SINDROM NEFROTIK
Oleh:
dr. Elisa Rosani
Pembimbing
dr. Antoni Sp.PD
Case Report
Judul
Sindrom Nefrotik
Oleh
dr. Elisa Rosani
Pembimbing
dr. Antoni Sp.PD
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di RSUD Banyuasin periode November 2021 –
November 2022
Palembang, Maret 2022
Pembimbing 1 Pembimbing 2
.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya Saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di RSUD Banyuasin, Sumatera Selatan periode November
2021 – November 2022.
Pada kesempatan ini Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Antoni, Sp.PD dan dr. Rio Prasetyo Badriansyah, MARS. sebagai pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan laporan kasus ini
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual kepada
Kami dalam menyusun laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, maka Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Kami sangat berharap agar laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II STATUS PASIEN
2.1 Identifikasi ........................................................................................................
4
2.2 Anamnesis..........................................................................................................................................
5
2.3.Anamnesis..........................................................................................................................................
8
2.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................................
8
2.5 Diagnosa Kerja ..................................................................................................................................
8
2.6 Diagnosa Banding .............................................................................................................................
8
2.7 Tatalaksana ........................................................................................................................................
9
2.8 KIE ....................................................................................................................................................
10
2.9 Prognosis ...........................................................................................................................................
14
2.10 Follow Up.........................................................................................................................................
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. Azaila
Usia : 28 Tahun
Alamat : Banyuasin
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Nomor RM : 009656
2.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan langsung dengan pasien (Autoanamnesis) di ruang IGD RSUD
Banyuasin pada Hari Kamis 28 Desember 2021.
Keluhan Utama:
Sesak sejak 15 menit saat mengantri di Poli Penyakit Dalam
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal, jantung,
ataupun liver di keluarga pasien disangkal
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 108 x/menit, reguler
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,8 ͦ C
VAS Score : 4
Keadaan Spesifik
Kepala
Thorax
- Paru
Palpasi : Stem fremitus normal dan simetris kanan dan kiri, nyeri
tekan (-/-)
- Jantung
Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal dan regular, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema (-/-), tonus
otot baik di keempat ekstremitas,
- Monosit 11%* 2 – 10 %
Kimia Darah
- Glukosa Darah
92 mg/dL 100-199
Sewaktu
- Ureum 64 mg/dL* 18 – 55 mg/dL
Elektrolit
- Natrium 154 mmol/L* 135 – 148 mmol/L
- Kalium 3,6 mmol/L 3,5 – 5,3 mmol/L
Kimia Darah
Kolesterol 319 mg/dL < 201
Albumin 1.8 mg/dL 3.3-5.5
Golongan Darah AB Rhesus +
Pemeriksaan Urinalisa
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Makroskopis
Darah Negatif Negatif
Warna Kuning Kuning
Penjernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.025 1.015-10.25
PH 5.5 5.5-6
Protein +++ Negatif
Glukosa + Negatif
Nitrit + Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen
Leukosit 3-4 1-2
Eritrosit 5-7 0-1
Sel Epitel Positif Positif
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
2.4.2. Radiologi
Kesan Rontgen Thorax PA yang dilakukan pada tanggal 28 Desember 2021,
yaitu:
2.7. Tatalaksana
Advice dr. Antoni Sp.PD
- IVFD RL Transfusi set
- Tranfusi PRC 6 Kantong
- Inj pantoprazole 2x1 (IV)
- Sukralfat syr 4x2 C (PO)
- Asam folat 3x1 tab (PO)
- Metilprednison 2x8 mg (PO)
- Inj Furosemide 2x1 Amp
- Cek urine berkala
2.9. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
2.10. Follow up
Keluhan, Hasil Pemeriksaan, Instruksi termasuk Pasca
Tanggal/Jam
dan Analisa (S, O, dan A) Bedah (P)
Jumat S/ P/
Sindrom nefrotik
Anemia gravis
ISK
A/
Sindrom nefrotik
Anemia gravis
ISK
Minggu S/ P/
Sindrom nefrotik
Anemia gravis
ISK
Senin S/ P/
Anemia gravis
ISK
Anemia gravis
ISK
Terapi Pulang
1. Sukralfat syr 4x2 C (PO)
2. Asam folat 3x1 tab (PO)
3. Metilprednisolon 3x8 (PO)
4. Clonidin 3x0,15mg
1. Arteri renalis
Arteri renalis dipercabangkan dari aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbal 1-2. A. renalis kanan lebih panjang dari A. renalis kiri karena harus
menyilang V. cava inferior di belakangnya. A. renalis masuk ke dalam
ginjal melalui hilus renalis dan mempercabangkannya 2(dua) cabang
besar. Cabangnya yang pertama berjalan ke depan ginjal dan
memperdarahi ginjal bagian depan. Sedangkan cabang yang kedua
berjalan ke belakang ginjal dan mendarahi ginjal belakang. Cabang yang
menuju ke bagian depan ginjal lebih panjang dari pada cabang yang
menuju ke bagian belakang ginjal. Kedua cabang a. renalis bagian depan
dan belakang akan bertemu di lateral pada garis tengah ginjal atau disebut
dengan garis Broedel. Pembedahan ginjal dilakukan pada garis broedel
karena avaskular. A.Renalis berjalan di antara lobus ginjal dan bercabang
lagi menjadi a. interlobaris
2. A. interlobaris
A. Interlobaris pada perbatasan cortex dan medulla yang akan bercabang
menjadi arteri arcuata yang mengelilingi cortex dan medulla, sehingga
disebut a. arciformis.
Proses filtrasi
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma yang
bebas protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsula bowman. Proses ini
dikenal dengan proses filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama
dalam pembentukan urin. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsula
bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus. Tiga
lapisan tersebut adalah dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler
yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsul bowman. Secara
kolektif, lapisan ini berfungsi saringan molekul halus yang menahan sel darah
merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H 2O dan zat terlarut lain yang
ukuran molekuler cukup kecil. Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari
selapis sel endotel gepeng, memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-poribesar
atau fenestra yang membuatnya seratus kali lebih permiabel terhadap H2O dan zat
terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri daari glikoprotein dan kolagen dan terselip diantara
glomerulus dan kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun
protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati
pori-pori diatas, pori-pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan
albumin, protein plasma kecil. Namun glikoprotein karena bermuatan negatif akan
menolak albumin dan protein plasma lain. Dengan demikian protein plasma
hampir seluruhnya tidak dapat difiltrasi, dan kurang dari 1% molekul albumin
yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman. Sebagian penyakit ginjal
yang ditandai oleh adanya albumin berlebihan dalam urin. Diperkirakan
disebabkan oleh gangguan muatan negatif didalam membran glomerulus, yang
menybabkan membran lebih permiabel tehadap albumin walaupun ukuran pori-
pori tidak berubah.
Lapisan terakhir pada membran glomerulus yaitu lapisan dalam kapsul
bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi berkas
glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki
yang saling menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit antara
tonjolan yang berdekatan, yang dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan
bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk kelumen kapsul
bowman. dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk
melintasi membran glomerulus seluruhnya bersifat ekstraseluler. Pertama melalui
pori-pori kapiler, kemudian membran basal aseluler dan terakhir melalui celah
filtrasi kapsular
Gambar 3.3 Glomerulus
Grafik 3.1 Insiden sindrom nefrotik per satu juta penduduk. Grafik kanan menunjukkan insiden
sindrom nefrotik pada orang dewasa, sedangkan grafik kiri pada anak-anak (Wong W,2007)
C. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik
tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema
disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin
keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin
adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia
ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun.
Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air
tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme
intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam
ruang interstisial menyebabkan terbentuknya edema.
Gambar 3.5 Teori underfill dan overfill yang menyebabkan edema (Buku
D. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan
penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein. Selain itu kDatabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang
mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan serum lipoprotein
yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya lipiduria
sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada
sedimen urin.
3.6. Diagnosis Sindrom Nefrotik 1,7,9,10
Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas
maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk
pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam
serum, kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom
nefrotik.
1. Gambaran Klinis
Dari anamnesis akan di dapatkan bahwa pasien sindrom nefrotik datang
dengan edema yang progresif pada ekstremitas bawah, peningkatan berat
badan dan lemah, yang merupakan gejala tipikal pada sindrom nefrotik.
Selain itu juga dapat ditemukan urin berbusa. Pada kondisi yang lebih
serius, akan terjadi edema periorbital dan genital (skrotum), ascites, efusi
pleura. Jika terjadi bengkak hebat dan generalisata dapat bermanifestasi
sebagai anasarka. Kemudian dari pemeriksaan fisik akan di temukan
pretibial edema, edema periorbita, edema skrotum, edema anasarka,
ascites.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang
mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
b. Protein urin kuantitatif ; Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
derajat dari proteinuria.
c. Pemeriksaan darah ; Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit,
hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan
kolesterol serum, Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin. Fungsi
ginjal, Skining infeksi bila perlu, Proteinuria positif (kuantitatif dan
kualitatif), 300-350 mg/mmol.
d. Pemeriksaan Radiologi ; X-ray untuk melihat apakah ada
komplikasi seperti efusi Pleura.
e. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien
sindrom nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau
untuk konfirmasi diagnosis. Meskipun begitu, belum ada guidline
yang pasti menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan.
o Biopsi Ginjal: Merupakan gold standard dari sindrom nefrotik.
