Anda di halaman 1dari 5

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Gambaran Kasus


An. W (2 tahun 6 bulan), laki-laki, dengan diagnosa medis
KDK, kejang demam sederhana. Anak masuk pada tanggal 06
April 2021 dengan keluhan demam dan ada kejang kurang
lebih 3 menit. Ibu klien mengatakan anaknya kejang sejak
berusia 2 tahun. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 08
April 2020, kesadaran compusmentis dan terpasang stopper.
Suhu = 38,10C Nadi= 112x/menit RR= 42x/menit, anak sudah
tidak mengalami kejang. Ibu mengatakan anak masih demam.

3.2 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada Anak W terdiri dari
pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengkajian fisik
yang dilakukan awalnya dilihat dari status nutrisi anak,
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas bermain, serta
kebersihan diri. Anak W masih minum susu formula, sudah
mendapatkan makanan berupa nasi, dan banyak minum air
putih. Intake anak W tiap harinya: susu, air putih, nasi,
depakene 2x 2 cc, dan sanmol 3x 150 mg. Anak W buang air
besar berwarna kuning dan konsistensi padat, buang air kecil
ditampung menggunakan diapers yang selalu ditimbang setiap
7 jam sehingga urine dapat terpantau dengan baik. Diuresis
selalu berubah-rubah perharinya dengan jumlah rata-rata ±450
ml/7 jam. Anak tidur dengan durasi sekitar 8-10 jam dan
sering terbangun akibat bising dan bila disentuh. Selama
diruang rawat anak tampak sering digendong ibunya untuk
jalan-jalan diluar kamar. Ibu dan Ayahnya tampak mengajak
berbicara dan bermain. Anak tampak lebih bersih dari awal
masuk rawat inap. Kulit anak sawo matang, dimandikan 2x
sehari dengan cara di lap di atas tempat tidur.

Pengkajian selanjutnya terdiri dari keadaan umum, tanda-tanda


vital, pengukuran, dan pemeriksaan Head to toe. Kesadaran
Anak W saat dilakukan pengkajian adalah compusmentis, bila
menangis kuat, dan postur tubuh berisi. Frekuensi pernapasan
42x/menit, Frekuensi nadi 112x/menit, dan Suhu 38,10C. Berat
badan anak 12 kg, panjang badan 82 cm, lingkar kepala 47 cm,
lingkar dada 52 cm, lingkar perut 54 cm, dan lingkar lengan 16
cm. Kepala Anak W normocephalo, ubun-ubun datar, tidak
ada cephal hematom, rambut hitam tipis. Pada mata tampak
sklera tidak ikterik, konjungtiva merah muda, bereaksi
terhadap cahaya, pupil isokor. Hidung mempunyai septum
nasal, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak
terpasang oksigen. Telinga bersih dan berespons terhadap
suara. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
Pergerakan dada simetris, bunyi napas vesikuler, tidak
terdengan suara ronkhi, bunyi jantung BJ 1 BJ 2. Abdomen
datar, terdengar bising usus, tidak ada tahanan. Kandung
kemih berisi penuh dan keluar urine jika ditekan dan terlihat
Anak W memiliki mikropenis. Capillary refill time kurang
dari 3 detik, tidak sianosis, kulit teraba hangat, turgor kulit
elastic, dan mukosa bibir lembab. Anak W sudah bisa
berjalan.
Anak W adalah anak yang aktif dan berespon terhadap
stimulus disekitarnya. Anak diasuh oleh orangtua. Anak
mendapat banyak dukungan dari keluarga yang senantiasa
berusaha untuk sembuh. Anak W tampak takut dan nangis jika
di dekati perawat, tetapi anak W mau bermain bersama teman
seruangan terlihat dengan adanya interaksi dengan anak W dan
pasien lainnya. Anak W selalu mendapat kasih sayang dan
perhatian dari orang tua dan keluarga.

3.3 Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan yang terdapat pada Anak W
berdasarkan hasil pengkajian diatas adalah hipertermia dan
risiko cidera. Berdasarkan masalah keperawatan ini akan
diangkat menjadi diagnosa keperawatan yang akan dilakukan
intervensi keperawatan. Pada Anak W diagnosa keperawatan
yang akan diselesaikan adalah hipertermia dan risiko codera.
Risiko cidera jika kejang berulang dengan menginformasikan
faktor risiko terjadinya kejang, informasikan pertolongan
pertama pada kejang, monitor pengelolaan obat, jaga
penghalang tempat tidur.

3.4 Intervensi Keperawatan


Intervensi yang dilakukan pada An.W adalah memantau
keadaan umum anak, tanda-tanda vital mulai dari suhu tubuh,
frekuensi pernapasan, dan irama jantung. Telah dilakukan
intervensi keperawatan dengan cara mempertahankan suhu
lingkungan tetap sejuk, menganjurkan orangtua untuk
membantu agar anaknya dapat menggunakan pakaian yang
tipis dan menyerap keringat, mengompres dengan air hangat,
mengatur posisi tirah baring, kolaborasi pemberian
parasetamol, mengidentifikasi penyebab peningkatan suhu
tubuh.

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi setelah 3 hari dilakukan intervensi yaitu pada


tanggal 8-10 April 2021 yaitu Ibu mengatakan badan anak
sudah berkurang demamnya, Anak tidak mengalami kejang,
tidak tampak kemerahan pada kulit anak, Suhu 37,7 0C dan
teraba hangat. Hasil dari pemberian tepid sponge pada Anak
W selama 3 hari terjadi penurunan suhu tubuh dari 38,30C
hingga 37,70C. Hari pertama suhu tubuh Anak W adalah
38,30C dilakukan tepid sponge pada jam 11.00 WIB, suhu
tubuh Anak W menjadi 37,90 C pada jam 11.40 WIB. Hari
kedua tetap dilakukan tepid sponge minimal 20 menit setiap
anak mengalami peningkatan suhu tubuh. Suhu Anak W turun
menjadi 37,70C. Dalam pelaksaan intervensi, anak mengalami
penurunan suhu dari 38,40C hingga 380C setelah 20 menit
tepid sponge. Hari ketiga intervensi suhu tubuh anak sudah
mulai mendekati normal yaitu 37,70C. tiga hari pelaksanaan
intervensi ini dapat menurunkan suhu tubuh anak sebesar
0,60C, dimana setiap pelaksanaan tepid sponge pada anak suhu
turun hingga 0,40C.

Anda mungkin juga menyukai