Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS FEBRIS DI RUANGAN
BAJI MINASA (PERAWATAN ANAK)
RUMAH SAKIT LABUANG BAJI

DI SUSUN

OLEH

NAMA : HUSNUL KHATIMAH

NIM : 7119201724

PROGRAM STUDI : PROFESI NERS

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

..………………. ...………………

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA


MAKASSAR TAHUN AJARAN
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FEBRIS

A. DEFINISI
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat
disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri,
tumor otak atau dehidrasi. (Guyton, 1990)
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga
38° C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari
37,8°C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam
tinggi (hiperpireksia) (Julia, 2000).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan
pusat termoregulasi hipotalamus (Berhman, 1999). Seseorang
mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral atau
aksila) atau suhu rektal (Donna L. Wong, 2003).
Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara
abnormal. (Nurarif, 2013)

B. ETIOLOGI
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh
keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat,
juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan
otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan
riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi
perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta
penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah
cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan
gejala lian yang menyertai demam.
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana
seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu
dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat
penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif
dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis
lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai
pusat pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada
suatu nilai yang sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal
set point. Pada demam hypothalamic thermal set point meningkat dan
mekanisme pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu
tubuh ke suhu tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari
dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen
eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan
suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi
Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal,
misalnya progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat
digambarkan sebagai berikut :
Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal erythoxin dan
virus)  menginduksi sel darah putih untuk produksi pirogen
endogen yang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-, selain itu ada IL-
6 dan IFN  bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum
vasculosum pada lamina terminalis (OVLT)  OVLT dikelilingi oleh
porsio medial dam lateral pada pre-optic nucleus, hipotalamus anterior
dan septum pallusolum.
Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada
jaringan neural masih belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di
sawar darah otak di level OVLT menyediakan sistem saraf pusat untuk
merasakan adanya pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan
termasuk transport aktif sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor
sitokin di sel endotel di neural vasculature, yang mentranduksi sinyal ke
otak.
OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2,
yang merespons pirogen endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke
sel pre-optic nucleus untuk menurunkan rata pemanasan pada neuron
yang sensitif pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan produksi
pada arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada
cyclooxygenase-2 (COX-2) di neural vasculature yang penting pada
formasi febris. Induksi pada respons febris oleh lipopolisakarida, TNF-
 dan IL-1 yang menghasilkan kenaikan COX-2 mRNA pada cerebral
vasculature pada beberapa model eksperimental febris.
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada
banyak sel efektor pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya
respons syok panas. Pada respons syok panas terjadi reaksi kompleks
pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil akhir dari
reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas
protein krusial untuk penyelamatan seluler.
Sitokin proinflamotori  masuk ke sirkulasi
hipotalamik  stimulasi pengeluaran PG lokal, resetting set point termal
hipotalamik sitokin proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya seperti
IL-10 dan substansi lain seperti arginin vasopresin, MSH,
glukokortikoid) membatasi besar dan lamanya demam.
D. KLASIFIKASI
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan
suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria.
Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses,
pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama
sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang
baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang
self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya.
Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap
infeksi bakterial.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri
punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu
tubuh lebih tinggi dari 37,5 ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi, sedangkan
batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit kemerahan,
peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan
hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit
kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher.
1999, Carpenito. 2000).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Uji coba darah
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari
ke-2 atau hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih normal, masa
perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan factor
II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit
piruvat(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse
alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar
tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga
dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa.

G. PENATALAKSANAAN
1. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara
berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering
terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak
cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-
kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan
berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu
mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat
rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup
dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
d. Berikan cairan melalui mulut, minum sesuai kebutuhan tubuh.
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar
cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha.
Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh
anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi
karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain
kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan
membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat
keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan
intoksikasi (keracunan).
g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat
suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku
maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan
demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak
supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping
itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah
tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah
pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok teh sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½
sendok teh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok
the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu
dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in
diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran
5 ml setiap sendoknya. Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan
pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya
pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal
kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang
berisiko kejang demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering
berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan
dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point
hipotalamus melalui pencegahan pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. Asetaminofen
merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja menekan
pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf
pusat. Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam
maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada
umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan baik. Dosis besar
jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.
Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.Turunan asam
propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan
pembentukanprostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik
dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.
Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan
anemia aplastik.Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut
(terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis
terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.Metamizole
(antalgin) bekerja menekan pembentukkan prostaglandin.Mempunyai
efek antipiretik, analgetik da n antiinflamasi. Efek samping
pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara
han saluran cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam
dan tidak dianjurkan unt uk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya
secara per oral, intramuskular atau intravena. Asam mefenamat
suatu obat gol ongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat
dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia
dan nemiahemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3
dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak
usia kurang dari 6 bulan.

H. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi : pada demam terjadi penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24
jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang
demam ini juga tidak membahayan otak
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas.
4. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam,
gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu
makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
5. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
6. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)
7. Riwayat anak (perawatan dalam masa kandungan, perawatan pada
waktu kelahiran)
8. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
b. Makan dan Minum
c. Eliminasi
d. Aktivitas
e. Rekreasi
f. Istirahat dan tidur
g. Kebersihan diri
h. Pengaturan suhu tubuh
i. Rasa nyaman
j. Rasa Aman
k. Belajar
l. Prestasi
m.Hubungan sosial anak
n. Ibadah
9. Riwayat Imunisasi
10. Riwayat Perkembangan Anak
11. Pemeriksaan Fisik
a. Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk
tubuh, termasuk status gizi)
b. Warna kulit (pucat, normal, cyanosis, ikterus, kelainan)
c. Suara waktu menangis
d. Tonus otot
e. Turgor kulit
Udema : ada/tidak
f. Kepala
Bentuk, keaadaan rambut dan kulit kepala, UUB, adanya kelainan
g. Mata
Bentuk bola mata, pergerakannya, keadaan pupil, konjungtiva,
keadaan kornea mata, sclera, bulu mata serta ketajaman
penglihatan
h. Hidung
Adanya secret, pergerakkan cuping hidung, adanya suara saat
bernafas, gangguan lain
i. Telinga
Kebersihan, keadaan alat pendengaran, ada tidaknya kelainan
j. Mulut
Kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan
tenggorokan, kelainan. Keadaan gigi (berlubang, karang gigi,
kebersihan gigi, gusi, kerusakan lain) keadaan lidah
k. Leher
Pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakkan
leher
l. Thoraks
Bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu pernafasan,
adanya suara nafas
m. Jantung : (bunyi, pembesaran)
n. Persarafan : (seflek fisiologis, reflek patologis)
o. Abdomen
Bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, teraba skibala,
massa, nyeri pada perabaan, distensia, hernia, peristaltic
p. Ekstremitas
Kelainan bentuk, pergerakan, reflek lutut, adanya udem, keadaan
unjung ekstremitas, hal-hal lain
q. Alat kelamin
r. Anus
s. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1) BB
2) TB
3) Lingkar kepala
4) Lingkar dada
5) Lingkar lengan
t. Gejala kardinal :
1. Suhu
2. Nadi
3. Pernafasan
4. Tekanan darah

B. Diagnose Keperawatan
1. Hipertermia
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Ketidakefektifan pola napas
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Nyeri Akut
6. Kurang pengetahuan
7. Ansietas

C. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan & Intervensi
Keperawatan Kriteria hasil
1. Hipertermia NOC NIC
Thermoregulation Fever Treatment
Kriteria Hasil :  Monitor temperatur
1. Suhu tubuh dalam tubuh setiap jam
rentang normal.  Batasi penggunaan
2. Nadi dan RR dalam selimut
rentang normal.  Berikan kompres air
3. Tidak ada perubahan hangat
warna kulit dan tidak ada  Anjurkan pasien
pusing. menggunakan
pakaian yang tipis
dan menyerap
keringat
 Anjurkan pasien
minum air
putih/susu/ASI
sesuai kebutuhan
tubuh
 Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
2. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan  Respiratory status : Airway Patency
napas Ventilation  Monitor respirasi
 Respiratory Status :  Kaji karakteristik
Airway patency batuk
Kriteria Hasil:  Anjurkan orang tua
 Mendemonstrasikn batuk klien untuk memberi
efektif minum air hangat
 Menunjukkan jalan napas
yang paten
 Mampu mengidentifikasi
faktor yang meghambat
jalan napas

3. Ketidakefektifan NOC NIC


pola napas  Respiratory status : Airway Management :
Ventilation  Posisikan pasien
 Respiratory Status : untuk
Airway patency memaksimalkan
Kriteria Hasil: ventilasi
NOC  Keluarkan secret
 Respiratory status : dengan suction atau
Ventilation nebulizer
 Respiratory Status :  Monitor TTV
Airway patency
Kriteria Hasil:
 TTV dalam rentang
normal
 Menunjukkan jalan napas
yang paten
4. Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrsi  Nutritional status :  Kaji adanya alergi
kurang dari  Nutritional status : food makanan
kebutuhan and fluid  Monitor turgor kulit
tubuh. Kriteria Hasil :  Anjurkan makan
 BB sesuai TB sedikit tapi sering
 Tidak terjadi penurunan  Monitor mual muntah
BB
5. Nyeri Akut NOC NIC
 Pain Level Pain Management
 Pain Control  Lakukan pengkajian
 Control Level nyeri
Kriteria Hasil :  Kontrol lingkungan
 Mampu mengontrol nyeri yang dapat
 Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri
nyaman setelah nyeri  Berikan posisi yang
berkurang nyaman
 Kolaborasi pmberian
analgesic

6. Kurang NOC  Jalin hubungan


pengetahuan Kriteria hasil: terapeutik dengan
 Pasien dan keluarga pasien dan keluarga.
mendapatkan informasi  Siapkan lingkungan
tentang pengobatan dan yang kondusif dan
perawatan strategi yang tepat.
 Berikan informasi
sesuai kebutuhan
pasien dan tingka
pemahaman.Sediaka
n waktu yang cukup
bagi pasien dan
keluarga untuk
bertanya
7. Ansietas NOC NIC
 Anxiety self-control Anxiety Reduction
 Anxiety level  Jelaskan semua
 Coping prosedur
Kriteria Hasil :  Dorong keluarga
 Keluarga mampu untuk menemani
mengungkapkan anak
kecemasan  Identifikasi tingkat
 Menunjukkan kecemasan
berkurangnya kecemasan  Gunakan teknik
relaksasi

8. Resiko defisit NOC NIC


volume cairan  Setelah dilakukan tindakan Fluid Management:
keperawatan  Pertahankan catatan
selama….x24 jam volume intake dan output
cairan adekuat yang akurat
Kriteria Hasil:  Monitor status
 Mempertahankan urine dehidrasi
output sesuai dengan usia (kelembaban
dan BB, BJ urine normal, membrane mukosa,
HT normal nadi adekuat,
 Tekanan darah, nadi, suhu tekanan darah
tubuh, dalam batas normal ortostatik)
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor vital sign
dehidrasi, elastisitas turgor  Monitor asupan
kulit baik, membrane makanan/cairan dan
mukosa lembab, tidak ada hitung intake kalori
rasa haus yang berlebihan harian
 Lakukan terapi IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nasogastrik sesuai
output
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
 Anjurkan minum
kurang lebih 7-8
gelas perhari

D. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam P
(perencanaan) dan menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan (Walid,
2014).

E. Evaluasi
Menurut Walid (2014), evaluasi adalah respons klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Untuk memudahkan mengevaluasi
digunakan komponen SOAP, yaitu :

S : Data Subjektif

Keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan


keperawatan.

O`: Data Objektif

Hasil observasi perawat secara langsung mengenai keluhan klien


setelah dilakukan tindakan keperawatan.

A : Analisis

Suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi


sesuai interpretasi dari data subjektif dan data objektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutka, dihentikan,


dimodifikasi, atau ditambahkan dari perencanaan tindakan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan


Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Ed.
3. Jakarta: EGC.
Lynda juall, Carpenito. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda
juall Carpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medika
Aesculapius.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Suriadi dan Yuliani, R.(2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:
CV. Sagung Seto.
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa
Luis: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai