Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

Lupus eritematosus sistemik (SLE)

Dosen Pengampu:

Di susun oleh:
Kelompok

1.Ade Faiz Ahmadi (203210001)


2.Agus Prasetyo (203210002)
3.Ainiyatul Mardiah (203210003)
4.Alifah Deva Septiana (203210004)
5.Alvi Nur Aprilia (203210005)
6.Ainita Rahmambangun (203210006)

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Lupus merupakan
sistemik (SLE) “ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II.Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari bebagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampai kan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari segi materi dalam susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Dalam penyusunan karya makalah ini penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umunya. Apabila terdapat kekurangan
dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf dan kami harapkan kritikan dari anda untuk
membangun kembali karya ini menjadi sempurna.

Jombang, 28 Maret 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii


DATAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ................................................................................................ 5
2.2 Etiologi SLE ......................................................................................... 7
2.3 Patofisiologis dari SLE ......................................................................... 8
2.4 Menifestasi klini .................................................................................. 11
2.5 Pemeriksaan penunjang ....................................................................... 16
2.6 Evaluasi ................................................................................................ 17
2.7 Penatalaksanaan ................................................................................... 17
2.8 Komplikasi ........................................................................................... 18
2.9 Asuhan Keperawatan ........................................................................... 19
BAB III PENUTUP
3.1 kesimpulan ......................................................................................... 44
3.2 saran ................................................................................................... 44
DAFTAR PUSAKA ................................................................................. 45
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Systemic Erithematosus Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan istilah
lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi kronik. Penyakit ini terjadi
dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh salah menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit
multi sistem dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita, sehingga setiap penderita akan mengalami
gejala yang berbeda dengan penderita lainnya tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody tubuhnya
sendiri. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan lemah. Pada kasus yang berat,
SLE bisa menyebabkan nefritis, masalah neurologi, anemia, dan trobositopenia.
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi remisi serta
mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang
sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing
individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID ( Non-
Steroid Anti-Inflammatory Drugs),obat-obat antimalarial, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker
(imunosupresan) selain itu terdapat obat-obat yang lain seperti terapi hormone,immunoglobulin intravena,
UV A-1 fototerapi, monoclonal antibody, dan transplasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian
para ilmuwan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a) Apa definisi SLE ?
b) Bagaimana etiologi SLE?
c) Bagaimana patofisologi dari SLE?
d) Apa manifestasi klinis dari SLE ?
e) Apa klasifikasi dari SLE?
f) Bagaimana pemeriksaan penunjang dari SLE?
g) Bagaimana evaluasi dari SLE?
h) Bagaimana penatalaksanaan dari SLE?
i) Bagiaman komplikasi dari SLE
j) Bagaimana Asuhan Keperawatan dari SLE

1.3 TUJUAN
a) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu sebagai calon perawat yang professional diharapkan
mengerti dan memahami penyakit imunologi SLE, serta mampu
memberikan asuhan keperwatan yang tepat.
b) Tujuan Khusus
Mengetahui anatomi,definisi,etiologi,klasifikasi,manifestasi klinis
pemeriksaan diagnostic, penatalaksaan, komplikasi dan asuhan
keperawatan yang tepat.
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun
pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria
dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen
memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus
menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan
( Elizabeth 2009).
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu
penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap
organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya.
Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru
seta jantung (Glade,1999).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang
bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan
pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody
beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-
komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh
darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga
merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama
timbul pada prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan
kortikosteroida atau secara alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg +
pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2007)
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput serosa
permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya.
Peradangan kronis ini mengenai prempuan muda dan anak-anak 90% penderita
[penyakit SLE adalah prempuan.
Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik,seperti
siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan terapi
yang aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.
B. Etiologi
Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates
dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit
atau blok jatung congenital.
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai
kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa
banyak gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan
HLA-DR3, kompone
n komplemen yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan komplomen
yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode reseptor drl
T, immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003).
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menyadi lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon
sebagai benda asing tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen
(alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi
respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente
2002). Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan
antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu
terjadinya SLE (Herfindal et al,2000).
Observasi klinis menunjukan pernan hormone seks steroid sebagai
penyebab SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita
usia produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang
sedikit lebih tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan
suplementasi estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai
penyebab SLE,namun studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa
pemberian kontrasepsi hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya
peningkatan aktivitas penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya
stabil.
C. Patofisiologi

Faktor Lingkungan
Faktor Genetik Faktor Imunologi Faktor Hormonal

SLE

(Systemic Lupus Evythomatasus)

Gejala & gambaran menurut ACR

(American Collage Of Rheumatology 1997)

Sistemik Kulit Oral Laboratorium


Xerostomin

Arthritis Lesi Ulserasi


Butterfly Gangguan
Serositis rash Lesi Diskoid darah

Discoid Lesi Mirip Gangguan


Ganggua n ginjal
rash lichen imun
Ganggua plamus
Fotosensi Antibody
n saraf tivitas kandidiasis antinuklir
(ANA)

Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali
dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar
ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon
imun didalam tubuh yaitu :
1. Sel T dan B menjadi autoreaktif
2. Pembentukan silokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :
a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun
maupun sitokin didalam tubuh
b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang
membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama
usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-
obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-
alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pathway SLE

D. Manifestasi
Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada
suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut.
Sebagai tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat
bervariasi dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan
hidup. Karena perbedaan multisystem dari manifestasi kliniksnya,lupus telah
menggantikan sifilis sebagai great imitator.
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang
dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara
terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan
peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang
sangat jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan
remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun SLE
dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala
pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat
menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan,khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.
1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun
penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan
terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal
penyakit,dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang diterapi
dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada tahap
selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang
paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit.
Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit, efek
samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik
terlibat dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai
gejala demam namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi
pneumonia. Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai
dengan teori yang mengatakan kelelahan dan malaise merupakan salah satu
gejala yang paling umum yang memperberat penyakit,gejala ini turut
ditemukan kasus ini.
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi
ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang
berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi
setelah terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas
sering ditemukan dan dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnis,
walapun belum ada studi mengenai prevalensinya dipopulasi umum. Ruam
berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di area malar pipi
dan persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih dikenal
sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat ditemukan pada 20-
25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang, bertahan
selams berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa
jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis
umumnya terdapat diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam
bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar
ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih sering ditemukan di kulit
yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama (lengan depan, daerah V
dileher ) tanpa pacaran sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya
termasuk livedo riticularis, eritema periungual, eritema palmaris,
nodulpalmaris, vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis,
purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis. Alopesia dapat timbul akibatlesi
pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada puncak SLE. Alopesia
bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid kepala. Ulkus oral dan
nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakab dari infers virus maupun
jamur. Mata dan mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh
inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin
tumpang tindih dengan sindrom sjogren. Umumnya mata dan mulut kering
merupakan efek samping pengobatan. Pada kasus ini ditemukan manifestasi
mukokutan. Sesuai dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas,
yaitu eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini
juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash)
pada bagian pipi dan hidung pasien. Alopesia juga ditemukan pada pasien
ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu menyikat rambut.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan
nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah
deformitas jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang
dan tidak terbukti secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan
tulang. Kelemahan otot biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid
atau antimalaris, namun myositis dengan peningkatan enzim otot jarang
ditemukan dan biasannya merupakan gejala yang tumpah tindih.
Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon dapat
merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek
pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput
hormonal, lempemg tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan
gejala lain yang sering ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek
samping pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati
dan faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu
nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan
gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal yang
ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis.
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan
terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi
atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade
atau hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi
oleh karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada
pasien dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG
minimal, aritmia atau perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat
mengakibatkan kardiomiopati dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri.
Endokarditid trombotik nonifeksi (Libman-sacks) jarang dan seringkali
tidak menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup
mitral atau katup aorta atau embilisasi. Arterisklerosis premature dengan
angina pektrois dan infark miokardium merupakan sumber mortalitas dan
morbilitas jangka panjang yang paling serius. Penyakit sendiri,
hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid kronik,menopause premature, serta
faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan arterosklerosis. Fenomena
Raynaud, vasospasme yang diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan
pada SLE. Penyempitan arteri ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang
tindih dengan scleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi
paru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang
namun seringkali fatal. Sebagian besar cedera vascular trombotik pada
pasien SLE dimediasi oleh antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan pada
sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri dan
vena spontan pada semua ukuran pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi
lain, seperti defisiensi protein C dan protein S, faktor V Leiden dan
antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya trombisis, namun defisiensi
faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan terjadinya thrombosis vena
dibandingkan trpmbosis arteri.
5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan
efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun
sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi
parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk,
hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat membahayakan
hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut
dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitas lupus
kronik dengan perubahan fibrotic dan paru mirip dengan fibrosis paru
idiopatik, dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk.
Penyakit paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik
jangka panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma
dan bahkan neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan
oleh antibody antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan gejala
paru yang tidak dapat dijelaskan.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum
keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama
sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis
membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran
klinis ditandai dengan temuan minimalis, termasuk proteinuria ringan dan
hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan proteinuria berat,
hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi
atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal
eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus
progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini
ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan
kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria
25,00mg/dL dan leucocyte pada urin 25,00 leu/πL
7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan
terkadang merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien
dapat memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau
meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa.
Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh temuan abnormal
pada analisis cairan serebrospinal, seperti peningkatan kadar protein,
pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT scan atau MRI,
dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau bahkan
pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis
lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus ini
cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis
banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit
untuk ditentukan. Masalah ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian
ringan. Sakit kepala sering ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit
kepala lupus yang berat dan menyerupai migren yang hanya responsive
terhadap glikokortikoid merupakan kasus yang jarang. Neuropati kranial
dan perifer dapat terjadi dan dapat menggambarkan vaskulitis pembuluh
darah kecil atau infark pada pasien ini disuspek lupus serbri karena
penurunankesadaran.
8. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual,
kas untuk pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun
merupakan komplikasi abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal
atas berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait
glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala. Pada kasus jarang,
vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah akut. Terkadang
pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit atau merupakan efek
pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan dengan
hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis
autoimun melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat
disebabkan oleh penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan
penggunaan jangka panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan
perlemakan hati dengan peningkatan transaminase ringan.
9. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang
sering namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas,
dapat disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar
haptoglobin rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan
mielosupresi. Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan sintesis
eritropoietin dan mielosupresi uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini
dapat diperberat dengan perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan
asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia sangat sering terjadi namun
jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk menghungkan limfopenia
dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien SLE. Leukositosis
dapat sdisebabkan oleh glukokortikoid. Trombisitopenia ringan (100000-
150000/πL) dapat disebabkan oleh antibody antifosfolipid.
Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh
antibody antiplatelet dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya
mungkindidiagnosis sebagai purpura trombositopenik idiopatik. Pada kasus
ini ditemukan kelainan atau manifestasi hematologi sesuai dengan
gambaran yang sering ditemukan pada pasien SLE. Pada kasus ini,
ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin yang rendah.
10. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan
temuan nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat
ditemukan pada penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang
tindih dengan sindrom sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat
disebabkan oleh neuritis optic atau oklusi arteri atau vena retina.

