Anda di halaman 1dari 4

Nama: Muh.

Daffa Chalik Haykal


NIM: B021201066

Ringkasan tentang hukum acara:


1. Siapa pemohon
Pemohon adalah subjek hukum yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang untuk
mengajukan permohonan perkara konstitusi. Legal Standing adalah satu konsep yang
digunakan untuk menentukan apakah pemohon terkena dampak dengan cukup sehingga satu
perselisihan diajukan ke depan pengadilan. Persyaratan legal standing telah memenuhi syarat
jika pemohon mempunyai kepentingan nyata dan secara hukum dilindungi.
Kedudukan hukum (legal standing) mencakup syarat formal sebagaimana ditentukan dalam
UU, dan syarat materiil yang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan
berlakunya UU yang dimohonkan pengujiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1)
UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi, sebagai berikut:
Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangannya masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara.
2. Adakah termohon, jika ada sebutkan
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/Pmk/2006
Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa
kewenangan konstitusional lembaga negara adalah:
a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
d. Presiden;
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau
g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
3. Adakah pihak lain
Untuk pihak lain itu sendiri, adalah pemberi keterangan dari pihak lain
1. Pemberi keterangan adalah MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden (Pasal 5 ayat (1) ayat
PMK Nomor 2 Tahun 2021)
2. Pihak terkait adalah:
a. individu atau kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama;
b. kesatuan masyarakat hukum adat selama masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undangundang;
c. badan hukum publik atau badan hukum privat; atau
d. lembaga negara.
Berdasarkan dari pasal 6 PMK Nomor 2 Tahun 2021 Pihak Terkait merupakan pihak yang
berkepentingan langsung dan/atau pihak yang berkepentingan tidak langsung terhadap pokok
Permohonan.
4. Bagaimana permohonan itu disusun
Permohonan yang diajukan harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut:
a. ditulis dalam Bahasa Indonesia;
b. ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya;
c. dalam 12 (duabelas) rangkap;
d. memuat uraian yang jelas mengenai permohonannya:
i. pengujian undang-undang terhadap UUD 1945;
ii. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945;
iii. pembubaran partai politik;
iv. perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau
v. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela, dan atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945.
e. Sistematika uraian;
i. nama dan alamat pemohon atau kuasanya (identitas dan posisi pihak);
ii. dasar-dasar permohonan (posita), meliputi terkait dengan; - kewenangan; -
kedudukan hukum (legal standing); - pokok perkara;
iii. hal yang diminta untuk diputus (petitum) sesuai dengan ketentuan dalam setiap
permohonan;
f. dilampiri alat-alat bukti pendukung.
5. Tahapan persidangan
Mengenai tahapan persidangan telah diatur dalam Pasal 34 ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021
Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undangundang menyatakan bahwa
persidangan perkara PUU dilaksanakan melalui:
a. Pemeriksaan Pendahuluan;
b. Pemeriksaan Persidangan; dan
c. Pengucapan Putusan.
Penjelasan:
a. Pemeriksaan Pendahuluan: Pemeriksaan pendahulu dilakukan dalam sidang terbuka untuk
umum dan dapat dilakukan dalam Sidang Panel yang dihadiri oleh paling kurang 3 (tiga) orang
Hakim. (pasal 39 PMK Nomor 2 Tahun 2021) Mahkamah melakukan Pemeriksaan
Pendahuluan dalam 2 (dua) tahap sidang yaitu:
1. Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda untuk mendengar pokok-pokok
Permohonan, memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi Permohonan;
2. Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda untuk memeriksa perbaikan Permohonan
serta pengesahan alat bukti Pemohon. (pasal 40 PMK Nomor 2 Tahun 2021)
Dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Mahkamah memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi
Permohonan yang meliputi:
a. identitas Pemohon;
b. kewenangan Mahkamah;
c. kedudukan hukum Pemohon;
d. alasan permohonan (posila); dan
e. hal-hal yang diminta untuk diputus (petitum). (pasal 41 PMK Nomor 2 Tahun 2021)
b. Pemeriksaan Persidangan Pasal 48 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata
Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-undang menyatakan bahwa Pemeriksaan
Persidangan dilakukan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh 9
(sembilan) orang Hakim atau paling kurang 7 (tujuh) orang Hakim. Pemeriksaan Persidangan
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. mendengar keterangan Pemberi Keterangan;
b. mendengar keterangan Pihak Terkait;
c. mendengar keterangan ahli;
d. mendengar keterangan saksi;
e. memeriksa dan/atau mengesahkan alat bukti tertulis;
f. memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan dan/atau peristiwa yang
bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk
g. memeriksa alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, acau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
itu. (pasal 49 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2021)
c. Pengucapan Putusan Pengucapan Putusan adalah tahap akhir dalam proses persidangan di
mahkamah konstitusi. Sidang Pengucapan Putusan dilaksanakan dalam Sidang Pleno terbuka
untuk umum yang dihadiri paling sedikit 7 orang Hakim dan para pihak. Putusan MK,
mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka. Putusan
yang telah diucapkan dalam Sidang Pleno diunggah pada laman MK (www.mkri.id) dan juga
bisa diakses oleh masyarakat.
6. Bagaimana putusannya
1. Putusan dan Hal-hal yang Mempengaruhi
Dalam tenggang waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diregistrasi, permohonan
tersebut harus diputus oleh MK. Dalam tenggang waktu tersebut manakala Presiden dan atau
Wakil Presiden mengundurkan diri, bahkan meskipun dalam proses pemeriksaan sekalipun,
maka proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur.
Putusan MK terhadap permohonan tersebut, manakala tidak memenuhi syarat-syarat
kedudukan hakim dan syarat-syarat kejelasan serta kelengkapan sebagaimana dimaksud Pasal
80 UU MK menyatakan tidak diterima. Demikian pula apabila pendapat tersebut tidak terbukti,
maka putusan MK menyatakan permohonan ditolak. Sebaliknya apabila terbukti maka putusan
MK menyatakan membenarkan pendapat DPR.
2. Pelaksanaan Putusan
Mahkamah Konstitusi yang telah menjatuhkan putusan dalam perkara pendapat DPR,
menyampaikan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Apabila putusan MK
menyatakan pendapat DPR itu telah terbukti dan oleh karena itu pendapat DPR tersebut
dibenarkan, maka setelah menerima salinan putusan tersebut DPR menyelenggarakan sidang
paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
MPR.
MPR dalam tenggang waktu paling lambat 30 hari sejak menerima usul, wajib
menyelenggarakan sidang guna memutuskan usul DPR tersebut. Keputusan tentang
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR
yang dihadiri oleh ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh 2/3 (dua per tiga)
dari jumlah anggota yang hadir. Keputusan diambil setelah terlebih dahulu memberikan
kesempatan kepada Presiden dan/ atau Wakil Presiden menyampaikan penjelasan dalam rapat
paripurna dimaksud.

Anda mungkin juga menyukai