I. TINJAUAN PUSTAKA
Nyamuk merupakan salah satu serangga yang potensial sebagai vektor penyebar
berbagai jenis penyakit, diantaranya adalah malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan filariasis. Pengendalian vektor dalam garis besar dilakukan dengan empat cara yaitu;
pengendalian kimiawi, pengelolaan lingkungan, pengendalian hayati dan pemberantasan
vektor cara genetik.
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan insektisida dalam pemberantasan malaria
yang umum digunakan salah satunya adalah metode IRS (Indoor Residual Spraying)
atau penyemprotan rumah. lnsektisida yang digunakan biasanya hanya berdasarkan hasil
uji coba terhadap satu spesies nyamuk vektor dan pada kondisi satu daerah saja, sedang
Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan keragaman ekosistem. Kepekaan
nyamuk vektorpun mungkin berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. lnsektisida
umumnya juga hanya diuji pada skala laboratorium, sementara berbagai faktor di
lapangan sangat berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi residu insektisida
diantaranya adalah dosis, suhu dan kelembaban, jenis permukaan benda, alat semprot
dan ukuran droplet.
Menurut DEPKES RI (2003:45) Penyemprotan rumah dengan efek residual (IRS =
Indoor Residual Spraying) telah lama dilakukan dalam pemberantasan malaria di
Indonesia. Sampai sekarang cara ini masih dipakai karena dipandang paling tepat dan
besar manfaatnya untuk memutuskan transmisi, murah dan ekonomis. Penyemprotan IRS
adalah suatu cara pemberantasan vektor dengan menempelkan racun serangga tertentu
dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot
dengan tujuan untuk memutus rantai penularan karena umur nyamuk menjadi lebih
pendek sehingga tidak sempat menghasilkan sporozoit didalam kelenjar ludahnya. Dalam
melaksanakan penyemprotan IRS (indoor residual spraying) diperlukan beberapa
persyaratan sebagai berikut :
1. Cakupan bangunan yang disemprot (coverage)
Rumah atau bangunan dalam daerah tersebut harus diusahakan agar semuanya
disemprot. Yang dimaksud rumah atau bangunan yaitu tempat tinggal yang
digunakan malam hari untuk tidur.
2. Cakupan permukaan yang disemprot (completeness)
Cakupan permukaan yang disemprot adalah semua permukaan (dinding, pintu,
jendela, almari dsb) yang seharusnya disemprot.
3. Pemenuhan dosis (sufficiency)
Dosis yang dipergunakan yaitu dosis sesuai petunjuk pemakaian yang tertera pada
tiap saset insektisida.
b. Bahan
Air Insektisida (Alfasipermetrin 5%)
IV. PEMBAHASAN
Dalam melakukan spraying seorang yang bertugas melakukan spraying harus
mengerti seluk beluk dari alat yang digunakan. Cara spraying meliputi beberapa hal yaitu
perencanaan, perijinan, persiapan dan pelaksanaan. Dimulai dari sebelum penyemprotan,
yang kita lakukan adalah membuat rencana kerja secara terpirinci yang kemudian
nantinya akan dikirimkan kepada Kepala Desa untuk disetujui dan dikirimkan minimal 3
hari sebelum dilaksanakannya penyemprotan pada suatu desa. Setelah mendapatkan
persetujuan, maka langkah yang harus dilaksanakan selanjutnya adalah memperkirakan
jumlah insektisida yang akan digunakan dan harus mencakup seluruh rumah yang ada di
desa yang akan dilaksanakan spraying tersebut.
Upaya pengendalian vektor dengan cara spraying sangat cocok dilaksanakan dalam
kondisi:
1. Penanggulangan wabah / Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana peran vektor
dalam menularkan bibit penyakit dapat diputus pada setiap fase hidup vektor.
2. Terhadap vektor / serangga sasaran pengendalian sesuai kesukaan menggigit
dan tempat menggigit (feeding).
3. Pada beberapa daerah pedesaan dan kota yang belum memiliki tata
ruang (landscape) yang baik untuk mencegah keberadaan vector.
4. Penggunaan larvasida yang menimbulkan kekhawatiran pencemaran konsumsi
air bersih.
5. Pengendalian juga memberi gambaran upaya bermakna dalam membatasi dan
menekan populasi, pergerakan dan distribusi vektor serta pola penularan
penyakit berdasarkan prinsip-prinsip epidemiologis.
V. KESIMPULAN
1. Spraying merupakan langkah yang cocok dilakukan pada daerah dengan
KLB, fungsinya adalah untuk memutus rantai penularan.
2. Alam melakukan spraying harus dilakukan oleh ahli sebab jika tidak maka akan
terjadi hal yang sangat fatal. Jika terlalu tipis nyamuk tidak akan mati sedangkan
jika terlalu tebal akan terjadi resistensi.
3. Dalam pelaksanaan spraying harus memiliki ketebalan yang sama pada dinding.
Cara membuat ketebalan yang sama adalah dengan bergerak kedepan dan
kebelakang secara berirama.
4. Spraying adalah cara yang efektif untuk membasmi nyamuk akan tetapi
membutuhkan dana yang banyak dan juga keahlian dalam menggunakan spray-
can.
5. Pada saat melakukan spraying dibutuhkan ketelitian dan keseriusan agar
dapat berjalan dengan baik dan efektif.
6. Kegiatan pemberantasan nyamuk tidak akan efektif jika hanya melakukan
spraying saja, namun harus ditindak lanjuti juga dengan kegiatan lainnya yaitu
dengan PSN, 3M+ dan bisa juga ditambah dengan fogging
DAFTAR PUSTAKA