Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN HIV-AIDS

“RISET TENTANG HIV AIDS DAN PENERAPAN DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN KLIEN HIV AIDS ”

OLEH : KELOMPOK 4

1. Amelia Ermi Juwita(203310681)


2. Gayatri Putri (203310696)
3. Nabilla Setia Ningrum (203310702)
4. Yolanda Eka Putri (203310719)

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Hj.Defiaroza,S.Kp.,M.Biomed

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Riset Tentang HIV AIDS Dan Penerapan Dalam Asuhan Keperawatan Klien
HIV AIDS ” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan HIV
AIDS.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibuk
Ns.Hj.Defiaroza,S.Kp.,M.Biomed,Sebagai Dosen Pembina mata kuliah
Keperawatan HIV AIDS dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 18 Januari 2022

KELOMPOK 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................3
BAB II: PEMBAHASAN.............................................................................4

2.1 Pengertian HIV AIDS .............................................................4


2.2 Survei Tentang HIV AIDS ........................................................5
2.3 Berbagai Riset Tentang HIV AIDS............................................8
2.4 Penerapan Dalam Asuhan Keperawatan Klien HIV AIDS..... 28
BAB III: PENUTUP.....................................................................................30
3.1 Kesimpulan..................................................................................30
3.2 Saran............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................31

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency


Syndrom (HIV/AIDS) adalah penyakit yang paling berbahaya dan belum
ditemukan obat untuk menyembuhkannya. Penyakit ini merupakan salah satu
jenis penyakit infeksi yang tergolong didalam kelompok penyakit infeksi
menular seksual. Data terakhir mengenai jumlah penderita HIV/AIDS didunia
mencapai 33,3 juta jiwa. angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun
(Silalahi et al., n.d.).

Penyebaran kasus HIV di Indonesia mengalami peningkatan setiap


tahunnya sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987). Data laporan tahun 2017
sebanyak 9.280 orang terinfeksi AIDS (Acquired Immune Defciency
Syndrome) (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Virus ini menyerang sistem
kekebalan (imunitas) tubuh seseorang, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi dan menyebabkan defisiensi sistem imun. Hal ini
mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap berbagai penyakit dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian.(Febriyanti & Yesti Lestari, n.d.)

Jumlah kasus HIV di Provinsi Sumatera Barat tercatat 224 kasus pada
tahun 2009, 212 kasus pada tahun 2010 dan 74 kasus pada tahun 2011.
Berdasarkan estimasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2009, di Provinsi
Sumatera Barat diperkirakan LSL berjumlah sebanyak 12.746 (Kemenkes RI,
2011 : 18). Proyeksi jumlah penduduk laki-laki di Provinsi Sumatera Barat
tahun 2009 berjumlah 2.367.599 (BPS, Sumbar). Jika dipersentasekan, maka
jumlah LSL di Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 adalah sebesar 0,54% dari
jumlah penduduk laki-laki (Firdaus et al., 2013).

Fenomena orang dengan HIV-AID jumlahnya cenderung meningkat


baik di Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Dari

1
beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa orang dengan HIV-AID
tidak hanya terdapat di kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung
maupun Denpasar, tetapi juga terdapat di Pulau lainnya seperti Pulau Papua,
Sulawesi (Nunung Nurwati, 2018).

Hasil statistik kasus HIV/AIDS dilaporkan oleh Ditjen Pengendalian


Penyakit (PP) dan Penyehatan Lingkungan (PL) Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) RI tahun 2016, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di 34 provinsi
Indonesi adalah total pengidap HIV sebanyak 41.250 kasus, total penderita
AIDS sebanyak 7.491 kasus dengan kasus kematian mencapai 806 kasus (Siti
Aisyah*, n.d.).

Penderita HIV/AIDS bukan hanya menyerang pada orang dewasa


tetapi juga pada anak-anak serta remaja. Sebanyak 17,8 juta kasus HIV di
antaranya merupakan wanita berusia lebih dari 15 tahun dan 1,8 juta kasus
merupakan anak berusia kurang dari 15 tahun, serta mengalami peningkatan
kasus baru sebesar 1,9 juta pada usia lebih dari 15 tahun dan 150.000 anak
usia kurang dari 15 tahun pada tahun 2015.Angka kejadian remaja yang
terinfeksi HIV di Indonesia berjumlah 28.060 remaja (15,2 persen) dan
sebanyak 2.089 remaja (3 persen) di antaranya sudah dengan AIDS.
(Rahmawati1 & Kurniawati, 2020).

Mengingat makin meningkatnnya kasus HIV AIDS maka semakin


banyak peneliti melakukan penelitian tentang HIV AIDS ini tujuannya agar
masyarakat luas juga mengetahui apa itu HIV AIDS serta bagaimana bahaya
nya. Selain itu sekarang ini juga semakin banyak nya muncul artikel-artikel
penelitian tentang HIV AIDS tujuannya agar masyarakat juga bisa mengetahui
bagaimana peningkatan HIV AIDS itu sendiri baik di sumatra barat ataupun di
indonesia, dan dari berbagai riset ini nantinnya dapat kita terapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien HIV AIDS. HIV AIDS sendiri
adalah masalah yang paling membahayakan tidak hanya di indonesia tetapi

2
juga di dunia,apalagi mengingat pergaulan di negara lain lebih bebas dari
negara indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa Pengertian Dari HIV AIDS ?
2. Bagaimana Survey Tentang HIV AIDS ?
3. Apa Saja Riset Tentang HIV AIDS?
4. Bagaimana Penerapan Dalam Asuhan Keperawatan Klien HIV AIDS ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Dari HIV AIDS
2. Agar Bisa Mengetahui Bagaimana Survey Tentang HIV AIDS
3. Untuk Mengetahui Berbagai Riset Tentang HIV AIDS
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Dalam Asuhan Keperawatan
Klien HIV AIDS
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat teoritis

Hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan untuk memperkaya


ilmu pengetahuan dalam bidang HIV AIDS yang berkaitan dengan
kesehatan bagi klien HIV AIDS ataupun masyarakat luas.

2. Manfaat praktis
a. Bagi klien HIV AIDS

Sebagai informasi bagi klien HIV AIDS apa itu HIV AIDS dan
apa saja riset-riset tentang HIV AIDS.

b. Bagi masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat agar juga bisa mengetahui


apa itu HIV AIDS.

c. Bagi penulis

3
Untuk lebih memperkaya wawasan tentang apa itu HIV AIDS
serta apa saja riset-riset HIV AIDS dan bagaimana penerapannya
dalam asuhan keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HIV AIDS

AcquiredImmuneDeficiencySyndro me (AIDS) merupakan sindrom


berupa gejala dan infeksi yang muncul disebabkan karena terinfeksi Human
Immuno deficiency Virus (HIV) yang dapat menyerang dan merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. AIDS telah menjadi masalah global didunia
dengan pengidap HIV 106.758 selama tahun 2012.Saat ini tidak ada negara
yang terbebas dari HIV/AIDS dan merupakan suatu pandemik diseluruh
dunia. United Nations Programon AIDS (UNAIDS) ,Badan WHO yang
mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) diseluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9–44,3 juta orang,
dengan kata lain AIDS merupakan krisis kesehatan dan AIDS memerlukan
respon dari masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan
untuk individu yang terinfeksi HIV (Andriani & Izzati, 2018).

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired


Immunodeficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan perhatian serius. Hal ini karena perkembangan kasusnya di
dunia yang terus mengalami peningkatan. Masalah yang timbul pada orang
dengan HIV dan AIDS bukan hanya dari infeksi virus, ada juga dampak-
dampak yang terjadi misalnya di jauhi teman, keluarga, maupun dari
masayarakat luas. Penatalaksanaan untuk HIV/AIDS adalah dengan terapi
antiretroviral (ARV) yang mana obat ini dapat menekan perkembangan virus
HIV dalam tubuh, penemuan obat ARV ini pada tahun 1996 yang mendorong
suatu revolusi dalam keperawatan orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
(Khoiroh Umah, 2019).

4
Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV)
untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke
dalam stadium AIDS, sedangkan penderita AIDS membutuhkan pengobatan
ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai
komplikasinya.

Orang yang terinfeksi HIV dan AIDS sering disebut dengan istilah
ODHA,sedangkan orang yang hidup dengan ODHA sering disebut dengan
istilah OHIDHA. OHIDHA adalah orang yang hidup bersama atau terdampak
dengan adannya ODHA,misalnnya keluarga,orang yang merawat keseharian
ODHA ,teman dekat dan kerabat.

terapi ARV sebagai pengobatan sekaligus pencegahan diberikan


kepada mereka yang sudah terinfeksi HIV, tetapi jumlah CD4-nya kurang
dari 500. Terapi ini harus diberikan kepada orang yang tepat karena jika tidak
patuh minum obat ARV atau berhenti memakai ARV akan dapat
meningkatkan resistensi terhadap ARV, meningkatkan resiko untuk
menularkan HIV/AIDS pada orang lain, serta meningkatkan resiko kematian
pada ODHA.(Khoiroh Umah, 2019).

2.2 SURVEY TENTANG MASALAH HIV AIDS


1. Kasus HIV/AIDS di sumatra barat

Jumlah kasus HIV di Provinsi Sumatera Barat tercatat 224 kasus


pada tahun 2009, 212 kasus pada tahun 2010 dan 74 kasus pada tahun
2011. Berdasarkan estimasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2009,
di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan LSL berjumlah sebanyak 12.746
(Kemenkes RI, 2011 : 18). Proyeksi jumlah penduduk laki-laki di
Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 berjumlah 2.367.599 (BPS,
Sumbar). Jika dipersentasekan, maka jumlah LSL di Provinsi Sumatera
Barat tahun 2009 adalah sebesar 0,54% dari jumlah penduduk laki-laki.

5
Hasil survei awal yang dilakukan di Yayasan Lantera
Minangkabau Sumatera Barat terdapat sebanyak 621 orang LSL dari
berbagai wilayah kabupaten/ kota yang menjadi mitra Yayasan Lantera
Minangkabau Sumatera Barat hingga Desember 2011 dan 24 orang
diantaranya positif HIV. Melihat situasi dan kecenderungan penularan.
(Firdaus et al., 2013).

Di Sumatera Barat berdasarkan laporan KPA (Komisi


Penanggulangan AIDS) provinsi sertal laporan Seksi Penanggulangan
Penyakit Dinkes Provinsi Sumatera Barat pada periode Desember tahun
2013,jumlah HIV yang dilaporkan adalah 222 kasus dan AIDS 150
kasus, dan 33 orang kasus meninggal dunia sedangkan jumlah akumulasi
kasus dari tahun 2009 sampai Desember 2013 adalah HIV sebanyak 923
kasus dan AIDS 852 kasus.

Berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)kota


bukitinggi merupakan daerah yang kasus penderita HIV dan AIDS
tertinggi di Sumatera Barat setelah kota Padang. Jumlah kasus komulatif
HIV dan AIDS dikota Bukittinggi dari tahun 2010 terdapat 205 kasus,
tahun 2011 239 kasus, tahun 2012 293 kasus dan tahun 2013 berjumlah
337 kasus .Kasus HIV dan AIDS meningkat dapat dipengaruhi karena
Bukittinggi sebagai kota wisata merupakan tujuan bagi parawisatawan
baik dari dalam maupun luar negeri .Kota Bukittinggi juga sebagai salah
satu kota tujuan perdagangan, mencari nafkah dan kota pendidikan
dimana banyaknya berdiri perguruan tinggi membuat mobilisasi keluar
rmasuk kota Bukittinggi semakin pesat yang dapat menjadiakses
penyebaran HIV (KPA Bukittinggi).(Andriani & Izzati, 2018).

2. Kasus HIV/AIDS di indonesia

Data di dunia tahun 2016,mencatat total kasus baru HIV pada


anak-anak dan dewasa di dunia berjumlah 1,8 juta jiwa. Tahun
2017,jumlah kasus baru HIV pada anak-anak dan dewasa masih sama

6
seperti tahun sebelumnnya yaitu berjumlah 1,8 juta jiwa. Sedangkan di
tahun 2018 terjadi sedikit penurunan kasus HIV baru pada anak-anak dan
dewasa yaitu sebanyak 1,7 juta jiwa kasus(UNAIDS,2019).

Indonesia merupakan negara dengan angka insiden HIV tertinggi


di asia pasifik . pada tahun 2016 terdapat 320.000 kasus baru HIV pada
anak-anak dan dewasa. Di tahun 2017 terjadi sedikit penurunan,dimana
total insiden HIV pada anak-anak dan dewasa berjumlah 310.000 kasus.
Sedangkan ditahun 2018 ,jumlah insiden HIV pada anak-anak dan
dewasa sama seperti tahun sebelumnnya dengan jumlah 310.000
kasus(UNAIDS,2019).

Di indonesia jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005


sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan disetiap tahunnya.
Jumlah kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan juni 2019 sebanyak
349,882(60,7% dari estimasi ODHA tahun 2016 sebanyak 640,443).
Sedangkan jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2019 relatif stabil setiap tahunnya. Jumlah kumulatif AIDS dari
tahun 1987 sampai dengan juni 2019 sebanyak 117.064 ODHA(Dirjen
P2P,2019).

Jumlah kasus HIV/AIDS di provinsi riau pada januari hingga


agustus 2019 dinilai masih cukup tinggi dengan jumlah kasus HIV
sebannyak 319 dan kasus AIDS sebanyak 74. Dimana distribusi menurut
umur tertinggi adalah 25-49 tahun dengan jumlah 241 atau 75,5% (KPA
provinsi riau,2019).kota pekanbaru merupakan kabupaten/kota dengan
urutan tertinggi kasus baru HIV/AIDS di provinsi riau. Pada januari
hingga agustus 2019 tercatat 103 kasus baru HIV. Sedangkan jumlah
kasus baru AIDS sebanyak 17 kasus(KPA provinsi riau,2019).

7
2.3 BERBAGAI RISET TENTANG HIV AIDS
1. Faktor Risiko Kejadian HIV Pada Komunitas LSL (Lelaki Seks
Dengan Lelaki) Mitra Yayasan Lantera Minangkabau Sumatera
Barat Risks Factor Of HIV In Man Sex With Men Community As
Partner Of Lantera Minangkabau Foundation West
Sumatera(Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 2, Mei 2013)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab


AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan segala penyakit yang
datang (Kemenkes RI, 2010). Epidemi HIV merupakan masalah dan
tantangan serius terhadap kesehatan masyarakat di dunia baik di negara
maju maupun berkembang. Pada tahun 2008 jumlah orang dengan HIV
dan AIDS (ODHA) di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai 33,4
juta (31,1 – 35,8 juta) dan diperkirakan 2 juta orang meninggal karena
AIDS (WHO, 2007). Penularan HIV baru terjadi jika ada pertukaran
cairan tubuh antara orang yang terinfeksi HIV dengan yang belum
terinfeksi. Cara penularan sangat bervariasi, namun yang mendorong
epidemi adalah tiga perilaku yang berisiko tinggi, yaitu seks komersial
yang tidak terlindungi, berbagi alat suntik dikalangan pengguna napza
dan lelaki seks dengan lelaki (LSL) yang tidak terlindungi (KPAN,

8
2010). Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) adalah laki-
laki heteroseks (tertarik pada perempuan), tetapi juga sekaligus tertarik
kepada laki-laki. Mereka bisa disebut biseksual, tapi mereka tetap tidak
mengidentikkan diri sebagai laki-laki biseksual (Firdaus et al., 2013).

Jumlah kasus HIV di Provinsi Sumatera Barat tercatat 224 kasus


pada tahun 2009, 212 kasus pada tahun 2010 dan 74 kasus pada tahun
2011. Berdasarkan estimasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2009,
di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan LSL berjumlah sebanyak 12.746
(Kemenkes RI, 2011 : 18). Proyeksi jumlah penduduk laki-laki di
Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 berjumlah 2.367.599 (BPS,
Sumbar). Jika dipersentasekan, maka jumlah LSL di Provinsi Sumatera
Barat tahun 2009 adalah sebesar 0,54% dari jumlah penduduk laki-laki.

Hasil survei awal yang dilakukan di Yayasan Lantera


Minangkabau Sumatera Barat terdapat sebanyak 621 orang LSL dari
berbagai wilayah kabupaten/ kota yang menjadi mitra Yayasan Lantera
Minangkabau Sumatera Barat hingga Desember 2011 dan 24 orang
diantaranya positif HIV. Melihat situasi dan kecenderungan penularan
HIV ke depan, dikhawatirkan terjadi penularan HIV diantara komunitas
LSL di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor risiko kejadian HIV pada komunitas LSL mitra
Yayasan Lantera Minangkabau Sumatera Barat.(Firdaus et al., 2013).

Jadi kesimpulan dari penelitian ini adalah Separuh (50.0%) dari


responden melakukan perilaku seksual yang berisiko terhadap kejadian
HIV dan sebagian kecil (10.4%) responden menggunakan narkoba
suntik. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku seksual dengan
kejadian HIV (p = 0.009 dan OR = 5.898) sedangkan antara penggunaan
narkoba suntik dengan kejadian HIV tidak ada hubungan yang signifikan
(p = 1.000 dan OR = 1.571).

9
2. Harga Diri Dengan Depresi Pasien Hiv/Aids Self Esteem With
Hiv/Aids Patient Depression (Jurnal Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar Vol. 11 No. 01, 2020)

Menurut data Kemenkes RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia pada


tahun 2017 sebanyak 330.152 orang, dengan terinfeksi HIV sebanyak
242.699 orang dan yang mengalami AIDS sebanyak 87.453 orang.
Urutan prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi di provinsi yang ada di
Indonesia antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, Papu, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Bali dan Sumatera utara.

Hal ini sesuai dengan penelitian (Unnikrishnan, 2012)


menyebutkan pasien HIV/AIDS yang mengalami depresi sebanyak 20-
39%. Kurang maksimalnya pemanfaatan pelayanan poli VCT dan
dukungan dari masyarakat dapat menyebabkan tingginya angka depresi.
Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab
gangguan mental pada seseorang yang pada umumnya berhubungan
dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan
sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara,
penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian (Yaunin. dkk, 2013)


yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan judul Kejadian
gangguan depresi pada pasien HIV/AIDS. Dari 43 sampel penelitian
didapatkan depresi ringan sebanyak 25,6%, depresi sedang 11,6% dan
depresi berat sebanyak 4,7%. Penelitian ini juga didukung oleh (Bhavna,
2015) terhadap 66 penderita HIV/AIDS yang mendapatkan hasil lebih
dari 50% penderita tidak mengalami depresi.. Hai ini sesuai dengan
penelitian oleh (Kanniappana et al., 2007) yang menyebutkan bahwa
ODHA yang depresi atau stres membutuhkan dukungan baik emosional,
informasi dan material. ODHA sering dijumpai keluarga maupun orang

10
terdekatnya sehingga ODHA merasa tidak sedih dan merasa masih
dianggap dalam keluarga.(Pardede et al., 2020)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga diri merupakan


salah satu faktor pendukung dalam mengatasi depresi yang di alami
pasien HIV/AIDS. Menurut (Cutrona, 2014) dukungan konkrit berkaitan
dengan tindakan langsung pada kebutuhan sehari-hari, misalnya
kesehatan penderita HIV dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, serta terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan tersebut
dapat diberikan sehari-hari oleh anggota keluarga, sehingga dukungan ini
mudah diaplikasikan atau diterapkan anggota keluarga yang tinggal
bersama dalam satu rumah dengan ODHA.(Pardede et al., 2020).

3. Pengetahuan Remaja Terhadap Hiv-Aids(Jurnal Prosiding


Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat,Vol 5 No 3 Desember
2018)

HIV-AID termasuk salah satu penyakit yang sangat ditakuti,


karena hingga saat ini belum ditemukan obatnya, sehingga orang yang
terkena penyakt tersebut dpat dikatakan tidak memiliki harapan hidup
panjang.Fenomena orang dengan HIV-AID jumlahnya cenderung
meningkat baik di Negara maju maupun Negara berkembang termasuk
Indonesia. Dari beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
orang dengan HIV-AID tidak hanya terdapat di kota-kota besar di Pulau
Jawa seperti Jakarta, Bandung maupun Denpasar, tetapi juga terdapat di
Pulau lainnya seperti Pulau Papua, Sulawesi.(Nunung Nurwati, 2018).

Pengetahuan orang terhadap HIV-AID akan mempengaruhi sikap


dan perilaku, orang dengan pengetahuan tentang HIV-AID yang kurang
maka akan bersikap dan berperilaku menjauhi orang yang terinfeksi
penyakit tersebut,bahkan ada yang beranggapan penyakit tersebut tidak
berbahaya dan tidak mematikan. Sebaliknya apabila pengetahuannya
cukup maka sikap yang diberikan pada penderita berbeda, mereka dalam

11
hal ini masyarakat akan lebih menerima kehadiran penderita. Padahal
bila pengetahuan dan pemahaman tentang HID-AID benar maka
penularannya dapat dicegah.

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI hingga 2015


remaja yang terinfeksi HIV berjumlah 28.060 orang (15,2 persen).
Sebanyak 2089 orang (3 persen) di antaranya sudah dengan AIDS.
Remaja selalu berisiko tinggi karena mereka memiliki hubuungan yang
singkat dan pasangan yang banyak, atau pacar atau tunangan dengan
perilaku berisiko. Penularan HIV terjadi dinilai salah satunya karena
kurangnya pengetahuan terkait HIV/AIDS di kalangan para remaja.
Pengetahuan remaja tentang HIV-AID merupakan bagian dari indikator
Millenium Development Goals (MDGs), dan harus dipantau secara
berkala oleh semua negara-negara berkembang termasuk
Indonesi.Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini menyajikan pengetahuan
dan sikap remaja terhadap HIV-AID di Indonesia.(Nunung Nurwati,
2018).

Berdasarkan hasil SDKI mayoritas remaja wanita maupun pria


pernah mendengar tentang HIV-AID, namun demikian masih ada remaja
yang tidak pernah mendengar, walaupun persentasenya kecil jika tidak
segera diberi pengetahuan dan pemahaman HIV-AID terutama
penanganan dan pencegahannya akan menimbulkan dampak, misalnya
karena ketidak tahuannya maka remaja sering melakukan hubungan
seksual dengan lebih dari satu pria (Nunung Nurwati, 2018).

4. Analisis Pengetahuan Dan Sikap Narapidana Kasus Narkoba


Terhadap Perilaku Berisiko Penularan Hiv/Aids (Jurnal Of Health
Education,Vol 2 No 1,Tahun 2017)

Salah satu program prioritas pembangunan pemerintah Indonesia


adalah upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai unsur
dari Millenium Development Goals (MDG’s) pemerintah. Berbagai

12
upaya kesehatan pun diarahkan untuk mendukung program ini, tidak
terkecuali perang melawan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS dan
penyakit menular lainnya seperti yang tercantum dalam MDG-6. Searah
dengan MDG-6, UNAIDS juga memandu dengan visinya agar di tahun
2015 tidak ada lagi penyebaran (zero new infections), kematian (zero
AIDS-related deaths), dan stigma (zero discrimination) akibat HIV/AIDS
(Depkes RI, 2012).

Narapidana yang menjalani hukuman di lapas merupakan salah


satu sub populasi khusus yang rawan tertular HIV (Evarina, 2008).
Meskipun pengawalan sudah sangat ketat, suasana rutan/ lapas sangat
memungkinkan penyebaran HIV. Hal ini dikarenakan narapidana dan
tahanan narkoba masih berpotensi menggunakan jarum suntik, praktik
tato secara sembunyi–sembunyi karena hunian yang sangat padat
(Kemenkumham RI, 2007).

Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 di


Indonesia sebanyak 4% narapidana pernah berhubungan seks di penjara,
dan 17,2% narapidana menyuntikkan pertama kali di penjara dari total
pengguna Napza suntik (Kemenkes RI, 2012). Sedangkan menurut
penelitian mengenai survei perilaku berisiko di Lapas Maumere Sikka
ditemukan perilaku seks berisiko (3,1%), pembuatan tato (5,1%),
pemasangan aksesori (12,2%) dan berbagi alat cukur (74,5%) (Prasetyo,
2013). Menurut penelitian Ghasemzadeh (2014) faktor risiko utama
untuk infeksi HIV dan transmisi di narapidana yaitu pengguna narkoba
suntik, tato dan berbagi pisau cukur.(Sukendra, 2017).

Hasil penelitian Evarina (2008) di Rutan Balige Kabupaten Toba


Samosir, menunjukkan pengetahuan dan sikap narapidana berpengaruh
terhadap tindakan berisiko HIV/AIDS.(Sukendra, 2017).

13
5. Gambaran Pengetahuan Remaja Mengenai HIV/AIDS Setelah
Mengikuti Program Hebat Di Smp Negeri Kota Bandung (Jurnal
JSK, Volume 3 Nomor 3, Maret Tahun 2018)

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja adalah


seseorang yang berusia antara 10-19 tahun. Jumlah remaja di Indonesia
menurut sensus penduduk tahun 2010 berjumlah 43.551.815 jiwa,
sedangkan tahun 2000 42.327.900 jiwa sehingga diperoleh nilai
pertumbuhan 0,6 persen. Diproyeksikan jumlah remaja akan terus
meningkat dengan pertumbuhan tetap. Jumlahnya akan terus mengalami
peningkatan sampai tahun 2025 pada angka lebih dari 47 juta jiwa.
(Hidayah et al., 2018).

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan


seseorang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi
dewasa. Pada masa remaja sering kali muncul dorongan untuk
mengetahui dan mencoba hal-hal baru dalam usahanya untuk mencari jati
diri dan mencapai kematangan pribadi sesuai tugas perkembangannya.
Rasa keingintahuan yang besar dan ketertarikan yang tinggi serta terjadi
berbagai perubahan baik dari segi fisik maupun psikis akhirnya
menyebabkan banyak masalah yang timbul pada kehidupan remaja. Pada
akhirnya banyak masalah yang terjadi pada remaja, baik dari segi
kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Salah satu masalah
kesehatan remaja menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) tahun
2012 menunjukan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3%
remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun
mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan
seksual.(Hidayah et al., 2018)

14
Jika ditinjau dari segi pendidikan, tingginya angka kejadian
HIV/AIDS ini dapat dikurangi dengan suatu program yang dapat
meningkatkan pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS. Salah satu
upaya dunia pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan remaja
mengenai HIV/AIDS adalah membuat program Hidup Sehat Bersama
Sahabat (HEBAT) yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran yang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan serta Dinas
Kesehatan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
remaja terutama mengenai HIV/AIDS dan mencegah siswa dari hal-hal
yang menghalangi dirinya dalam menggapai cita-cita (Hidayah et al.,
2018)

6. Pengetahuan Hiv/Aids Pada Remaja Melalui Metode Bibliotherapi


Ditinjau Dari Jenis Kelamin Di Puskesmas Puger Jember (Jurnal
Kesehatan Reproduksi, Vol 11 No 1, Tahun 2020)

Pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS menjadi aspek yang


sangat penting dalam perubahan sikap maupun perilaku. Hal tersebut
merupakan bagian dari Sustainable Development Goals (SDGs) dalam
indikator ke-3 dan harus dipantau secara berkala oleh semua masyarakat
yang tinggal di Indonesia. Terbatasnya atau tidak tersedianya informasi
mengenai HIV/AIDS pada remaja dapat menimbulkan dampak dan
perilaku yang negatif dan dapat meningkatkan kasus baru penderita HIV.

Kurangnya pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS dapat


diatasi dengan menambah informasi tentang HIV/AIDS dengan
pendidikan di lingkungan sekolah, bertukar cerita bersama teman,
bercerita kepada orang tua, serta melalui bahan bacaan untuk membantu
remaja untuk menambah informasi. Penggunaan buku dalam proses
terapeutik dan supportif disebut biblioterapi.(Rahmawati1 & Kurniawati,
2020).

15
Menurut hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
Biblioterapi dapat membantu anak-anak dan remaja (3 – 18 tahun) dalam
penyembuhan dan mengembangkan keterampilan koping yang efektif
setelah mereka mengalami trauma. Metode biblioterapi dapat
mengurangi kecemasan akademik siswa.Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya bahwa metode biblioterapi untuk mengatasi trauma dan
kecemasan belum ke peningkatan pengetahuan HIV/AIDS dan Program
penanggulangan HIV/AIDS belum ditinjau berdasarkan jenis kelamin,
maka berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk mencari metode yang
lebih tepat dan efektif pada remaja laki-laki untuk dapat meningkatkan
pengetahuan tentang HIV/AIDS, disesuaikan dengan karakteristik remaja
laki-laki.(Rahmawati1 & Kurniawati, 2020).

7. Analisa Pelaksanaan Program Penanggulangan Hiv Dan Aids Di


Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi (Jurnal Endurance Vol 3 No
3 ,Oktober 2018)

Di Sumatera Barat berdasarkan laporan KPA (Komisi


Penanggulangan AIDS) provinsi sertal laporan Seksi Penanggulangan
Penyakit Dinkes Provinsi Sumatera Barat pada periode Desember tahun
2013,jumlah HIV yang dilaporkan adalah 222 kasus dan AIDS 150
kasus, dan 33 orang kasus meninggal dunia sedangkan jumlah akumulasi
kasus dari tahun 2009 sampai Desember 2013 adalah HIV sebanyak 923
kasus dan AIDS 852 kasus.

Kasus HIV dan AIDS meningkat dapat dipengaruhi karena


Bukittinggi sebagai kota wisata merupakan tujuan bagi parawisatawan
baik dari dalam maupun luar negeri .Kota Bukittinggi juga sebagai salah
satu kota tujuan perdagangan, mencari nafkah dan kota pendidikan
dimana banyaknya berdiri perguruan tinggi membuat mobilisasi kelua
rmasuk kota Bukittinggi semakin pesat yang dapat menjadiakses
penyebaran HIV (KPA Bukittinggi).(Andriani & Izzati, 2018)

16
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan semua informan
penelitian terkait dengan dana yang digunakan untuk pelaksanaan
program penanggulangan HIV dan AIDS sebahagian besar informan
penelitian menyatakan dana didapat dari Global Fund dan dari APBD.
Dari penelusuran dokumentasi ditemukan dana untuk tahun 2014 dari
Global Fund untuk Sumatera Barat.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam bentuk melibatkan


masyarakat sebagai kader HIV, terbentuknya wadah dimasyarakat yang
diberi namaWarga Peduli AIDS (WPA) dan juga pembentukan lembaga
sosial masyarakat yang peduli, LSM- LSM peduli, PKN (Persaudaraan
Korban Napza) Bukittinggi tug asnya sebagai advokasi mencari teman-
temannya untuk diajak melakukan pemeriksaan, Forsistugasnya sebagai
penjangkau dan pendamping, NPJ (New Pada Jiwa) pemberdayaan,SBB
(Semangat Baru Bukittinggi) yang dibawah koordinasi
KPKKBukittinggi.(Andriani & Izzati, 2018).

8. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan


Penularan Human Immunodeficiency Virus (Hiv) Oleh Ibu Rumah
Tangga Di Nganjuk, Jawa Timur (Jurnal Kesehatan Reproduksi,
Vol 10 No 2, Tahun 2019)

Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS & PMS di Indonesia


tahun 2017 untuk jumlah kumulatif AIDS menurut pekerjaan/status
menunjukkan bahwa ibu rumah tangga dengan HIV/AIDS menempati
urutan pertama dengan jumlah kasus AIDS terbanyak. Jumlah kasus ibu
rumah tangga dengan HIV/AIDS sampai dengan Maret 2007 adalah
sebanyak 2.302 kasus. 5 Jumlah total kasus AIDS pada kelompok
pekerjaan/status ibu rumah tangga ini jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan jumlah total AIDS yang dilaporkan pada kelompok pekerja seks
yang hanya berjumlah 2.963 kasus. Perbandingan jumlah kasus AIDS
pada pekerja seks dan ibu rumah tangga adalah 1: 6.5 Hal tersebut dapat

17
mengindikasikan bahwa ibu rumah tangga juga memiliki risiko untuk
menderita AIDS. Penularan AIDS pada ibu rumah tangga dapat terjadi
melalui penularan AIDS dari pekerja seks-pelanggan/suami-ibu rumah
tangga. Misalkan 1 pekerja seks yang terinfeksi HIV menularkan kepada
10 pelanggannya/suami, maka akan ada 10 ibu rumah tangga yang akan
memiliki risiko untuk terinfeksi HIV. Rantai penularan pekerja seks
pelanggan/suami-ibu rumah tangga ini dapat dapat terjadi jika suami
yang merupakan pengidap HIV menulari istrinya melalui hubungan seks
tanpa kondom.2 Bila para ibu rumah tangga ini hamil, maka
kemungkinan akan melahirkan anak dengan HIV sehingga akan
menambah daftar penduduk yang menderita HIV.(Herbawani &
Erwandi, 2019).

Pada faktor internal, keterpaparan informasi dapat dipengaruhi


oleh usia, latar belakang sosial, tingkat penghasilan dan tingkat
pendidikan responden. Sementara itu, faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS adalah
dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan. Sebagian responden
telah terpapar informasi kesehatan yang berasal dari berbagai sumber,
seperti dari media elektronik dan cetak. Terdapat 16 persen ibu rumah
tangga mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari radio atau televisi
dan 10 persen mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari koran atau
majalah. Terdapat 50,6 persen ibu rumah tangga yang mendapatkan
informasi tentang HIV/AIDS dari internet.(Herbawani & Erwandi, 2019)

9. Motivasi Spiritual Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat Arv Pada


Pasien Hiv/Aids (Journals Of Ners Community, Volume 10, Nomor
02, November 2019)

Penatalaksanaan untuk HIV/AIDS adalah dengan terapi


antiretroviral (ARV) yang mana obat ini dapat menekan perkembangan
virus HIV dalam tubuh, penemuan obat ARV ini pada tahun 1996 yang

18
mendorong suatu revolusi dalam keperawatan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) (Widyawati, 2015).

Spiritual mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap


status kesehatan, rasa percaya diri dalam mengambil keputusan, serta
isolasi sosial, sumber dukungan natural yang sangat efektif dalam proses
perawatan ODHA (Setyoadi, 2012). Penelitian pemberian motivasi
spiritual terhadap pasien ODHA untuk meningkatkan kepatuhan minum
obat belum pernah dilakukan. Menurut Putranto dan Nyumirah (2012)
motivasi spiritual dapat mempengaruhi depresi pasien hemodialisa di
RSUD.Dr.R.Soetrasno Rembang. Motivasi spiritual yang diberikan dapat
berupa motivasi spiritual aqidah, ibadah, muamalat. Motivasi spiritual
yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan minum obat
ARV pasien HIV/AIDS menjadi lebih baik (Setyoadi, 2012). Namun
pengaruh motivasi Spiritual terhadap kepatuhan minum obat ARV pada
pasien HIV/AIDS masih belum dapat di jelaskan.(Khoiroh Umah, 2019)

10. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Pencegahan


HIV/ AIDS Pada Siswa SMPN 251 Jakarta (Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 2, Agustus 2019)

Usia remaja adalah kelompok usia berisiko tinggi mengalami


HIV/AIDS karena pada usia ini anak-anak sedang mencari jati diri
dengan cara mencoba hal baru. Atas dasar tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti upaya pencegahan HIV/ AIDS pada remaja usia anak SMP.
Lokasi penelitian di SMPN 251 Jakarta karena berdekatan dengan
lingkungan prostitusi. Hal ini dianggap penting karena apabila perilaku
remaja buruk atau mengarah kepada perilaku yang berakibat remaja itu
terkena HIV/AIDS, perlu upaya peningkatkan pengetahuan dan sikap
remaja mengenai HIV/AIDS yang benar sejak dini agar jumlah penderita
HIV/AIDS pada remaja tidak meningkat terus. (Angela et al., 2019).

19
Penelitian belum pernah dilakukan untuk mengetahui perilaku
pencegahan HIV/AIDS dan apakah ada hubungan antara pengetahuan,
sikap dan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada siswa/siswi SMPN 251
Jakarta. Dengan alasan tersebut, maka tujuan penelitian adalah
mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku
pencegahan HIV/ AIDS pada murid SMPN 251 Jakarta.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk promosi


pencegahan HIV/AIDS pada siswa sekolah tersebut. Penelitian
Rahmawati et al (2014) di kota Yogyakarta menunjukkan, pengetahuan
murid SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta tentang HIV/AIDS
tergolong tinggi (48%).7 Sementara sikap terhadap pencegahan
HIV/AIDS mayoritas cukup (66%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang


bermakna antara pengetahuan dan perilaku siswa dalam pencegahan
HIV/AIDS, tetapi terdapat kaitan yang bermakna antara sikap dan
perilaku siswa dalam pencegahan HIV/ AIDS. Hasil ini sejalan dengan
teori Notoatmodjo (2014), yang menyatakan bahwa pengetahuan dan
sikap berhubungan searah dengan perilaku. Juga penelitian Rupilu, et al
(2014), yang menyatakan, tidak ada kaitan antara pengetahuan dan
tindakan pencegahan, tetapi terdapat hubungan antara sikap dan tindakan
pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMA Negeri I Tual.Hasil ini sejalan
dengan penelitian Manafe et al. (2014) yang menunjukkan, ada kaitan
antara pengetahuan dan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di
SMA Negeri 4 Manado.(Angela et al., 2019)

11. Koping Religius Pada Kelompok Penderita Hiv/Aids (Journal Of


Telenursing (Joting) Volume 2, Nomor 2, Desember 2020)

Orang yang sudah positif terinfeksi HIV/AIDS akan mengalami


perubahan baik fisik, psikologis dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi
biasanya penderita akan mengalami penurunan daya tahan tubuh

20
sehingga akan rentan terserang oleh berbagai penyakit, dering mengalami
demam dan mudah lelah (Surahma, 2012). Masalah sosial yang sering
dialami penderita HIV antara lain stigma dari lingkungan sosial, banyak
yang berangaapan bahwa pwnyakit ini adalah penyakit yang mematikan
yang bisa menular melalui kontak langsung seperti berjabat tangan atau
tidak sengaja bersentuhan dengan mereka. Hal ini menjadi penyebab
pasien HIV sering dikucilkan dan mendapatkan tindakan diskriminatif
dari masyarakat (Widyarsono, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas meliputi konteks


budaya, keluarga, tingkat perkembangan, dan status kesehatan. Pengaruh
keluarga dan lingkungan mempengaruhi dalam penilaian keyakinan
spiritualitas. Status kesehatan juga bisa berdampak pada kepercayaan
spiritualitas dan sebaliknya. Misalnya, saat sakit parah, banyak orang
beralih ke agama untuk mendapatkan dukungan. Dalam beberapa kasus,
sistem kepercayaan seseorang mungkin akan mempengaruhi pengobatan
(Lubis et al., 2016).

Penderita dengan coping religius positif dalam meningkatkan


spiritualitas penderita HIV/AIDS dapat membuat seseorang dapat
bersosialisasi, psikologis lebih baik dan perkembangan penyakit menjadi
lambat. Sedangkan penderita dengan koping religus negatif dapat
memunculkan sikap penolakan terhadap terapi ARV, perasaan mendalam
hukuman dari Tuhan dan penyimpangan jati diri remaja(Andrianto et al.,
2020)

12. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penanggulangan HIV/AIDS Di


Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman
Tahun 2018 (Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 8 No 2, Tahun 2019)

Penanggulangan HIV/AIDS merupakan upaya terpadu dari


peningkatan perilaku hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit
HIV/AIDS (preventif), serta pengobatan dan perawatan (kuratif) dan

21
dukungan hidup (support) terhadap pengidap HIV/AIDS. Upaya preventif
dan promotif merupakan upaya prioritas yang diselenggarakan secara
berimbang dengan upaya kuratif dan dukungan terhadap pengidap
HIV/AIDS. faktor yang Mempengaruhi Penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Padang Pariaman yaitu peran petugas kesehatan,stigma
masyarakat,kesadaran ODHA ,faktor lingkungan (Anggina & Lestari,
2019)

Upaya penanggulangan HIV/AIDS berupa kesadaran ODHA


sendiri dalam motivasi untuk hidup, keinginan sembuh/sehat, menganggap
obat sebagai vitamin dan keyakinan terhadap agama. Selain itu, dukungan
dan perberdayaan kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS) sebagai
mitra kerja yang efektif dan mahasiswa sebagai kelompok yang potensial
dalam mengurangi stigma dan diskriminasi. Adanya penyuluhan mengenai
HIV/AIDS dan Gerakan Nikah Sehat, dan memberikan informasi
kesehatan khusus HIV/AIDS dalam bentuk leaflet dan poster. Adanya
kerjasama antara petugas kesehatan dengan pemerintah, masyarakat,
sektor swasta (lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis peduli HIV,
pemerintah, maupun lembaga donor) dan para pengidap HIV/AIDS
dengan dukungan organisasi internasional.(Anggina & Lestari, 2019).

13. Perilaku Berisiko HIV/AIDS Pada Remaja Sma Di Wilayah Kerja


UPTD Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2018 (Jurnal
Photon, Vol. 9 No.2, Juni 2019)

Dari hasil penelitian Fahmi (2018) bahwa sudah 4 tahun terakhir


sudah tidak aktif program kesehatan remaja seperti program Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang tergabung dalam satu
penanggung jawab dengan program pelayanan HIV/AIDS di UPTD
Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru. Hal ini juga di perkuat dari hasil
wawancara kepada Penanggung Jawab program PKPR dan HIV/AIDS

22
bahwa pelayanan kesehatan remaja di UPTD Puskesmas Harapan Raya
Pekanbaru hanya melakukan penyuluhan saja.(Abdi et al., 2019)

Faktor dominan yang paling berhubungan yaitu jenis kelamin.


Diketahui remaja yang berjenis kelamin laki-laki 28 kali lebih berisiko
HIV AIDS dibandingkan dengan remaja berjenis kelamin perempuan.
Faktor confounding yang paling berhubungan yaitu sikap dengan
perilaku berisiko HIV/AIDS.(Abdi et al., 2019)

14. Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Hiv/Aids (Jurnal


Jiki Vol 14 No.2 Oktober 2021)

Remaja merupakan kelompok beresiko untuk penularan


HIV/AIDS. Pengetahuan yang baik tentang penyakit akan membantu
remaja untuk melakukan upaya pencegahan (Yani et al, 2017). Masa
remaja adalah masa dimana individu berada pada mobilitas sosial yang
paling tinggi. Mobilitas sosial yang tinggi ini akan membuka peluang
baginya untuk terpapar terhadap berbagai perubahan sosial, kultural,
budaya, serta fisik maupun psikologis. Akibatnya remaja tersebut
mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap penularan berbagai jenis
penyakit khususnya HIV/AIDS. Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan
peningkatan kasus HIV/AIDS khususnya pada kelompok remaja yang
merupakan usia yang masih sangat produktif. (Berek et al, 2019).

Hasil penelitian juga menunjukkaan bahwa sumber informasi


yang diperoleh responden tentang HIV/AIDS, dimana melalui media
elektronik lebih tinggi (60%) dibandingkan dengan informasi yang
didapat responden melalui media cetak (40%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan Wasludin (2019) nilai rata-rata pengetahuan responden dengan
media elektronik lebih tinggi (76,54%) dibandingkan dengan media cetak
(76,32%). Sedangkan hasil penelitian Putri et al (2021) juga didapatkan
mayoritas responden mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari
media elektronik sebanyak 108 orang (67,1%) dimana media elektronik

23
yang ddimaksud berasal dari internet dan televisi (Atik Aryani, Widiyono
& Anitasari, 2021).

Hasil penelitian Pratiwi & Basuki (2011) menunjukkan bahwa


pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV-AIDS kategori baik
persentasenya 56,0%. Sedangkan pengetahuan mengenai pencegahan
HIV-ADS kategori kurang 44,0% remaja. Masih perlu sosialisasi
pengetahuan yang benar tentang pencegahan HIV-AIDS pada kelompok
remaja usia 15–24 tahun. Berbeda dengn penelitian Kumalasary (2021)
menunjukkan mayoritas remaja memiliki pengetahuan cukup sebanyak
92 remaja (64,78%), pengetahuan baik sebanyak 36 remaja (25,36%),
dan pengetahuan kurang sebanyak 14 remaja (9,86%).(Atik Aryani,
Widiyono & Anitasari, 2021).

15. Pengetahuan Dan Sikap Sebelum Dan Sesudah Promosi Kesehatan


Tentang Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa SMA (JIK (Jurnal Ilmu
Kesehatan Vol 4 No 2,Tahun 2020)

Berdasarkan usia, penderita HIV baling banyak berusia 20-49


tahun, sedangkan seseorang yang terpapar dengan virus HIV tidak akan
menimbulkan gejala dalam kurun waktu antara 5-10 tahun. Sehingga,
usia pertama terpapar dengan virus HIV dapat terjadi sekitar usia 12-22
tahun, yaitu pada usia remaja (Mukti, 2018). Untuk itu, pendidikan
kesehatan berupa penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS bagi
remaja sangat penting dilakukan (Akbar & Sri, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Takainginan & dkk (2016)


di Kabupaten Bolaang Mongodow Utara menyatakan bahwa terdapat
perbedaan tingkat pengetahuan remaja sebelum dan sesudah dilakukan
promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan sebelum promosi kategori
cukup 53,8% dan setelah promosi menjadi 76,9%. Selain itu, penelitian
oleh Heri Kurniadi & dkk (2015) di Kabupaten Sintang menemukan hal
yang sama yaitu terdapat perbedaan sikap remaja sebelum dan sesudah

24
dilakukan promosi kesehatan. Sikap remaja sebelum promosi sebesar
23,8% dan setelah promosi kesehatan menjadi 71,4%. (Rahmi & Rahma,
2020)

Remaja merupakan kelompok usia yang berisiko tinggi, baik


tertular maupun menularkan HIV dan AIDS, oleh karena itu diperlukan
upaya yang difokuskan pada kelompok remaja tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan remaja terkait HIV dan AIDS melalui
program penyuluhan, pelatihan dan promosi kesehatan.(Rahmi & Rahma,
2020).

16. Hubungan Peranan Lingkungan Terhadap Kejadian Hiv/Aids


(Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan Rs.Dr.Soetomo Vol.4 No.2
Oktober 2018)

Menurut HL. Bloom derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor


diantaranya perilaku/life style, pelayanan kesehatan, genetik, dan
lingkungan. (Alexander, 2016). Kejadian HIV/AIDS, dipengaruhi oleh
perilaku seperti free sex, Lelaki Suka Lelaki (LSL) dan narkoba.
Pelayanan kesehatan seperti ketersediaan sarana prasarana, peranan
petugas kesehatan. Kondisi lingkungan seperti pengaruh teman sejawad,
peran keluarga, peran masyarakat, kebijakan pemerintah dan ras (peran
alim ulama, niniak mamak dan bundo kanduang). Genetik dapat
dipengaruhi oleh hal seperti pemberian Air Susu Ibu dan persalinan
normal.(Sri Handayani , Eliza Arman, 2018)

Peranan keluarga yang berisiko sehingga dapat mengakibatkan


kejadian HIV/AIDS pada kasus sebanyak 60,7 % sementara pada kontrol
sebanyak 32, 1%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kejadian
HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada perilaku seksual yang berisiko yaitu
sebanyak 16 kasus (57,1 %). Terdapat hubungan yang bermakna antara
perilaku seksual dengan kejadian HIV/AIDS, terbukti dengan nilai P
0,014 (P< 0,05). Odds ratio 4 dan CI : 1, 284 – 12, 468 menunjukkan

25
bahwa responden yang melakukan perilaku seksual berisiko berpeluang
menderita HIV/AIDS 4 kali dibanding responden yang tidak melakukan
perilaku seksual yang berisiko (Sri Handayani , Eliza Arman, 2018).

17. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Hiv/Aids Melalui


Peningkatan Pengetahuan Dan Screening Hiv/Aids Pada Kelompok
Wanita Beresiko Di Belawan Sumatera Utara (Jurnal Riset Hesti
Medan, Vol. 4, No. 1, Juni 2019)

Selesai pemeriksaan para wanita beresiko penjaja seks tersebut


diberi edukasi penyuluhan pemahaman tentang HIV/AIDS yang berisi
pemahaman tentang defenisi, tanda dan gejala, cara penularan dan cara
pencegahan serta dimana harus memeriksakan kesehatanya untuk
pendeteksian secara dini penyakit tersebut.

Kegiatan ini sulit didokumentasikan karena dilakukan pada


wanita beresiko tinggi yaitu wanita penjaja seks yang tidak mau untuk
didokumentasikan. Kegiatan ini selalu didampingi oleh petugas
kesehatan yang bekerjasama dengan kelurahan untuk mendampingi
setiap melakukan pemeriksaan HIV/AIDS. Selanjutnya pada tanggal 5
September 2018 dilakukan kembali pemeriksaan kepada 25 orang
sehingga total jumlah WPS yang diperiksa sebanyak 80 orang.(Nur Afi
Darti & Imelda, 2019).

Pada 80 orang WPS yang dilakukan pemeriksaan tidak ada


ditemukan kasus HIV AIDS di wilayah Kelurahan Belawan 1 dan
Belawan Bahagia.(Nur Afi Darti & Imelda, 2019)

18. Pengaruh Sistem Pendidikan Terhadap Perilaku Pencegahan


Penyakit Hiv/Aids Pada Siswa Smp Di Surakarta (Smart Society
Empowerment Journal,Vol 1 No 1,Tahun 2021)

Kasus HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada kelompok usia


produktif, yaitu 20 – 59 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi HIV

26
terjadi sejak usia yang lebih muda yaitu 10 – 15 tahun karena masa
inkubasi virus terjadi selama 5 – 10 tahun sejak pertama kali terjadi
infeksi (2). Usia 10 – 15 tahun merupakan usia remaja awal atau dalam
tingkatan pendidikan SMP. Masa pendidikan SMP merupakan masa
krusial karena siswa SMP mengalami masa pubertas yaitu terjadinya
transisi pertumbuhan dan perkembangan baik secara psikologis maupun
fisiologis.(Fajriani et al., 2021).

Hasil penelitian memberikan informasi bahwa siswa/i berperilaku


mencegah lebih banyak ditemukan pada sistem pendidikan boarding
school. Siswa/i dengan sistem pendidikan boarding school yang memiliki
perilaku pencegahan HIV/AIDS berjumlah 30% sedangkan siswa/i
dengan sistem pendidikan sekolah umum yang berperilaku mencegah
hanya berjumlah 17%. Hal ini bisa terjadi karena pada pendidikan
boarding school, siswa/i mendapatkan pelajaran dan ilmu agama lebih
terfokus sehingga memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa/i yang bersekolah pada pendidikan umum.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Islam terhadap
Pencegahan AIDS pada Mahasiswa Senegalese. Pada penelitiannya
disebutkan bahwa, tingkat reilgiusitas berbanding lurus dengan perilaku
pencegahan HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena pendidikan agama
Islam melarang perilaku seks bebas, sehingga dapat mengurangi resiko
tertular HIV/AIDS.(Fajriani et al., 2021).

19. Ketahanan Keluarga Orang Dengan Hiv/Aids (Odha) Di Masa


Pandemi Covid-19: Studi Kasus Di Daerah Istimewa Yogyakarta
(Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya - Vol. 23 No. 01 (June
2021)

Salah satu kelompok masyarakat yang menghadapi masalah


terkait dengan penyakitnya adalah ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS).
Mereka mengalami kondisi sakit yang memaksa untuk mengkonsumsi

27
obat setiap hari serta melakukan terapi dan pemeriksaan laborartorium
rutin yang telah dijadwalkan. Di masa pandemi COVID- 19 ini semua hal
yang terkait ODHA membutuhkan perhatian penuh, sebab mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri maupun pengobatannya.
Ditambah lagi apabila terkena COVID- 19, pengindap HIV/AIDS
berpeluang 3 kali lebih besar untuk meninggal dunia (Bisnis.com. 2020).
Oleh karena itu menjaga imunitas tubuh tetap tinggi menjadi upaya yang
dilakukan ODHA agar terhindar dari COVID- 19. ODHA yang
mengkonsumsi obat ARV secara rutinpun tetap harus waspada dengan
potensi penularan COVID 19 (Komite Penanganan COVID 19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional, 2020).

Keluarga sebagai pendukung utama ODHA memiliki peran


sentral sebagai pendamping dalam kehidupan sehari-hari maupun urusan
pengobatannya. Fungsi keluarga di masyarakat dibedakan menjadi 3:
fungsi biologik, afeksi, sosialisasi. Namun, fungsi-fungsi tersebut terus
berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat, terlebih lagi
masyarakat modern (Khairuddin, 2002). Keluarga merupakan basis
perawatan setiap pasien dengan penyakit kronis seperti HIV/AIDS.
(Triratnawati, 2021)

Di masa pandemi COVID 19 dimana semua pihak berusaha


bertahan atas hidup keluarganya, namun tidak demikian dengan keluarga
Jawa. Peran keluarga inti justru meluas dalam membantu keluarga luas.
Peran-peran tersebut di satu sisi dianggap sebagai tindakan yang
berpahala serta berperikemanusiaan, akan tetapi sesungguhnya peran
keluarga luas dapat berfungsi sebagai solusi menangani pandemi COVID
19 khususnya pada ODHA maupun non-ODHA.(Triratnawati, 2021)

2.4 PENERAPAN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HIV AIDS

Dari penelitian-penelitian terkait HIV AIDS kita bisa nantinnya


memberikan edukasi kesehatan kepada klien hiv aids,seprti yang terdapat

28
dalam jurnal Pengaruh Sistem Pendidikan Terhadap Perilaku Pencegahan
Penyakit HIV/AIDS Pada Siswa SMP Di Surakarta, dari jurnal ini nantinnya
kita dapat memeberikan edukasi tentang bagaimana cara pencegahan dari
HIV AIDS baik di kalangan pelajar ataupun di kalangan masyarakat biasa.
Selain itu diperlukan suatu strategi edukasi yang tepat agar klien dapat
memahami dengan baik apa yang kita sampaikan.

Selain edukasi, implementasi yang lain yang dapat dilakukan adalah


dengan melakukan screning HIV AIDS serta melakukan demonstrasi tentang
apa itu HIV AIDS serta faktor penyebabab dan bahaya nya HIV AIDS
tersebut.

Selain itu kita juga dapat memebrikan edukasi kepada klien tentang
bagaimaan Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan HIV/AIDS
Pada Remaja sehingga dpat kita gunakan sebagai tindakan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien HIV AIDS,selain itu kita juga
dapat menyampaikan bagaimana lingkungan sangat berperan terhadap
kejadian HIV AIDS sehingga dapat menambah wawasan bagi klien HIV
AIDS.

Selain itu kita juga dapat mengajak pasien untuk menggunakan obat
ARV sebagai obat bagi penderita HIV AIDS serta menganjurkan klien HIV
AIDS untuk minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi pada
klien ,serta Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan menfasilitasi koping.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan Acquaired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) telah
meningkatkan angka kesakitan penduduk dan penyebab kematian penduduk
pada usia muda. Kasus HIV/AIDS ini merupakan suatu kasus yang sangat
fatal di masyarakat, dimana setiap penderita akan berakhir dengan
kematian. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai
fenomena gunung es.
Setiap tahunnya kasus hiv aids semakin meningkat ,hal ini
menambah kekhawatiran bagi masyarakat luas,selain itu penelitian terkait
HIV AIDS saat ini juga sudah banyak,oleh karena itu penerapan yang dapat
kita lakukan adalah memberikan edukasi kepada klien HIV AIDS ataupun
masyarakat luas,agar mereka tidak terlalu menakuti orang yang terkena
HIV AIDS serta harus juga diberikan edukasi tentang cara penyebaran HIV
AIDS agaar nantinnya odha tidak di asingkan dalam kehidupan
bermasyarakat dimana nantinnya akan menimbulkan depresi sehingga akan
adalagi penyakit baru yang muncul.
3.2 SARAN

30
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena keterbatasan referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umunya. kita sebagai
perawat harus lebih banyak lagi pengetahun tentang masalah HIV AIDS
sehingga nantinnya dapat digunakan dalam memeberikan asuhan yang tepat
dan sesuai kepada klien HIV AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, G. S., Muhaimin, T., Bahri, S., & Fahmi, M. M. (2019). Perilaku Berisiko HIV /
AIDS Pada Remaja Sma Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Harapan Raya
Pekanbaru Tahun 2018. Jurnal Photon, 9(2), 246–257.

Andriani, A., & Izzati, W. (2018). ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM


PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DINAS KESEHATAN KOTA
BUKITTINGGI. Jurnal Endurance, 3(3), 531–546.

Andrianto, M. B., Setyawati, A. D., & Muin, M. (2020). KOPING RELIGIUS PADA
KELOMPOK PENDERITA HIV/AIDS. Journal of Telenursing (JOTING), 2(2),
150–157. https://doi.org/10.31539/joting.v2i2.1528

Angela, M., Sianturi, S. R., & Supardi, S. (2019). Hubungan antara Pengetahuan , Sikap
dan Perilaku Pencegahan HIV / AIDS pada Siswa SMPN 251 Jakarta Relationship
between Knowledge , Attitudes and Behavior regarding HIV /. Jurnal Penelitian
Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(2), 67–72.

Anggina, Y., & Lestari, Y. (2019). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penanggulangan
HIV / AIDS di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman Tahun
2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), 385–393. http://jurnal.fk.unand.ac.id/

Atik Aryani, Widiyono, A., & Anitasari. (2021). GAMBARAN PENGETAHUAN


REMAJA TENTANG PENYAKIT HIV/AIDS. JIKI, 14(2), 44–50.

31
Fajriani, R. M., Hardjono, H., & Sumardiyono, S. (2021). Pengaruh Sistem Pendidikan
terhadap Perilaku Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Siswa SMP di Surakarta.
Smart Society Empowerment Journal, 1(1), 18.
https://doi.org/10.20961/ssej.v1i1.48542

Febriyanti, E., & Yesti Lestari. (n.d.). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENCEGAHAN


HIV/AIDS PADA MAHASISWA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN
TEORI HEALTH BELIEF MODEL. Jurnal Kesehatan, 8(2).

Firdaus, S., Agustin, H., Baiturrahmah, F. K. M., Human, H. I. V, Virus, I., Immuno, A.,
Syndrome, D., Human, H. I. V, & Virus, I. (2013). Faktor Risiko Kejadian HIV
pada Komunitas LSL ( Lelaki Seks dengan Lelaki ) Mitra Yayasan Lantera
Minangkabau Sumatera Barat Risks Factor of HIV in Man Sex with Men
Community as Partner of Lantera Minangkabau Foundation West Sumatera. Jurnal
Kesehatan Komunitas, 2(2), 94–99.

Herbawani, C. K., & Erwandi, D. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) OLEH IBU RUMAH TANGGA
DI NGANJUK, JAWA TIMUR. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 89–99.
https://doi.org/10.22435/kespro.v10i2.2085.89-99

Hidayah, U., Sari, P., & Susanti, A. I. (2018). Gambaran Pengetahuan Remaja Mengenai
HIV / AIDS Setelah Mengikuti Program Hebat di Smp Negeri Kota Bandung
Description of Adolescent Knowledge on HIV / AIDS After Attending Hebat
Program in Public Junior High Schools in Bandung City. Jurnal JSK, 3, 111–115.

Khoiroh Umah, D. I. (2019). MOTIVASI SPIRITUAL MENINGKATKAN


KEPATUHAN MINUM OBAT ARV PADA PASIEN HIV / AIDS ( Spiritual
Motivation to Improve ARV Drug Compliance in HIV / AIDS Patients ) Khoiroh
Umah *, Didit Irawanto **  Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu K. Journals of Ners Community, 10(02), 251–263.

Mardhatillah, M., Febrianti, D., & ... (2021). Hubungan Pengetahuan Siswa tentang HIV
dan AIDS dengan STIGMA Terhadap ODHA di SMAN 5 Makassar. Edumaspul:
Jurnal …, 5(1), 451–457. https://ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/view/1235

32
Nunung Nurwati, B. R. (2018). PENGETAHUAN REMAJA TERHADAP HIV-AID.
Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(3), 288–293.

Nur Afi Darti, & Imelda, F. (2019). UPAYA PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN HIV / AIDS MELALUI PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN SCREENING HIV / AIDS PADA KELOMPOK
WANITA BERESIKO DI BELAWAN SUMATERA UTARA HIV / AIDS
Prevention and Prevention Efforts Through Improvement of HIV / AIDS
Knowledge and Sc. Jurnal Riset Hesti Medan, 4(1), 13–17.

Pardede, J. A., Hutajulu, J., & Pasaribu, P. E. (2020). HARGA DIRI DENGAN
DEPRESI PASIEN HIV/AIDS Self Esteem With Hiv/Aids Patient Depression.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 11(01), 57–64.

Rahmawati1, I., & Kurniawati, D. (2020). PENGETAHUAN HIV / AIDS PADA


REMAJA MELALUI METODE BIBLIOTHERAPI DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN DI PUSKESMAS PUGER JEMBER Adolescent ’ s Knowledge of
HIV / AIDS through Bibliotherapy Method Based on Gender in Puger Jember
Public Health Center E-mail : rahmawa. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 11(1), 37–
44. https://doi.org/10.22435/kespro.v11i1.2977.37-44

Rahmi, A., & Rahma, G. (2020). Pengetahuan Dan Sikap Sebelum Dan Sesudah Promosi
Kesehatan Tentang Pencegahan HIV / AIDS Pada Siswa SMA. JIK (Jurnal Ilmu
Kesehatan), 4(2), 124–128. https://jik.stikesalifah.ac.id/

Silalahi, C., Lampus, B. S., Akili, R., Sam, U., & Manado, R. (n.d.). HUBUNGAN
ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG HIV / AIDS
DENGAN TINDAKAN PERAWAT TERHADAP PENDERITA HIV / AIDS DI
RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH MANADO THE RELATIONS BETWEEN
KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF NURSE ABOUT HIV / AIDS WITH NURSE
ACTION TO MEDICAL PATIENT OF HIV / AIDS IN PANCARAN KASIH
MANADO HOSPITAL Bidang Minat Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Siti Aisyah*, A. F. (n.d.). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA


TENTANG HIV/AIDS DENGAN PENCEGAHAN HIV/AIDS DI SMA NEGERI
1 MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR. Jurnal Bidan Komunitas, II(1), 1–
10. http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jbk

33
Sri Handayani , Eliza Arman, I. A. (2018). Hubungan Peranan Lingkungan Terhadap
Kejadian HIV / AIDS Relationship of Environmental Role to HIV / AIDS Private
Vocational School. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr.Soetomo, 4(2),
134–143.

Sukendra, N. A. N.  D. M. (2017). ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP


NARAPIDANA KASUS NARKOBA TERHADAP PERILAKU BERISIKO
PENULARAN HIV/AIDS. Jurnal of Health Education, 2(1), 11–19.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/

Triratnawati, A. (2021). KETAHANAN KELUARGA ORANG DENGAN HIV/AIDS


(ODHA) DI MASA PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 23(1),
74. https://doi.org/10.25077/jantro.v23.n1.p74-82.2021

Agus Alamsyah,dkk(2020). E-book mengkaji HIV/AIDS dari teoritik


hingga praktik,jawa barat:CV .Adanu Abimata.
Afif Nurul Hidayati,dkk(2019). E-book manajement HIV/AIDS
(Terkini,komprehensif,dan multidisiplin),surabaya: airlangga university
press.

34

Anda mungkin juga menyukai