DISUSUN OLEH:
Afmi Alfiani Rahmah (2019200002)
Helda Nurmawadah (2019200021)
Nurfiandi Lesmana (2019200188)
KELAS: C
DOSEN PENGAMPU:
Pathorang Halim, S.H., M.H.
Dr. Aby Maulana, S.H., M.H.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang
berjudul “Pro Pidana Penjara” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Mata Kuliah Hukum Sanksi. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang masih relevannya pidana penjara
dengan sistem pemidanaan di Indonesia dan kedudukan pidana penjara dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pathorang Halim, S.H.,
M.H. dan Bapak Dr. Aby Maulana, S.H., M.H. selaku dosen Mata Kuliah Hukum
Sanksi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pidana Penjara...............................................................................................3
1. Pengertian..................................................................................................3
BAB III..................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................20
A. Kesimpulan.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberadaan Pidana Penjara sebagai pidana pokok di dalam Wetboek van
Strafrecht (WvS) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
ternyata dimanfaatkan oleh negara khususnya penegak hukum untuk
mengefektifkan norma-norma yang ada di dalam aturan perundang undangan,
bukan saja dalam Hukum Pidana tetapi peraturan perundang-undangan lainnya
pun selalu mencantumkan sanksi berupa Pidana Penjara.1
Pidana penjara sebagai bentuk hukuman ataupun derita, sekarang ini
belum dapat dicari penggantinya apalagi dihapuskan. Bila dihitung untung
rugi dari pidana penjara, belum ada hasil penelitian yang mengatakan lebih
banyak ruginya bagi pelaku begitupun sebaliknya. Pidana penjara sebagai
salah satu pilihan aman untuk menjadikan pelaku jera, tobat atau taat hukum,
sangat bergantung dari penilaian orang yang dirugikan langsung ataupun
anggota keluarga masyarakat bahkan negara sekalipun.2
Pidana Penjara merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat dalam
sistem hukum pidana di Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 10
KUHP. Pidana Penjara menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP terdiri dari:
1. Pidana Penjara seumur hidup, dan
2. Pidana Penjara selama waktu tertentu.3
Pidana penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling
sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan.
Penggunaan pidana penjara sebagai sarana untuk menghukum para pelaku
1
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Samuel Kikilaitety. 2007. Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta:
Ind Hill Co. hal. v.
2
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Chairijah. 2009. Pidana Penjara (Dalam Perspektif Penegak
Hukum, Masyarakat dan Narapidana). Jakarta: Ind Hill Co. hal. 87.
3
Hamzah, Andi. 2011. KUHP dan KUHAP, Ed. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 6.
1
2
tindak pidana baru dimulai pada akhir abad ke-18 yang bersumber pada faham
individualisme dan gerakan perikemanusiaan, maka pidana penjara ini
semakin memegang peranan penting dan menggeser kedudukan pidana mati
dan pidana badan yang dipandang kejam.4 Sebagai catatan, dari seluruh
ketentuan KUHP memuat perumusan delik kejahatan, yaitu sejumlah 587
(perhitungan ini tidak hanya didasarkan pada jumlah pasal, tetapi juga pada
perumusan delik dalam setiap delik dan setiap ayat. Bila dalam satu pasal
disebut beberapa delik dalam pasal lain, maka perumusan delik dan ancaman
pidana untuk masing-masing pasal atau ayat lain itu juga diperhitungkan
sendiri-sendiri), pidana penjara tercantum di dalam 575 perumusan delik
(kurang lebih 97,96%), baik dirumuskan secara tunggal maupun dirumuskan
secara alternatif dengan jenis-jenis pidana lain.5 Ketentuan tersebut masih
ditambah lagi/belum termasuk dengan perumusan sanksi pidana penjara di
luar yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP.6
Atas dasar hal tersebut maka pidana penjara yang merupakan primadona
dalam sistem sanksi pidana yang paling sering dijatuhkan oleh hakim dalam
memutus perkara.7
2. Rumusan Masalah
1. Apakah pidana penjara itu masih relevan dengan sistem pemidanaan di
Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan pidana penjara dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)?
4
Arief, Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. hal. 42.
5
Ibid. hal. 69-70
6
Priyatno, Dwidja. 2013. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Cet. 3). Bandung: PT
Refika Aditama. hal. 2.
7
Ibid.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pidana Penjara
3. Pengertian
Menurut P.A.F. Lamintang mengemukakan pidana penjara adalah
suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang
terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah
lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati
semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga
pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi
mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.8
Roeslan Saleh menyatakan bahwa pidana penjara adalah pidana
utama di antara pidana kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara dapat
dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk sementara waktu.9 Barda
Nawawi Arief menyatakan bahwa pidana penjara tidak hanya
mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat
negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemer
dekaan itu sendiri. Akibat negatif itu antara lain terampasnya juga
kehidupan seksual yang normal dari seseorang, sehingga sering terjadi
hubungan homoseksual dan masturbasi di kalangan terpidana. Dengan
terampasnya kemerdekaan seseorang juga berarti terampasnya
kemerdekaan berusaha dari orang itu yang dapat mempunyai akibat serius
bagi kehidupan serius bagi kehiduapn sosial ekonomi keluarganya.
Terlebih pidana penjara itu dikatakan dapat memberikan cap jahat (stigma)
yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak lagi
8
Lamintang, P.A.F. 1988. Hukum Penitensier Indonesia. Bandung: Armico. hal. 69
9
Saleh, Roeslan. 1983. Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Aksara Baru. hal. 62.
4
5
melakukan kejahatan. Akibat lain yang juga sering disoroti ialah bahwa
pengalaman penjara dapat menyebabkan terjadinya degradasi atau
penurunan derajat dan harga diri manusia.10 Menurut Andi Hamzah
Pidana Penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan
kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam
bentuk pidana penjara, tetapi juga berupa pengasingan, misalnya di Rusia
pengasingan ke Siberia dan juga berupa pembuangan ke seberang lautan,
misalnya dahulu pembuangan penjahat-penjahat Inggris ke Australia. Pada
zaman kolonial di Indonesia dikenal juga sistem pengasingan yang
didasarkan pada hak istimewa Gubernur Jenderal (exorbitante), misalnya
pengasingan Hatta dan Syahrir ke Boven Digoel kemudian ke Neira,
pengasingan Soekarno ke Endeh kemudian ke Bengkulu. Jadi dapat
dikatakan bahwa pidana penjara pada dewasa ini merupakan bentuk utama
dan umum dari pidana kehilangan kemerdekaan. Dahulu kala pidana
penjara tidak dikenal di Indonesia (Hukum Adat). Yang dikenal ialah
pidana pembuangan, pidana badan berupa pemo tongan anggota badan
atau dicambuk, pidana mati dan pidana denda atau berupa pembayaran
ganti rugi.11
Jan Remmelink, sehubungan dengan pidana penjara juga
menyatakan bahwa pidana penjara adalah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan (pidana badan) terpenting. Di Negeri Belanda bahkan dimuat
persyaratan penjatuhannya dimuat dalam UUD Belanda yang baru Pasal
113 (3), dengan menetapkan persyaratan bahwa ia hanya boleh dijatuhkan
oleh Hakim (pidana).12
Berdasarkan uraian tersebut di atas pada prinsipnya bahwa pidana
penjara berkaiatan erat dengan pidana perampasan kemerdekaan yang
10
Arief, Barda Nawawi. op.cit., hal. 44.
11
Hamzah, Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. hal.
36-37.
12
Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana (Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Paparannya Dalam Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 465.