Akan tetapi, pemeriksaan ini hanya dilakukan jika tidak
diketahui penyebabnya dari mana. Biopsi ginjal tidak dilakukan
pada dewasa jika penyebab nefropatinya sudah jelas. Seperti
pasien mengidap diabets dan diabetic nefropati kronis. Pasien
diabetes kurang dari 5 tahun dan mengidap gejala yang
mengarah kepada kelainan ginjal maka penyebab utamanya
bukan berhubungan dengan diabetesnya.
f. Ultrasonografi (USG) : USG memperlihatkan morfologi dari ginjal
pasien dan ekogenitas. Peningkatan ekogeniats berhubungan dengan
fibrosis intrarenal (contoh pada penyakit kronis dengan penurunan
fungsi ginjal)
Grafik 3.2 Algoritma untuk penegakkan diagnosa sindrom nefrotik dewasa (Hull RP,
2008)
A B
Gambar 3.6 Beberapa Gambaran Histopatologi Sindrom Nefrotik A) glomerulonefritis
lesi minimal B) glomerulosklerosis lesi segmental (Buku Ilmu Penyakit Dalam, 2014)
3.7. Diagnosis Banding Sindrom Nefrotik
- Glomerulonephritis kronis
- Diabetik nefropati
- IgA nefropati
- Sickle Cell Nefroropati
- Tatalaksana Farmakologis
a. Diuretik
Furosemide (Lasix) pada 40 mg per oral dua kali setiap hari atau
bumetanide 1 mg dua kali sehari merupakan dosis awal yang masuk
akal, dengan perkiraan menggandakan dosis setiap satu hingga tiga
hari jika ada peningkatan yang tidak memadai pada edema atau bukti
lain adanya kelebihan cairan. Batas atas perkiraan untuk furosemide
adalah 240 mg per dosis atau total 600 mg per hari, tetapi tidak ada
bukti atau alasan yang jelas untuk batas ini. Jika masih ada kekurangan
respon klinis, pasien dapat dirawat dengan mengubah ke diuretik loop
intravena, menambahkan diuretik tiazid oral, atau memberikan bolus
intravena 20% albumin manusia sebelum bolus diuretik intravena.
(Kahrisma, 2017).
b. ACE-Inhibitor
c. Terapi Kortikosteroid
3.9. Komplikasi 8
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada
sindrom nefrotik terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi
pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek imunitas humoral,
seluler dan gangguan sistema komplemen.
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang ditemukan dan bermakna adalah
konjungtiva anemis, laju napas yang cepat yaitu 24 x/menit, serta pemeriksaan
abdomen yaitu nyeri ketok CVA positif bilateral. Hasil laboratorium pasien
menunjukkan ke arah anemia seperti HB pasien hanya 3.5 mg/dL. Terdapat
indikasi mengarah kepada ISK. Selain didukung di anamnesis seperti nyeri ketok
CVA+, pada urinalisa, nitrit pasien positif walaupun leukosit negatif. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan laboratorium: Hipoalbuminemia (1.8 g/dL) ,
hiperlipidemia (319 mg/dL) , Proteinuria dengan nilai +3 dan glukosa positif
dapat mengarah kepada sindrom nefrotik. Anemia bisa menjadi salah satu
komplikasi dalam pasien sindrom nefrotik ini karena pengeluaran zat besi,
transferin, eritropoietin yang berlebihan di dalam urin dapat menyebabkan
defisiensi komponen untuk proses eritropoiesis yang baik.11
1. Inggriani K. Buku Ajat Traktus Urogenitalis. Edisi 2. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2012.h.20-5.
2. Guyton, CA.Fisiologi manusia dan mekanisme mekanisme penyakit. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC;1987.h.561-3.
3. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system. Edisi 6 Jakarta: EGC;2011.552-78.
4. Tapia C, Bashir K. Nephrotic Syndrome. [Updated 2021 Aug 10]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/
5. Dumas De La Roque C, Combe C, Rigothier C. [Up to date of pathophysiology mechanism
of idiopathic nephrotic syndromes: Minimal change disease and focal and segmental
glomerulosclerosis]. Nephrol Ther. 2018 Dec;14(7):501-506
6. Wong W. Idiopathic nephrotic syndrome in New Zealand children, demographic, clinical
features, initial management and outcome after twelve-month follow-up: results of a three-
year national surveillance study. J Paediatr Child Health. 2007 May. 43(5):337-41
7. Kapita Selekta Kedokteran Essential Medicine Jilid II Edisi IV edition, Jakarta: Media
Aesculapius
8. Aida L, Maruhum B,M Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. V, Jakarta: Interna
Publishing 2014: 2081-2083
9. Hull RP, & Goldsmith DJA. Nephrotic syndrome in adults. BMJ, 336(7654), 1185–1189.
10. Kodner C. Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management. Am Fam Physician.
2009;80(10):1129-1134.
11. Iorember F, Aviles D. Anemia in nephrotic syndrome: approach to evaluation and
treatment. Pediatr Nephrol. 2017;32(8):1323-1330. doi:10.1007/s00467-016-3555-6
12. Floege J. Introduction to glomerular disease: clinical presentations. In: Johnson RJ, Feehally J, Floege
J, eds. Comprehensive Clinical Nephrology. 5th ed Philadelphia: Elsevier Saunders
13. Ramapriya Sinnakirouchenan. Nephrotic Syndrome. Medscape. link
https://emedicine.medscape.com/article/244631-overview#a1