Anda di halaman 1dari 24

ASKEP REMAJA DENGAN PERGAULAN

BEBAS DIGAMPONG GINTONG


Disusun oleh:

KELOMPOK 3

Nama anggota :

Zinatul hayati : 19010091

Siti raihan safitri : 19010060

Zakiatun nufus

Ulfa riana zahra : 19010081


zikratul ula : 19010049
zakiatun nufus : 19010071

Pembimbing:

Ns.risna., M.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena tugas makalah yang
berjudul”ASKEP PADA REMAJA DENGAN PERGAULAN BEBAS DI GAMPONG
GINTONG”, ini dapat di selesaikan dengan baik.

Makalah ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
komunitas II dan untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan keperawatan pada remaja
dengan pergaulan bebas.Dalam penyusunan makalah ini, kami dari kelompok 3 mengalami
banyak kesulitan karena kurangnya pengetahuan baik dari cara penulisan maupun materi yang di
perlukan, untuk itu di sampaikan terima kasih terhadap pihak-pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini terlebih khusus kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing. yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, karena itu jika
terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini, kami sangat mengharapkan adanya saran dan
kritik dari pembaca sekalian. Kami harap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Sekian
dan terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Tujuan penulisan........................................................................................................
C. Manfaat......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A.
..........................................................................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja menurut
WHO (2014), remaja adalah seseorang yang berusia 10 sampai 19 tahun. Sedangkan
menurut Menteri Kesehatan RI (2010), batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun
dan belum kawin. Seorang remaja akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar dari
kedua orang tuanya agar semakin mempelajari dunia dewasa dan  perlahan  perlahan
meninggalkan meninggalkan jiwa kekanak-kanakannya. kekanak-kanakannya. Remaja yang
baik akan mulai mengaktualkan dirinya di dunia sosial. Namun, tidak sedikit remaja
melakukan hal-hal ekstrem untuk menarik perhatian lingkungannya. Setiap tahapan
pertumbuhan dan perkembangan  perkembangan akan mengalami mengalami perkembangan
perkembangan moral, spiritual, spiritual, dan psikososial, psikososial, begitu  juga pada
remaja. Masa remaja merupakan masa di mana individu yang sedang mencari identitas
dirinya. Namun, jika remaja tidak dapat menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik
maka akan membuat membuat remaja merasa kebingungan kebingungan akan perannya.
perannya. Saat masa inilah remaja sangat rentan mengalami masalah-masalah yang
berhubungan dengan kehidupan sosial dan kesehatan.
Terdapat berbagai masalah kesehatan di usia remaja yang saat ini marak terjadi di
komunitas masyarakat (Wong, 2008), yaitu merokok, kehamilan remaja,  penularan
penularan penyakit penyakit menular menular seksual, seksual, dan penyalahgunaan
penyalahgunaan zat. Hal-hal Hal-hal tersebut tersebut bisa diatasi dengan melakukan
berbagai macam pencegahan. Perawat berperan dalam menanggulangi permasalahan-
permasalahn tersebut sesuai tingkatan pencegahan baik  pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa.
Pada masa transisi, remaja mengalami proses pencarian identitas diri, melepas
ketergantungan dari orang tua, dan bersaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima
dan diakui sebagai orang dewasa (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Pada masa ini, terjadi perubahan biologis, kognitif, dan sosial- emosional (Santrock,
2007). Perubahan-perubahan tersebut cenderung membuat remaja berusaha mengeksplor
diri, mengaktualisasikan peran, dan gaya hidup berisiko (Stanhope, & Lancaster, 2004).
Prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi di berbagai lapisan masyarakat, terutama pada
laki-laki mulai dari anak-anak, remaja, dewasa. Kecenderungan merokok terus meningkat
dari tahun ke tahun baik pada laki-laki dan perempuan, hal ini mengkhawatirkan kita semua.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riskesdas menunjukkan bahwa
prevalensi merokok untuk semua kelompok umur mengalami kelonjakan. Berdasarkan data
Susenas tahun 1995, 2001, 2004 dan data Riskesdas tahun 2007 dan 2010 prevalensi
perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,85%) dibandingkan perempuan (4,2%).
Hampir 80% perokok mulai merokok pada usianya belum mencapai 19 tahun.
Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu resiko mengenai bahaya
adiktif rokok. Keputusan konsumen untuk membeli rokok tidak didasarkan pada informasi
yang cukup tentang resiko produk yang dibeli, efek ketagihan dan dampak pembelian yang
di ketagihan dan dampak pembelian yang di bebankan pad bebankan pada orang lain. a
orang lain. Trend usia merokok meningkat pada usia remaja, yaitu pada sekelompok umur
10- 14 tahun dan 15-19 tahun. Hasil Riskesdas pada tahun 2007,2010 dan 2013
menunjukkan  bahwa usia merokok pertama kali paling tinggi adalah pada kelompok umur
15-19 tahun. a kelompok umur 15-19 tahun. Global Youth Tobacco Survey (GYTS )
menyatakan Indonesia sebagai negara dengan angka perokok remaja tertinggi di dunia.
Selain itu, usia pertama kali mencoba merokok berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin berdasarkan GYTS 2014, dimana sebagian besar laki-laki pertama kali merokok
pada umur 12-13 tahun, dan sebagian besar perempuan pertama kali mencoba merokok pada
umur ≤ 7 tahun dan 14- 15 tahun. Berdasarkan data survey dari GYTS tahun 2014 dari total
remaja yang di survey ditemukan 19,4% remaja pengisap tembakau selama 30 hari terakhir.
Pada remaja yang disurvei tersebut didapatkan 35,3% remaja laki-laki dan 3,4% remaja
perempuan. Sementara itu dari total remaja yang disurvei didapatkan 18,3% remaja peghisap
rokok selama 30 hari terakhir, sebanyak 33,9% pada ramaja lakilaki dan 2,5% pada remaja
perempuan.  perempuan. Sedangkan Sedangkan dari total remaja yang di survey ditemukan
ditemukan 2,1% remaja  penghisap rokok elektrik sela  penghisap rokok elektrik selama 30
hari ma 30 hari terakhir, dan hal terakhir, dan hal ini terjadi ini terjadi pada 3% remaja pada
3% remaja lakilaki dan 1,1% remaja perempuan. Kemudian didapatkan total remaja yang
disurvei sebanyak 32,1% pernah merokok walaupun 1-2 isapan, dan pada remaja tersebut
ditemukan 54,1% remaja lakilaki dan 9,1% remaja perempuan.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang, penulis dapat merumuskan beberapa masalah


yang meliputi:

1. Bagaimana tahap pertumbuhan dan perkembangan remaja?


2. Bagaimana karakteristik remaja?
3. Apa saja masalah kesehatan yang terjadi pada remaja?
4. Bagaimana peran perawat komunitas dalam menanggulangi masalah?
5. Bagaimana pengkajian yang dilakukan terkait kasus? 6. Bagaimana asuhan keperawatan
komunitas terkait kasus?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan karakteristik remaja, tahapan
pertumbuhan dan perkembangan remaja, masalah yang sering dialami oleh remaja serta peran
perawat komunitas dalam menangani masalah, dan asuhan keperawatan yang tepat pada setting
agregat remaja.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perkembang Remaja
Remaja merupakan tahapan seseorang yang berada di antara fase anak dan dewasa. Hal ini
ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosional. Seorang remaja akan
diberikan tanggungjawab yang lebih besar dari kedua orang tuanya agar semakin mempelajari
dunia dewasa dan perlahan meninggalkan jiwa kekanak-kanakannya. Remaja yang baik akan mulai
mengaktualkan dirinya di dunia sosial. Selain itu, remaja mulai mengenal dan memahami lawan
jenisnya dan timbul rasa ingin diperhatikan oleh lingkungan. Tidak sedikit remaja melakukan hal-hal
ekstrim untuk menarik perhatian untuk menarik perhatian lingkungannya. lingkungannya.
Pada remaja, terjadi perubahan fisik dan kognitif yang sangat cepat. Arti kata kognitif dalah
kognitif dalah penalaran, penalaran, penilaian, penangkapan penilaian, penangkapan makna,
imajinasi, persepsi. makna, imajinasi, persepsi. Pengertian Pengertian kognitif secara umun
mencakup aktivitas menilai, menduga, memperkirakan, membayangkan, menyangka,
memperhatikan, melihat, mengamati. Menurut Piaget (1952) dalam Djiwandono (2005) definisi
kognitif adalah kemampuan berfikir individu yang terdiri atas kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasikan, menganalisa/mensintesis, mengevaluasi dan menciptakan. Pengertian kognitif
atau teori  perkembangan  perkembangan kognitif kognitif Piaget menggambarkan menggambarkan
tahapan tahapan anak dalam beradaptasi beradaptasi dan mengintepretasikan berbagai objek,
kejadian, dan realitas di sekitarnya yang terdiri atas tahapan sensorik-motorik, pra operasional,
operasional konkrit, dn operasional formal.
Tujuan aspek kognitif adalah meningkatkan kemampuan intelektual seseorang mulai dari
kemampuan sederhana seperti mengingat hingga kemampuan kompleks untuk menggabungkan
sejumlah prosedur, metode, gagasan, ide untuk memecahkan suatu masalah. Enam aspek kognitif
menurut Blomm yaitu: Pengetahuan ( Knowledge), Pemahaman (Comprehension), Penerapan
( Application), Analisis (Analysis), Penilainan/penghargaan/evaluasi dan Kreasi.(Kyle,2008)
Pemikiran remaja tentang suatu hal telah memiliki batasan-batasannya tersendiri. Remaja
menuangkan konsep yang didapat dalam dunia pendidikan formal dan melakukannya pada
pengalaman pribadinya. Mereka menilai, pengalaman dengan masalah yang kompleks, tuntutan
dari pengajaran formal, dan tukar menukar ide yang  berlawanan  berlawanan dengan kelompok
kelompok remaja, remaja, diperlukan diperlukan untuk perkembangan perkembangan berpikir
berpikir secara operasional. Remaja yang sudah mengenal batasan-batasan pemikirnnya tersebut
dan mampu mengatasi kelemahannya dengan berpikir secara operasinal berarti sudah mencapai
tingkat berpikir orang dewasa.
Menurut Piaget dalam Djiwandono (2005), tahapan perkembangan kognitif pada remaja adalah
operasional formal. Remaja tidak serta-merta menerima informasi secara  pasif.  pasif. Sebenarnya
Sebenarnya mereka mencari mencari kebenaran kebenaran informasi informasi tersebut tersebut
dengan berbagai berbagai kemampuan mereka. Setelah itu mereka akan membuat konsep dari
informasi tersebut yang diyakini paling benar. Konsep tersebut akan selalu dipahami dan dijadikan
pedoman dalam  pedoman dalam mengembangan i mengembangan informasi nformasi lainnya.
lainnya. peran orangtua orangtua dalam hal ini adalah menanamkan banyak informasi penting
kepada anak sejak dini agar saat remaja mereka sudah tidak kebingungan dalam mengembangkan
kognitif mereka.(Nursalam, f mereka.(Nursalam, 2007)
Pembatasan usia bagi remaja memang tidak dapat dipastikan. Seorang dikataka remaja saat
sudah mulai timbul perubahan fisik menjadi pubertas. Namun pada teori Piaget, perkembangan
kognitif seorang remaja berkembang antara usia 14 tahun hingga 18 tahun. Secara umum, semakin
tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur dan semakin abstrak pula cara berpikirnya.
Dengan adanya teori ini, menunjukkan bahwa  pengajar di  pengajar di tingkat s tingkat sekolah
menengah ekolah menengah pertama pertama harus mampu memunculkan mampu memunculkan
keabstrakan keabstrakan yang dimiliki muridnya agar perkembangan kognitif dapat berkembang
dengan baik (Arvin,2000).
Pada awal tahap operasional formal, remaja berpikir sangat egois, idealis, tertantang dengan
berbagai hal baru dan khawatir jika tidak bisa melakukannya dan merubahnya. Hal ini menyebabkan
remaja lebih merasa hebat. Pada dasarnya remaja harus memikirkan cara paling bijak dan benar,
jika tidak maka remaja akan mudah frustasi dan mencoba hal-hal yang tidak baik. Remaja yang
mampu mengendalikan  pikirannya dengan baik  pikirannya dengan baik memiliki banyak support
memiliki banyak support sistem yang terus mengajarkan yang terus mengajarkan tentang tentang
kebaikan. Support sistem tersebut berada pada orang tua, lingkungan,budaya, agama dan
komunitas yang diikutinya (Kyle, 2008).