6
dapat memberikan cap jahat dan dapat menurunkan derajat dan harga diri
manusia apabila seseorang dijatuhi pidana penjara.
pidana penjara lebih dari apa yang ditetap ketentuan Pasal 10 (4) (KUHP
Indone sia Pasal 12 ayat (4) KUHP).16
Penjatuhan Pidana seumur hidup diterima namun dengan sejumlah
kritik. Alasannya menurut (mantan) menteri kehakiman Belanda,
Modderman, adalah karena pada prinsipnya pidana demikian tidak akan
berdaya guna (efektif). Akan tetapi karena takut masuknya kembali pidana
mati ke dalam sistem hukum (Belanda), ia kemudian mencakupkan sanksi
pidana ini, yakni tindakan membuat terpidana tidak berdaya secara
permanen poena proxima morti (pidana yang berada paling dekat dengan
pidana mati). Dalam arti juridikal murni, seumur hidup akan berarti
sepanjang hayat dikandung badan. Hanya melalui upaya hukum luar biasa,
grasi, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara
sementara, misal untuk selama 20 tahun.17 Di Indonesia Pidana penjara
seumur hidup dapat diubah (dikomutasi) menjadi pidana sementara waktu.
Berdasarkan Pasal 9 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174
Tahun 1999 Tentang Remisi, dinyatakan bahwa:
(1) Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan
telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut
serta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana
penjara sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus
dijalani paling lama 15 (lima belas) tahun.
(2) Perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana
sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(3) Permohonan perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi
pidana penjara sementara diajukan narapidana yang
bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan
16
Remmelink, Jan. op.cit. hal. 465.
17
Ibid. hal. 466.
8
20
Arief, Barda Nawawi. op.cit., hal. 152.
21
Ibid.
10
mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang, Pasal 16 a, melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan pengintaian, Pasal 16 i, menyerahkan berkas perkara
kepada Penuntut umum.
25
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Chairijah. Pidana Penjara (Dalam Perspektif Penegak Hukum,
Masyarakat dan Narapidana). op.cit. hal. 57-58.
26
Hamzah, Andi. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. op.cit. hal. 32.
27
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Chairijah. Pidana Penjara (Dalam Perspektif Penegak Hukum,
Masyarakat dan Narapidana). op.cit. hal. 59.
28
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Chairijah. Pidana Penjara (Dalam Perspektif Penegak Hukum,
Masyarakat dan Narapidana). op.cit. hal. 60.
12
30
Negara Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 440 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Lembaran
Negara Tahun 2021 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6755. Jakarta: Sekretariat
Negara.
31
Negara Republik Indonesia. 1981. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209.
Jakarta: Sekretariat Negara.
32
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Chairijah. Pidana Penjara (Dalam Perspektif Penegak Hukum,
Masyarakat dan Narapidana). op.cit. hal. 66.
33
Ibid. hal. 66-67.
14
34
Ibid. hal. 67-68.
35
Ibid. hal. 68.
15
penjara kepada pelaku. Dengan memiliki alasan tertentu itu, maka Hakim
akan memiliki kepuasan tersendiri. Oleh karena itu, Hakim merasa puas
menjatuhkan pidana penjara karena keadilan telah ditegakkan dan karena
telah melaksanakan perintah undang-undang dan memperdulikan korban.
Dengan demikian, Hakim yakin bahwa pidana penjara itu dapat membuat
jera pelaku tindak pidana. Sehubungan dalam hal ini, Hakim menyatakan
pelaku tindak pidana menjadi jera sekaligus takut. Dari tujuan pidana yang
demikian itu menimbulkan keyakinan Hakim akan pidana yang dijatuhkan
berpengaruh pada pelaku kejahatan.41
Di sini menurut Hakim hal itu bergantung pada pelaksanaannya di
lembaga pemasyarakatan, oleh karena itu Hakim percaya, bahwa pelaku
tindak pidana menjadi tobat serta tidak mengulangi kejahatan.42
Dari adanya pandangan Hakim yang demikian, dapat di katakan,
bahwa Hakim melindungi hak-hak narapidana selama menjalani pidana.43
Sehubungan dengan itu, tugas Hakim sebagaimana UU No. 8 Tahun 1981
tentang KUHAP Pasal 277 sampai dengan 282, sebagai Hakim pengawas
dan pengamat, untuk memantau apakah hak-hak narapidana itu dilindungi
selama menjalani pidana penjara.44
Hakim dalam menegakkan hukum pidana, selalu me manfaatkan
pidana penjara untuk membuat pelaku kejahatan menjadi jera bahkan
takut. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim adalah
kesalahan pelaku yang harus diberikan ganjaran berupa hukuman. Dengan
demikian pidana penjara dijadikan alternatif untuk mengganti kerugian
yang diderita korban.45
Bagi Hakim, pidana penjara diharapkan untuk mencegah seseorang
itu tidak mengulangi perbuatannya, khususnya setelah di masyarakat.
41
Ibid. hal. 73-74.
42
Ibid. hal. 74.
43
Ibid.
44
Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana. op.cit.
45
Ibid. hal. 74-75.
17
46
Ibid. hal. 76.
47
Ibid. hal. 79.
48
Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana. op.cit.
18
54
Ibid.
55
Ibid. hal. 83-84.
20
56
Ibid. hal. 84.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbicara tentang tujuan hukum pidana dalam kehidupan bermasyarakat,
berarti membicarakan fungsi hukum pidana itu sendiri. Hukum pidana
dibentuk dengan tujuan mengatur masyarakat agar tidak melakukan perbuatan
yang melanggar hukum. Hukum pidana bersifat ultimum remedium, artinya
baru dipergunakan apabila pelbagai peraturan yang lain sudah tidak mampu
menertibkan masyarakat. Dengan demikian, hukum pidana dapat memaksa
seseorang menaati peraturan melalui sanksi yang dikenakan pada orang yang
melanggar hukum.
Sebagaimana diketahui pidana penjara tujuannya untuk penanggulangan
kejahatan yang di dalamnya terkandung unsur penjeraan dan menakut-nakuti
masyarakat. Di sini, menekan angka kejahatan serta melindungi masyarakat
terlihat sangat jelas dari penjatuhan pidana penjara.
Memahami pendapat tersebut, terungkap bahwa pidana penjara seperti
terdapat di dalam KUHP, sebagai pengamanan terpidana serta alternatif untuk
memperbaiki pelaku kejahatan dan menekan angka kejahatan.
Walaupun pidana penjara mengakibatkan penderitaan bagi narapidana
tersebut, namun di balik penderitaan itu ada hikmah tersendiri bagi narapidana
tersebut, karena narapidana mendapat pembinaan di bidang mental dan
pendidikan di bidang ketrampilan. Dengan mendapat pendidikan di bidang
keterampilan diharapkan bekas narapidana itu lebih siap menghadapi masa
depan yang lebih cerah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief, Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan
Kejahatan dengan Pidana Penjara. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
__________. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Hamzah, Andi. 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:
Ghalia.
__________. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta:
Pradnya Paramita.
__________. 2011. KUHP dan KUHAP, Ed. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lamintang, P.A.F. 1988. Hukum Penitensier Indonesia. Bandung: Armico.
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Samuel Kikilaitety. 2007. Pidana Penjara Mau
Kemana. Jakarta: Ind Hill Co.
__________, dan Chairijah. 2009. Pidana Penjara (Dalam Perspektif
Penegak Hukum, Masyarakat dan Narapidana). Jakarta: Ind Hill Co.
Priyatno, Dwidja. 2013. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia,
(Cet. 3). Bandung: PT Refika Aditama.
Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana (Komentar Atas Pasal-Pasal
Terpenting dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan
Paparannya Dalam Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Saleh, Roeslan. 1983. Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.
Wisnubroto, Aloysius. 1997. Hakim dan Peradilan Indonesia (Dalam
Beberapa Aspek Kajian). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Jurnal/Artikel
22
23
Riyanto, Sigid. 1995. Peranan, Kewajiban dan Hak Penasihat Hukum. Jurnal
Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nomor
21/V/1995.
Peraturan/Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van
Strafrecht (WvS)
Negara Republik Indonesia. 1958. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958
tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik
Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran
Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Negara Republik Indonesia. 1981. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209. Jakarta: Sekretariat Negara.
Negara Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2002
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Negara Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4288. Jakarta: Sekretariat Negara.
Negara Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 440 jo. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2021 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6755.
Jakarta: Sekretariat Negara.
24