KECAMATAN TOMPOBULU
KABUPATEN BANTAENG
DI SUSUN OLEH :
( ) ( )
MAKASSAR TA.2021/2022
A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas). (Triyanto E, 2014)
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi berarti tekanan tinggi di
dalam arteri-arteri. Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang
mengangkut darah dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan
dan organ-organ tubuh. (Pudiastuti, 2016)
Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada
pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh
yang membutuhkannya (Pudiastuti R D, 2016).
2. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi 3 yaitu (Pudiastuti R D, 2016):
a. Secara genetis menyebabkan kelainan berupa:
1) Gangguan fungsi barostat renal
2) Sensitifitas terhadap konsumsi garam
3) Abnormalitas transportasi natrium kalium
4) Respon SSP (Sistem Saraf Pusat) terhadap stimulasi psiko-
sosial
5) Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)
b. Faktor lingkungan
1) Faktor psikososial: kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental,
aktivitas fisik, status sosial ekonomi, keturunan, kegemukan,
dan konsumsi minuman keras
2) Faktor konsumsi garam
3) Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid
(cartison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa
obat anti radang (anti-inflamasi) secara terus-menerus
(sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang,
merokok dan minum minuman beralkohol juga termasuk salah
satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah
tinggi
c. Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah
1) Pada jantung: terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit
2) Pada pembuluh darah: terjadi vaskuler hypertropi
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pumbuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jelas saraf simpatis, yang berlanjut
kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergetar ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron pre-
ganglion ke pumbuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pumbuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
5. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk Hipertensi bertujuan mengurangi
morbiditas dan mortalitas dan mengontrol tekanan darah. Dalam
pengobatan Hipertensi ada 2 cara yaitu:
a. Pengobatan nonfarmakologik
Pengobatan ini dilakukan dengan cara:
a) Pengurangan berat badan: penderita Hipertensi yang obesitas
dianjurkan untuk menurunkan berat badan, membatasi
asupan kalori dan peningkatan pemakaian kalori dengan
latihan fisik yang teratur
b) Menghentikan merokok: merokok tidak berhubungan
langsung dengan Hipertensi tetapi merupakan faktor utama
penyakit kardiovaskuler.
c) Menghindari alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti
Hipertensi.
d) Melakukan aktivitas fisik: penderita Hipertensi tanpa
komplikasi dapat meningkatkan aktivitas fisik secara aman.
e) Membatasi asupan garam: kurangi asupan garam sampai
kurang dari 100 mmol perhari atau kurang dari 2,3 gram
natrium atau kurang dari 6 gram NaCl.
b. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita Hipertensi
memerlukan pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya
Hipertensi, kelainan organ dan faktor resiko lain. Berdasarkan cara
kerjanya, obat Hipertensi terjadi beberapa golongan, yaitu
diuretik yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker,
penghambat ACE, antagonis kalsium yang dapat mencegah
vasokonstriksi. Pada beberapa kasus, dua atau tiga obat
Hipertensi dapat diberikan. Pengobatan Hipertensi biasanya
dikombinasikan dengan beberapa obat:
a) Diuretic (Tabel Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)).
Merupakan golongan obat Hipertensi dengan proses
pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi karena potassium
berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka
pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.
b) Beta-blockers (Atenolol (Tenorim), Capoten (Captropil)).
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan
tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung
dan memperlebar (Vasodilatasi) pembuluh darah.
c) Calcium Channel blockers (Norvasc (amlopidine), Angiotensin
Converting Enzyme (ACE)). Merupakan salah satu obat yang
biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi
melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga
memperlebar pembuluh darah. (Pudiastuti R D, 2016).
6. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak dungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga
tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gela-gejala dari
gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan
darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya
gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain.
Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas
dari kerusakan dan ganggguan faal dari target organ. Sedangkan JVC
VII, klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik Tekanan diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi :
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-120
Berdasarkan penyebab Hipertensi dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
7. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik pada klien dengan hipertensi meliputi:
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ
seperti ginjal dan jantung.
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
e. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin darah, glukosa
f. Pemeriksaan: renogram, pielogram dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan.
2. Batasan Lansia
WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
b. Usia tua (old): 75-90 tahun, dan
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
3. Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
4. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus
kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai
akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap
penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan
dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada
kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan
tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan
dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan
penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun
para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Siti Nur Kholifah, 2016).
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Wajan (2011), pengkajian Hipertensi meliputi:
Riwayat Keperawatan
2. Studi Diagnostik
a. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan
indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kimia darah.
1) BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan
perfusi atau faal renal.
2) Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah
presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar
katekolamin.
3) Kadar kolestrol atau trigliserida: peningkatan kadar
mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque
atheromatus.
4) Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme
primer.
5) Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
6) Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko
hipertensi.
c. Elektrolit.
1) Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan
adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik).
2) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap
hipertensi.
d. Urine.
1) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.
2) Urine VMA (catecholamine metabolite): peningkatan kadar
mengindikasikan adanya pheochromacytoma.
3) Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan
hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi
pituitary, Sindrom Cushing’s; kadar renin juga meningkat.
e. Radiologi.
1) Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab
hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis,
benign prostate hyperplasia (BPH).
2) Rontgen toraks: menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup
jantung, deposit kalsium pada aorta dan pembesaran jantung.
f. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan
konduksi atau disritmia.
2. Annsietas b/d kurang Sesudah dilakukan asuhan 1. Berikan penyuluhan terkait 1. Agar ansietas pasien berkurang
pengetahuan tentang keperawatan selama 3x24 jam
hipertensi karena telah mendapatkan
masalah kenaikan diharapkan Ansietas ber
tekanan darah kurang/hilangDengan kriteria pengetahuan terkait penyakitnya
hasil:
Wijayanto, T., & Sari, R. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Pada
Leher Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Kepala Pada Paisen
Hipertensi Di RSUD Tugerejo Semarang. Pengaruh Pemberian Kompres
Hangat pada Leher (N, 2014).