Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
HIV/AIDS

DISUSUN OLEH:
JUWILDA
202001100
R2C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUUSANTARA PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas tentang HIV/AIDS yang merupakan
penyakit mematikan yang belum ada obatnya hingga sekarang. Dalam penyusunan makalah
ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen yang mengampu, yang
telah memberikan tugas ini, kepada kami, sehingga pengetahuan kami bertambah mengenai
penyakit HIV/AIDS.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang
HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut. Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempunaan tugas
ini.Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca.

Palu 10 April 2022

Juwilda

DAFTAR ISI

i
SAMPUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusalan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Definis HIV.....................................................................................................................2
B. Cara Penularan HIV........................................................................................................2
C. Apa itu Window Period...................................................................................................2
D. Tanda dan Gejala.............................................................................................................3
E. Patofisiologi HIV............................................................................................................5
F. Ap itu V-CT....................................................................................................................7
G. Bagaimana pandangan atau Stigma masyarakat terhadap HIV......................................7
H. Pengobatan dan Pencegahan...........................................................................................8
I. Asuhan Keperawatan HIV..............................................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
B. Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum
ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV, sehingga
penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat
menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita
sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar,
tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi
fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung karena gejalanya baru
dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang mengetahui
dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah
besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan
itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai
generasi penerus bangsa, merasa perlu memperhatikan hal tersebut
B. Rumusalan Masalah
1. Apa itu HIV?
2. Bagaimana cara penularan HIV?
3. Apa itu window period?
4. Tanda dan gejala HIV?
5. Patofisiologi HIV dalam tubuh?
6. Apa itu V-CT?
7. Bagaimana pandangan atau stigma masyarakat terhadap HIV?
8. Pengobatan dan Pencegahan HIV?
9. Asuhan keperawatan HIV?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa itu HIV
2. Untuk mengetahui Bagaimana cara penularan HIV
3. Untuk mengetahui Apa itu window period
4. Untuk mengetahui Tanda dan gejala HIV
5. Untuk mengetahui Patofisiologi HIV dalam tubuh
6. Untuk mengetahui Apa itu V-CT
7. Bagaimana pandangan atau stigma masyarakat terhadap HIV
8. Pengobatan dan Pencegahan HIV
9. Asuhan keperawatan HIV

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definis HIV
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika semakin
banyak sel CD4 yang dihancurkan, maka daya tahan tubuh akan melemah sehingga
rentan terhadap berbagai penyakit.
B. Cara Penularan HIV
Penderita infeksi HIV adalah seseorang yang berpotensi untuk menularkan
penyakit yang dideritanya kepada orang lain, sehingga menjadi penyebab. Perlu Anda
ingat bahwa penyakit ini hanya bisa hidup di dalam cairan tubuh, seperti:
1. Darah
2. Cairan vagina
3. Cairan sperma
4. Air Susu Ibu (ASI)

HIV adalah virus yang hanya hidup di cairan tubuh tertentu dan tidak hidup di
permukaan tangan atau permukaan kulit penderita. Maka dari itu, cara penularannya
juga hanya dapat terjadi melalui:
1. Hubungan seks dengan pengidap, berhubungan seks dengan pasangan yang
berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).
2. Penyakit menular seksual (PMS) dapat menimbulkan luka terbuka pada alat
kelamin. Luka inilah yang bertindak sebagai pintu masuk bagi penyakit ini untuk
memasuki tubuh Anda.
3. Kontak dengan darah atau luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus.
4. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan
orang yang terinfeksi.
5. Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.

Cara penularan HIV tidak melalui:


1. Gigitan nyamuk
2. Bersalaman
3. Berciuman
4. Berpelukan
5. Makan bersama
6. Tinggal serumah

Infeksi HIV adalah penyakit yang tidak dapat ditularkan hanya dengan kontak fisik
yang simpel seperti bersalaman atau bersinggungan dengan penderita. Selama tidak
melakukan hal-hal yang berisiko menularkan, Anda tetap aman untuk berinteraksi
dengan penderita. Maka dari itu, pendampingan yang intensif terhadap penderita HIV
AIDS ini sangat dianjurkan untuk mencegah kondisi mental dan tubuh pengidap
menjadi semakin memburuk.
C. Apa itu Window Period
Secara umum, masa inkubasi diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan
mikroorganisme dari mulai masuk ketubuh hingga menimbulkan gejala klinis (sakit).
Secara lebih spesifik, masa inkubasi HIV berarti waktu yang dibutuhkan HIV yang

2
masuk ke tubuh (paparan) hingga menimbulkan gejala awal dan terdeteksi melalui
pemeriksaan.
Masa inkubasi HIV adalah 2-4 minggu. Jadi diperlukan waktu 2—4 minggu
bagi HIV yang masuk ke tubuh hingga menimbulkan gejala awal. Paparan HIV dapat
melalui perlukaan dengan objek tercemar, jarum suntik tercemar, atau kontak seksual
tak aman. Gejala awal ini disebut sebagai infeksi akut primer.
Masa inkubasi ini sangat penting diketahui guna mendeteksi penyakit HIV secepat
mungkin dengan hasil akurat yang dapat diandalkan. Beberapa orang ingin melakukan
tes HIV secepat mungkin, namun untuk mendapatkan hasil tes yang akurat maka ada
waktu-waktunya.
Terkait dengan tes HIV ini, ada istilah masa inkubasi HIV yang lebih detail,
yaitu ‘window period’. Window period HIV adalah waktu antara terpapar HIV hingga
hasil tes yang dilakukan dapat memberikan hasil yang akurat.
Jika seseorang masih berada pada masa window period, maka hasil tes yang
dilakukan pasti negative, sedangkan ia sudah tertular dan dapat menularakan ke orang
lain.
D. Tanda dan Gejala
Gejala HIV dibagi berdasarkan tahap perkembangan penyakitnya, yaitu:

Tahap 1: Infeksi HIV Akut


Tahap pertama HIV adalah tahap infeksi akut, yang terjadi pada beberapa
bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan
tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV. Gejala
pada tahap ini muncul 2–4 minggu setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak
menyadari telah terinfeksi HIV, karena gejala yang muncul mirip dengan gejala
penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Pada tahap ini, jumlah virus di
dalam aliran darah cukup tinggi sehingga penularan infeksi lebih mudah terjadi.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat dan dapat berlangsung hingga
beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya meliputi:
1. Demam hingga menggigil
2. Muncul ruam di kulit
3. Muntah
4. Nyeri pada sendi dan otot
5. Pembengkakan kelenjar getah bening
6. Sakit kepala
7. Sakit perut
8. Sakit tenggorokan dan sariawan

Tahap 2: Infeksi HIV Kronis (Masa Laten)


Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten
bisa berlangsung sampai beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV tetap
aktif merusak daya tahan tubuh, tetapi berkembang biak dalam jumlah yang lebih
sedikit. Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita bahkan
tidak merasakan gejala apa pun pada tahap ini. Namun, sebagian lainnya mengalami
sejumlah gejala berikut:
1. Berat badan menurun
2. Berkeringat di malam hari
3. Batuk
4. Diare

3
5. Mual dan muntah
6. Herpes zoster
7. Pembengkakan kelenjar getah bening
8. Sakit kepala
9. Kelelahan

Tahap 3: AIDS
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani akan membuat HIV makin
berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS.
Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah sehingga penderita akan
lebih mudah terserang infeksi lain.
Gejala AIDS meliputi:
1. Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya
2. Berkeringat di malam hari
3. Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus
4. Bintik ungu di kulit yang tidak bisa hilang
5. Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari
6. Diare kronis
7. Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina
8. Pembengkakan kelenjar getah bening, di ketiak, leher, dan selangkangan
9. Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi, lupa ingatan, dan kebingungan
10. Mudah memar atau berdarah
11. Tubuh terasa mudah lelah
12. Mudah marah dan depresi
13. Ruam atau bintik di kulit
14. Sesak napas

Kapan Harus ke Dokter ?


