Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEHILANGAN DENGAN

INTERVENSI SOCIAL SUPPORT


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu Endang Caturini S.,SKp.,Ns.,M.Kep.

Disusun oleh
1. Alfina Vandiza (P27220019142)
2. Anggita Tri Sapriya Ningrum (P27220019143)
3. Rika Dea Ariati (P27220019179)
4. Rosa Sheila Diana Oasis (P27220019181)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN BERLANJUT NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN SURAKARTA 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemungkinan menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Nurhalimah, 2016). Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan cenderung
mengalami kembali walaupun dalam bentuk berbeda. Kehilangan dapat berupa
hal yang riil seperti kehilangan sebagian anggota tubuh atau fungsinya,
hubungan atau kepemilikan. Dapat pula yang sifatnya tidak berwujud seperti
harga diri, kepercayaan diri, atau cita-cita (Novieastari, Enie., dkk, 2020).
Perubahan dalam kehidupan adalah normal, dapat diharapkan dan
seringkali bersifat positif. Seiring bertambahnya usia, perubahan selalu
melibatkan kehilangan yang diperlukan. Dapat dijadikan pembelajaran bahwa
kehilangan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau lebih
baik. Namun, beberapa kehilangan menyebabkan mereka mengalami
perubahan permanen dalam hidup mereka yang mengancam rasa memiliki dan
keamanan mereka. Kematian orang yang dicintai, perceraian, atau kehilangan
kemerdekaan mengubah hidup dan secara signifikan mengganggu kesehatan
fisik, psikologis, dan spiritual seseorang (Novieastari, Enie., dkk, 2020).
Individu yang mengalami kehilangan akan berada pada keadaan berduka
(grief) karena kehilangan dan berduka merupakan suatu yang integral. Menurut
Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan
dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian
maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka
yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung
(mourning). Berduka (Grief) adalah respon emosi yang diekspresikan ketika
seseorang mengalami suatu kehilangan yang kemudian dimanifestasikan dalam
bentuk perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain
sebagainya (Novieastari, Enie dkk, 2020).
Agar individu dapat kembali ke kondisi normal, diperlukan intervensi
keperawatan yang sesuai dalam menghadapi masalah kehilangan. Salah satu
intervensi yang dapat digunakan adalah dengan dukungan sosial (social
support). Dukungan sosial merupakan psikoterapi yang bertujuan untuk
membawa individu menuju keseimbangan emosional, meningkatkan
pertahanan yang ada dan mampu melaksanakan mekanisme kontrol secara aktif
serta mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang berperan sebagai
stresor. Dukungan dukacita diberikan dengan mendengarkan secara aktif dan
mengizinkan klien dan keluarga untuk mendiskusikan emosi mereka, dapat
berupa konseling individu atau keluarga untuk mengatasi masalah kehilangan.
Hasil yang diinginkan dari dukungan sosial adalah agar klien dan keluarga
mengakui kehilangan dan mengakomodasi serta mengintegrasikannya ke
dalam fungsi kehidupan sehari-hari yang sehat. Hasil yang diinginkan bukanlah
untuk membuat mereka melanjutkan atau melupakan kehilangan, tetapi agar
individu atau keluarga mampu menerapkan koping kehilangan yang sehat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari, sehingga kehilangan tidak berdampak
negatif secara terus menerus dalam kehidupan seseorang (Therivel, Jessica dan
Jennifer Kornusky, 2018).

B. Tujuan
Tujuan umum
Mendeskripsikan konsep teori dan intervensi keperawatan pada klien dengan
Kehilangan
Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan konsep teori keperawatan jiwa dengan Kehilangan
2. Mendeskripsikan pengertian intervensi keperawatan Social Support
dengan Kehilangan
3. Mendeskripsikan tujuan intervensi keperawatan Social Support dengan
Kehilangan
4. Mendeskripsikan indikasi intervensi keperawatan Social Support dengan
Kehilangan
5. Mendeskripsikan pelaksanaan intervensi keperawatan Social Support
dengan Kehilangan
6. Mendeskripsikan langkah-langkah intervensi keperawatan Social Support
dengan Kehilangan
7. Menganalisis perbandingan hasil jurnal penerapan intervensi keperawatan
Social Support dalam Kehilangan

