1. Siapa pemohon Pemohon adalah subjek hukum yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang untuk mengajukan permohonan perkara konstitusi. Legal Standing adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan apakah pemohon terkena dampak dengan cukup sehingga satu perselisihan diajukan ke depan pengadilan. Persyaratan legal standing telah memenuhi syarat jika pemohon mempunyai kepentingan nyata dan secara hukum dilindungi. Kedudukan hukum (legal standing) mencakup syarat formal sebagaimana ditentukan dalam UU, dan syarat materiil yang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan berlakunya UU yang dimohonkan pengujiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. Perorangan warga negara Indonesia; b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangannya masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. Badan hukum publik atau privat; atau d. Lembaga negara. 2. Adakah termohon, jika ada sebutkan Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/Pmk/2006 Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah: a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. 3. Adakah pihak lain Untuk pihak lain itu sendiri, adalah pemberi keterangan dari pihak lain 1. Pemberi keterangan adalah MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden (Pasal 5 ayat (1) ayat PMK Nomor 2 Tahun 2021) 2. Pihak terkait adalah: a. individu atau kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama; b. kesatuan masyarakat hukum adat selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undangundang; c. badan hukum publik atau badan hukum privat; atau d. lembaga negara. Berdasarkan dari pasal 6 PMK Nomor 2 Tahun 2021 Pihak Terkait merupakan pihak yang berkepentingan langsung dan/atau pihak yang berkepentingan tidak langsung terhadap pokok Permohonan. 4. Bagaimana permohonan itu disusun Permohonan yang diajukan harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut: a. ditulis dalam Bahasa Indonesia; b. ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya; c. dalam 12 (duabelas) rangkap; d. memuat uraian yang jelas mengenai permohonannya: i. pengujian undang-undang terhadap UUD 1945; ii. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; iii. pembubaran partai politik; iv. perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau v. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. e. Sistematika uraian; i. nama dan alamat pemohon atau kuasanya (identitas dan posisi pihak); ii. dasar-dasar permohonan (posita), meliputi terkait dengan; - kewenangan; - kedudukan hukum (legal standing); - pokok perkara; iii. hal yang diminta untuk diputus (petitum) sesuai dengan ketentuan dalam setiap permohonan; f. dilampiri alat-alat bukti pendukung. 5. Tahapan persidangan Mengenai tahapan persidangan telah diatur dalam Pasal 34 ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undangundang menyatakan bahwa persidangan perkara PUU dilaksanakan melalui: a. Pemeriksaan Pendahuluan; b. Pemeriksaan Persidangan; dan c. Pengucapan Putusan. Penjelasan: a. Pemeriksaan Pendahuluan: Pemeriksaan pendahulu dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilakukan dalam Sidang Panel yang dihadiri oleh paling kurang 3 (tiga) orang Hakim. (pasal 39 PMK Nomor 2 Tahun 2021) Mahkamah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dalam 2 (dua) tahap sidang yaitu: 1. Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda untuk mendengar pokok-pokok Permohonan, memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi Permohonan; 2. Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda untuk memeriksa perbaikan Permohonan serta pengesahan alat bukti Pemohon. (pasal 40 PMK Nomor 2 Tahun 2021) Dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Mahkamah memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi Permohonan yang meliputi: a. identitas Pemohon; b. kewenangan Mahkamah; c. kedudukan hukum Pemohon; d. alasan permohonan (posila); dan e. hal-hal yang diminta untuk diputus (petitum). (pasal 41 PMK Nomor 2 Tahun 2021) b. Pemeriksaan Persidangan Pasal 48 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-undang menyatakan bahwa Pemeriksaan Persidangan dilakukan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh 9 (sembilan) orang Hakim atau paling kurang 7 (tujuh) orang Hakim. Pemeriksaan Persidangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. mendengar keterangan Pemberi Keterangan; b. mendengar keterangan Pihak Terkait; c. mendengar keterangan ahli; d. mendengar keterangan saksi; e. memeriksa dan/atau mengesahkan alat bukti tertulis; f. memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk g. memeriksa alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, acau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. (pasal 49 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2021) c. Pengucapan Putusan Pengucapan Putusan adalah tahap akhir dalam proses persidangan di mahkamah konstitusi. Sidang Pengucapan Putusan dilaksanakan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri paling sedikit 7 orang Hakim dan para pihak. Putusan MK, mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka. Putusan yang telah diucapkan dalam Sidang Pleno diunggah pada laman MK (www.mkri.id) dan juga bisa diakses oleh masyarakat. 6. Bagaimana putusannya 1. Putusan dan Hal-hal yang Mempengaruhi Dalam tenggang waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diregistrasi, permohonan tersebut harus diputus oleh MK. Dalam tenggang waktu tersebut manakala Presiden dan atau Wakil Presiden mengundurkan diri, bahkan meskipun dalam proses pemeriksaan sekalipun, maka proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur. Putusan MK terhadap permohonan tersebut, manakala tidak memenuhi syarat-syarat kedudukan hakim dan syarat-syarat kejelasan serta kelengkapan sebagaimana dimaksud Pasal 80 UU MK menyatakan tidak diterima. Demikian pula apabila pendapat tersebut tidak terbukti, maka putusan MK menyatakan permohonan ditolak. Sebaliknya apabila terbukti maka putusan MK menyatakan membenarkan pendapat DPR. 2. Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menjatuhkan putusan dalam perkara pendapat DPR, menyampaikan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Apabila putusan MK menyatakan pendapat DPR itu telah terbukti dan oleh karena itu pendapat DPR tersebut dibenarkan, maka setelah menerima salinan putusan tersebut DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. MPR dalam tenggang waktu paling lambat 30 hari sejak menerima usul, wajib menyelenggarakan sidang guna memutuskan usul DPR tersebut. Keputusan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang hadir. Keputusan diambil setelah terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada Presiden dan/ atau Wakil Presiden menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna dimaksud.