2.2 Agregrat Remaja Sebagai Populasi Risiko ( Population At Risk )


Perkembangan kehidupan merupakan proses seumur hidup. Masa remaja merupakan bagian
dari sikulus kehidupan dari manusia. Masa remaja sebagai periode  perkembangan  perkembangan
manusia manusia dari masa anak-anak anak-anak menuju masa dewasa. dewasa. Masa remaja
merupakan bagian dari rangkaian kehidupan dan bukan merupakan suatu periode tersendiri yang
tidak berkaitan dengan periode-periode lainnya. Pada masa ini terjadi  perubahan-perubahan
perubahan-perubahan biologis, biologis, kognitif, kognitif, dan sosial-emosional sosial-emosional
(Santrock, (Santrock, 2007). Masa remaja secara umum dianggap dimulai dengan pubertas, proses
yang mengarah pada kematangan seksual atau fertilitas (kemampuan bereproduksi), dan masa
konstruksi sosial (Papalia, Old, & Feldman, 2011).
Batasan usia remaja hingga saat ini menjadi bervariasi dari masing-masing referensi yang terkait
lingkungan budaya dan sejarahnya. Remaja sebagai tahap  perkembangan  perkembangan yang
dimulai yang dimulai pada pubertas pubertas dari umur 13 umur 13-20 tahun (DeLaune & DeLaune
& Ladner, Ladner, 2011). Rentang usia remaja menurut Santrock (2007), sekitar dimulai dari 10-13
tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Rentang usia tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori,
yakni masa remaja awal (early adolescence) dan masa remaja akhir (late adolescence). Masa remaja
awal berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan
pubertas terbesar terjadi di masa ini, adapun masa remaja akhir terj masa remaja akhir terjadi pada
pertengahan dasawars adi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehi a yang kedua dari
kehidupan.
Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), periode remaja pada rentang umur 10 hingga 21 tahun
yang dibagi menjadi 3 kategori, yakni remaja awal ( early adolescence) (10-13 tahun), remaja
tengah (middle adolescence) (14-17 tahun), dan remaja akhir (late adolescence) (18-21 tahun).
Adapun remaja menurut WHO (2012a), yang telah diadopsi  pula oleh Kemenkes Kemenkes RI
(2012), (2012), adalah berusia berusia 10-19 tahun. Secara spesifik, spesifik, WHO (2012b),
memberikan istilah  young people (10-24 tahun) yang dibagi menjadi early adolescent (remaja awal)
yang berusia 10-14 tahun, late adolescent (remaja akhir) yang  berusia  berusia 15-19 tahun, dan
young adulthood adulthood (dewasa muda) yang berusia 20-24 tahun. Jadi, rentang usia remaja
(adolescent ) yang dijadikan acuan dalam penelitian ini merujuk  pada ketentuan  pada ketentuan
WHO dengan r WHO dengan rentang usia entang usia 10-19 tahun. Remaj 10-19 tahun. Remaja
pada sekolah menengah sekolah menengah ke atas berada pada rentang usia 15-19 t ke atas
berada pada rentang usia 15-19 tahun atau r ahun atau remaja akhir. emaja akhir.
Remaja pada rentang usia tersebut, mengalami peningkatan hormon pertumbuhan dan seksual
yang cukup tinggi, memiliki kecenderungan eksplorasi perilaku seksual terhadap pasangan, dan
kondisi emosional yang belum stabil. Remaja (adolescent ) menjadi agregrat yang berisiko
berperilaku seksual karena mempunyai karasteristikkarasterik tertentu. Karasteristik agregrat
remaja yang dapat dikatakan sebagai populasi risiko ( Population At Risk ) dapat dilihat dari
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami remaja (Santrock, 2007).
Perubahan besar yang terjadi  pada remaja adalah  pada remaja adalah segi fisik, kognitif, dan psi
segi fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, Old kososial (Papalia, Old, & Feldman, 2011). , &
Feldman, 2011). Jadi, berikut ini akan dijabarkan faktor-faktor Jadi, berikut ini akan dijabarkan
faktor-faktor yang menjadikan remaja sebagai kelompok g menjadikan remaja sebagai kelompok
risiko diantaranya; perubahan biologis, kognitif, psikososial, gaya hidup remaja, kejadian hidup
remaja, dan kondisi l hidup remaja, dan kondisi lingkungan. ingkungan.

a. Perkembangan Moral
Perkembangan seorang individu dimulai pada masa anak-anak awal, namun akan membentuk
sebagai kepribadian pada masa remaja. Remaja menggunakan  pertimbangannya  pertimbangannya
sendiri sendiri untuk menilai menilai peraturan peraturan dan tidak lagi menggunakan
menggunakan  peraturan han  peraturan hanya untuk ya untuk menghindari hukuman menghindari
hukuman seperti seperti pada masa pada masa anak-anak. anak-anak. Remaja  berbeda dengan
berbeda dengan anak pada anak pada tahap usia tahap usia sebelumnya dalam sebelumnya dalam
hal penerimaan hal penerimaan keputusan. keputusan. Anak pada tahap usia sebelum remaja
hanya dapat menerima sudut pandang orang dewasa, sedangkan seorang remaja harus mengganti
seperangkat moral dan nilai mereka sendiri untuk memperoleh otoritas dari orang dewasa. Saat
prinsip yang lama tidak lagi diikuti, tetapi nilai yang baru belum muncul, remaja akan mencari
peraturan  peraturan moral yang sesuai dengan jati diri mereka dan mengatur mengatur tingkah
tingkah laku mereka, terutama dalam menghadapi tekanan yang kuat untuk melanggar keyakinan
yang lama. Keputusan mereka yang melibatkan dilema moral harus berdasarkan  pada prinsip-
prinsip moral awal  pada prinsip-prinsip moral awal yang ditanamkan da yang ditanamkan dalam
diri mereka sebagai sumber lam diri mereka sebagai sumber untuk mengevaluasi tuntutan situasi
dan merencanakan serangkaian tindakan yang konsisten dengan ide mereka.

Masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai moral yang telah
ada dan keterkaitannya terhadap masyarakat dan individu. Remaja dengan mudah dapat
mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban  berdasarkan  berdasarkan hak
timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami memahami konsep keadilan yang tampak
dalam penetapan hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah
dirusak akibat tindakan yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-
peraturan moral yang telah ditetapkan sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu peraturan
secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi peraturan tersebut. Remaja
memahami bahwa peraturan sebenarnya merupakan suatu persetujuan bersama yang dapat
disesuaikan dengan situasi dan tidak bersifat absolut.

b. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler dalam Kozier (2009), remaja atau individu dewasa muda mencapai tahap
sintetik-konvensional perkembangan spiritual. Saat menghadapi  berbagai  berbagai kelompok di
kelompok di masyarakat, masyarakat, remaja terpapar terpapar dengan berbagai dengan berbagai
jenis pendapat, pendapat, keyakinan, dan perilaku terkait masalah agama. Menurut Kozier (2009),
remaja dapat menyelesaikan perbedaan dengan cara memutuskan bahwa perbedaan adalah hal
yang salah atau mengelompokkan perbedaan. (misalnya seorang teman tidak dapat pergi
hangout pada setiap malam jumat karna menghadiri menghadiri acara keagamaan, keagamaan,
namun teman tersebut dapat melakukan kegiatan bersama pada harilain). Remaja sering percaya
bahwa berbagai keyakinan dan praktik keagamaan lebih memiliki kesamaan daripada perbedaan.
Pada tahap ini, remaja berfokus pada persoalan interpersonal, bukan konseptual.
Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi melakukan ibadah secara
individual dengan privasi dalam kamar mereka sendiri. Mereka mungkin memerlukan eksplorasi
terhadap konsep keberadaan Tuhan. Membandingkan agama mereka dengan agama orang lain
dapat menyebabkan mereka mempertanyakan kepercayaaan mereka sendiri tetapi pada akhirnya
akan menghasilkan perumusan dan penguatan spiritualitas mereka.

c. Perkembangan Psikososial
Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu remaja awal atau early adolescence (11-
14 tahun), remaja pertengahan atau middle adolescence (15- 17 tahun), dan remaja akhir atau late
adolesc 17 tahun), dan remaja akhir atau late adolescence (18-20 tahun) (Wong, 2001). 18-20
tahun) (Wong, 2001).
1. Remaja awal (early adolescence) biasanya masih terheran-heran dengan  perubahan fisik yang
te  perubahan fisik yang terjadi pada tubuhnya sendir rjadi pada tubuhnya sendiri. Pada tahap i.
Pada tahap remaja awal remaja awal terdapat terdapat tekanan untuk memiliki suatu kelompok
dan memiliki hubungan persahabatan dengan teman sesame jenis. Remaja menganggap
memiliki sebuah kelompok adalah hal yang penting karena mereka merasa menjadi bagian dari
kelompok dan kelompok dapat memberi mereka rasa status. Remaja akan mulai mencocokan
cara dan minat berpenampilan sesuai dengan kelompoknya dan cemas terhadap  penampilan
penampilan fisiknya. fisiknya. Menjadi Menjadi individu individu yang berbeda berbeda
mengakibatkan mengakibatkan remaja tidak diterima oleh kelompoknya. Pada tahap remaja
awal, remaja akan menyatakan kebebasan dan merasa sebagai seorang individu, bukan hanya
sebagai seorang anggota keluarga. Proses perkembangan identitas pribadi ini memakan waktu
dan  penuh dengan periode periode kebingungan, kebingungan, depresi, depresi, dan
keputusasaan. keputusasaan. Dampak negatif negatif  proses  proses perkembangan
perkembangan identitas identitas tersebut tersebut adalah perilaku perilaku memberontak,
memberontak, kasar dan melawan. Pada tahap ini, remaja mulai menentukan batasan
ketergantungan dari orang tua dan berusaha mandiri (Wong, 2001).
2. Remaja pertengahan (middle adolescence) biasanya merasa senang jika  banyak te  banyak
teman yang menyukainya. yang menyukainya. Remaja cenderung menci cenderung mencintai
dirinya dirinya sendiri sendiri dan menyukai teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama
dengan dirinya. Remaja ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-temannya
daripada dengan keluarga, mulai berpacaran, dan menolak campur tangan orang tua dalam
mengendalikannya. Remaja pada tahap ini terus-menerus bereksperimen untuk mendapatkan
diri yang dirasakan nyaman bagi mereka. Hal ini dapat dil Hal ini dapat dilihat dari car ihat dari
cara  berpakaian  berpakaian dan penampilan penampilan seperti seperti baju, gaya rambut,
rambut, dan lain-lain lain-lain yang berubah- berubahubah. Hal yang postif dari remaja
pertengahan adalah lebih tenang, sabar, toleransi, dapat menerima pendapat orang lain
walaupun berbeda dengan pendapatnya, lebih  bersosialisasi,  bersosialisasi, tidak lagi pemalu,
pemalu, belajar belajar berpikir berpikir independen independen dan membuat membuat
keputusan sendiri, dan ingin tahu banyak hal. Pada tahap ini merupakan titik rendah dalam
hubungan orang tua-anak. Terdapat konflik besar mengenai kemandirian remaja dengan orang
tua (Wong, 2001).
3. Remaja akhir (late adolescence) merupakan masa konsolidasi menuju  periode  periode dewasa
dan ditandai ditandai dengan minat yang makin mantap terhadap terhadap fungsi- fungsifungsi
intelek, terbentuk identitas sesksual yang tidak akan berubah lagi, egosentris (terlalu
memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan Antara kepentingan diri
sendiri. Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya. Mereka amou menghadapi masalah
dengan tenang dan rasional, dan walaupun masih mengalami periode depresi, perasaan mereka
lebih kuat dan mulai menunjukkan emosi yang lebih matang. Remaja akan belajar mengatasi
stress yang dihadapinya, dan biasanya lebih suka mengatasinya dengan pergi bersama teman
dibandingkan dengan keluarganya. Rasa takut dan stressor yang umum terjadi pada remaja
adalah hubungan dengan lawan jenis, kecenderungan atau perasaan homoseksual, dan
kemampuan untuk menerima peran orang dewasa ng dewasa (Muscari, 2001) (Muscari, 2001)
Remaja juga akan cenderung menggeluti masalah sosial politik bahakan agama. Pada tahap ini
remaja akan memiliki pasangan yang lebih serius dan banyak mengahabiskan waktu dengan
mereka. Jika terdapat kecemasan dan ketidakpaastian masa depan, maka hal tersebut dapat
merusak harga diri dan keyakinan diri remaja tersebut. Pada tahap ini, pemisahan emosional
dan fisik dari orang tua telah dilakukan daan tercapainnya kemandirian remaja jika berasal dari
keluarga dengan konflik yang minimal (Wong, 2001).