Pada beberapa kasus, gejala HIV di awal infeksi tidak menimbulkan gejala apa pun.
Kebanyakan penderita baru menyadari bahwa mereka terinfeksi HIV setelah virus ini
berkembang ke stadium lanjut menjadi AIDS. Jika Anda merasa terpapar HIV akibat
melakukan tindakan yang berisiko (seperti hubungan seks dengan berganti-ganti
pasangan), segera lakukan pemeriksaan ke dokter guna mendeteksi kemungkinan HIV
lebih dini. Deteksi dini dan pemeriksaan HIV secara rutin juga perlu dilakukan pada
orang-orang yang memiliki risiko tertular HIV, seperti pekerja seks komersial, orang
yang pernah berhubungan seks dengan pengguna narkoba suntik, serta pembuat tindik
atau tato.
Pada penderita HIV, disarankan untuk segera konsultasi ke dokter bila mengalami
kondisi berikut:
1. Berat badan turun drastis
2. Sariawan yang tidak kunjung sembuh
3. Ruam kulit yang tidak kunjung hilang
4. Pembengkakan kelenjar leher atau selangkangan
5. Terdapat selaput putih dalam mulut

4
E. Patofisiologi HIV
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi
virus ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase:
serokonversi, asimtomatik, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
1. Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti
darah, ASI, semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui
port d’entree yang terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat
melalui perilaku berisiko yang dilakukan.

Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui
pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-
transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-
virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai
CD4 dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang
direfleksikan dari hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi yang
tinggi.

2. Fase Infeksi HIV


Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.
a. Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi
viremia plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari
setelah virus masuk melalui mukosa tubuh. Kondisi ini dapat bertahan selama
beberapa minggu, dengan gejala yang cukup ringan dan tidak spesifik,
umumnya berupa demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam.
Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu.
Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan
peningkatan viral-load.
b. Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa
intervensi pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi
tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.
c. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi.
CD4 dapat menurun hingga lebih rendah dari 200/µl.
Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini
bersifat berat, meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem
dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi dan perubahan seluler
menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
1) Demam > 2 minggu
2) Tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis ekstra paru
4) Sarkoma kaposi
5) Herpes rekuren
6) Limfadenopati
7) Candidiasis orofaring
8) Wasting syndrome

5
Stadium Infeksi HIV
Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium.
a. Stadium 1
Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan
limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2
atau lebih lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu
lebih dari 3 bulan).
Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun tergantung pada
pengobatan. Status performa 1: aktif penuh dan asimtomatik.

b. Stadium 2
Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa
tubuh. Risiko penyakit infeksi antara lain:
1) Herpes zoster
2) Manifestasi minor mukokutan
3) Infeksi saluran pernafasan atas rekuren
Status performa 2: simtomatik namun hampir aktif penuh.
c. Stadium 3
Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari
10% massa tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala
berikut:
1) Diare kronik lebih dari 1 bulan
2) Demam prolong lebih dari 1 bulan
3) Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik
4) Oral hairy leukoplakia
5) Infeksi bakteri parah
6) Tuberkulosis paru

Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.

d. Stadium 4
Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal
sebagai AIDS defining infections, antara lain:
1) Tuberkulosis ekstrapulmoner
2) Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
3) Meningitis kriptokokal
4) Infeksi HSV lebih dari 1 bulan
5) Kandidiasis pulmoner dan esofageal
6) Toksoplasmosis
7) Kriptosporidiosis
8) CMV
9) HIV wasting syndrome
10) Ensefalopati HIV
11) Sarkoma Kaposi
12) Limfoma
13) Pneumonia rekuren

6
F. Ap itu V-CT
Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and
Testing) adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui status HIV dan dilakukan secara
sukarela serta melalui proses konseling terlebih dahulu.
Sukarela, artinya keinginan untuk melakukan tes HIV harus datang dari kesadaran
sendiri bukan karena paksaan dari orang lain. Ini juga berarti bahwa siapapun tidak
boleh melakukan tes HIV terhadap orang lain tanpa sepengetahuan yang
bersangkutan.
Konseling HIV adalah dialog atau konsultasi rahasia antara klien dengan
konselor HIV. Konseling HIV ini dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV. Konseling
sebelum tes (pre Test) dilakukan untuk memberikan informasi yang lengkap tentang
HIV dan AIDS, keuntungan dan kerugian VCT, menggali faktor–faktor resiko dan
cara menguranginya sehingga klien mempunyai kesiapan untuk melakukan tes HIV.
Sedangkan Konseling Pasca Tes bertujuan untuk mempersiapkan klien menghadapi
hasil tes. Di sini diberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
hasil tes, kemana dan apa yang harus dilakukan seandainya hasil positif HIV atau
negatif dengan segala konsekuensinya.

Tujuan VCT :
Umum :
mempromosikan perubahan perilaku yang dapat mengurangi resiko penyebaran
infeksi HIV

Khusus :
Menurunkan jumlah ODHA
Mempercepat diagnosa HIV
Meningkatkan Penggunaan layanan kesehatan dan mencegah infeksi lain.
Meningkatkan perilaku hidup sehat.

G. Bagaimana pandangan atau Stigma masyarakat terhadap HIV


1. Stigma pada Orang dengan HIV/AIDS
Stigma adalah perilaku dalam hubungan sosial yang ditandai dengan pemberian
label, stereotyping, pemisahan, diskriminasi, dan penghilangan status sosial.
Stigma pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memberikan efek negatif pada
fisik dan psikologis, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup pasien.[2,3]
2. Dampak Stigma
Pemberian stigma terhadap ODHA dapat menyebabkan perasaan ditolak dan
terasingkan, sehingga ODHA berupaya untuk menutupi status kesehatannya.
Akibatnya, ODHA akan menunda mencari pengobatan, memiliki tingkat kepatuhan
pengobatan yang rendah, dan meningkatkan perilaku berisiko.[3,5]
3. Bentuk Stigma
Beberapa bentuk stigma yang sering direkatkan oleh masyarakat pada ODHA
adalah pasien bertanggung jawab penuh akan penyakit yang dideritanya, atau
berhak dan layak akan penyakit yang dideritanya. Oleh karenanya, ODHA tidak
seharusnya mendapatkan simpati dan pengertian. ODHA dianggap berbahaya pada
orang lain, sehingga tidak berhak mendapatkan pelayanan medis seperti penyakit
lainnya dan identitasnya harus diungkapkan untuk mencegah penularan penyakit
pada pihak lainnya. Banyak orang yang memutuskan pertemanan, tidak bersedia
berbicara, atau bekerja sekantor dengan ODHA. Juga tidak mau mengonsumsi

7
makanan yang disiapkan oleh ODHA, sehingga seringkali ODHA kehilangan
pekerjaannya.

H. Pengobatan dan Pencegahan


1. Pengobatan
Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan
berupa antiretroviral (ARV) yang bekerja untuk mencegah virus HIV
menggandakan diri dan menghancurkan sel CD4. Pengobatan ini dapat digunakan
untuk ibu hamil agar mencegah penularan HIV ke janin. Namun perlu diingat
bahwa pengobatan ini harus dilakukan rutin dan diminum sesuai jadwal, di waktu
yang sama setiap hari agar perkembangan virus dapat dikendalikan.
2. Pencegahan HIV/AIDS
Penularan HIV dapat dicegah melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Saling setia terhadap pasangan, hindari berganti-ganti pasangan
b. Hindari penggunaan narkoba terutama melalui jarum suntik
c. Edukasi HIV yang benar mengenai cara penularan, pencegahan, dan
pengobatannya, dapat membantu mencegah penularan HIV di masyarakat.
I. Asuhan Keperawatan HIV
1. Pengkajian
a. Identitas (Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir)
b. Riwayat (Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-
obatan)
c. Keadaan Umum (Pucat, kelaparan)
d. Gejala Subjektif (Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam
hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia)
e. Psikososial (Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup)
f. Status Mental (Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri, halusinasi)
g. HEENT (Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering)
h. Neurologis (Gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia)
i. Muskoloskletal (Focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL)
j. Kardiovaskular (Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness)
k. Pernapasan (Dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.)
l. GI (Intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning)
m. Gu (Lesi atau eksudat pada genital)
n. Integument (Kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.

8
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.

3. Intervensi
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
1) Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2) gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
3) Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4) Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5) Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
1) Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV
dan kuman patogen lainnya.
2) Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
1) Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2) Monitor BB, intake dan ouput
3) Atur antiemetik sesuai order
4) Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
1) Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
2) Auskultasi bunyi usus
3) Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4) Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
1) Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2) Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3) Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan
tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
B. Saran
Penyusun tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang membangun dari para pembaca

10
DAFTAR PUSTAKA

Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
V. Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Puat
Penerbitan IPD FAKUI.
Nasronudin. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Surabaya:
Airlangga.
Rampengan dan Laurentz. 1995. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua. EGC:
Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai