RESUME MATERI
ILMU JIWA PERKEMBANGAN
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
NAMA NIM
AULIA AZMAT SADIK 105191113021
TASYA AWALIA 105191111621
SULFITRI 105191115621
2022
PERIODESASI PERKEMBANGAN
A. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Biologis
Yang dimaksud dengan Periodesasi perkembangan berdasarkan Biologis adalah
:Para ahli jiwa berdasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan
biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut
berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.
Pembagian ini bisa dilihat dari beberapa pendapat para ahli di antaranya:
1. Pembagian Ariestoteles
Aristoteles menggambarkan perkembengan anak sejak lahir hingga
dewasa dalam tiga tahap, yang masing-masing lamanya tujuh tahun, ditandai
dengan perubahan jasmani anak, dari perubahan gigi dan bekerjanya
perlengkapan kelamin pada fase remaja. (1) Fase I, Fase anak kecil atau bermain
(0-7 tahun); (2) Fase II, fase anak-anak, masa belajar (7-14 tahun) dan (3) Fase
III, fase remaja/pubertas, masa peralihan (14-21 tahun).
2. Pembagian Kresschmer
Ia berpendapat bahwa sejak lahir sampai dewasa, anak melewati empat
fase, yaitu: (1) Fase I, umur 0-3 tahun, anak nampak pendek dan gemuk; (2) Fase
II, umur 3-7 tahun, anak nampak langsing (memanjang dan meninggi); (3) Fase
III, umur 7-13 tahun, anak nampak pendek dan gemuk seperti pada tahap awal;
(4) Fase IV, umur 13-20 tahun, anak nampak langsing seperti pada tahap kedua.
3. Pembagian SigmundFreud
Tahap-tahap perkembangan manusia ini Freud membagi menjadi empat
fase, yaitu: (1) Fase oral [0-1 tahun]. Fase ini mulut merupakan daerah pokok
kegiatan dinamis anak; (2) Fase anal [1-3 tahun]. Fase ini ditandai dengan
dorongan dan tahanan berpusat pada pembuangan kotoran; (3) Fase falis [3-5
tahun]. alat kelamin menjadi daerah erogen yang penting dan pendorong
aktivitas; (4) Fase latent [5-13 tahun] terdapat kecenderungan dalam keadaan
tertekan, sehingga dorongan-dorongan aktivitas cenderung untuk istirahat dalam
arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan; (5) Fase pubertas [13- 20 tahun]
dorongan timbul kembali tapi dapat disublimasikan hingga menuju kematangan;
(6) Fase genital [20 tahun ke atas] fase menuju kedewasaan.
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu
dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum
itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan
supaya kamu memahami(nya).” (QS. Al-Mu‟min/40: 67)
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa anak itu tumbuh dan pertumbuhan ini
melalui fase-fase sebagai berikut: a) Masa embrio dalam perut ibu; b) masa kanakkanak;
c) masa kuat (kuat jasmani dan rohani atau pikirannya); d) masa tua sampai meninggal
dunia.
Menurut Imam Al-Ghazali, periodesasi manusia terbagi kepada lima fase, yakni: a)
al-janin (embrio dalam kandungan) sampai kelahiran; b) al-thifl (anak kecil); c) altamyiz
(membedakan yang baik dan buruk); d) al-„aql (berakal); e) al-auliya (para kekasih) dan
al-Anbiya (para Nabi)
Sementara menurut Ramayulis, perkembangan manusia dapat diklasifikasikan sebgai
berikut: a) fase radha‟ah (penyusuan/bayi) usia 0-2 tahun; b) fase thufulah (kanak-kanak)
usia 2-6 tahun; c) fase tamyiz (anak-anak) usia 6-12 tahun; d) fase bulugh (remaja) usia
12-21 tahun; e) fase asyud (dewasa); f) fase syaikhuhah (usia lanjut); g) fase kuhulah
(renta); dan h) fase arzal umur (pikun) dan berakhir pada maut (meninggal).
a. Tahap asuhan (usia 0-2 tahun) yang lazim disebut fase neonatus (ar-radha‟ah). Pada tahap
ini individu belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima
rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya. Pada fase ini
belum diterapkan interaksi edukasi secara langsung, olah karena itu proses edukasi dapat
dilakukan dengan cara:
1) Melantunkan azan dan iqamat pada telinga anak ketika baru lahir (HR. Abu
Ya‟la). Azan dan iqamat berfungsi sebagai password untuk membuka sistem
syaraf rohani anak agar teringat dengan apa yang dulu di alam arwah diberi
perjanjian oleh Allah. Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Rafi‟
ra. berkata:
“Aku melihat Rasulullah Saw. mengumandangkan azan pada telinga Hasan bin
Ali ketika Fatimah melahirkannya dengan azan sholat”.(Abi Daud no 4441;
Tirmizino 1436; Musnad Ahmad no 22749, 25939).
2) Sebagai stimulus bagi perkembangan pencernaan anak sekaligus untuk
mendapatkan doa dan keberkahan untuk si anak dari orang shaleh yang
mentahniknya.
“Abu Musa ra berkata, „Aku telah dikaruniai seorang anak kemudian aku
membawanya kepada Nabi Saw. lalu beliau menamakannya Ibrahim, kemudian
beliau menggosok-gosok langit mulutnya dengan sebuah kurma dan
mendoakannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kembali
kepadaku.”(Shahih Bukhari no 5045, 5730).
3) Memberi nama yang baik sebaik nama-nama Allah dalam Asmaul Husna. Secara
psikologis pemberian nama yang baik akan berimplementasi atau berefek dengan
perilaku yang baik pula.
“Dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda: “sesungguhnya kamu akan diseru
pada hari kiamat dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapak kamu, maka
indahkanlah namamu.”(Shahih Bukhari 4297; Musnad Ahmad 20704; Sunan
alKubra li al-Baihaqi juz 9; Sunan alDarimi 2750; Shahih Ibnu Hibban 5914).
4) Mengaqiqahi sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah juga sebagai simbol
pengorbanan dan kepedulian orangtua terhadap anak agar menjadi anak yang
shaleh.
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata:Rasulullahbersabda:“Semua anak bayi
tergadaikan dengan aqiqah yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing),
diberi nama dan dicukur rambutnya.” (Sunan Abu Dawud 2838, Sunan Tirmidzi
1552, Sunan Nasai7/166, Sunan Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad
Darimi 2/81, dan lain-lainnya).
5) Memberi ASI sampai usia dua tahun (QS. Al-Baqarah: 233). ASI selain memiliki
komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga menjalin
keakraban,kehangatan, dan kasih sayang antara ibu dan anaknya.
“Dari Malik dari Yahya bin Said dia berkata bahwa ia mendengar Said bin
Musayyab berkata: “Susuan itu selama dalam buayan, dan susuan yang menjadi
darah daging.” (Muwaththa Malik 1111).
6) Membiasakan hidup bersih, suci, dan sehat. Memberikan makanan yang halal dan
bergizi (QS. Al-Baqarah: 168).
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
b. Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan pancaindera (usia 2-12 tahun) yang lazim
disebut fase kanak-kanak (al-thifl/shabiy). Yaitu mulai masa setelah neonatos sampai
pada masa polusi (mimpi basah).
Pada tahap ini anak mulai memiliki potensi biologis, paedagogis, dan psikologis.
Karena itu pada tahap ini mulai diperlukan adanya pembinaan, pelatihan, bimbingan,
pengajaran, dan pendidikan sesuai dengan bakat (alRuum: 30), minat (Al-Kahfi: 29), dan
kemampuannya (Hud: 93).
Tugas pendidikan pada fase ini adalah menumbuhkan potensi indera dan
psikologis anak seperti pendengaran, penglihatan dan hati nurani. Proses edukasi dapat
diberikan dengan penuh kasih sayang. Pengenalan terhadap asfek keagamaan terutama
yang berhubungan dengan keimanan, perintah dan larangan, dapat disajikan dalam
bentuk cerita-cerita menarik untuk diambil simpulannya dan metode uswatunhasanah
(suri tauladan).
c. Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama (usia 12-20 tahun). Fase ini lazim
disebut fase tamyiz yaitu dimana anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan
yang buruk, yang benar dan yang salah. Atau, fase baligh (mukallaf), dimana ia telah
sampai berkewajiban memikul beban taklif dari Allah.
Fase ini ditandai dengan adanya dua hal: (1) pemahaman, dicapai dengan adanya
pendayagunaan akal karena dengan akal seseorang akan memiliki kesadaran penuh dalam
bertindak, (2) kecakapan, dicapai dengan adanya perubahan biologis yang drastis, postur
tubuh hampir menyamai orang dewasa walaupun taraf kematangan jiwa belum
mengimbanginya. Ia mengalami masa transisi, untuk mencari jati dirinya.
Proses edukasi pada fase ini adalah memberikan suatu model, mode, dan modus
yang islami pada anak tersebut sehingga ia mampu hidup “remaja” di tengah masyarakat
tanpa meninggalkan kode etis islaminya.
Tugas pendidikan adalah mengubah persepsi konkret peserta didik menuju pada
persepsi abstrak misal tentang ketuhanan, alam akhirat, dan sebagainya. Pengembangan
ajaran normatif melalui institusi sekolah baik yang berkenaan dengan asfek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik.
d. Tahap kematangan (usia 20-30 tahun).
Pada tahap ini anak telah beranjak dewasa, dewasa dalam arti yang sebenarnya,
mencakup kedewasaan biologis, sosial, psikologis, dan kedewasaan religius. Pada fase ini
mereka mempunyai kematangan dalam bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan
untuk menentukan masa depannya sendiri. Oleh karena itu proses edukasi dapat diberikan
dengan memberi pertimbangan dalam menentukan teman hidup dan jalan hidupnya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan individu di setiap fasenya, ada proses yang
sistematik, progresif dan berkesinambungan. Pengaruh lingkungan berpotensi untuk
mempengaruhi perkembangan individu dalam setiap fasenya, khususnya dalam membentuk
kepribadiannya. Pemahaman yang utuh tentang perkembangan peserta didik diperlukan bagi para
pendidik dengan beberapa alasan, yakni: (1) pendidik memerlukan pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang dasar-dasar hukum perkembangan anak dan perilaku manusia, (2) pendidik
memerlukan keterampilan minimal dalam menggunakan teknik-teknik yang tepat untuk
mempelajari kemampuan, minat, dan tingkat kesiapan belajar peserta didik, (3) pendidik
memerlukan kemampuan untuk mempertimbangkan nilai-nilai psikologis dari berbagai prosedur
pembelajaran sehingga dapat memperbaiki danmeningkatkan efektifitas mengajarnya, dan (4)
pendidik memerlukan kemampuan menganalisis dan menilai cara peserta didik belajar, kekuatan
dan kelemahannya sehingga belajar lebih bertujuan dan hasilnya permanen.
Pada akhirnya, pendidikan yang dilakukan kepada manusia dengan tujuan menuju
kedewasaan. Dewasa dimaknai jika seorang anak sudah dapat bertanggungjawab atas keadaan
dirinya baik secara psikologis, peadagogis, sosiologis, dan biologis. Dewasa psikologis ialah
matang sosial, moral, dan emosionalnya. Dewasa paedagogis ditandai dengan kemampuan
mengenali diri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Dewasa ditinjau secara sosiologis yaitu dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya, menghormati, toleransi, mau
menolong, dan sebagainya. Sedangkan dewasa dari sisi biologis ialah jika seseorang telah dapat
mengadakan keturunan dengan perantaraan jenis kelamin lain.