Suatu himpunan persamaan dimana variabel dependen dalam satu atau lebih
persamaan juga merupakan variabel independen dalam beberapa persamaan yang
lain.
Dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat endogen,
dan X1 merupakan variabel yang bersifat eksogen dan dimana 1 dan
2 unsur
Qt = 0 + 1Pt + 1t
Qt = 0 + 1Pt + 2t
Qt = Qt
< 0
> 0
(1.3)
(.1.4)
residual yang
stokastik. Jika hanya dilakukan regresi pada salah satu model regresi, maka
persamaan tunggal tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai sebuah model yang
lengkap.
Dapat diterapkan, jika model persamaan tersebut sudah diubah dalam bentuk
reduce form, yaitu dengan memasukkan salah satu persamaan pada persamaan
yang lain.
identifikasi (problem identification). Jadi dalam regresi kuantitatif Q atas harga P yang
dihasilkan merupakan fungsi permintaan ataukah fungsi penawaran? Karena Q dan P
masuk ke dalam dua fungsi. Oleh karena itu jika kita mempunyai data mengenai Q dan P
saja dan tidak ada informasi lain, akan sulit jika bukannya tak mungkin untuk
mengidentifikasi regresi tadi sebagai fungsi permintaan atau penawaran. Adalah penting
untuk memecahkan masalah identifkasi sebelum beralih ke langkah penaksiran karena
jika kita tidak tahu apa yang kita taksir, penaksiran semata mata tidak berarti.
Masalah identifikasi timbul karena kumpulan koefisien struktural yang berbeda
mungkin cocok dengan sekumpulan data yang sama.
Masalah identifikasi sering dijumpai pada model ekonometrik yang lebih dari
satu persamaan. Untuk memecahkan masalah ini harus dilakukan pengujian atau
persyaratan agar diketahui koefisien persamaan mana yang ditaksir. Persyaratan ini
disebut Kondisi
5.1. Identifikasi (condition of identification).
Ada dua macam dalil pengujian identifikasi, yaitu Order condition dan Rank
condition. Notasi yang dipergunakan adalah:
M = jumlah variabel endogen dalam model
m = jumlah variabel endogen dalam persamaan
K = Jumlah variabel predetermined dalam model
1. Order Conditions
Syarat identifikasi suatu persamaan struktural:
M-11
Jika M-1 = 1, maka persamaan tersebut identified.
Jika M-1 > 1, maka persamaan tersebut overidentified.
Jika M-1 < 1, maka persamaan tersebut unidentified.
Contoh: Fungsi Demand
(1.5)
Fungsi Supply
(1.6)
Qt = 0 + 1Pt + 2 It + u1t
Qt = 0 + 1Pt + u2t..
Indentified
Catatan:
Persamaan yang dapat diselesaikan dengan sistem persamaan simultan adalah persamaan
yang identified dan over identified.
5.2.Rank Conditions.
Identifikasi melalui order condition hanya merupakan prasyarat dasar tetapi
belum merupakan prasyarat cukup (sufficient condition). Melalui metode rank condition
bisa memenuhi kedua prasyarat identifikasi persamaan simultan. Istilah rank berasal dari
terminology di dalam matrik. Rank dari matrik merujuk kepada square submatrix order
paling besar yang mempunyai determinan tidak sama dengan nol. Square matrix adalah
matrik yang mempunyai jumlah kolom dan baris yang sama.
Sebagai ilustrasi identifikasi melalui rank condition, misalnya ada persamaan
simultan sebagai berikut;
Yt1t = 10
+12Y2t+13Y3t+11X1t
+e1t
(.1.9)
Yt2 = 20
+23Y3t+21X1t+22X2t
+e 2t
(1.10)
Yt3t = 30 + 31Y1t
+31X1t+ 21X2t
+e 3t
(1.11)
Yt3t = 40+41Y1t +42Y2t
+ 43X2t
+ e4te1t
(1.12)
Y1
Y2
koefisien
Y3
Y4
- 10
-12
-13
-20
1
0
-23
-30
-31
-40
-41
-42
1
0
0
0
0
1
X1
X2
X3
-11
-21
22
-31
32
0
0
0
-43
Dari tabel diatas bisa didentifikasi melalui rank condition untuk setiap persamaan.
Misalnya untuk persamaan 1.9. Persamaan 1.9 tidak memasukan variabel Y4,X2 dan X3
7
yang ditunjukan dengan angka 0 didalam baris pertama persamaan 1.untuk mengetahu i
apakah persamaan persamaan tersebut teridentifikasi atau tidak maka harus mencari
matrks order 3x3 dari koefisien yang tidak ada dalam persamaan 1 tetapi ada di
persamaan yang lain dan kemudian dicari determinannya.matriks tersebut adalah sebagai
berikut:
A=
21
-
31
43
Determinan matriks A ini mempunyai determinan 0, yang artinya tidak memenuhi rank
condition sehingga persamaan ini tidak teridentifikasi
Suatu persamaan yang mempunyai M persamaan dikatakan identified, sekurangkurangnya mempunyai satu determinan berdimensi (M-1) yang tidak sama dengan nol.
6.Estimasi persamaan Simultan
6.1.
Metode ILS dilakukan dengan cara menerapkan metode OLS pada persamaan reduced
form.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan prosedur ILS:
1. Persamaan strukturalnya harus exactly identified.
2. Variabel residual dari persamaan reduced form-nya harus memenuhi semua
asumsi stokastik dari teknik OLS. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan
menyebabkan bias pada penaksiran koefisiennya.
Contoh:
Diketahui suatu model persamaan simultan adalah sebagai berikut :
Qd= 0 + 1 P+ 2 X + v ...........................................................................................(1.13)
Qs= 0 + 1 P + 2 Pl + u ...........................................................................................(1.14)
Dimana:
Qd = Jumlah barang yang diminta
Qs = Jumlah barang yang ditawarkan
P = harga barang
X = Income
Pl = harga Input
Persamaan reduce form-nya adalah sebagai berikut :
P= 0 + 1 X + 2 Pl +1 ......................................................................................(1.15)
Q= 3 + 4 X + 5 Pl +2 ....................................................................................(1.16)
Persamaan Reduce Form dapat dicari dengan langkah sebagai berikut:
0 + 1 P+ 2 X + v
Pl
u ..........................................(1.17.1)
1 P - 1 P = 0 - 0 - 2 X + 2 Pl + u v ..........................................
(1.17.2)
0 0
2 X 2 Pl u v
1
1
1
1
1
1
1
P = 1
0 1 X 3 Pl
..........................................................
(1.17.3)
Qd
P+
..(1.17.5)
0 0
2 X 2 Pl u v
1 1
1 1
1 1
1
1
Q d = 0 + 1
+ 2 X + v
1 0 1 0 1 2
1 2
u 1v
X
Pl 1
1 1 1 1
1 1
1
Q d = 0 +
+ 2 X + v
1 0 1 0 1 2
1 2
u 1v
X
Pl 1
1
1
1
1
1
1 + X + v
1
1
Q d = 0 +
2
Lalu
samakan
semua
penyebutnya
dengan
1 1
..(1.17.6)
01 0 1
1 0 1 2
1 2
u 1v
1 0
X
Pl 1
1 1
1 1 1 1
1 1
1 1
Qd =
+
1 2 1 2
1 1
v 1v
X 1
1 1
1 0 0 1 2 1
1 2
u 1v
X
Pl 1
1
1
1
1
1
1
1
1
Qd =
Qd
3 4 X 5 Pl
..................................................
(1.17.7)
Dari persamaan reduce form-nya diperoleh 6 koefisien reduksi yaitu: 0 1 2 3 4 dan
5 yang akan digunakan untuk menaksir 6 koefisien structural yaitu 0, 1, 2, 0, 1 dan
2
6.2. Two Stage Least Squares (TSLS)
10
11
12
nilai pembedaan (d) pada model ARIMA disebabkan aspek aspek AR dan MA hanya
dapat diterapkan pada data time series yang stasioner.
2.1. Model Dan Sifat Sifatnya
Model model yang dapat menjelaskan pergerakan suatu data time series dengan
cara menghubungkan data tersebut dengan : (i) data masa lalu(AR) dan/atau (ii) deviasi
random saat ini dan masa lalu (MA). Secara spesifik yang akan dianalisis :
(a). Model MA sederhana untuk proses stasioner
(b). Model AR sederhana untuk proses stasioner
(c). Model model campuran antara AR dan MA untuk proses stasioner
(d). Model integrasi antara AR dan MA untuk proses tidak stasioner
2.1.1. Model model moving avarage
Model MA mempunyai ordo (q), sehingga model tersebut biasanya dituliskan
sebagai MA(q). Model MA ini menyatakan bahwa nilai prediksi variabel dependen Yt
hanya dipengaruhi oleh nilai residual sebelumnya atau tiap tiap observasi dibentuk dari
rata rata tertimbang deviasi (disturbance) q periode sebelumnya atau model MA tingkat
pertama atau disingkat MA(1). Model MA(1) dapat ditulis dalam persamaan sebagai
berikut :
1 2q
14
Model AR, MA dan ARMA sebelumnya mensyaratkan bahwa data time series
yang diamati mempunyai sifat stasioner. Data time series dikatakan stasioner jika
memenuhi 3 kriteria yaitu :jika data time series mempunyai rata rata, varian dan kovarian
yang konstant. Namun dalam kenyataannya data time series seringkali tidak stasioner
namun stasioner pada proses diferensi (difference).
Proses diferensi adalah suatu proses mencari perbedaan antara data satu periode
dengan periode yang lainnya secara berurutan. Data yang dihasilkan disebut data
diferensi tingkat pertama. Jika kita kemudia melakukan diferensi data tingkat pertama
maka akan menghasilkan data diferensi tingkat kedua, dan seterusnya.
Seandainya data time series tidak stasioner dalam leve , maka data tersebut
kemungkinan menjadi stasioner melalui proses diferensi atau jika data tidak stasioner
pada level maka perlu dibuat stasioner pada tingkat diferensi. Model dengan data yang
stasioner melalui proses diffrencing ini disebut model ARIMA. Dengan demikian jika
data stasioner pada proses differencing d kali dan mengaplikasikan arima (p,q), maka
modelnya ARIMA (p,d,q) dimana p adalah tingkat AR, d tingkat proses membuat data
menjadi stasioner dan q merupakan tingkat MA. ARIMA (2,1,2) berarti menunjukkan
AR(2), proses differencing 1 untuk membuat data stasioner dan tingkat MA pada level 2.
Model AR (2) oleh karena itu tidak lain merupakan model ARIMA (2,0,0)
2.3. Metodologi Box Jenkin
Langkah langkah yang harus diambil dalam menganalisis data dengan
menggunakan teknik Box Jenkin:
1. Identifikasi Model. Dalam langkah ini kita mencari nilai p,d dan q dengan
menggunakan correlogram.
2. Etimasi parameter. Setelah mendapatkan nilai p dan q, maka selanjutnya
kita mengamati parameter model ARIMA yang kita pilih pada l,ngkah
pertama.estimasi parameter dapat dilakukan melalui metode kuadrat
terkecil atau metode estimasi yang lain seperti maximum likelihood.
3. uji diagnosis. Setelah mendapatkan estimator model ARIMA, akan dipilih
model yang mampu menjelaskan
15
yang relatif kecil. Jika tidak maka kita harus kembali ke langkah pertama
amemilih model yang lain.
4. Prediksi. Setelah mendapatkan model yang baik , maka selanjutnya model
dapat digunakan untukmemprediksi.
2.4. Identifikasi model ARIMA
2.4.1. Uji stasioner melalui Correlogram
Metode sederhana yang dapat digunakan untuk menguji apakah data stasioner
atau tidak adalah dengan melihat correlogram melalui autocorrelation function ( ACF).
ACF menjelaskan seberapa besar korelasi data yang berurutan dalam runtut waktu. ACF
dengan demikian merupakan perbandingan antara kovarian pada lag k dengan variannya.
ACF lag k (pk) dapat ditulis sebagai berikut:
Pk = k / 0 ................................................................................................................(2.6)
(Yt-)(Yt+k )
Dimana k = ------------------.............................................................................(2.6.1)
n
(Yt )2
Dimana 0 = ------------------- .................................................................................(2.6.2)
n
n adalah jumlah observasi dan adalah rata rata. Nilai ACF ini akan terletak pada -1 dan
1. persamaan pada MA merupakan ACF untuk populasi sehingga kita perlu melakukan
estimasi ACF melalui sample autocorrelation function (SACF).SACF pada lag k dengan
demikian dapat ditulis
k
pk = ------- ................................................................................................................(2.7)
0
16
bagaimana dari SACF kita bisa amengetahui apakah suatu data time series stasioner atau
tidak? Cara yang paling mudah dan cepat adalah melihat besarnya nilai SACF. Jika nilai
SACF pada setiap lag sama dengan nol maka data adalah stasioner
2.4.2. Identifikasi model
Secara grafis pemilihan model ARIMA dengan ACF dan PACF (partial
autocorrelation function) dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.1. : koefisien ACF dan PACF untuk model AR(1) dan AR(2)
Model AR(1) : Yt = b0+b1Yt-1+ et ............................................................................(2.8)
17
18
Gambar2.2. : koefisien ACF dan PACF untuk model MA(1) dan MA(2)
Model MA(1) : Yt = c0 + c1et+c2et-1 ......................................................................(2.10)
19
Gambar 2.3. : Koefisien ACF dan PACF untuk model ARMA (1,1)
Model ARMA (1,1) b0+b1Yt-1+et+c1et-1 ................................................................(2.12)
20
model
AR (p)
MA (q)
ARMA (p,q)
21
Setelah kita mempunyai model tentatif ARIMA maka kita estimasi model tentatif
persamaan tersebut. Pada tahap estimasi ini akan diuji kelayakan model dengan cara
mencari model terbaik. Model terbaik didasarkan pada goodness of fit yaitu tingkat
signifikansi variabel independen termasuk konstanta melalui uji t, uji F maupun nilai
koefisien determinasi (R2)
Cara untuk melihat apakah residualnya bersifat random adalah dengan cara
menganalisis residual dengan correlogram baik melalui ACF maupun PACF. Jika
koefisien ACF maupun PACF secara individual tidak signifikan maka residual yang kita
dapatkan bersifat random.dengan demikian tidak perlu mencarilagi model Alternatif
ARIMA. Jika residual tidak bersifat white noise maka kita harus kembali ke langkah
pertama untuk memilih model yang lain.
Signifikansi tidaknya koefisien ACF dan PACF bisa dilihatmelalui uji dariBarlet,
Box dan Pierce maupun Ljung-Box.
22
2.4.5 Prediksi
Setelahkita memperoleh model yang tepatmelalui langkah 1 3 dari metodologi
Box-jenkin maka tahap terakhir adalah prediksi. Hasil estimasi yang telah diperoleh akan
digunakan untuk memprediksi perilaku .
23