C. Manfaat
Sebagai karya ilmiah, diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan menambah wawasan pembaca tentang masalah Kehilangan pada
klien.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kehilangan
1. Pengertian
Menurut Lambert&Lambert, kehilangan adalah suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemungkinan
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan cenderung mengalami kembali walaupun dalam bentuk
berbeda. Kehilangan dapat berupa hal yang riil seperti kehilangan sebagian
anggota tubuh atau fungsinya, hubungan atau kepemilikan. Dapat pula yang
sifatnya tidak berwujud seperti harga diri, kepercayaan diri, atau cita-cita
(Nurhalimah, 2016).
Perubahan dalam kehidupan adalah normal, dapat diharapkan dan
seringkali bersifat positif. Seiring bertambahnya usia, perubahan selalu
melibatkan kehilangan yang diperlukan. Dapat dijadikan pembelajaran bahwa
kehilangan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau lebih
baik. Namun, beberapa kehilangan menyebabkan mereka mengalami
perubahan permanen dalam hidup mereka yang mengancam rasa memiliki
dan keamanan mereka. Kematian orang yang dicintai, perceraian, atau
kehilangan kemerdekaan mengubah hidup dan secara signifikan mengganggu
kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual seseorang (Nurhalimah, 2016).
Kehilangan maturasional (akibat proses pendewasaan) adalah bentuk
kehilangan yang diperlukan dan mencakup semua perubahan kehidupan yang
biasanya diharapkan di seluruh rentang kehidupan. Setiap orang merespons
kehilangan secara berbeda. Jenis kehilangan dan persepsi orang turut
memengaruhi kedalaman dan durasi respons kesedihan. Selain itu,
pengalaman seseorang yang sebelumnya pernah mengalami kehilangan juga
memengaruhi bagaimana dia merespons kehilangan yang (Novieastari, Enie
dkk, 2020).
2. Faktor yang mempengaruhi kehilangan
Banyak faktor memengaruhi cara seseorang merasakan dan
merespons kehilangan. Faktor-faktor tersebut adalah perkembangan,
hubungan pribadi, sifat kehilangan, strategi penanggulangan, status sosial
ekonomi, dan pengaruh dan keyakinan budaya serta spiritual.
a. Perkembangan Manusia
Usia pasien dan tahap perkembangan memengaruhi respons
kesedihan. Misalnya, balita tidak dapat memahami kehilangan atau
kematian tetapi sering merasa cemas atas hilangnya objek dan berpisah
dari orang tua. Ekspresi kesedihan yang umum termasuk perubahan
dalam pola makan dan tidur, gangguan usus dan kandung kemih, dan
peningkatan kerewelan (AACN 2014). Anak-anak usia sekolah
memahami konsep keabadian dan sifat tidak dapat diubah tetapi tidak
selalu memahami penyebab kehilangan. Beberapa memiliki periode
ekspresi emosi yang intens dan mengalami perubahan dalam hal makan,
tidur, dan tingkat keterlibatan sosial (AACN dan CHNMC, 2014 dalam
Novieastari, Enie dkk, 2020).
b. Hubungan Pribadi
Ketika kehilangan melibatkan orang lain, kualitas dan makna dari
hubungan yang hilang memengaruhi respons kesedihan. Ketika
hubungan dua orang saling bermanfaat dan terhubung dengan baik,
orang yang selamat sering merasa sulit bergerak maju setelah kematian.
Proses berduka terhambat oleh penyesalan dan rasa kepentingan yang
belum selesai, terutama ketika orang-orang terkait erat tetapi tidak
memiliki hubungan yang baik pada saat kematian. Dukungan sosial dan
kemampuan untuk menerima bantuan dari orang lain merupakan variabel
penting dalam pemulihan dari kehilangan dan berduka. Orang yang
berduka akan mengalami lebih sedikit depresi ketika mereka memiliki
hubungan pribadi dan teman yang sangat memuaskan untuk mendukung
mereka dalam kesedihan mereka (de Vries et al, 2014 dalam Novieastari,
Enie dkk, 2020).
c. Sifat Kehilangan
Menjelajahi sifat kehilangan akan membantu memahami efek dari
kehilangan pada perilaku, kesehatan, dan kesejahteraan pasien.
Kehilangan yang sangat terlihat umumnya merangsang respons bantuan
dari orang lain. Misalnya kehilangan rumah seseorang dari tornado,
biasanya sering membawa dukungan masyarakat dan pemerintah.
Kehilangan yang lebih pribadi seperti keguguran membawa lebih sedikit
dukungan dari orang lain. Kematian yang tiba-tiba tidak terduga
menimbulkan tantangan yang berbeda dari orang yang menderita
penyakit kronis yang melemahkan (Novieastari, Enie dkk, 2020).
d. Strategi Koping
Kehilangan yang dihadapi pasien saat merasa anak-anak
menghasilkan keterampilan mengatasi kehilangan yang akan mereka
gunakan ketika menghadapi kehilangan yang lebih besar dan lebih
menyakitkan di masa dewasa. Strategi mengatasi ini seperti berbicara,
membuat jurnal, dan berbagi emosi mereka dengan orang lain mungkin
lebih sehat dan efektif. Bisa juga berimbas ke perilaku tidak sehat dan
tidak efektif seperti peningkatan penggunaan alkohol, obat-obatan, dan
kekerasan. Perawat memberikan dukungan dengan menilai strategi
koping pasien, mendidik tentang strategi baru yang sehat, dan mendorong
penggunaan strategi ini (Novieastari, Enie dkk, 2020).
e. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi memengaruhi proses berduka seseorang
secara langsung dan tidak langsung. Karena perubahan peran, seorang
ibu yang baru menjanda menemukan dirinya bekerja untuk memenuhi
kebutuhan dan tidak memiliki waktu untuk merawat diri atau
membiarkan dirinya berduka atas kehilangan suaminya. Dengan sumber
daya terbatas, kegiatan yang mendukung berduka yang sehat seperti
membeli pohon untuk ditanam untuk menghormati almarhum. Seorang
pasien dengan keuangan terbatas tidak dapat mengganti mobil yang
dihancurkan dalam kecelakaan dan membayar biaya medis yang terkait
(Novieastari, Enie dkk, 2020).
f. Budaya
Selama masa kehilangan dan berduka, pasien dan keluarga
memanfaatkan praktik sosial dan spiritual dari budaya mereka untuk
menemukan kenyamanan, ekspresi, dan makna dalam pengalaman.
Untuk memberikan perawatan sebaik mungkin, penting bagi kita untuk
bertanya tentang keyakinan dan praktik budaya. Pasien dan keluarga
jarang menyampaikan informasi ini tanpa disuruh. Ekspresi berduka
dalam kerangka untuk menavigasi, memahami, dan menyembuhkan dari
kehilangan, kematian, dan berduka. Keyakinan pasien dapat
memengaruhi cara mereka menanggapi penyakit, pengobatan, opsi
dukungan kehidupan lanjutan, otopsi, donasi organ, dan apa yang terjadi
pada tubuh dan jiwa setelah kematian. Pasien memanfaatkan keyakinan
spiritual mereka untuk memberikan kenyamanan dan mencari
pemahaman pada saat kehilangan (Novieastari, Enie dkk, 2020).

