1
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada
di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha
ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan
tubuh pada saat berdiri.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga
merupakan tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan
hematopoisis). Fungsi tulang adalah sebagai berikut, yaitu :
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada
kerangka tubuh
2) Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak
melindungi otak )
3) Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk
berkontraksi dan bergerak.
4) Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh,
kalsium)
5) Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah
dalam sumsum tulang )
Vaskularisasi regio cruris oleh
a.Tibialis anterior dan posterior cabang
dari arteri besar poplitea. Dan vena
saphena magna
dan sapena parva serta vena poplitea
dengan cabang- cabangnya.
Persarafan di regio cruris oleh n.tibialis anterior dan n.
peroneus menginervasi otot extensor dan abductor serta n.
tibialis posterior n.poplitea menginervasi fleksor dan otot tricep
surae.
8. Pathways
CRUSH
Distal region
Nekrotik sel
Inversi region
Inflam Emboli
13
Berikan cairan IV
pada suhu
ruangan
Dorong masukan
oral
Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
Tawarkan snack
( jus buah, buah
segar )
Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
Atur
kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi
A. Pengertian
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik
(imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika
individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan
gerak fisik (Kim et al, 1995 dalam Fundamental Keperawatan
Potter dan Perry, Ed. 4, Vol. 2).Mobilisasi dan Imobilisasi
berada pada suatu rentang dengan banyak tingkatan
imobilisasi parsial di antaranya.Beberapa klien mengalami
kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang
mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada
kondisi mobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu
tidak terbatas (Perry dan Potter, 1994). Perubahan dalam
tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan
gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis.
Gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunter, atau
kehilangan fungsi motorik.
1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga
dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik
pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian
pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Dapat
disebabkan oleh trauma reversible pada sistem
musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.
2. Jenis Imobilisasi
a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk
bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti
pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis
sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya
untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti
pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress berat
dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota
tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena
keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu
metabolisme secara normal, mengingat imobilisasi
dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme di dalam tubuh. Hal tersebut dapat
dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate
(BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi
untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat
memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilisasi dapat mengakibatkan
proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini juga dpat berisiko
meningkatkan gangguan metabolisme.
5. Perubahan Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh
imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu
hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi
ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik
25 mmHg dan diastolik 10mmHg ketika klien
bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi
berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan
sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada
ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom.
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan penurunan
aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah
jantung yang terlihat pada penurunan tekanan
darah (McCance and Huether, 1994 dalam
Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4,
Vol.2). Jika beban kerja jantung meningkat maka
konsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu
jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien
selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi
meningkat maka curah jantung menurun,
penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan
peningkatan beban kerja.Klien juga berisiko terjadi
pembentukan thrombus. Kelainan aliran darah
vena yang lambat akibat tirah baring dan
imobilisasi dapat menyebabkan akumulasi
trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah,
dan elemen sel-sel darah yang menempel pada
dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-
kadang menutup lumen pembuluh darah.
8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya
imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urine mengalir
keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter
dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika
klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan
ureter membentuk garis datar seperti pesawat.
Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke
dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi.
Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak
cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal
menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam
ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan
meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.Klien dengan imobilisasi berisiko
terjadi pembentukan batu karena gangguan
metabolisme kalsium dan akibat hiperkalsemia.
Sejalan dengan masa imobilisasi yang berlanjut,
asupan cairan yang terbatas, dan penyebab lain
seperti demam, akan mengakibatkan resiko
dehidrasi. Akibatnya haluaran urine menurun,
umunya urine yang diproduksi berkonsentrasi
tinggi.Urine yang pekat ini meningkatkan risiko
terjadi batu dan infeksi.Perawatan perineal yang
buruk setelah defekasi terutama pada wanita,
meningkatkan risiko kontaminasi saluran
perkemihan oleh bakteri Escherechia Coli.
Penyebab lain infeksi saluran perkemihan pada
klien imobilisasi adalah pemakaian kateter urine
menetap.
9. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi,
antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan
dampak imobilisasi karena selama proses
imobilisasi seseorang akan mengalami perubahan
peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.
4. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan
untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring,
duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
adalah sebagai berikut :
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilisasi
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri
secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau
Tingkat 2
pengawasan orang lain.
Memerlukan bantuan,
Tingkat 3 pengawasan orang lain, dan
peralatan.
Sangat tergantung dan tidak
Tingkat 4 dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan.
Derajat
Tipe Gerakan Rentang
Normal
Leher, Spina, Servikal
Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke 45
dada
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi 45
tegak
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang 10
sejauh mungkin
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh 40-45
mungkin ke arah setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin 180
dalam gerakan sirkuler
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di 180
samping tubuh ke depan ke posisi di atas
kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi 180
semula
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi 180
samping di atas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping 320
dan menyilang tubuh sejauh mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar 90
bahu dengan menggerakan lengan sampai
ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang
Rotasi luar : dengan siku fleksi, 90
menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas
dan samping kepala
Lengan Bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan 70-90
sehingga telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga 70-90
telapak tangan menghadap ke bawah
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi 80-90
dalam lengan bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga 80-90
jari-jari, tangan, dan lengan bawah berada
dalam arah yang sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan Sampai 30
tangan miring (medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan 30-50
tangan miring (lateral) ke arah lima jari
Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90
Ekstensi : meluruskan jari tangan 90
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari 30-60
tangan ke belakang sejauh mungkin
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang 90
permukaan telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus 90
menjauh dari tangan
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan 90-120
atas
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping 90-120
tungkai yang lain
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah 120-130
belakang paha
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga 20-30
jari-jari kaki menekuk ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga 45-50
jari-jari kaki menekuk kebawah
Persentase
Skala Kekuatan Karakteristik
Normal
0 0 Paralisis sempurna.
Tidak ada gerakan, kontraksi
1 10
otot dapat di palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan
2 25
gravitasi dengan topangan
Gerakan yang normal melawan
3 50
gravitasi
Gerakan penuh yang normal
4 75 melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh
5 100 yang normal melawan gravitasi
dan tahanan penuh
IV. Evaluasi
Evaluasi yang dihharapkan dari hasil tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan
mobilitas adalah sebagai berikut :
Mobilitas
Tidak Terbatas
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/139686661/Crush-Injury. Diakses
tanggal 07 Oktober 2015.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
34