2.3 Tugas Perkembangan pada Masa Remaja


1. Menerima citra tubuh Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya  bila sejak
kanak kanak kanak-kanak mereka telah mengagungkan mengagungkan konsep mereka tentang
tentang  penampilan  penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. nantinya. Diperlukan
Diperlukan waktu untuk memperbaiki memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara- cara
memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan ( lebih sesuai
dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock, 1998). k, 1998).
2. Menerima identitas seksual Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah
mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong dan diarahkan sejak
awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak perempuan, mereka didorong untuk
memainkan peran sederajat sehingga usaha untuk mempelajari peran feminim dewasa
memerlukan penyesuaian diri selama bertahuntahun (Hurlock, 1998).
3. Mengembangkan sisitem nilai personal Remaja megembangkan sistem nilai yang  baru misalnya
misalnya remaja mempelajari mempelajari hubungan hubungan baru dengan lawan jenis berarti
berarti harus mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul dengan
mereka (Hurlock, 1998).
4. Membuat persiapan untuk hidup mandiri Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian,
usaha untuk mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock, 1998).
5. Menjadi mandiri atau bebas dari orangtua Kemandirian emosi berbeda dengan kemandirian
perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan rasa aman yang diperoleh
dari orang tua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol  pada remaja yang statusnya statusnya
dalam kelompok kelompok sebaya yang mempunyai mempunyai hubungan hubungan akrab
dengan anggota kelompok dapat mengurangi ketergantungan remaja rgantungan remaja pada
orang pada orang tua
6. (Hurlock, 1998). f. Mengembangkan ketrampilan mengambil keputusan
7. Ketrampilan mengambil keputusan dipengaruhi oleh perkembangan ketrampilan intelektual
remaja itu sendiri, misal dalam mengambil keputusan untuk menikah di usia remaja (Hurlock,
1998).
8. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa Remaja erat hubungannya dengan masalah
pengembangan nilai- nilai yang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki, adalah
tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang  bertanggung jawab (Hurlock, 199
bertanggung jawab (Hurlock, 1998).

2.4 Masalah Kesehatan Pada Remaja dan Peran Perawat Komunitas dalam Mengatasi Masalah
Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan
kehidupan social. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat timbulnya tanda
seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan reproduksi, suatu proses pencapaian mental
dan identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Terdapat
berbagai masalah kesehatan di usia remaja yang saat ini marak terjadi di komunitas masyarakat
(Wong, 2008).

a. Merokok
Bahaya merokok pada setiap tingkat usia tidak diragukan lagi; namun demikian, pendekatan
pencegahan terhadap remaja yang merokok sangat penting. Merokok di kalangan remaja
merupakan perilaku kompleks yang tidak dapat dijelaskan oleh satu faktor penyebab. Dampak yang
paling berbahaya dari merokok adalah terjadinya adiksi seumur hidup. Sekitar 90% dari semua
pengguna tembakau mulai merokok ketika mereka masih anak-anak dan remaja di bawah usia 18
tahun (Office of Smoking and Health, 1996 dalam Wong, 2008). Selain itu, hasil riset menunjukkan
adanya hubungan yang jelas antara penggunaan tembakau,  penggunaan alkohol  penggunaan
alkohol dan obat dan obat-obatan lai -obatan lain, dan perilaku perilaku berisiko berisiko tinggi (Wi
tinggi (Willard dan Schoenborn, 1995 dalam Wong, 2008). Banyak penyebab yang membuat para
remaja mulai merokok, yaitu karena meniru sifat orang dewasa, tekanan dari sebaya, dan meniru
sifat orang yang terkenal yang biasanya merokok. Program paling efektif yang dilakukan oleh
perawat adalah program komunitas luas yang melibatkan orangtua, teman sebaya, media cetak,
dan organisasi masyarakat. Dua area fokus program antirokok adalah program mengajak teman
sebaya untuk menekankan akibat-akibat dari merokok dan menggunakan media, seperti film, untuk
pencegahan merokok.

b. Kehamilan Remaja
Aktivitas seksual remaja dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Remaja
yang aktif secara seksual rentan mengalami hamil di luar nikah dan tertular penyakit menular
seksual. Pada tahun 1995 lebih dari satu dari lima remaja putri yang aktif secara seksual mengalami
kehamilan (Kaufmann dkk, 1998 dalam Wong, 2008). Remaja yang hamil dan bayinya berisiko tinggi
mengalami morbiditas, mortalitas, kemiskinan, dan residivisme. Selain itu, penelitian juga
memperlihatkan bahwa kehamilan di usia muda (usia kurang dari 20 tahun) sering kali berkaitan
dengan munculnya kanker rahim. Hal ini berkaitan erat dengan belum sempurnanya perkembangan
dinding uterus. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
kurangnya pengetahuan mengenai  proses  proses terjadinya terjadinya kehamilan kehamilan dan
metode pencegahan pencegahan kehamilan, kehamilan, akibat terjadinya terjadinya tindak
pemerkosaan, dan kegagalan alat kontrasepsi. Perawat dapat menganjurkan kepada orangtua
untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku anak dengan menanyakan aktivitas harian mereka

c. Penyakit Menular Seksual


Remaja yang aktif secara seksual berisiko tinggi tertular PMS. Secara fisiologis, serviks remaja
putri memiliki ektropion (eversi kanalis serviks uteri) yang  besar,  besar, terdiri terdiri atas sel-sel
sel-sel epitelial epitelial kolumnar kolumnar yang jauh lebih rentan tertular tertular PMS, terutama
HPV dan klamidia. Faktor perilaku juga berpengaruh dalam meningkatkan risiko, faktor tersebut
antara lain memulai hubungan seksual pada usia dini,  prevalensi  prevalensi yang tinggi di antara
pasangan pasangan seksual, seksual, dan penggunaan penggunaan pelindung pelindung atau
kontrasepsi yang tidak konsisten. Sebagai contoh, kebanyakan infeksi HIV yang didiagnosis di
masyarakat usia 20-an tahun ternyata diperoleh ketika remaja (Centers for Disease Control and
Prevention, 1996 dalam Wong, 2008).
Tanggung jawab keperawatan meliputi semua aspek pendidikan, kerahasiaan, pencegahan, dan
penanganan PMS. Pendidikan seks pada remaja harus terdiri atas informasi tentang PMS, termasuk
gejala, dan penanganannya. Usaha  pencegahan primer  pencegahan primer untuk mencegah untuk
mencegah PMS, yaitu mendorong yaitu mendorong untuk tidak untuk tidak melakukan melakukan
hubungan seksual, mendorong menggunakan kondom, dan vaksinasi hepatitis B. Selain itu, terdapat
pencegahan sekunder yang dapat dilakukan perawat, yaitu dengan membantu mengidentifikasi
kasus secara dini dan merujuk remaja untuk menerima pengobatan. Perawat juga terlibat dalam
pencegahan tersier dengan menurunkan efek-efek medis dan psikologis akibat PMS, menghubungi
kelompok  pendukung untuk remaja  pendukung untuk remaja yang terinfeksi yang terinfeksi HIV,
virus HIV, virus herpes simpleks, herpes simpleks, dan HPV, dan HPV, dan dengan membantu
remaja yang hamil dalam memperoleh skrining serta pengobatan yang adekuat.

d. Penyalahgunaan Zat
Pemakaian zat, terutama obat-obatan oleh anak-anak dan remaja untuk mengakibatkan
perubahan status kesadaran diyakini dapat merefleksikan perubahan yang terjadi dalam hidup
mereka dan stres yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut. Secara tidak langsung, narkoba dan
alkohol biasanya terkait erat dengan  pergaulan seksual bebas. Penyalahgunaan obat adalah
pemakaian teratur obat-obatan selain untuk tujuan pengobatan dan sampai tingkat
penyalahgunaan yang menyebabkan cedera fisik atau psikologik pada pengguna dan/atau merusak
masyarakat. Pada akhirnya, remaja dapat ketagihan terhadap narkotik dengan atau tanpa
kebergantungan secara fisik, dan seseorang mungkin secara fisik bergantung  pada narkotik narkotik
tanpa merasa ketagihan. ketagihan. Beberapa Beberapa jenis penyalahgunaan penyalahgunaan
obat dapat  berupa  berupa alkohol, alkohol, kokain, kokain, narkotik narkotik (meliputi (meliputi
opiat seperti seperti heroin, heroin, morfin, morfin, fentanil, fentanil, hidromorfon, dan kodein),
depresan dan stimulan sistem saraf pusat, dan obat-obatan yang memengaruhi pikiran
(halusinogen). Perawat sekolah dan perawat yang  bekerja  bekerja di komunitas komunitas
berperan berperan penting penting dalam mengidentifikasi mengidentifikasi keluarga keluarga
dengan masalah penyalahgunaan zat. Identifikasi awal pada keluarga dengan masalah
penyalahgunaan  penyalahgunaan zat adalah hal penting penting untuk mencegah mencegah
penyalahgunaan penyalahgunaan zat pada anak-anak dan remaja (Werner, Joffe, dan Graha anak-
anak dan remaja (Werner, Joffe, dan Graham, 1999 dalam Wong, 2008). 99 dalam Wong, 2008).

2.5 Tingkatan Pencegahan


Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan (Anderson &
McFarlene, 1985), yaitu:
a.Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan diaplikasikan ke
populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan
khusus terhadap suatu penyakit. Misalnya, kegiatan  penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi, dan
bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya  perubahan
perubahan derajat derajat kesehatan kesehatan masyarakat masyarakat dan ditemukannya
ditemukannya masalah masalah kesehatan. kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada
diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga
memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya, mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian individu pada tingkat
fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya
kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula
dan menghambat proses  penyakit.

2.6 Program Kesehatan Pada Agregat Remaja


a. Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan
kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.Singkatnya, PKPR adalah  pelayanan keseh  pelayanan kesehatan kepada remaja yang
mengakses yang mengakses semua golongan remaja, golongan remaja, dapat diterima, sesuai,
komprehensif, efektif dan efisien.
b. Prevalensi PKPR
Indonesia telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan dalam konsumsi produk
tembakau, terutama rokok, demikian pernyataan Menteri Kesehatan RI, yang disampaikan oleh
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM,
pada acara talkshow sebagai rangkaian puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia Sedunia
(HTTS) tahun (HTTS) tahun 2016 di 2016 di Taman Ismail Marzuki, Taman Ismail Marzuki, Jakarta
(31/5). Jakarta (31/5).
HTTS 2016 diharapkan menjadi momentum masyarakat agar berani  bersuara  bersuara lantang
lantang untuk menyuarakan menyuarakan kebenaran. kebenaran. Jangan biarkan biarkan
masyarakat masyarakat membunuh dirinya dengan candu rokok yang mematikan.
Kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada generasi muda. Data Kemenkes menunjukkan
bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun
1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014. Dan yang lebih mengejutkan, lebih mengejutkan adalah usia
mulai merokok semakin mud mulai merokok semakin muda (dini). a (dini). Perokok pemula usia 1
Perokok pemula usia 10-14 tahun 0-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu kurang
dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% 1995 menjadi 18% di tahun
2013 di tahun 2013.

c. Tujuan PKPR di Puskesmas


Tujuan Umum: Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.