3. Indikasi
Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c. Reaksi emosional yang lambat
d. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain:
a. Isolasi sosial atau menarik diri
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
c. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan.
(Nurhalimah, 2016).

4. Penatalaksanaan
Dalam Potter dan Perry (2019) dijabarkan mengenai penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada pasien dengan kehilangan, berikut
penatalaksanaan yang dapat dilakukan:
a. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif merupakan metode holistik untuk mencegah dan
mengurangi dan mencegah gejala kehilangan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pribadi melalui
perawatan pikiran, tubuh, dan jiwa. Perawatan ini berfokus pada
pencegahan, bantuan, pengurangan, atau menenangkan gejala
penyakit atau gangguan di seluruh perjalanan penyakit. Tujuan
utamanya ialah membantu pasien dan keluarga mencapai kualitas
hidup terbaik.
b. Hospic Care
Perawatan Hospis merupakan model keperawatan untuk melakukan
perawatan pada pasien yang sakit parah dan keluarga di akhir
kehidupan. Hal ini memberikan prioritas untuk mengelola rasa sakit
pasien dan gejala lainnya seperti kenyamanan, kualitas hidup dan
perhatian terhadap kebutuhan dan sumber daya fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual. Pasien yang diterima dalam program ini
biasanya pasien yang memiliki prognosis untuk hidup kurang dari 6
bulan.
c. Komunikasi Terapeutik
Pembentukan hubungan yang penuh perhatian dan kepercayaan
dengan pasien merupakan hal yang utama dari asuhan keperawatan.
Pendekatan yang berfokus pada pasien memungkinkan untuk
menggapai pasien daripada bereaksi dan mendorong pasien untuk
berbagi informasi penting. Pertanyaan terbuka yang mengundang
pasien untuk menguraikan pemikirn mereka dan mendorong mereka
untuk menceritakan kisah mereka.
Komunikasi terapetik ini merupakan salah satu cara untuk membuat
seseoarng tergerak untuk dapat terbuka terhadap orang lain dan
lingkungannya. Salah satu tindakan terapeutik yang bisa dilakukan
yaitu dengan terapi dukungan kelompok Social Support.
d. Perawatan Psikososial
Pasien di akhir kehidupan mengalami berbagai gejala psikologis,
termasuk kecemasan, depresi, ketidakberdayaan, ketidakpastian, dan
isolasi. Mereka dapat mengalami penderitaan dari lingkungan yang
tidak diketahui, pilihan pengobatan, status kesehatan, dan proses
kematian.
e. Dukung Keluarga yang berduka
Pada pasien dengan perawatan paliatif, rumah dan anggota kelarga
merupakan unit perawatan. Anggota keluarga juga dapat menderita
ketika pasien sudah menjadi lemah dan mendekati akhir kehidupan,
dengan mengasuh keluarga yang pada akhir kehidupannya tidak
dapat diprediksi, menakutkan, dan memilukan. Seringkali anggota
keluarga menghadapi situasi yang menantang dan kompleks jauh
sebelum orang yang mereka cintai meninggal.
Dukungan keluarga menjadi salah satu terapi social support dimana
keluarga dapat menjadi pemberi dukungan emosional seperti
keluarga dapat menjadi pendengar untuk klien menumpahkan
kesedihannya. Dengan dukungan keluarga diharapkan dapat menjadi
dukungan emosional klien dalam jangka panjang. Dukungan
keluarga menjadi salah satu jenis dukungan yang dibutuhkan karena
dengan dukungan tersebut dapat mendorong kemajuan dalam
menghadapi masalah (Shannon, 2019).
f. Fasilitasi Dukacita
Strategi yang dapat digunakan untuk membantu keluarga yang
berduka yaitu dengan cara:
- Bantu keluarga untuk menerika bahwa kehilangan itu nyata
- Dukung upaya untuk menyesuaikan dengan kehilangan
- Dorong pembentukan hubungan baru. Keluarga yang kehilangan
harus diyakinkan bahwa dengan hubungan baru tidak berarti
bahwa mereka menggantikan orang yang telah meninggal.
Dorong keterlibatan dalam kegiatan sosial kelompok yang tidak
mengancam, misalnya dengan ikut dalam terapi kelompok
social support
- Berikan waktu untuk berduka
- Waspadai tanda-tanda mekanisme koping yang tidak efektif dan
berpotensi membahayakan seperti penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan zat atau penggunaan analgesik yang dijual
bebas (Potter dan Perry, 2019).

