Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu trauma yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai struktur kepala baik pada kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan
otak atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut. Terganggunya salah satu
struktur atau bagian tersebut dapat memberikan dampak yang bermakna pada
seseorang. Salah satu permasalahan yang memerlukan perhatian lebih adalah cedera
pada otak.
Cedera otak masih menjadi penyebab kematian dan disabilitas terbesar pada kasus
trauma. Cedera otak memiliki beragam bentuk dari perubahan kesadaran yang ringan,
sampai kondisi koma dan kematian. Pada kasus cedera otak yang berat, seluruh bagian
otak terpengaruh oleh adanya perdarahan atau pembengkakan pada otak. Penting
untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan yang sedang berlangsung setelah cedera
otak untuk menilai prognosis keparahan pasien.
Berdasarkan CDC, seluruh gabungan kasus terkait cedera otak di IGD, rawat inap, dan
kematian meningkat dalam dekade terakhir (2001-2010) dengan kasus kematian
terbanyak pada usia 1-44 tahun dan kematian terbanyak ketiga pada usia 45-64 tahun.
Modalitas penanganan dari cedera otak bervariasi dari konservatif hingga operasi radikal
seperti dekomptesi kraniotomi. Strategi penanganan terfokus pada pencegahan
terjadinya kerusakan sekunder dengan menghindari hipotensi dan hipoksia serta
mempertahankan tekanan perfusi otak (Cerebral Perfusion Pressure/CPP), yang
merupakan ujung dari aliran darah otak.
Berdasarkan hal tersebut, dokter umum harus mampu mengetahui tentang trauma
capitis pada kasus ini. Mulai dari mengenali gejala klinis, penegakan diagnosa
serta tatalaksana dan mengetahui komplikasi dari penyakit ini.

1
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Tn. BS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 08 Juli 1994
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Pelita Seterio, Banyuasin III, Kab. Banyuasin
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
MRS : 20 April 2022
No. RM : 012093

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Os mengalami Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) 20 menit SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit


Os dibawa ke IGD RSUD Banyuasin setelah mengalami KLL karena
menabrak buntut truk dari belakang. Os mengendarai motor dan tidak
menggunakan helm. Os terjatuh dari motor dan tidak sadarkan diri. Kemudia
os dibawa ke RSUD Banyuasin dalam keadaan penurunan kesadaran.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


- Hipertensi disangkal
- DM disangkal
- Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
ginjal, jantung, ataupun liver di keluarga pasien disangkal.

2
2.3 Pemeriksaan Fisik
Airway : jalan napas tidak ada sumbatan, gurgling (-), stridor (-)
Breathing : spontan, pergerakan dinding dada simetris, vesikuler +/+, suara
napas tambahan (-), RR 20x/m, SpO2 99% dengan NRM 10 lpm
Ciculation : TD 60/palpasi, nadi filiformis, akral dingin, CRT memanjang
Disability : E3M6V4 (GCS 13), pupil bulat isokor, RC (+/+), tanda lateralisasi
(-)
Exposure :
Status Lokalis
 Regio orbita dextra : palpebra superior sinistra hematom (+)
 Regio facialis : multiple vulnus excoriatum, krepitasi (-)
 Regio abdomen : edema (+), defans (-), BU (+) normal, multiple
vulnus excoriatum
 Regio antebrachii dextra : vulnus excoriatum (+)
 Regio wrist sinistra : vulnus excoriatum (+), krepitasi (+), edema (+),
derformitas (+), luka terbuka (-)
 Regio pedis sinistra : multiple vulnus excoriatum et digiti I - V

2.4 Diagnosis Kerja


Cedera Kepala Ringan (CKR) GCS 13 + Syok Hipovolemik + Trauma tumpul
regio abdomen + susp closed fracture regio wrist sinistra

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 28 Desember
2021 sebagai berikut.
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Haemoglobin 13.6 gr/dL 14,0 – 18,0 gr/dL
Hematokrit 34,3% 37 – 47 %
Trombosit 319.000/mm3 150.000 – 390.000 /mm3
Leukosit 13.600/mm3 4.400 – 10.800 /mm3
MCV 81.3 fL 82 – 92 fL
MCH 26.1 pg 27 – 30 pg
MCHC 32.1 gr/dL 32 – 37 gr/dL

3
Hitung Jenis
- Neutofil Segment 45% 50 – 70 %
- Limfosit 48% 20 – 40 %
- Monosit 4% 2 – 10 %
- Eosinofil 2% 1–3%
- Basofil 0% 0–1%
Kimia Darah
- Glukosa Darah
185 mg/dL 100-199
Sewaktu
- Ureum 16 mg/dL 18– 55 mg/dL
-Creatinin 1.3 mg/dL 0.8 – 1.3 mg/dL
Elektrolit
- Natrium 140 mmol/L 135 – 148 mmol/L
- Kalium 3.0 mmol/L 3,5 – 5,3 mmol/L
Kimia Darah
Golongan Darah B Rhesus +
Anitigen SARS CoV2 Negatif Negatif

2.6 Tatalaksana
Tatalaksana di IGD
- O2 NRM 10 lpm
- Rehidrasi IVFD RL 2 kolf
- Plasbumin 5%
- Drip norepinefrin gtt V x/m mikro (titrasi)
- Pasang kateter

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

4
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Trauma Capitis

A. Definisi

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Putri, 2017).

B. Etiologi

Cedera kepala adalah cedera pada otak yang disebabkan oleh pukulan atau sentakan
pada kepala akibat trauma tumpul atau penetrasi. Penyebab umum terjadinya cedera
kepala termasuk jatuh, kecelakaan mobil atau motor, kecelakaan kendaraan yang
melibatkan pejalan kaki, dan serangan dengan atau tanpa senjata (Horne, 2018). Cedera
kepala dapat terjadi sebagai efek dari benturan langsung maupun tidak langsung yang
disebut juga sebagai cedera primer. Cedera primer dapat melibatkan lobus otak tertentu
atau dapat melibatkan seluruh otak dan terkadang disertai dengan patahnya tulang
tengkorak. Cedera primer dapat menyebabkan terjadinya laserasi kulit kepala, memar,
pendarahan, dan robeknya serabut saraf.

Segera setelah kecelakaan, mungkin terjadi penglihatan kabur dan pusing, atau
kehilangan kesadaran. Dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya trauma juga bisa
tidak langsung terlihat. Setelah dampak awal terjadi, otak mengalami trauma yang
tertunda - membengkak - mendorong dirinya sendiri ke arah tengkorak dan mengurangi
aliran darah yang kaya oksigen. Ini disebut cedera sekunder, yang seringkali lebih
merusak daripada cedera primer. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi
akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, dan
peningkatan tekanan intracranial (Dawodu, et al., 2019; Putri, 2017).

C. Klasifikasi

Berdasarkan mekanismenya, cedera kepala dibagi menjadi: (Aritonang, 2007)

a. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,


jatuh ataupun terkena pukulan benda tumpul.

b. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau luka tembak.

5
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS yaitu
(Aritonang, 2007; Putri, 2017):

a. Cedera Kepala Ringan (CKR)

• GCS > 11

• Tidak terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak

• Tidak memerlukan tindakan operasi

• Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam.

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

• GCS 9-13

Ditemukan kelainan pada CT scan otak

• Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial

• Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam

Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score GCS < 9

D. Manifestasi Klinis

Menurut Reisner (2009) dalam Putri (2017), gejala klinis cedera kepala yang dapat
membantu mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid), hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani
telinga), periorbital ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung), rhinorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari hidung), otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari
telinga). Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala ringan adalah pasien
tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh, sakit
kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau muntah, gangguan tidur dan
nafsu makan yang menurun, perubahan kepribadian diri, letargik. Tanda–tanda atau
gejala klinis untuk yang cedera kepala berat adalah perubahan ukuran pupil (anisocoria),
trias Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan) apabila
meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstremitas (Aritonang, 2007; Putri, 2017).

E. Penatalaksanaan

F. Komplikasi

1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala berat dapat
mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial)
maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan
tetap dalam status vegetatif.

6
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan
telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan tertutup
jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi
kebocoran cairan serebrospinal persisten.

3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal
(pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama, fraktur depresi
kranium dan hematom intrakranial.

4. Hematom subdural kronik.

5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat
menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera
vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).

3.2 Trauma Abdomen

3.3 Syok Hipovolemik

Anda mungkin juga menyukai