Tujuan Khusus:

1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.


2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan  pelayanan kesehatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan
khusus pada remaja.
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan remaja.

d. Ciri khas atau karakteristik PKPR

Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent Friendly
Health Services ( AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat diterima,
komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:

1. Kebijakan yang peduli remaja.


2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja.
3. Petugas khusus yang peduli remaja.
4. Petugas pendukung yang peduli remaja.
5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
7. Keterlibatan masyarakat.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan  pelayanan sebaya.
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
10.Pelayanan yang efektif
11.Pelayanan yang efisien .

e. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.

Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan untuk dapat


memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam
pengembangan PKPR di puskesmas, sebagai berikut:
1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja. Penggalangan
kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat
pula dipromosikan oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu,
kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat memerlukan kemitraan
dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup
Sehat/PKHS (life Skills Education/LSE) seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling,
dapat dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM.
2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap. Strategi penahapan ini penting,
memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR dan keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga
PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil dilakukan penyempurnaan dalam memenuhi kelengkapan
sarana dan prasarana.
3. Penyertaan remaja secara aktif. Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan
pelayanan  pelayanan dan evaluasi, evaluasi, remaja secara aktif diikut-sertakan. diikut-sertakan.
Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih kelompok remaja laki-laki dan  perempuan
perempuan yang dapat “bersuara“ “bersuara“ mewakili mewakili Puskesmas Puskesmas untuk
informasi informasi  penyediaan  penyediaan pelayanan pelayanan kepada sebayanya sebayanya dan
sebaliknya sebaliknya mewakili mewakili sebayanya meneruskan keinginan, kebutuhan, dan
harapannya berkaitan dengan penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini,
informasi pelayanan dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan,
serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan dan kesetaraan gender.
4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin. Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan
serendah mungkin, bahkan kalau mungkin gratis.
5. Dilaksanakannya kegiatan minimal. Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis
medis termasuk laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara  bersamaan  bersamaan
dari sejak awal dilaksanakannya dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling, konseling,  pelayanan
pelayanan tidak akan disebut disebut PKPR, melainkan melainkan pelayanan pelayanan kesehatan
kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR.
6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran. Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh
ketepatan  penetapan  penetapan sasaran, sasaran, sesuai dengan hasil kajian sederhana sederhana
sebelum sebelum  pelayanan  pelayanan dimulai. dimulai. Sasaran Sasaran ini misalnya misalnya
remaja sekolah, sekolah, anak jalanan, jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial
remaja dan sebagainya.
7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan. Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan
masalah dan kebutuhan setempat serta sesuai dengan kemampuan Puskesmas, misalnya
pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group Discussion/diskusi
kelompok terarah diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan slogan
dan keterampilan “bagaimana bilang tidak” untuk seks- pranikah.
8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal. Monitoring dan evaluasi secara periodik yang
dilakukan oleh tim Jaminan Mutu Puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan
kualitas PKPR.
f.Jenis kegiatan dalam PKPR
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di
luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau
petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :

1. Pemberian Informasi dan edukasi.

a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok.
b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor
terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) Puskesmas.
c. Menggunakan metoda ceramah tanya jawab,  FGD (Focus Group  Discussion), diskusi interaktif, yang
dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline,
SMS).
d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja,
orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak
menggurui serta perlu bersikap santai.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya. Hal yang perlu diperhatikan
dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas adalah:

a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap
penanganan penyakit tersebut.  
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang, diharapkan
dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk
kemudian  bila ada, menyalurkannya ke ruang kon  bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling
bila d seling bila diperlukan. iperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga  petugas  petugas penunjang
penunjang seperti seperti loket dan laboratorium laboratorium seperti seperti halnya  petugas
petugas khusus PKPS juga harus menjaga menjaga kerahasiaan kerahasiaan klien remaja, remaja,
dan memenuhi kriteria peduli remaja.
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan kasus per kasus.

3.Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga tercapai
komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan
pengetahuan secara  berkesinambungan  berkesinambungan hingga klien dapat mengerti mengerti dan
mengenali mengenali dirinya dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan
selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek dari kehidupannya. Tujuan
konseling dalam PKPR adalah:
a. Membantu klien untuk dapat mengenali masal Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya
dan ahnya dan membantunya membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap
tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.  
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara
berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam mengatasi kecemasan, depresi atau
masalah kesehatan mental lain dan meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang
mungkin terjadi pada dirinya.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme  bahwa bila  bahwa
bila remaja dibekal remaja dibekali dengan i dengan keterampilan keterampilan hidup sehat hidup sehat
maka remaja maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS
merupakan adaptasi dari Life Skills  Life Skills Education(LSE) Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan
hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah
dalam kehidupan se-harihari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam  promosi
promosi kesehatan kesehatan dalam lingkup lingkup yang luas yang luas yaitu kesehatan kesehatan fisik,
mental dan sosial.

5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.


Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu
syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut
pendidik sebaya,  beberapa  beberapa keuntungan keuntungan diperoleh diperoleh yaitu pendidik
pendidik sebaya ini akan berperan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk berperilaku
sehat, sebagai agen  promotor  promotor keberadaan keberadaan PKPR, dan sebagai sebagai
kelompok kelompok yang siap membantu membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
PKPR. Pendidik sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang
membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan
interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan sebagai konselor remaja.

6. Pelayanan rujukan. Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan
dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca
penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan  program
program pendampingan pendampingan dalam upaya rehabilitasi rehabilitasi mental korban
perkosaan.  perkosaan. Sedangkan Sedangkan rujukan rujukan pranata pranata hukum kadang
diperlukan diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam
menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar institusi
terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.
Bab III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap masyarakat
untuk dikaji dan dianalisa sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu,
keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, social ekonomi,
maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ada lima pengkajian ada lima kegiatan
yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, perumusan atau penentuan masalah
kesehatan masyarakat dan prioritas masalah.
Prinsip pengkajian communnity as partner
a. Menggunakan proses yang sistematis dan komprehensif
b. Bekerja didalam kemitraan dengan komunitas
c. Berfokus pada prevensi primer
d. Promosi lingkungan sehat
e. Target untuk semua yang mungkin merasakan manfaat
f. Memberikan prioritas pada kebutuhan komunitas
g. Meningkatkan alokasi sumber yang optimal
h. Bekerjasama dengan berbagai pihak di komunitas

Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :


a. Data Inti, meliputi : riwayat atau sejarah perkembangan komunitas, data demografi, vital
statistic, status kesehatan komunitas  
b. Data lingkungan fisik, meliputi : pemukiman, sanitasi, fasilitas, batas-batas wilayah, dan
kondisi geografis
c. Pelayanan kesehatan dan social, meliputi : pelayanan kesehatan, fasilitas social (pasar, toko,
dan swalayan)
d. Ekonomi, meliputi : jenis pekerjaan, jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan,  jumlah  jumlah
pengeluaran pengeluaran rata-rata rata-rata tiap bulan, jumlah pekerja pekerja dibawah
dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia.
e. Keamanan dan transportasi
f. Politik dan keamanan, meliputi : system pengorganisasian, struktur organisasi, kelompok
organisasi dalam komunitas, peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
g. Sistem komunikasi, meliputi : sarana untuk komunikasi, jenis alat komunikasi yang digunakan
dalam komunitas, cara penyebaran informasi
h. Pendidikan, meliputi : tingkat pendidikan komunitas, fasilitas pendidikan yang tersedia, dan
jenis bahasa yang digunakan
i. Rekreasi, meliputi : kebiasaan rekreasi dan fasilitas tempat rekreasi
B. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan
kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah
yang dihadapi oleh masyarakat. Tujuan analisa dat kat. Tujuan analisa data;
a. Menetapkan kebutuhan komunitas
b. Menetapkan kekuatan
c. Mengidentifikasi pola respon komunitas
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.

C. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan yang perlu
pertimbangan berbagai faktor sebagai kriteria penapisan, diantaranya:
a. Sesuai dengan perawat komunitas
b. Jumlah yang berisiko
c. Besarnya resiko
d. Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
e. Minat masyarakat
f. Kemungkinan untuk diatasi
g. Sesuai dengan program pemerintah
h. Sumber daya tempat
i. Sumber daya waktu
j. Sumber daya dana
k. Sumber daya peralatan
l. Sumber daya orang Masalah yang ditemukan dinilai dengan menggunakan skala
pembobotan, yaitu : 1 = sangat rendah, 2 = rendah, 3 = cukup, 4 = tinggi, 5 = sangat tinggi.
Kemudian masalah kesehatan diprioritaskan berdasarkan jumlah keseluruhan scoring
tertinggi.

D. Diagnosa Keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah dirumuskan diagnosa
keperawatan komunitas yang terdiri dari :
a) Masalah (Problem) Yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang
terjadi.  
b) Penyebab (Etiologi) Yang meliputi perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
lingkungan fisik dan biologis, psikologis dan sosial serta interaksi perilaku dengan
lingkungan.
c) Tanda dan Gejala (Sign and Sympton) Yaitu informasi yang perlu untuk merumuskan
diagnosa serta serangkaian  petunjuk timbulnya masalah.
Diagnosa keperawatan NANDA untuk meningkatkan kesehatan yang bisa ditegakkan pada
adolesens, yaitu :
1. Risiko cedera yang berhubungan dengan:
a. Pilihan gaya hidup
b. Penggunaan alcohol, rokok dan obat
c. Partisipasi dalam kompetisi atletik, atau aktivitas rekreasi
d. Aktivitas seksual

2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan:


a. Aktivitas seksual  
b. Malnutrisi
c. Kerusakan imunitas

3. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan:


a. Kurangnya nutrisi yang adekuat untuk trisi yang adekuat untuk mendukung
mendukung pertumbuhan pertumbuhan  
b. Melewati waktu makan; ikut mode makanan
c. Makan makanan siap saji, menggunakan makanan yang mudah atau mesin penjual
makanan
d. Kemiskinan
e. Efek penggunaan alcohol atau obat

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:


a. Tidak berpengalaman berpengalaman dengan peralatan peralatan rekreasional
rekreasional yang tidak dikenal dikenal  
b. Kurang informasi tentang kurikulum sekolah

5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:


a. Perasaan Perasaan negative negative tentang tentang tubuh  
b. Perubahan maturasional yang berkaitan dengan laju pertumbuhan adolesens

E. Intervensi (Perencanaan)
Keperawatan Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan komunitas yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien. Jadi perencanaan keperawatan meliputi: perumusan tujuan, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan dan kriteria hasil untuk mencapai tujuan. Masalah
kesehatan adolesens Intervensi promosi kesehatan
1) Cedera tidak disengaja
a. Anjurkan adolesens untuk mengikuti program pendidikan mengemudi dan
menggunakan sabuk keselamatan  
b. Informasikan adolesens tentang risiko yang berkaitan dengan minum dan
berkendaraan; penggunaan obat
c. Tingkatkan penggunaan helm oleh adolesens Tingkatkan penggunaan helm oleh
adolesens yang meng yang menggunakan kendaraan gunakan kendaraan  bermotor
d. Yakinkan adolesens mendapatkan orientasi yang tepat untuk penggunaan semua
alat olahraga

2.) Penggunaan zat Periksa penggunaan zat, seperti alcohol, rokok dan obat-obatan serta
informasikan risiko penggunaannya

3.) Bunuh diri

a. Berikan informasi tentang bunuh diri


b. Ajarkan metode untuk bertemu dengan sebaya yang mencoba bunuh diri

4) Penyakit menular seksual

a. Berikan adolesens informasi mengenai penyakit, bentuk penularan, dan gejala


yang berhubungan
b. Dorong pantangan terhadap aktivitas seksual; atau bila aktif seksual, tentang
penggunaan kondom
c. Berikan informasi akurat tentang konsekuensi aktivitas seksual

F. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan komunitas yang telah
disusun. Prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, yaitu :
a. Berdasarkan respon masyarakat.  
b. Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di masyarakat.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara diri sendiri serta
lingkungannya.
d. Bekerja sama dengan profesi lain.
e. Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan
penyakit.
f. Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat.
g. Melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan.

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai