Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

PENDAHULUAN
A. Pengertian
Menurut Suriadi (2019), demam adalah meningkatnya temperatur suhu
tubuh secara abnormal. Febris / demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas
variasi sirkardial yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat
termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior (isselbeacher,2017).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan
bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam tinggi (hiperpireksia)(Julia,
2019).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat
termoregulasi hipotalamus (Berhman, 2017). Seseorang mengalami demam
bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral atau aksila) atau suhu rektal
(Donna L. Wong, 2019).
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1) Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi
hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
2) Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat demam septik.
3) Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4) Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5) Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan
suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan
segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para
pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau
penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak
harus tetap waspada terhadap inveksi bakterial.
B. Etiologi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan onfeksi, penyakit kolagen, keganasan. Penyakit
metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2019). (menurut Guyton (2017)
demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik
yang mempengaruhi pusat, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada
gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma).
Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam
diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien,
pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul
demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang
menyertai demam. Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana
seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu
badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya
walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan
menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
C. Patofisiologi
Demam terjadi respon tubuh terhadap peningkatan set poin, tetapi ada
peningkatan suhu karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai
peningkatan set point (Julia,2019). Demam adalah sebagai mekanisme
pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang
masuk ke dalam tubuhnya.
Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem
pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab
demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh
(pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau
merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Zat pirogen
ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin
polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi
jaringan tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap
pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis
oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula
besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam
cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit. Pirogen selanjutnya
membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh
untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam
hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan
menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan
pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat.
Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan
dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu
yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan
sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan
proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam
pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2019).
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau
krisis/flust.Menggigil nila pengaturan termostar dengan mendadak diubah
dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari
kerusakan jaringan, zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya
memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru. Krisis/flust. Bila faktor
yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostar
hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan
kembali ke tingkat normal. (Guyton 2017).
D. Menifestasi Klinis
Tanda dan gejala demam antara lain :
a) Suhu lebih tinggi dari 37,8 0C – 40 0C
b) Kulit kemerahan
c) Hangat pada sentuhan
d) Peningkatan frekuensi pernafasan
e) Menggigil
f) Dehidrasi
g) Kehilangan nafsu makan Banyak gejala yang menyertai demam termasuk
gejala nyeri punggung,anoreksia dan samlolen. Batasan mayornya yaitu
suhu tubuh lebih tinggi dari 37,50c-400c, kulit hangat,takickardi,
sedangkan batasan karakteristik minor yaitu muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding
perasaan hangat dan dingin,yeri dan sakit yang spesifik atau umum
(misalnya: sakit kepala vertigo), keletihan,kelemahan, dan berkeringat
(isselbacher. 2017, Carpenito. 2019).
E. Komplikasi
1) Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
2) Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam
ini juga tidak membahayakan otak
F. Penatalaksanaan
1) Secara Fisik Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara
berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering
terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung
melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang
disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan
otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi
intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
c. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan
tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh
gantinya.
d. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
e. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya
suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah
menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol
dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
f. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-
suam
kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar
terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar
cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu
tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan
membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami
vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga
akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
2) Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur
suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½-1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼-½ parasetamol 500 mg atau 1-1½ sendokteh
sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½-1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok
teh sirup parasetamol. Tablet parasetamol dapat diberikan dengan
digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun
panas in diberikan 3 kali sehari.
Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap
sendoknya. Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan
pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna
khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan
kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis
dan pada anak yang berisiko kejang demam.Obat-obat anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang
bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya
tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivat para
aminofenol yang bekerja menekan pembentukan prostaglandin
yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara
10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat d
itoleransi dengan baik.Dosis besar jangka lama dapat
menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.Pemberiannya
dapat secara per oral maupun rektal.Turunan asam propionat
seperti ibuprofen juga bekerja menekan pembentukan
prostaglandin.Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan
aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi
agranulositosis dan anemia aplastik.Efek terhadap ginjal berupa
gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan
asetaminopen).Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam. Metamizole (antalgin) bekerja menekan
pembentukkan prostaglandin.Mempunyai efek antipiretik,
analgetik dan antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa
agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara han saluran cerna.
Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak
dianjurkan unt uk anak kurang dari 6 bulan.Pemberiannya secara
per oral, intramuskular atau intravena. Asam mefenamat suatu
obat golongan fenamat.Khasiat analgetiknya lebih kuat
dibandingkan sebagai antipiretik.Efek sampingnya berupa
dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20
mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan
tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

G. Penatalaksaan Kegawat Daruratan


1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui
masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk
setiap klien gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses
pengkajian terbagi dua
d. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika
hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji : Bersihan jalan nafas
Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
Distress pernafasan
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji : Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji : Denyut nadi karotis
Tekanan darah
Warna kulit, kelembaban kulit
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji : Tingkat kesadaran
Gerakan ekstremitas
GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V =
verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
• Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada. (Heardman, H. 2015)
e. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat
keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian
dari kepala sampai kaki.
1) Pengkajian Riwayat Penyakit : Komponen yang perlu dikaji :
 Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
 Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah
sakit
 Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
 Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
 Waktu makan terakhir
 Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang
dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and symptoms) = tanda dan gejala yang
diobservasi dan dirasakan klien
A (Allergis) = alergi yang dipunyai klien
M (medications)= tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri
P (pertinent past medical hystori)= riwayat penyakit yang
diderita klien
L (last oral intake solid or liquid) = : makan/minum terakhir;
jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan kualitas
makan
E (event leading to injury or illnes) = pencetus/kejadian
penyebab keluhan
2) Metode pengkajian Nyeri
P (provoked)= pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri
Q (quality) = kualitas nyeri
R (radian) = arah penjalaran nyeri
S (severity)= skala nyeri ( 1 – 10 )
T (time) = lamanya nyeri sudah dialami klien (Moorhead, S.
2015).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2019. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. (2017). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3.
Jakarta, EGC.
Heardman, H. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta: RGC.

Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classifications. Indonesia:

Nanda, (2015), Diagnosis Keperawatan, edisi ke 10 : Penerbit Buku Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai