Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KAPITA SELEKTA

PERAMALAN JUMLAH PRODUKSI PADI DI INDONESIA

NAMA : EGA WAHYU PERTIWI


NIM : 212409002

1. Variabel : Jumlah produksi padi di Indonesia dalam satuan Ton


2. Sumber Data : https://ourworldindata.org/. (Data UN Food and Agriculture Organization
(FAO)
3. Analisis peramalan menggunakan metode Box-Jenkins :
a. Identifikasi pola stasioner
Gambar 1. Time Series Plot

Time Series Plot of C1


90

80

70

60

50
C1

40

30

20

10
1 6 12 18 24 30 36 42 48 54
Index

Gambar 1 menunjukkan titik titik bergerak naik membentuk tren, maka dapat dikatakan pola data
tidak stasioner dalam mean dan varians. Dilakukan differencing pertama sebagai berikut :
Gambar 2. Time Series Plot Setelah Satu Kali Differencing

Time Series Plot of C2


5

2
C2

-1

-2
1 6 12 18 24 30 36 42 48 54
Index

Gambar 2 menunjukkan titik titik bergerak di sekitar rata – rata, maka dapat dikatakan pola data telah
stasioner dalam mean ataupun varians.
b. Menentukan plot ACF dan PACF
Gambar 3. Plot ACF

Autocorrelation Function for C2


(with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0
0,8
0,6
0,4
Autocorrelation 0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lag

Gambar 4. Plot PACF

Partial Autocorrelation Function for C2


(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1,0
0,8
0,6
Partial Autocorrelation

0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lag

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa plot ACF terdapat cut off pada lag ke-3 dan pada plot
PACF terdapat cut off pada lag ke-3. Maka model yang dapat terbentuk adalah :
• ARIMA (3,1,3)
• ARIMA (0,1,3)
• ARIMA (3,1,0)

4. Pengujian Asumsi White Noise dan Distribusi Normal


Pengujian asumsi dilakukan pada masing masing model yang terbentuk untuk mencari model
yang terbaik dari ketiganya.
a. Model ARIMA (3,1,3)
Hipotesis :
H0 : Model telah memenuhi asumsi white noise
H1 : Model belum memenuhi asumsi white noise
Daerah signifikan : α : 0,05
Daerah penolakan : Tolak H0 apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α (0,05).
Statistik Uji :
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48
Chi-Square 3,5 12,0 22,9 41,2
DF 6 18 30 42
P-Value 0,741 0,849 0,821 0,506

Nilai p-value berikut lebih dari nilai α, maka dapat diputuskan untuk gagal tolak H0. Maka dapat
disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi white noise.
Gambar 5. Plot Distribusi Normal Model ARIMA (3,1,3)

Normal Probability Plot


(response is C2)
99

95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Residual

Gambar 5 menunjukkan bahwa titik titik plot berada di sekitar garis normal. Maka dapat
disimpulkan bahwa model ARIMA (3,1,3) telah memenuhi asumsi distribusi normal.

b. Model ARIMA (0,1,3)


Hipotesis :
H0 : Model telah memenuhi asumsi white noise
H1 : Model belum memenuhi asumsi white noise
Daerah signifikan : α : 0,05
Daerah penolakan : Tolak H0 apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α (0,05).
Statistik Uji :
Modified
c. Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag d. 12 24 36 48
Chi-Square 6,0 15,1 25,1 36,9
DF e. 9 21 33 45
P-Value 0,736 0,817 0,835 0,800
f.
Nilai p-value berikut lebih dari nilai α, maka dapat diputuskan untuk gagal tolak H0. Maka
dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi white noise.
Gambar 6. Plot Distribusi Normal Model ARIMA (0,1,3)

Normal Probability Plot


(response is C2)
99

95
90

80
70

Percent
60
50
40
30
20

10

1
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Residual

Gambar 6 menunjukkan bahwa titik titik plot berada di sekitar garis normal. Maka dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA (0,1,3) telah memenuhi asumsi distribusi normal.

c. Model ARIMA (3,1,0)


Hipotesis :
H0 : Model telah memenuhi asumsi white noise
H1 : Model belum memenuhi asumsi white noise
Daerah signifikan : α : 0,05
Daerah penolakan : Tolak H0 apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α (0,05).
Statistik Uji :
Modified
a. Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag b. 12 24 36 48
Chi-Square 5,6 13,4 25,4 41,0
DF c. 9 21 33 45
P-Value 0,780 0,896 0,827 0,641
d.
Nilai p-value berikut lebih dari nilai α, maka dapat diputuskan untuk gagal tolak H0. Maka
dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi white noise.
Gambar 8. Plot Distribusi Normal Model ARIMA (0,1,3)

Normal Probability Plot


(response is C2)
99

95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Residual
Gambar 6 menunjukkan bahwa titik titik plot berada di sekitar garis normal. Maka dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA (3,0,1) telah memenuhi asumsi distribusi normal.

5. Menentukan Model Terbaik


Ketiga model yaitu ARIMA (3,1,3), ARIMA (0,1,3), ARIMA (3,1,0) memenuhi asumsi white noise
dan distribusi normal, maka untuk dapat menentukan mana model terbaik, dapat dilakukan
perbandingan pada nilai MS (Mean Square) pada ketiga model tersebut.

• Model ARIMA (3,1,3)


Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 57, after differencing 56
Residuals: SS = 115,245 (backforecasts excluded)
MS = 2,305 DF = 50

• Model ARIMA (0,1,3)


Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 57, after differencing 56
Residuals: SS = 121,809 (backforecasts excluded)
MS = 2,298 DF = 53

• Model ARIMA (3,1,0)


Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 57, after differencing 56
Residuals: SS = 121,068 (backforecasts excluded)
MS = 2,284 DF = 53

Untuk menentukan model terbaik, dapat dilihat pada nilai MS (Mean Square) terkecil. Diantara ketiga
model ARIMA, pada model ARIMA (3,1,0) memiliki nilai MS paling kecil. Maka model terbaik
yang dapat dipilih adalah ARIMA (3,1,0).

6. Persamaan Model ARIMA (3,1,0)


ARIMA (3,1,0) → p,d,q (3,1,0)
(1 − ∅1 𝐵 − ∅2 𝐵2 − ∅3 𝐵3 )(1 − 𝐵)𝑍𝑡 = (1 − 𝜃1 𝐵 − 𝜃2 𝐵2 − 𝜃3 𝐵3 )𝛼𝑡
(1 − ∅1 𝐵 − ∅2 𝐵2 − ∅3 𝐵3 )(𝑍𝑡 − 𝑍𝑡−1 ) = (1)𝛼𝑡

𝑍𝑡 − ∅1 𝑍𝑡−1 − ∅2 𝑍𝑡−2 − ∅3 𝑍𝑡−3 − 𝑍𝑡−1 + ∅1 𝑍𝑡−2 + ∅2 𝑍𝑡−3 + ∅3 𝑍𝑡−4 = 𝛼𝑡


𝑍𝑡 = ∅1 𝑍𝑡−1 + ∅2 𝑍𝑡−2 + ∅3 𝑍𝑡−3 + 𝑍𝑡−1 − ∅1 𝑍𝑡−2 − ∅2 𝑍𝑡−3 − ∅3 𝑍𝑡−4 + 𝛼𝑡
𝑍𝑡 = −0,8402𝑍𝑡−1 − 0,8250𝑍𝑡−2 − 0,2799𝑍𝑡−3 + 𝑍𝑡−1 + 0,8402𝑍𝑡−2 + 0,8250𝑍𝑡−3 + 0,2799𝑍𝑡−4
DATA
Rice Production
Entity Code Year (1.000.000 tonnes)
Indonesia IDN 1961 12,08
Indonesia IDN 1962 13,00
Indonesia IDN 1963 11,60
Indonesia IDN 1964 12,31
Indonesia IDN 1965 12,98
Indonesia IDN 1966 13,65
Indonesia IDN 1967 13,22
Indonesia IDN 1968 17,16
Indonesia IDN 1969 18,02
Indonesia IDN 1970 19,33
Indonesia IDN 1971 20,19
Indonesia IDN 1972 19,39
Indonesia IDN 1973 21,49
Indonesia IDN 1974 22,47
Indonesia IDN 1975 22,34
Indonesia IDN 1976 23,30
Indonesia IDN 1977 23,35
Indonesia IDN 1978 25,77
Indonesia IDN 1979 26,28
Indonesia IDN 1980 29,65
Indonesia IDN 1981 32,77
Indonesia IDN 1982 33,58
Indonesia IDN 1983 35,30
Indonesia IDN 1984 38,14
Indonesia IDN 1985 39,03
Indonesia IDN 1986 39,73
Indonesia IDN 1987 40,08
Indonesia IDN 1988 41,68
Indonesia IDN 1989 44,73
Indonesia IDN 1990 45,18
Indonesia IDN 1991 44,69
Indonesia IDN 1992 48,24
Indonesia IDN 1993 48,18
Indonesia IDN 1994 46,64
Indonesia IDN 1995 49,74
Indonesia IDN 1996 51,10
Indonesia IDN 1997 49,38
Indonesia IDN 1998 49,24
Indonesia IDN 1999 50,87
Indonesia IDN 2000 51,90
Indonesia IDN 2001 50,46
Indonesia IDN 2002 51,49
Indonesia IDN 2003 52,14
Indonesia IDN 2004 54,09
Indonesia IDN 2005 54,15
Indonesia IDN 2006 54,45
Indonesia IDN 2007 57,16
Indonesia IDN 2008 60,25
Indonesia IDN 2009 64,40
Indonesia IDN 2010 66,47
Indonesia IDN 2011 65,76
Indonesia IDN 2012 69,06
Indonesia IDN 2013 71,28
Indonesia IDN 2014 70,85
Indonesia IDN 2015 75,40
Indonesia IDN 2016 79,35
Indonesia IDN 2017 81,15
Indonesia IDN 2018 83,04

Anda mungkin juga menyukai