E. Klasifikasi
Subcommitte for systemic lupus erythematosus criteria of the America
rheumatism association diagnostic and therapeutic criteria committw tahun
1982 merevisi kreteria untuk klasifikasi SLE.
Subcommitte ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat diantra 11
kriteria berikut beruntun atau secara stimultan, selama sati interval observasi :
1. Ruam dibagian malar wajah
2. Ruam berbentuk discoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus dimulut
5. Setositosis (pleuritis, pericarditis)
6. Gangguan ginjal
7. Gangguan neurologis ( kejang atau psikosis )
8. Arthritis
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik,leucopenia,trombositopenia)
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear
R leonard mengusulkan jembatan keledai berikut untuk mengingat kriteria
diagnosis SLE. A Rash Points MD. Arthritis renal disease ( penyakit ginjal),
ANA serositis, Hematologi disrders, photosensitivita, oral ulcers ( ulkus
dimulut) immunological disorder,neurologic disorder, Malar rash,Discoid rash
Ann Rheum Dis 2001.

F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis
oral tinggil tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-
obat antimalarial.
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius

G. Pemeriksaan Penunjang
SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang
menujukan berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul
manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya
periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis
disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang
paling sering digunakan adalah antinukelar antibody ( ANA, terapi antibody ini
juga dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang
kurang spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA),
pengukuran bermanfaat untuk menilai ruam pada lupus. Anti-Ro, anti-La dan
antibody antifosfolipidpenting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada
kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin.
Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosa. Keterlibatan ginjal
sering kali disalah artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya
peningkatan antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu
mengarahkan pada ruam.
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko
keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer
tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus
meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA),
anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan
diagnosis yang dilakukan adalah biopsy.

H. Kompilkasi
1. Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein
didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan
ginjal yang menetap) pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga
penderita perlu mengalami dialysis atau pencangkokan ginjal.
2. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang
paling sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan,
tetapi kelainan bias terjadi pada bagaiamanapun dari otak, korda spinalis,
maupun sistem saraf. Kejang, pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bias terjadi.
3. Penggumplan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk bekuan
darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk antibody
yang melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan
yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri didaerah tersebut.
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar
matahari.
I. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun
pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan
perbandingan wanita dan pria 8:1
b. Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan
filiphina
c. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit
ini
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra dari pasien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita
penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun
yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan
: artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik,
pericarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakityang sama atau penyakit autoimun yang lain
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
a. B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan
otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri
saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi
pleuritis atau efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi
systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction
rup pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan dibawah atau sisi lateral tangan.
c. B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale
secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma
(kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga
serangan kejang-kejang.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai
filtrasi glomelorus)
e. B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,
turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

J. Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidak mampuan fisik-psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis).
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada
mukosa mulut
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi

K. Perencanaan/Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (NIC)


. ( NOC)
1. Nyeri kronis berhubungan dengan 1. Comfort level Pain management
ketidak mampuan fisik-psikososial 2. Pain control 1. Monitor kepuasan pasien
kronis (metastase kanker, injuri 3. Pain level terhadap manajemen nyeri
neurologis, arthritis). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2. Tingkat istirahat dan tidur
keperawatan selama 24 jam nyeri yang adekuat
kronis pasien berkurang dengan 3. Kelola antianalgesik
kriteria hasil: 4. Jelaskan pada pasien
1. Tidak ada gangguan tidur penyebab nyeri
2. Tidak ada gangguan 5. Lakukan tehnik
konsetrasi nonfarmakologis
3. Tidak ada gangguan ( relaksasi masase
hubungan intrerpersonal punggung)
4. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara verbal
5. Tidak ada tegangan otot
Thermoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
selama 24 jam pasien menunjukan
kriteria hasil :
2 Peningkatan suhu tubuh 1. Suhu tubuh dalam batas
berhubungan dengan inflasi normal 1. Monitor suhu sesering
2. Nadi dan RR dalam rentang mungkin
normal 2. Monitor TD, nadi dan RR
3. Tidak ada perubahan warna 3. Monitor WBC,Hb dan Hct
kulit dan tidak ada pusing, 4. Monitor intake dan output
pasien merasa nyaman 5. Berikan antipiretik sesuai
advis dokter
6. Selimuti pasien
7. Berikan cairan intravena
8. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
9. Tingkatkan sirkulasi udara
10. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
11. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
mukosa
a. Nutritional status :
adequacty of nutrient 1. Kaji adanya alergi
b. Nutritional status : Food makanan
and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli
c. Weght control gizi untuk menentukan
Ketidak seimbangan nutrisi kurangTujuan : Setelah dilakukan tindakan jumlah kalori dan nutrisi
3. dari kebutuhan tubuh berhubungankeperawatan Selama 2x24 jam yang dibutuhkan pasien
dengan ketidak mampuan untuknutrisi kurang teratasi dengan 3. Ajarkan pasien bagaimana
memasukkan nutrisi karena gangguanindicator : membuat catatatan makanan
pada mukosa mulut 1. Albumin serum harian
2. Prealbumin serum 4. Monitor adanya
3. Hematokrit penurunan BB dan gula
4. Hemoglobin darah
5. Total iron binding 5. Monitor lingkungan
capacity selama makan
6. Jumlah limfosit 6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringa, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Hct
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
kojungtiva
11. Monitor intake nutrisi
12. Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
13. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
14. Atur posisi semifowler
tinggi selama makan
15. Kelola pemberian
antiemetic
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik,
papilla lidah dan cavitas
oral

1. Monitor respon
kardiorespirasi terhadap
aktivitas (takikardi,
disritmai, dyspnea,
diaphoresis, pucat, tekanan
1. Activity tolerance hemodinamik dan jumlah
2. Energy conservation respirasi)
3. Nutritional status energy 2. Monitor dan catat pola
Tujuan : Setelah dilakukan dan jumlah tidur pasien
tindakan keperawatan selama 3. Monitor lokasi ketidak
4 Kelelahan berhubungan dengan2x24 jam kelelahan pasien nyamanan atau nyeri
kondisi fisik yang buruk karena suatuteratasi dengan kriteria hasil : selama bergerak dan
penyakit 1. Kemampuan aktivitas aktivitas
adekuat 4. Monitor intake nutrisi
2. Mempertahankan nutria 5. Monitor pemberian dan efek
adekuat samping obat depresi
3. Keseimbangan aktivitas 6. Kolaborasi dengan ahli
dan istirahat gizi tentang cara
4. Menggunakan teknik meningkatkan intake
energy konservasi makanan tinggi energy
5. Mempertahankan 7. Monitor pemberian dan efek
interaksi social samping obat depresi
6. Mengidentifikasi faktor 8. Instruksikan pada pasien
fisik dan psikologis yang untuk mencatat tanda dan
menyebabkan kelelahan gejala kelelahan
7. Mempertahankan 9. Jelas pada pasien
kemampuan untuk hubungan kelelahan
konsentrasi dengan proses penyakit
10. Dorong pasien dan
keluarga
mengekspresikan
perasaannya
11. Catat aktivitas yang dapat
meningkatkan relaksasi
12. Tingkatkan pembatasan
bedrest dan aktivitas
13. Batasi stimulasi
lingkungan untuk
memfasilitasi relaksasi
1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
yang longgar
2. Hindari kerutan pada
tempat tidur
3. Jaga kebersih dan kering
4. Monitor kulit akan adanya
kemerahan
5. Mobilasasi pasien ( ubah
1. Tissue integrity : Skin and posisi pasien) setiap dua
mucous membrane jam sekali
2. Wound healing primer dan 6. Oleskan lotion atau minyak
sekunder pada daerah yang tertekan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 7. Monitor status nutrisi
5
keperawatan selama 2x pasien
24 jam kerusakan integritaskulit 8. Monitor status nutrisi
Kerusakan integritas kulitberkurang dengan kriteria hasil : pasien
berhubungan dengan deficit 1. Intergritas kulit yang baik 9. Memandikan pasien
imunologi bisa dipertahankan dengan sabun dan air
(sensai, elastisitas, hangat
temperature, hidrasi, 10. Kaji lingkungan dan
pigmentasi) peralatan yang
2. Tidak ada luka/lesi pada menyebabkan tekanan
kulit 11. Obsevasi luka : lokas,
3. Perfusi jaringan baik dimensi, kedalaman luka,
4. Menujukkan pemahaman karakteristik, warna cairan,
dalam proses perbaikan granulasi, jaringan nekrotik,
kulit dan mencegah tanda infeksi local, formasi
terjadinya cedera traktus
berulang 12. Ajarkan pada keluarga
5. Mampu melindungi kulit tentang luka dan
dan mempertahankan perawatan luka
kelembaban kulit dan 13. Kolaborasi ahli gizi
perawatan alami pemberian diet TKT,
6. Menunjukkan terjadi proses vitamin, cegah
penyembuhan luka kontaminasi feses dan
urin
14. Lakukan teknik perawatan
luka dengan steril
15. Berikan tekanan pada
luka

BAB III TINJAUAN KASUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. D DENGAN SLE

DI RS INDONESIA MAJU

Kasus

Seorang prempuan bernama An.D usia 6 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya
kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari dan kurang nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik diperolah ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan
pada siku, lesi pada daerah leher, malaise. Pasien mengatakan terdapat sariawan
pada mukosa mulut. Pasien ketika bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan
menutupi wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80mmHg, RR 20x/mnt,
Nadi 90x/mnt Suhu 38,5 ºC, Hb 11 gr/dl, WBC 15.000/mm

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. D

Umur : 6 thn

Jenis kelamin : Prempuan

Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : TK

Pekerjaan :-

Tanggal masuk RS : 01-01-2019

Tanggal pengkajian : 02-01-2019

DX Medis : SLE

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. A
Umur : 36 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71

Pendidikan : S 1 tehnik mesin

Pekerjaan : Karyawan swasta

C. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Pasien menggeluh nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan, saat
beraktivitas pasien merasa mudah lelah, pasien merasa demam. Pipi dan
leher memerah serta nyeri pada bagian yang memerah

2. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan
kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil
namun setelah satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan karena sariawan.

3. Riwayat Penyakit dahulu : Tidak ada

4. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

5. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan : Pasien


seorang ibu rumah tangga

6. Riwayat Alergi : Tidak ada

7. Pengkajian Sistem Tubuh :


a. Sistem Pernapasan
• RR 20x/mnt
• Napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
b. Sistem Kardiovaskuler
• TD 110/80 mmHg
• Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpur di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
c. Sistem Persyarafan
Gangguan psikologis

d. Sistem Perkemihan
Tidak ada

e. Sistem Pencernaann
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum

f. Sistem Muskuloskeletal
• Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari
• Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi
g. Sistim Endokrin
Tidak ada

h. Sistim sensori persepsi


Tidak ada

i. Sistim integument
SH: 38,5C, demam (+)

j. Sistim imun dan hematologi


• Tes fluorensi untuk menetukan antinuelear antibody (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
• Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
• Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose
SLE
• Tes sifilis bisa positif palsu pada pemeriksaan SLE
• Pemeriksaan zat antifosfolipid (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk menentukan adanya
thrombosis pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau
pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni
• HB 11gr/dl
• WBC 15.000/mm

k. Sistim Reproduksi
Tidak ada masalah disistem reproduksi

8. Pengkajian Fungsional

1. Oksigenasi
RR:20x/mnt
2. Cairan dan Elektrolit
terpasang infus RL 20tpm
3. Nutrisi
Mual (-), muntah (-)
4. Aman dan Nyaman
Kulit memerah pada daerah pipi dan leher
5. Eliminasi
BAK (-), BAB (-)
6. Aktivitas dan Istirahat
Kurang
7. Psikososial
Dapat mengalami ketidak percayaan diri akibat dari penyakitnya

8. Komunikasi
Terganggu karena sariawan pada mukosa mulut
9. Seksual
Tidak ada perubahan
10. Nilai dan Keyakinan
Tidak ada pantangan yang berhubungan dengan nilai dengan
keyakinan pasien
11. Belajar
Tidak ada
kelainan
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tangga Pemeriksaa Hasil Nilai Interpretas
l n Normal i
01-01- Hb 17,3 gr% 13-16 gr%
2019 WBC 5.000-
15.000/
10.000/
mm
mm

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen tidak ada kelainan

10. Progam Terapi


Terapi medis tgl 01-01-2019 :

• Injeksi Stabixin 2x1gram


• Injeksi medixon 2x 125 mg
• Omeprazol 2x1 ampul
• Vitamin C 2x1 ampul
D. ANALISA DATA

Hari/Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Problem

Kamis/01-01- Ds : Nyeri pada Genetic, lingkungan, Nyeri


sendi dan bagian
19/08.00 hormonal, obat
yang tertentu
mengalami ↓
kemerahan
Produksi autoimun
Do : pasien berlebihan
terlihat menahan ↓
nyeri Autoimun
TD menyerang organ
110/80mmHg, RR tubuh

20x/mnt, S
38,5C, N 90x.mnt SLE

Kerusakan jaringan
Kamis/01-01- ↓
19/11.00 Nyeri kronis

Genetic, lingkungan,
Peningkatan
hormone, obat suhu tubuh
tertentu
Ds : Pasien ↓
mengeluhkan Produkasi autoimun
demam berlebih
Do : TD 110/80 ↓
mmHg Autoimun
menyerang orang
RR 20x/mnt
tubuh
S 38,5 C ↓
Terjadi reaksi
N 90x/mnt
inflamasi

Peningkatan suhu
Kamis/01-01- tubuh
19/13.00
Keletihan
Genetic,
lingkungan,hormone,
obat tertentu

Produksi autoimun
Ds : Nyeri pada
berlebih
sendi dan bagian

yang Autoimun
mengalami
menyerang orang
kemerahan,
tubuh
pasien ↓
mengeluh mudah
SLE
lelah

ketika
Menyerang darah Gangguan
beraktivitas.
↓ integritas
HB menurun kulit
Do : Pasien ↓
Kamis,01-01- terlihat menahan Suplai oksigen
2019/ 15.00 nyeri
menurun
TD ↓
110/80mmHg, RR
ATP menurun
20x/mnt, S ↓
38,5C, N 90x/mnt Keletihan

Genetic, lingkungan,
hormone, obat
tertentu
Kamis,01-01- ↓
2019 /15.00 Produksi autoimun
berlebihan

Autoimun
menyerang organ
tubuh
↓ Gangguan
SLE mobilitas
fisik

Menyerang kulit

Ds : Nyeri pada Kerusakan integritas Gangguan
sendi dan bagian kulit citra tubuh
Genetic, lingkungan,
yangmengala
mi kemerahan hormone, obat
tertentu
Kamis 01-01- Do : TD

110/80mmHg, RR
2019, 16.00 Produksi autoimun
20x/mnt, S berlebihan
38,5C, N 90x/mnt

Kulit kering Autoimun
dan kemerahan menyerang organ
tubuh

SLE

Arthritis

Gangguan mobilitas
fisik

Genetic, lingkungan,
hormone, obat
tertentu

Ds : Nyeri pada
Produksi
sendi bagian yang
autoimun berlebihan

SLE

menglami Menyerang kulit
kemerahan

Do : Pasien Kerusakan integritas
terlihat menahan
kulit
nyeri

TD Gangguan citra
110/80mmHg,RR
tubuh ( body image
20x/mnt, S
38,5c, N 90x/mnt

Ds : Pasien
mengatakan malu

terhadap
kemerahan pada
pipi

dan leher

Do : Pasien
menunduk saat
masuk
UGD

TD
110/80mmHg,RR

20x/mnt, S
38,5c, N 90x/mnt

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen pencedera


2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
Nama : An. D Umur : 6 thn No. Dokumen RM :
Ruang : Dahlia Kelas : 1-1 Tanggal : 01-01-2019

INTERVENSI

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi ( NIC) TTD


Tgl/Ja Keperawatan
m NOC
Kamis/ Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri :
01-01-19/ berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam
08.00 agen pencedera nyeri kronis dapat berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
dengan kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristik, onset atau durasi,
frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus
Kontrol nyeri 2. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab
beberapa lama nyeri dan antisipasi dari ketidak
a. Mengenal kapan nyamanan nyeri.
nyeri terjadi 3. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
b. Menggambarkan menangani nyerinya dengan tepat
faktor Penyebab 4. Pastikan pemberian analgetik dan atau startegi
c. Menggunakan tindakan nonfarmakologi.
pencegahan atau
pengurangan nyeri
tanpa anlagesik
d. Menggunakan
analgesic yang
direkomendasikan
Fever treatment :
Setelah dilakukan tindakan selama
Kamis / Peningkatan suhu 1x 24 jam suhu tubuh normal 1. Monitoring suhu sesering mungkin
01-01-19 tubuh berhubungan dengan NOC : Thermoregulation 2. Monitoring warna dan suhu kulit
Kriteria hasil :
11.00 dengan inflamasi 3. Monitoring WBC,Hb dan Hct
a. Suhu tubuh dalam batas normal 4. Monitoring intake output
b. Nadi dan RR dalam rentang 5. Beri kompres pada lipatan paha dan axila
normal 6. Kolaborasi pemberian
c. Tidak ada perubahan warna Antipireutik
kulit dan tidak ada pusing, Cairan intravena
pasien merasa nyaman
Temperature regulation :
1. Monit
oring suhu berkala
2. Tingk
atkan intake cairan dan nutrisi

Nama : An.D Umur : 6 thn No. Dokumen RM :


Ruang : Dahlia Kelas : 1-1 Tanggal : 01-01-2019

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Implementasi Respon TTD


Keperawata
n
Kamis/01- Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Pasien mampu menunjukan lokasi
01- 19/ 08.00 berhubunga meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, nyeri pada sendi yang mengalami
n dengan frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor kemerahan dengan skala nyeri 8
pencetus. menurun menjadi skla nyeri 3
agen 2. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti atau ringan dengan pencetus
pencedera penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi pada saat melakukan aktifitas.
dari ketidak nyamanan nyeri. 2. Pasien dapat mengetahui
3. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri penanganan nyeri dengan
Kamis / 01- dan menangani nyerinya dengan tepat. therapifarmakologi (analgesic)
01-19 11.00 4. Memastikan pemberian analgesik dan atau dan nofarmakologi (tehnik
strategi nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas relaksasi nafas dalam.
Peningkatan dalam).
suhu
1. Suhu 37,8˚C, Akral teraba hangat
tubuh 2. Pasien mampu minum air putih
1. Memonitoring suhu 600cc sejak jam 11.00 dan BAK 2
berhubungan
2. Memonitoring intake output kali
dengan 3. Memonitoring hasil laboratorium 3. Pasien dapat mengetahui kompres
inflamasi 4. Beri kompres pada lipatan paha dan axila di lipatan paha dan axila dan tampak
5. Memberikan cairan intravena dan paracetamol drip terpasang kompresan
4. Cairan intravena diberikan dan
infusan

Nama : An.D Umur : 6 thn No. Dokumen RM :


Ruang : Dahlia Kelas : 1.1 Tanggal :

LEMBAR EVALUASI

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TT


D
Kamis/01-01-19/ Nyeri kronis berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri sendi dan kemerahan pada lutut berkurang
08.00 agen pencedera
O : Skala nyeri berkurang dari 8 menjadi 3

