

 di fi = 70 ;  di 2
fi = 510 ; X = 38,46

S2 = 510 – (240) (70/240)2 (5)2


240

= 510 – 20,42 (5)2


240

= 50,998 atau 51

2
510  70 
S = 5  
240  240 

= 5 2,04

= 7,14

Ternyata perhitungan dengan cara singkat ini memberikan hasil yang


sama dengan cara yang pertama.
D. Koefisien Variasi

Salah satu bentuk pengukuran dispersi yang agak lain dari yang
lain adalah perhitugan koefisien variasi. Perhitungan koefisien variasi
ini dikenal juga dengan pengukuran dispersi relatif. Cara
perhitungannya dapat dikemukakan sebagai berikut:
KV = S
X

Dimana : S = deviasi standard

X = rata-rata hitung

Dengan melihat rumus di atas, maka nampaknya bahwa cara


perhitungannya cukup sederhana. Hanya saja apabila kita memiliki
sekelompok data maka terlebih dahulu kita harus menghitung nilai
deviasi standard (S) dari nilai rata-rata hitung (X_.
Sebagai contoh perhitungannya dapat diberikan berikut ini

Andaikan kita mempunyai satu kelompok data : 10 ; 15 ; 40 ; 20 ;

25

1. Menghitung nilai rata-rata hitung (X)

X =  Xi = 110 = 22
n 5

2. Menghitung deviasi standard (S)

 X  X
2

S = i
; (Xi - X)2 = 530 ; n = 5
n

530
S = 10,3
5

S = 10,3 ; X = 22

Koefisien Variasi :

KV = S = 10,3 = 0,47 atau 47%


X 22

Prosedur perhitungan yang sama dapat dilakukan untuk menghitung


kofisien variasi (KV) dari data yang sudah dekelompokkan. Sebagai
contoh diambil dari data Tabel 20, Distribusi Gaji Pegawai Negeri,
dengan deviasi standard (S) = 7,14 dan rata-rata hitung (X) = 38,46
Koefisien variasinya :

KV = S = _7,14_ = 0,187 atau 18,7%


X 38,46

Perlu kita ketahui bersama bahwa Koefisien Variasi (KV) sebagai


ukuran dispersi mempunyai kelebihan dari pengukuran lainnya.
Kelebihan tersebut terletak pada Koefisien Variasi (KV) dapat
digunakan sebagai alat pembanding mengenai tingkat dispersi dari 2
(dua) kelompok data yang berbeda satuannya.
Sedangkan pengukuran dispersi lainnya (seperti deviasi standard) tidak
dapat digunakan. Sebagai contoh dapat diberikan berikut ini:
Harga Sepeda (Rp) : 4000 : 2500 : 15.000 : 25.000 : 75.000
Harga Mobil : 4 ; 5 ; 6 ; 8 ; 7,5
(RP. Juta)
Harga rata-rata sepatu (X) = Rp 24.300
Deviasi standard (S) = Rp 26.626
Harga rata-rata mobil = Rp 6.100.000
Deviasi standard (S) = Rp 1.496.663
Apabila didasarkan pada deviasi standard (S) maka nampaknya bahwa
harga mobil lebih bervariasi dari pada harga sepatu, karena harga mobil
memiliki deviasi standard sebesar Rp 1.496.663, sedangkan harga
sepatu hanya sebesar Rp 26.626.
Hasil yang diperoleh di atas tentu menyesatkan untuk perlu dihitung

Koefisien Variasinya (KV)

Koefisien Variasinya (KV) sepatu:

KVs = _s_ = _26,626_ = 1,096 atau 109,6%


X 24.300

Koefisien Variasinya (KV) mobil:

KVm = _m_ = _1.496.663_ = 0,245 atau 24,5%


X 24.300

Di sini jelas terlihat bahwa harga mobil mempunyai dispersi yang lebih
rendah dari harga sepatu. Karena harga mobil memiliki KV sebesar
24,5% sedangkan harga sepatu memiliki KV sebesar 109,6%
Apabila kita bandingkan dengan pengukuran deviasi standard jelas
hasilnya bertolak belakang. Sehingga apabila dua kelompok data yang
berbeda satuannya atau berbeda ukurannya maka sebaiknya digunakan
pengukuran Koefisien Variasi dengan catatan bahwa kita bermaksud
untuk membandingkan tingkat dispersinya.
Contoh lain akan diberikan berikut ini;

Data pendapatan dari 10 orang petani

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pendapatan 25 29 30 40 75 60 50 35 150 100
(Rp.000)
X =  Pendapatan ;  Pendapatan = 594 ; n = 10

X = 594/10 = 59,4

 X  X
2

S = i
=  (Xi - X) 2
n

14105,04
S = = 37,6
10

KV = _S_ = _37,6_ = 0,633 atau 63,3%


X 59,4

Angka ini menunjukkan derajat dispersi pendaptan 10 orang petani


tersebut bervariasi sebesar 63,3% dari pendapatan rata-ratanya.
Ukuran koefisien korelasi juga dapat digunakan untuk dapat mengukur
tingkat ketimpangan pendapatan.
Ikuti contoh berikut ini:

Data pendapatan petani dari dua desa

Desa I Desa II
No
Pendapatan (Rp 000) Pendapatan (Rp 000)
1 75 25
2 65 40
3 50 75
4 40 90
5 60 60
6 55 30
7 64 40
8 70 55
9 72 80
10 80 95
Pendapatan rata-rata (X) Petani Desa I = 63,1

Deviasi standard Desa I =

 X  X
2
i
S = = 11,6
n

Koefisien variasi pendapatan Desa I = _11,6_ = 0,184 atau


18,4%
63,1

Pendapatan rata-rata (X) Petani Desa II = _590_ = 59


10

Deviasi standard Desa II =

 X  X
2
i
S = = 23,85
n

Koefisien variasi pendapatan Desa II = _23,85_ = 0,404 atau


40,4%
63,1

Dari hasil perhitungan di atas terlihat KV desa II lebih besar dari Desa
I, sehingga distribusi pendapatan Desa II lebih timpang dari Desa I.

Soal-soal Latihan.

1. Data pendapatan/bulanan dari dua orang pekerja selama 6 bulan,

sebagai berikut (Rp 000)


I 60 ; 75 ; 80 ; 85 ; 85 ; 90

II 25 ; 40 ; 50 ; 60 ; 75 ; 75

a. Berapakan jarak pendapatan dari kedua orang tersebut

b. Bagaimana pendapat saudara mengenai hasil perhitungan

tersebut?

2. Sebuah perusahaan menyebarkan 5 orang salesman untuk penjualan

sebuah produknya; hasil penjualan selama 6 bulan dicatat sebagai

berikut:

Hasil Penjualan Setiap Salesman


Bulan (Rp 000)
I II III IV V VI
I 2 3 6 3 5 1
II 2,5 4 6 3 5 2
III 3 6 7 2 6 3
IV 4 2 2 3 6 4
V 3,5 4,5 4 4 7 5
VI 6 5 1 4 7 6

a. Hitunglah deviasi rata-rata dari seluruh hasil penjualan tersebut.

b. Hitung standard deviasi keseluruhan dan standar deviasi hasil

penjualan dari masing-masing salesman, kemudian bandingkan

dispersinya.
c. Hitung juga koefisien variasi masing-masing dan secaa

keseluruhan, bandingkan dispersi yang dihasilkan antara a dan b

apakah sejalan atau tidak.

3. Index harga bulanan dari 9 macam bahan kebutuhan pokok selama

1 tahun disajikan sebagai berikut:

110 ; 120 ; 115 ; 130 ; 140 ; 150

160 ; 175 ; 175 ; 160 ; 180 ; 200

a. Hitunglah index rata-rata deviasi standard dan koefisien

variasinya.

b. Berikan komentar hasil perhitungan saudara.

4. Diketahui data pendapatan pekerja pabrik dan pekerja bengkel

selama 12 bulan dari masing-masing 10 orang pekerja

Pendapatan Pekerja (Rp 000)

No Pabrik Bengkel
Pekerja
1 750 600
2 800 550
3 600 750
4 500 600
5 450 500
6 900 560
7 1000 760
8 1500 790
9 1100 900
10 1200 1500

a. Pekerja manakah yang memiliki pendapatan rata-rata tertinggi.

b. Jika diduga bahwa pekerja bengkel lebih merata distribusi

pendapatannya daripada pekerja pabrik.

Buktikan hal ini.

5. Hasil pengukuran kualitas terhadap dua macam barang adalah

sebagai berikut:

Daya Tahan Bateray Daya Tahan Seng


No
(jam) (Tahun)
1 40 25
2 42 10
3 45 15
4 35 10
5 49 17
6 64 20
7 21 24
8 46 19
a. Jika kualitas standard untuk kedua jenis barang-barang tersebut

ditetapkan masing-masing dengan deviasi 15 jam dan 4 tahun,

bagaimana dengan kualitas hasil pengukuran tersebut

b. Mana, diantara kedua barang tersebut yang memiliki variasi

kualitas yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai