ASISTEN DOSEN
1. Jonathan Raphael Honantha (170118006)
2. Fitri Paramita Halim (170118013)
3. Marcella Reina (170118031)
DOSEN
1. Yayon Pamula Mukti, S.TP., M.Eng.
2. Christina Mumpuni Erawati, STP., M.Si
Dilakukan sampling
Disterilisasi
50ml kultur starter sel
E.anaerogenes ADH43 OD600
Dilakukan sampling aseptis melalui sampling port dengan Respirometer menggunakan tube
V. Pembahasan
Pada praktikum dilakukan fermentasi dengan starter bakteri Enterobacter
aerogenes ADH43 yang merupakan bakteri gram negatif anaerob fakultatif dan
melalui fermentasi gelap dapat menghasilkan H2. Enterobacter aerogenes
ADH43 dalam pH netral (6-7) dan inkubasi pada suhu 37⁰ C dapat
menghasilkan gas sebagai hasil fermentasi substrat gula, seperti glukosa,
galaktosa, fruktosa, maltosa, laktosa, dll. Hasil fermentasi glukosa
menghasilkan asam organik seperti asam asetat, asam laktat, asam butirat,
alkohol dan etanol. Digunakannya media Nutrien Broth sebagai sumber karbon
dan nitrogen dalam pertumbuhan bakteri dan penambahan glukosa sebagai
substrat fermentasi biohidrogen (Nath & Das, 2014). Glukosa dikonversi
menjadi butirat, asam asetat, karbon dioksida, dan H2 (Thauer et al., 2017).
Doubling time adalah waktu yang dibutuhkan bagi massa sel untuk
menggandakan diri. Dari hasil uji DNS dapat dilihat pada metode batch terus
terjadi penurunan jumlah gula reduksi karena gula reduksi dikonversi menjadi
produk fermentasi. Tetapi berbeda dengan metode continuous dimana terjadi
penurunan hasil absorbansi DNS yang menunjukkan gula digunakan selama
pertumbuhan bakteri (untuk mempertahankan fase stationer) diikuti kenaikan
absorbansi. Jika terjadi kenaikan absorbansi DNS itu menunjukkan baahwa gula
tidak digunakan selama fase kematian (Zhao et al., 2019).
Dalam media terdapat protein yang berperan sebagai sumber nitrogen yang
akan terkonversi menjadi ammonia. Pembentukan amonia berasal dari asam
amino tunggal dan selama produksi amonia ada efek substrat yang difermentasi
melalui reaksi enzimatis. Kadar ammonia diukur untuk melihat banyaknya
protein yang digunakan oleh bakteri. Reagen nessler (K2HgI4) khususnya HgI4
akan bereaksi dengan ammonia, dengan reaksi sebagai berikut :
NH4+ + 2[HgI4]2− + 4OH−→ HgO·Hg(NH2)I + 7 I− + 3H2O (Zhao et al., 2019)
Dari reaksi terdebut dapat dilihat bahwa terbentuk endapan kecoklatan
(HgO·Hg(NH2)I) yang diukur absorbansinya dengan spektrofotometer 425 nm.
Semakin tinggi nilai absorbansi menunjukkan bahwa semakin banyak endapan
yang terbentuk berkorelasi positif pada pembentukan ammonia. Dalam kondisi
minim gula bakteri barulah melakukan deaminasi asam amino untuk
mendapatkan sumbar karbon sehingga menghasilkan ammonia sebagai hasil
sampingan. Saat nilai absorbansi semakin meningkat, hal tersebut
menunjukkan pembentukan ammonia semakin banyak yang menandakan
bakteri berada pada fase adaptive - fase log. Dalam fermentasi continuous,
terjadi penurunan ammonia karena dalam fermentasi continuous dilakukan
penambahan gula sehingga bakteri tidak memecah protein melainkan gula
yang ditambahkan. Hal ini akan membuat jumlah ammonia yang terbentuk
menjadi menurun dan ditambah dengan adanya persaingan penggunaan
ammonia (Haringa et al., 2018)
Pengujian biomassa dilakukan untuk menunjukkan berat kering sebagai
ukuran banyaknya massa sel serta kandungan bahan organik dan inorganiknya.
Pengukuran berat kering ini memiliki kelebihan yaitu proses pengerjaannya
lebih cepat dibandingkan dengan haemocytometer. Pada pengukuran biomassa,
dilakukan sentrifuge untuk memperoleh endapan sel. Endapan sel diresuspensi
lalu dikeringkan dalam crucible menggunakan oven suhu 105o C. Kemudian,
kadar air diuapkan sehingga dapat meminimalisir bias massa sel akibat variasi
kadar air. Dari fermentasi ini didapatkan gas biohydrogen, dimana pengukuran
H2 akan diukur dengan respirometer dan gas CO2 akan bereaksi dengan
Ca(OH)2 sehingga terbentuk CaCO3.
VI. Kesimpulan
1. Terdapat bagian-bagian dari fermentor yaitu : Vessel, control modul, tube,
probe vessel
2. Dilakukan sterilisasi terlebih dahulu pada bagian vessel, kemudian
pengambilan sampel dan diatur probe pada fermentor
3. Pada system batch dan system kontinyu yaitu dilakukan parameter
pengujian gula reduksi, uji ammonium dan pada pengukuran pertumbuhan
bakteri Enterobacter aerogenes ADH43 dilihat pada absorbansi pada
OD600, pengukuran pH dan biomassa sel
VII. Daftar Pustaka
Haringa, C., Mudde, R.F. and Noorman, H.J., 2018. From Industrial
Fermentor to CFD-Guided Downscaling: What Have We Learned?.
Biochemical Engineering Journal.
Liasari, Y., 2018. Pengaruh Konsentrasi Gula dan Enterobacter Aerogenes
ADH43 Pada Produksi Biohidrogen dari Limbah Padat Tapioka
(Onggok) dengan Metode Separate Hydrolysis Fermentation (shf).
CALYPTRA, 3(1), pp.1-20
Madigan, M. T. & Martinko, J. M., 2006. Biology of Microorganism. New
Jersey : Practice Hall.
Nath, K. and D. Das, 2014. Improvement of Fermentative Hydrogen
Production: Various Approaches. Biotechnol Vol 65: 520-529
Thauer, R.K., K. Jungermann, dan K. Decker. 2017. Energy Conservation
in Chemotrophic Anaerobic Bacteria. Bacteriological Reviews Vol.
41(1): 100–80.
Zhao, Yun X., Run Shi, Xuanang Bian, Chao Zhou, Yufei Zhao, Shuai
Zhang, Fan Wu, Geoffrey I. N. Waterhouse, Li‐Zhu Wu, Chen‐Ho
Tung, dan Tierui Zhang. 2019. Ammonia Detection Methods in
Photocatalytic and Electrocatalytic Experiments: How to Improve the
Reliability of NH3 Production Rates?. Advanced Science Vol. 6 (8)
VIII. Lampiran
Lampiran 1. Perhitungan Parameter (batch dan continuous)
a. Perhitungan OD600
sistem waktu OD600 pH
fermentasi (menit)
T0 0.144 5.29
T15 0.133 6.07
T30 0.189 6.06
batch T45 0.141 6.04
T60 0.188 6.01
T75 0.148 6
T2880 0.430 4.3
T0 0.146 6
continuous T30 0.158 5.98
T60 0,176 5.98
T90 0.178 5.98
Gambar 2. Analisa OD600 T45 (batch) Gambar 6. Abosrbansi DNS T45 (batch)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu fermentasi sistem batch (menit)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu fermentasi sistem kontinyu (menit)
Kurva pH terhadap waktu fermentasi sistem batch
7
5
y = -0.0006x + 5.9312
4 R² = 0.8155
pH
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu fermentasi sistem batch (menit)
5.995
5.99
pH
5.985
5.98
y = -0.0002x + 5.994
5.975 R² = 0.6
5.97
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu fermentasi sistem kontinyu (Menit)
Kurva konsentrasi gula reduksi terhadap waktu fermentasi
sistem batch
12
Konsentrasi (Gula reduksi (mg/l))
10
6
y = -0.001x + 7.7301
4 R² = 0.282
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu fermentasi sistem batch (Menit)
140
120
100
80 y = -0.6992x + 136.64
R² = 0.8068
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu fermentasi sistem kontinyu (Menit)
Kurva konsentrasi amonium terhadap waktu fermentasi
sistem batch
10
9
8
Konsentrasi amonium
7
6
5
4
y = 0.0004x + 1.9722
3 R² = 0.0192
2
1
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu fermentasi sistem batch (menit)
1.2
1
0.8
0.6
y = -0.0063x + 1.02
0.4 R² = 0.085
0.2
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu fermentasi sistem kontinyu (menit)
Kurva biomassa sel terhadap waktu fermentasi sistem
batch
1.6
1.4
1.2
Biomassa sel (mg/l)
0.8
0.6
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu fermentasi sistem batch (Menit)
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu fermentasi sistem kontinyu (menit)