5. Perencanaan
Dalam Potter dan Perry (2019) dijelaskan bahwa dalam memberikan
perawatan harus secara holistic, meliputi fisik, emosional, social, dan
spiritual kepada pasien yang mengalami berduka, kematian, atau
kehilangan. Penggunaan pemikiran kritis memastikan rencana
perawatan yang dirancang dengan baik mendukung harga diri dan
otonomi pasien dengan memasukkan dia dalam proses perencanaan.
Model berpikir kritis untuk perencanaan kehilangan harus
memperhatikan aspek berikut:
a. Pengetahuan
1) Spiritualitas sebagai sumber dalam menghadapi kehilangan
2) Peran profesi kesehatan lain dalam membantu pasien
menghadapi kehilangan
3) Layanan yang diberikan oleh lembaga masyarakat
4) Prinsip pemberian rasa nyaman
5) Prinsip dukungan berduka
b. Pengalaman
Respons pasien sebelumnya untuk merencanakan intervensi
keperawatan terkait pengelolaan gejala nyeri atau kehilangan
orang penting lainnya
c. Standar
1) Berikan privasi bagi pasien dan keluarga
2) Gunakan prinsip etik otonomi dalam mendukung pilihan
tatalaksana oleh pasien
3) Sesuaikan terapi terhadap harga diri pasien
4) Gunakan standar profesi yang sesuai pada perawatan terminal
(missal: Asosiasi Perawat Amerika: Ranah dan Perawatan
Hospis dan Paliatif)
d. Perilaku
1) Bertanggung jawab dalam memberikan perawatan supportif
yang berkualitas tinggi
2) Tunjukkan keterbukaan dalam berpartisipasi saat mengalami
kehilangan
3) Tunjukkan pendekatan empati
e. Perencanaan asuhan keperawatan
1) Pilih strategi komunikasi yang membantu pasien atau
keluarga dalam menerima dan beradaptasi terhadap
kehilangan
2) Pilih bentuk intervensi untuk menjaga kehormatan dan harga
diri pasien
3) Berikan keterampilan atau pengetahuan kepada keluarga
untuk mengelola dan memahami bagaimana merawat pasien
yang meninggal
Rencana asuhan keperawatan untuk pasien yang sedang sekarat
berfokus pada kenyamanan; menjaga martabat dan kualitas hidup; dan
memberikan dukungan anggota keluarga secara emosional. Selama
perencanaan, tentukan tujuan yang realistis dan hasil yang diharapkan
berdasarkan diagnosis keperawatan. Pertimbangkan sumber daya
pasien sendiri seperti energi fisik dan toleransi aktivitas, dukungan
keluarga, dan gaya koping. Selain itu, berikan prioritas pada
kebutuhan fisik atau psikologis pasien yang paling mendesak
sekaligus juga mempertimbangkan harapan dan prioritasnya. Jika
tujuan pasien yang sakit parah termasuk mengontrol rasa sakit dan
mempromosikan harga diri, kontrol nyeri menjadi prioritas ketika
pasien mengalami ketidaknyamanan fisik akut. Ketika kebutuhan
kenyamanan telah dipenuhi, Anda mengatasi masalah lain yang
penting bagi pasien dan keluarga. Ketika realistis bagi pasien untuk
tetap independen, strategi yang menumbuhkan rasa otonominya dan
kemampuan untuk berfungsi secara independen menjadi prioritas.
Kondisi pasien di akhir kehidupan sering berubah dengan cepat; oleh
karena itu mempertahankan pengkajian yang sedang berlangsung
berujuan untuk merevisi rencana perawatan sesuai dengan kebutuhan
dan preferensi pasien (Potter dan Perry, 2019).
Salah satu rencana keperawatan yang dapat dilakukan yaitu
dengan pemberian terapi social support karena pada saat mengalami
kehilangan tidak dapat dipungkiri bahwa psikologis seseorang akan
terguncang, dimana klien merasakan kesedihan mendalam karena
peristiwa kehilangan yang dialami. Social support bisa menjadi
intervensi yang dapat diambil karena terapi ini membantu membawa
individu menuju keseimbangan emosional, meningkatkan pertahanan
yang ada dan mampu melakukan mekanisme kontrol secara aktif serta
mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang berperan sebagai
stresor. Selain itu, terapi ini juga efektif dalam pengelolaan stress dan
dapat menghasilkan pengaruh positif yaitu peningkatan motivasi
untuk melanjutkan hidup. Langkah terapi social support ini meliputi
perencanaan terapi, persiapan, sesi terapi yang terdiri dari tiga sesi,
evaluasi, dan yang terakhir yaitu pendokumentasian (Lisnawati,
Arifin, Widyastuti, 2018).

6. Evaluasi
Keberhasilan proses evaluasi sebagian bergantung pada ikatan yang
telah perawat bentuk dengan klien dan keluarga. Melalui klien
hubungan saling percaya lebih memungkinkan untuk berbagi harapan
pribadi atau keinginan mereka, terutama jika didorong melalui
pertanyaan yang sesuai. Rujuk kembali tujuan dan hasil yang
diharapkan yang telah ditetapkan selama fase perencanaan untuk
memutuskan efektivitas intervensi keperawatan. Tanggapan dan
persepsi pasien terhadap efektivitas intervensi menentukan apakah
rencana perawatan yang ada efektif atau jika diperlukan strategi yang
berbeda. Misalnya, jika tujuannya adalah agar pasien menyampaikan
rasa harapan kepada anggota keluarga, evaluasi komunikasi dan
perilaku vebal dan nonverbal untuk isyarat yang berkaitan dengan
ungkapan harapan. Lanjutkan untuk mengevaluasi kemajuan pasien,
efektivitas intervensi, dan interaksi pasien dan keluarga.
Hasil yang diharapkan yaitu hasil yang menunjukkan efektivitas
intervensi meliputi berbicara tanpa merasa kewalahan, tingkat energi
meningkat, tidur normal, reorganisasi pola hidup, peningkatan
kemampuan untuk membuat keputusan, dan lebih mudah berada
disektar orang lain (Potter dan Perry, 2019).

B. Intervensi Social Support


Berdasarakan penatalaksanaan fasilitasi dukacita salah satunya yaitu
dengan pembentukan hubungan baru dimana keluarga atau individu
yang berduka didorong keterlibatan dalam kegiatan sosial
kelompok, hal yang dapat dilakukan yaitu dengan mengikuti terapi
kelompok Social Support, berikut akan diuraikan mengenai
intervensi Social Support.
1. Pengertian Social Support
Supportive therapy adalah psikoterapi yang bertujuan untuk membawa
individu menuju keseimbangan emosional, meningkatkan pertahanan
yang ada dan mampu melakukan mekanisme kontrol secara aktif serta
mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang berperan sebagai
stresor. Supportive therapy juga merupakan terapi psikologi yang
mendorong seseorang untuk mengekspresikan dan mengevaluasi
kehidupan mereka (Lisnawati, Arifin, Widyastuti, 2018).
2. Tujuan Social Support
Tujuan dari pemberian supportive therapy adalah untuk memperbaiki
gejala gangguan emosi yang muncul dan memperthanakannya,
memulihkan, dan memperbaiki harga diri, serta meningkatkan harga
diri dan kemampuan adaptif dalam mengatasi masalah (Lisnawati,
Arifin, Widyastuti, 2018)
3. Manfaat Social Support
Dalam Rogalla (2020) disebutkan bahwa manfaat dukungan sosial
efektif dalam pengelolaan stress dan dapat memperkuat hubungan
interpersonal. Dikatakn juga bahwa dukungan sosial dan koping
proaktif apabila digabungkan dapat menghasilkan pengaruh positif
yaitu peningkatan motivasi untuk melanjutkan hidup.
Manfaat dari dukungan sosial ini juga yaitu menciptakan rasa nyaman
dan persahabatan yang dihasilkan dari mengetahui bahwa setiap orang
disana memiliki pengalaman yang sama, hal ini akan menciptakan
suasana yang tidak saling menghakimi dan dapat mengekspresikan
perasaan mereka masing-masing (Support Group Facilitation Guide,
2016).
4. Indikasi Social Support
Indikasi pemberian terapi supportive ini yaitu:
a. Gangguan psikologi seperti kecemasan, stres, depresi
b. Caregiver yang mengalami beban dalam memberi perawatan
kepada pasien
c. Gangguan mental
d. Pasien yang mengalami penyakit kronik dalam jangka waktu yang
lama seperti demensia, stroke, hipertensi, skizofrenia, dan lain
sebagainya (Lisnawati, Arifin, Widyastuti, 2018).
5. Pelaksanaan Social Support
Social support dengan menggunakan grup terapi biasanya memiliki
waktu yang dibatasi, tanggal yang sudah ditentukan awalnya dan
akhirnya, dan terapi ini seringkali untuk jenis kehilangan tertentu.
Kelompok tertutup untuk member baru hingga tanggal terakhir terapi
tercapai (kelompok akan bertemu selama 2 jam sekali seminggu
selama 6 minggu dengan anggota minimal 6 dan tidak lebih dari 12).
Yang harus diperhatikan oleh pembimbing kelompok yaitu:
- Menetapkan aturan, misalnya saling menghormati
- Mendengarkan dan memberikan pendidikan tentang berduka dan
kehilangan
- Memberikan edukasi kepada kelompok tentang pentingnya diam
dan memperhatikan ketika seseorang sedang berbicara
- Partisipan diushakan harus menghadiri setiap sesi.
Hal yang harus diajarkan kepada klien
- Edukasi klien bahwa berduka tidak selalu berada di fase yang
sama sebaliknya mungkin akan terjadi kemajuan.
- Minta individu untuk mencari bantuan medis untuk mendapatkan
dukungan berduka dan kehilangan.
- Menjelaskan kepada klien bahwa proses kehilangan yang mereka
rasakan itu normal sehingga mereka tidak merasa itu hal yang
tidak normal dan tidak sendiri dalam mengahadapi proses
kehilangan mereka.
- Edukasi klien tentang pencetus atau pemicu kehilangan. Peristiwa
pemicu merupakan pengalam emosional yang intens yang dapat
disebabkan oleh bau, suara, lokasi, atau peristiwa kehilangan
keluarga yang dirasakan sangat kuat. Edukasi bahwa ini tidak
boleh dipandang sebagai kemunduran dalam proses kehilangan
(Therivel and Kornusky, 2018).
6. Langkah-langkah Social Support
a. Perencanaan terapi
b. Persiapan
c. Terapi:
1) Sesi 1
a) Tujuan: Mengidentifikasi sumber stresor dan sumber
pendukung yang terdapat pada diri klien maupun luar
diri klien
b) Metode: Tanya jawab dan diskusi
c) Kerja:
- Mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan kegiatan
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
kehilangan
- Mengkaji pengalaman klien terhadap kehilangan
yang dialami
- Mengkaji anggota kelompok lain yang memiliki
masalah yang sama
- Mengkaji sumber pendukung yang terdapat di dalam
diri klien
- Mengevaluasi stresor yang belum teratasi dan
sumber dukungan didalam diri klien yang efektif
untuk mengatasi rasa kehilangan
- Mengkaji sumber pendukung yang terdapat diluar
diri klien
- Mengevaluasi sumber dukungan di luar diri klien
ynag efektif untuk mengatasi rasa kehilangan yang
dimiliki klien
- Mengkaji sumber pendukung yang dimiliki anggota
kelompok lain dengan masalah yang sama
- Mengevaluasi sumber dukungan baik didalam
maupun diluar diri anggota kelompok lain yang
dapat mengatasi stress.
d) Terminasi
I. Evaluasi Subjektif:
- Menanyakan perasaan setelah mengikuti terapi
- Terapis memberikan pujian
- Membuat daftar stresor dan sumber
pendukung yang efektif untuk mengatasi raasa
kehilangan anggota kelompok.
II. Rencana tindak lanjut: Motivasi anggota kelompok
untuk mengenal stres masing-masing dan sumber
pendukung yang dimiliki baik yang terdapat pada
dirinya maupun di luar dirinya.
III. Membuat catatan mengenai stresor dan sumber
koping yang dimiliki
2) Sesi 2
a) Tujuan: Menggunakan sumber pendukung di dalam diri
klien, dan monitor hambatannya
b) Metode: Tanya jawab dan diskusi
c) Kerja:
- Mengucapkan salam
- Menanyakan keadaan klien
- Menjelaskan tujuan kegiatan
- Menyampaikan kembali hal yang belum teratasi
- Menyampaikan kembali daftar sumber dukungan
didalam diri klien yang dapat digunakan untuk
mengatasi kehilangan berdasarkan saran dari
anggota kelompok
- Menanyakan kepada klien untuk memilih sumber
dukungan yang dapat dilakukan secara mandiri
untuk mengatasi rasa kehilangan
- Melatih serta meminta klien melakukan demonstrasi
menggunakan sumber pendukung yang ada pada diri
klien yang belum diketahui cara penggunannya
dengan melibatkan anggota kelompok lainnya
- Menanyakan hambatan dalam menggunakan sumber
pendukung
- Mengevaluasi penggunaan sumber dukungan pada
diri klien untuk mengatasi rasa kehilangan
d) Terminasi
I. Evaluasi subjektif
- Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
terapi
- Terapis memberikan apresiasi
II. Rencana tindak lanjut: Memotivasi klien untuk
menggunakan sumber pendukung yang telah dilatih.
III. Kontrak yang akan datang
- Bersama klien menentukan waktu dan tempat
untuk pertemuan berikutnya
- Bersama klien menyepakati topik untuk
pertemuan yang akan datang.
IV. Doa penutup
3) Sesi 3
a) Tujuan: Menggunakan sumber pendukung di luar dan di
diri klien dan mengidentifikasi hambatannya.
b) Metode: Tanya jawab dan diskusi
c) Kerja
- Mengucapkan salam
- Menanyakan keadaan klien
- Menjelaskan tujuan kegiatan
- Mengingatkan kembali mengenai sumber dukungan
diluar diri klien
- Memotivasi klien untuk memilih sumber dukungan
yang dapat membantu untuk mengatasi kehilangan
- Mengkaji cara klien untuk menggunakan sistem
dukungan tersebut
- Meminta bantuan kepada anggota kelompok untuk
mengajarkan cara penggunaan sumber dukungan
- Motivasi klien untuk menggunakan sumber
dukungan tersebut secara mandiri
d) Terminasi
I. Evaluasi subjektif
- Menanyakan kepada klien perasaanya setelah
mengikuti terapi
- Terapis memberikan apresiasi
II. Rencana tindak lanjut: Motivasi klien menggunakan
sumber dukungan yang telah dipelajari untuk
mengatasi stress.
4) Sesi 4
a) Tujuan: mengevaluasi hasil dan hambatan
menggunakan sumber pendukung
b) Metode: Tanya jawab dan diskusi
c) Kerja
- Mengucapkan salam
- Menanyakan keadaan klien
- Menjelaskan tujuan kegiatan
- Evaluasi pengalaman penggunaan sumber
pendukung yang dipelajari lansia selama terapi
- Mencatat hasil evaluasi pelaksanaan supportive
group therapy
d) Terminasi
I. Evaluasi subjektif
- Menanyakan kepada klien perasaan setelah
mengikuti terapi
- Terapis memberikan apresiasi
II. Rencana tindak lanjut: memotivasi klien untuk
menggunakan koping di dalam diri maupun di
luar diri klien
III. Penutup
- Mengucapkan terimakasih pada klien atas
partisipasinya selama proses terapi
- Membaca doa
- Mengucapkan salam
d. Evaluasi
e. Dokumentasi (Lisnawati, Arifin, Widyastuti, 2018)
BAB III
ANALISIS PICO

A. Jurnal Pertama
1. Identitas Jurnal:
a. Judul : The Role of Social Support in the Relationship
Between Adolescents' Level of Loss and Grief and
Well-Being
b. Penulis : Firdevs Savi Çakar
c. Tahun terbit : 2020
d. Jurnal : International Education Studies; Vol. 13, No. 12

2. Analisis PICO
a. P (Population, Prognostic Factors, Problem)
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
responden terdiri dari 216 remaja yang merupakan siswa SMA, di
Turki. Partisipan penelitian terdiri dari 216 siswa SMA yang
bersekolah di kelas 9, 10, dan 11 SMA ditentukan dengan
menggunakan metode sampel mudah. Peserta terdiri dari 216
siswa SMA, termasuk 123 perempuan (56,9%) dan 93 laki-laki
(43,1 laki-laki). Usia berkisar antara 14 hingga 18 tahun; usia
rata-rata adalah 15.5 tahun. Distribusi menurut tingkatan kelas
adalah sebagai berikut: 80 siswa kelas 9 (37%), 77 siswa kelas 10
(35,6%), dan 59 kelas 11 siswa kelas (27,4%). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini menyertakan Formulir Informasi
Pribadi; Skala Duka; Skala Kesejahteraan Lima Dimensi untuk
Remaja (EPOCH); Skala Penilaian Dukungan Sosial untuk Anak
dan Remaja (CASSS dan Formulir Informasi Pribadi). Model
persamaan struktural digunakan untuk menguji peran mediator
dukungan sosial dalam hubungan antara kesedihan dan
kesejahteraan di kalangan remaja.
b. I (Intervention)
Penelitian ini menggunakan intervensi pemberian dukungan
sosial dalam hubungan antara tingkat kehilangan, kesedihan, dan
kesejahteraan remaja
c. C (Comparison)
Tidak ada perbandingan dalam penelitian ini.
d. O (Outcome)
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial
pada remaja dapat meningkatkan kesejahteraan atas kehilangan
dan kesedihan yang dirasakan remaja.
B. Jurnal Kedua
1. Identitas Jurnal
a. Judul : What is good grief support? Exploring the actors
and actions in social support after traumatic grief
b. Penulis : Joanne Cacciatore, Kara Thieleman, Ruth Fretts,
dan Lori Barnes Jackson

c. Tahun terbit : 2021


d. Jurnal : Journal Pone

2. Analisis PICO
a. P (Population,)
Sampel diambil melalui media sosial dan beberapa organisasi
pendukung duka, total 372 orang dewasa yang sedang mengalami
berduka, di atas usia 18 tahun. Selama satu minggu selama Januari
2020, data dikumpulkan secara online menggunakan Qualtric.
Sampel survei (n=372) didominasi perempuan (91,4%), kulit putih
(91,1%), berpasangan atau menikah (69%), dengan gelar sarjana atau
sarjana (58,1%). Sebagian besar responden pernah mengalami
kematian anak (75,1%), diikuti oleh pasangan/pasangan (11,7%),
orang tua (7,9%), dan saudara kandung (5,2%). Waktu sejak hilangnya
lebih dari lima tahun (43,3%), diikuti oleh satu hingga tiga tahun
(25,8%), tiga hingga lima tahun (17,5%), dan dalam satu tahun terakhir
(13,4%). Penyebab kematian terbanyak adalah sakit atau penyakit
(25,8%) diikuti kecelakaan (19,2%), kematian perinatal/bayi (12,6%),
bunuh diri (9,3%), tidak diketahui/tidak dapat ditentukan (7,9%),
pembunuhan (6%) , dan overdosis (4,9%), dengan 14,3% memilih
"lain" sebagai penyebab kematian.
b. I (Intervention)
Responden diminta untuk menilai persepsi mereka tentang
dukungan sosial sejak kematian orang yang mereka cintai.
c. C (Comparison)
Tidak ada pembanding yang digunakan dalam jurnal ini
d. O (Outcome)
Dukungan sosial yang yang berfokus pada emosi ini dapat
mengurangi rasa kesepian, dengan demikian hal ini dapat mengurangi
resiko kesehatan terkait. Dalam penelitian ini juga menunjukkan
tingginya tingkat kepuasan dengan hewan sebagai sumber dukungan
emosional khusunya pada kondisi isolasi sosial saat covid-19.
C. Jurnal Ketiga
1. Identitas Jurnal
a. Judul : Anticipatory Grief, Proactive Coping, Social Support, and
Growth: Exploring Positive Experiences of Preparing for
Loss
b. Penulis : Kylie B. Rogalla
c. Tahun terbit: 2020
d. Jurnal : Journal of Dead and Dying
2. Analisis PICO
a. P (Population)
Total sampel yang digunakan yaitu 120 responden dengan rincian
100 wanita, 18 pria, dan 2 oraang yang tidak menyebutkan jenis
kelaminnya.
b. I (Intervention)
Intervensi yang digunakan yaitu proactif koping dan dukungan
sosial.
c. C (Comparison)
Tidak ada pembanding yang digunakan dalam jurnaal ini.
d. (Outcome)
Dukungan sosial memiliki pengaruh paling baik diikuti dengan
adanya pendukung seperti koping yang proaktif.

D. KESIMPULAN JURNAL
a. Kesimpulan jurnal 1
Dari penelitian jurnal The Role of Social Support in the
Relationship Between Adolescents' Level of Loss and Grief and Well-
Being menunjukkan bahwa dengan penggunaan intervensi dukungan
sosial yang diteliti pada remaja ini menunjukkan hasil bahwa dukungan
sosial pada remaja dapat meningkatkan kesejahteraan atas kehilangan
dan kesedihan yang dirasakan remaja. Dari hasil penelitian tersebut
dijelaskan bahwa remaja merasa kehilangan dan kesedihan yang mereka
rasakan dapat ditangani dengan dukungan sosial yang meningkatkan
kesejahteraan para remaja.
b. Kesimpulan jurnal 2
Dengan judul jurnal What is good grief support? Exploring the
actors and actions in social support after traumatic grief. Dengan
penggunaan intervensi dukungan sosial didapatkan hasil bahwa
dukungan sosial yang yang berfokus pada emosi ini dapat mengurangi
rasa kesepian, dengan demikian hal ini dapat mengurangi resiko
kesehatan terkait. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil yang
menarik dimana hewan dapat menjadi sumber dukungan emosional
yang sangat penting selama kondisi yang melibatkan isolasi sosial,
seperti pandemi COVID-19 ketika kontak dengan orang lain terbatas,
atau selama kondisi pengalaman seperti kesepian yang umum terjadi
dalam duka. Tetapi untuk intervensi menggunakan hewan dalam
penelitian ini dirasa kurang efektif terhadap seseorang yang mengidap
beberapa hal seperti: alergi terhadap beberapa interaksi hewan atau
fobia terhadap hewan.
c. Kesimpulan jurnal 3
Dari penelitian jurnal Anticipatory Grief, Proactive Coping, Social
Support, and Growth: Exploring Positive Experiences of Preparing for
Loss, penelitian ini mengguankan intervensi dukungan sosial dan
proaktif koping dalam mengatasi persiapan kehilangan didapatkan
hasil bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh paling baik diikuti
dengan adanya pendukung seperti koping yang proaktif.
BAB IV
A. KESIMPULAN
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan walaupun dalam bentuk berbeda. Kehilangan
dapat berupa hal yang riil dapat pula yang sifatnya tidak berwujud. Banyak faktor
memengaruhi cara seseorang merasakan dan merespons kehilangan. Faktor-faktor
tersebut adalah perkembangan, hubungan pribadi, sifat kehilangan, strategi
penanggulangan, status sosial ekonomi, dan pengaruh dan keyakinan budaya serta
spiritual.Seiring bertambahnya usia, perubahan selalu melibatkan kehilangan yang
diperlukan.
Berdasarakan penatalaksanaan kehilangan salah satunya yaitu dengan
pembentukan hubungan baru dimana keluarga atau individu yang berduka
didorong keterlibatan dalam kegiatan sosial kelompok, hal yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengikuti terapi kelompok Social Support. Tujuan dari pemberian
supportive therapy adalah untuk memperbaiki gejala gangguan emosi yang
muncul dan memperthanakannya, memulihkan, dan memperbaiki harga diri, serta
meningkatkan harga diri dan kemampuan adaptif dalam mengatasi masalah
Dalam penelitian yang pertama pemberian dukungan sosial pada dapat
meningkatkan kesejahteraan atas kehilangan dan kesedihan yang dirasakan
remaja. Penelitian kedua Hewan dapat menjadi sumber dukungan emosional yang
sangat penting selama kondisi yang melibatkan isolasi sosial, seperti pandemi
COVID-19 ketika kontak dengan orang lain terbatas, atau selama kondisi
pengalaman seperti kesepian yang umum terjadi dalam duka. Penelitian ketiga di
bidang kesedihan antisipatif kaya akan implikasi potensial yang dirancang untuk
meningkatkan hasil berkabung yang efektif diatasi.

B. SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya lebih prevalensi
mengidentifikasi pengalaman entah sumbernya dari diri sendiri atau orang lain
ketika kehilangan menimpa remaja adalah penting dalam hal mengenali
kebutuhan dukungan psikologis yang meningkat karena kesedihan. Hasil ini
penting bagi remaja maupun mahasiswa untuk menunjukkan prevalensi
pengalaman kehilangan dan pentingnya memahami proses berduka. Perawat dan
tenaga kesehatan lainnya harus meningkatkan kemampuan analisis maupun
mengkaji peran dukungan sosial dalam hubungan antara tingkat kehilangan dan
kesedihan remaja serta kesejahteraan psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Cacciatore, J , dkk. (2021). “What is good grief support? Exploring the actors and
actions in social support after traumatic grief”. Journal Pone (online)
(https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/
journal.pone.0252324 diakses pada 06 Februari 2022 )
Cakar, Firdevs Savi. (2020). “The Role of Social Support in the Relationship
Between Adolescents' Level of Loss and Grief and Well-Being”.
Indonesia: Jurnal International Education Studies; Vol. 13, No. 12.
(online) ( https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1276984.pdf diakses pada
06 Februari 2022 )
Lisnawati, Muhammad Thohar Arifin, dan Rita Hadi Widyastuti. 2018. Modul
Supportive Group Therapy Pada Lansia Dengan Hipertensi Yang
Mengalami Stress. Fakultas Kedokteran Undip: Semarang
Mental Health America’s. 2016. Support Group Facilitation Guide. (Online)
(Mental Health America’s (mhanational.org), diakses 6 Februari
2022)
Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa Komprehensif. Jakarta Selatan:
Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan. (Online)
(https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://bppsdmk
.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-Jiwa-
Komprehensif.pdf&ved=2ahUKEwjG0J7xy-
31AhVSSmwGHbCzAZMQFnoECAYQAQ&usg=AOvVaw07Zm-XW-
yXILhUkOlK-pp2 diakses pada 02 Februari 2022)
Potter, Patricia and Anne Griffin Perry. 2019. Dasar-Dasar Keperawatan Volume
2 Edisi Indonesia ke 9. Novieastari, Enie dkk.2020. Elesvier:Indonesia
Rogalla, Kylie B. ( 2020). Anticipatory Grief, Proactive Coping, Social Support,
and Growth: Exploring Positive Experiences of Preparing for Loss.
Journal of Dead and Dying (online) (
https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0030222818761461
diakses pada 06 Februari 2022 )
Shannon, Mary. 2019. Family Support For Social Care Practitioners. Red Globe
Press: London (Online) (Family Support for Social Care Practitioners -
Google Books, diakses pada 9 Februari 2022)
Therivel, Jessica dan Jennifer Kornusky. 2018. Social Workpractice & Skill.
(Online) (https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.ebscohost.com/assets-sample-
content/SWRC-Clients-Families-in-Grief-Skill-
Sheet.pdf&ved=2ahUKEwjKuO3vyu31AhWZT2wGHUXDAfkQFnoECA
MQAQ&usg=AOvVaw3UCmy4XxLR9ZOxaPgpOI7T diakses pada 06
Februari 2022)

Anda mungkin juga menyukai