Pasien tampak riles ditandai dengan hemodinamik

stabil Pasien dapatmelakukan teknik relaksasi nafas

dalam
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan inflamasi A : Lanjut intervensi 3 dan 4

P : Masalah teratasi
Kamis/ 01-01-19
11.00 sebagian

S : Pasien mengatakan masih sedikit pusing dan demam

O: KU lemah Kesadaran Composmentis Suhu 37,8˚C, akral teraba hangat, terpasang


infus RL 20 tpm dengan triway paracetamol drip

A : Lanjut intervensi treatment


BAB IV PEMBAHASAN

B. PENGKAJIAN
Dari hasil studi kasus ini untuk tahap pengkajian tidak ditemukan adanya
kesenjangan antara teori dan kasus nyata. Manifestasi klinis pada teori pasien
muncul demam, pembentukan ruam, atritis, pericarditis. Bila dikaitkan dengan
kondisi An. D saat pengkajian pada tanggal 01-01-2019 manifestasi klinis yang
ditemukan pasien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi
dan leher, awalnya kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah
lebar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari.
Sehingga pengkajian pada diagnosis nyeri kronis berhubungan dengan pencedera,
berdasarkan teori mampu diterapkan pada praktek nyata dan dinilai efektif dalam
hasil yang diperoleh.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut teori terdapat 5 diagnosa keperawatan pada pasien SLE, sedangkan
dari hasil pengumpulan data yang dilakukan kepada An. D tanggal 01-01-2019
ditemukan 2 diagonasa keperawatan yaitu Nyeri kronis berhubungan dengan agen
pencedera dan Peningkatan Suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi.

D. INTERVENSI
Dari hasil intervensi yang dilakukan tidak terdapat kesenjangan antara teori
yang dilakukan. Karena intervensi yang diberikan kepada An. D disesuaikan
dengan teori Nanda,NIC,NOC.

E. IMPLEMENTASI
Dari hasil yang diperoleh dari implementasi yang dilakukan tidak terdapat
kesenjangan antara teori yang dilakukan. Karena implementasi yang diberikan
kepada An. D disesuaikan dengan teori Nanda,NIC,NOC.

F. EVALUASI
Dari tindakan evaluasi yang dilakukan ditemukan adanya kesenjangan anatara
teori dan praktek nyata, kareana evaluasi merupakan hasil akhir dari asuhan
keperawatan dengan mengidentifikasi sejauh mana tujuan rencana keperawatan
tercapai atau tidak selama pasien dirawat. Pada saat evaluasi yang dilakukan
adalah mengevaluasi selama tindakan asuhan keperawatan berlangsung atau
selama pasien dirawat.
BAB V PENUTUP

Kesimpulan
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun
pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan
faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan
tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak
dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).Lupus
eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu penyakit
autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap organ
tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus dapat
menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru seta jantung
(Glade,1999). SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan
yang bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan
pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar
terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen
yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan
radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi
jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak
diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan
sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1
kapsul (tan&kirana,2007)
Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor
hormonal dan faktor lingkungan. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat berupa
konstitusional, integument, musculoskeletal, paru-paru, kardivaskuler, ginjal,
gastrointestinal, hemopoetik dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan diagnostic dari
penyakit ini adalah pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laboratorium lainnya dan
pemeriksaan penunjang.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia prodiktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan
disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut terlihat dalam penyakit SLE
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap
autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan
pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi
periode sembuh.

3.2 Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para pembacadapat lebih
mengetahui dan memahami tentang anatomi fisiologi system imun beserta kelainan-kelainannya dan
memberikan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada anak serta dapat mengaplikasikannya
dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing
Interventions Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby
Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for


Nurse Practitioner. USA : Saunders

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley
Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd

Kasjmir, Yoga dkk. (2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi


Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2007). Systemic lupus erythematosus:


modern strategies for management – a moving target. Best Practice
& Research Clinical Rheumatology Vol. 21, No. 6, pp. 971–987,
2007 doi:10.1016/j.berh.2007.09.002 available online at
http://www.sciencedirect.com

Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2007). Diagnosis And Management Of


Systemic Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child
Health 18:2. Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone &
Connective Tissue.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing


Outcomes Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby
Elseiver.

Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong


(Wong’s Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC

Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. (2009). Maternal-child nursing


care: optimizing outcomes for mothers, children, and Families.
United States of America : F.A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai