MONOGRAF
Buku Ajar
STRUKTUR BETON
PRATEKAN PARSIAL
MADE DHARMA ASTAWA
Percetakan
Dalam decade akhir ini Struktur Beton Prategang semakin popular digunakan pada
struktur bangunan, baik pada bangunan infra struktur seperti Balok Jembatan Jalan
Raya maupun Jembatan Kereta Api. Demikian juga pada Struktur Rangka Gedung,
terutama pada gedung yang menggunakan Balok Bentang Panjang, karena ternyata
penggunaan Beton Pratekan lebih efisien dibandingkan dengan Beton Bertulang.
Untuk Struktur yang dominan menerima beban gravitasi seperti pada
Bangunan-bangunan Gedung, desain Struktur dengan Balok Beton Full Prestress
dianggap oleh para Ahli kurang efisien karena pemakaian baja tulangan tidak bisa
dihindari padahal dalam perhitungan analisa struktur, beban lentur dianggap
sepenuhnya dipikul oleh Strand Tendon sedangkan baja tulangan dianggap sebagai
tulangan praktis.
Penggunaan Beton Partial Prestress dipilih sebagai alternative karena ternyata
lebih efisien dimana dengan dimensi penampang yang sama membutuhkan jumlah
Strand Tendon yang lebih sedikit karena baja tulangan dan strand tendon didesain untuk
bekerja sama dalam memikul beban lentur, sehingga ada perbandingan yang
proporsional antara baja tulangan dan strand tendon unutk bersama-sama memikul
beban lentur.
Melihat kenyataan bahwa buku referensi (tex books) untuk Struktur Beton
Pratekan masih relative minim, terutama untuk referensi Struktur Beton Pratekan
Parsial, maka penulis berinisiatif untuk menyusun buku berupa Modul Ajar Beton
Pratekan Parsial ini yang juga dilengkapi dengan beberapa contoh-contoh soal.
Namun dengan minimnya referensi sebagai rujukan dan keterbatasan
kemampuan yang ada pada penulis, tentu dalam penulisan buku ini masih terjadi
kekurang sempurnaan. Untuk itu maka kritik dan saran dari para ahli yang lebih
berkompeten dibidang ini akan diterima dengan penuh rasa terima kasih.
Penulis.
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
1. PENDAHULUAN 8
2. BETON PRATEKAN DAN BETON PRATEKAN PARSIAL 11
2.1. Klasifikasi Konstruksi Beton 11
2.2. Klasifikasi Beton Pratekan Parsial 13
2.3. Keuntungan & Kerugian Beton Partial Prestressed terhadap
Full Prestress 15
Halaman
Tabel: 4.1. Prosentase Pratekan dan Data Tulangan Baja Lunak 22
Tabel: 4.2. Harga-Harga Momen Untuk Semua Tipe Balok 29
Halaman
BETON
KERJASAMA PASIF
BERTULANG
Dari skema di atas dapat dilihat bahwa kehadiran bahan beton bertulang yang
merupakan bahan gabungan, dengan maksud adanya pembagian tugas antara
bahan yang menerima tekan (beton) dan tarik (baja tulangan), belum bisa
menjawab semua tantangan di dalam problem struktur, maka kemudian lahirlah
bahan baru yaitu beton pratekan.
Dengan dikenalnya konstruksi ini maka beberapa kesulitan telah dapat
diatasi missal : masalah bentang besar, mengurangi dominasi oleh berat sendiri,
adanya retak-retak pada beton di bawah beban kerja dan sebagainya.
Pemakaian konstruksi beton pratekan total pada gedung-gedung, sering
mengalami hambatan, karena disini dituntut bahwa struktur harus mampu
Kelas II :
Keadaan formasi retak-retak tidak boleh timbul, walaupun dalam kondisi
kombinasi pembebanan yang terburuk, tetapi batas dekompresi boleh
Kelas IV :
Penampang disini hanya mempunyai tulangan biasa (tanpa baja pratekan).
Kondisi batas retak harus dipatuhi.
Wmax dibatasi oleh beban g+λp , dengan 0<λ<1 atau oleh g+p (beban total)
Gambar 2.4 Keadaan Tegangan dan Regangan dari Penampang Balok
Di Bawah Beban Maximum Untuk Struktur Kelas IV
Gambar 2.5 Model Kurva Hubungan Beban dan Lendutan Element Konstruksi Beton
Dari gambar di atas dapat dilihat besaran-besaran beban yang bekerja, termasuk
beban yang menimbulkan retak untuk yang pertama.
Jelas dapat dilihat bahwa pada beton pratekan total beton mengalami
retak pada saat beban rencana (service load) bekerja penuh, sedang untuk beton
bertulang pada saat yang sama penampang sudah retak. Jadi jelas bahwa posisi
beton pratekan partiil dan sifat-sifatnya akan terltak diantara kedua tipe struktur
terdahulu masing-masing menjadi batas atas (pratekan total) dan batas bawah
(beton bertulang).
Sehubung tidak retaknya penampang balok beton pratekan total pada saat
beban kerja, maka tegangan baja pratekan tidak terlalu banyak meningkat,
hampir dapat dikatakan tetap, hal ini akan berbeda pada beton pratekan
partiil, karena penampang retak, balok kehilangan kekakuan, dan akan
terjadilah loncatan tegangan yang cukup besar selama berubah-ubahnya
Catatan :
* Untuk ketentuan variasi tegangan-tegangan (beton maupun baja) salah satunya diatur
dalam CEP-FIP 1978 [5].
3.1 Pendahuluan
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 17
Menurut note dari FIP [5], dinyatakan bahwa untuk beton pratekan
partiil ini masih ada beberapa perbedaan pendapat cara-cara pendekatannya. Di
dalam laporan tersebut ditulis bahwa secara garis besar pendapat terbagi atas
dua keinginan, sebagian mengarah ke Amerika dan yang lain cenderung ke
Eropa.
Pada dasarnya mereka sepakat bahwa beban batas runtuh, beton
bertulang, beton pratekan total maupun pratekan partiil, keadaan penampang
tidak berbeda sejak masing-masing penampang balok sudah retak. Keadaan
keseimbangan berlaku yaitu FC = FT, dimana FC adalah gaya tekan total dan FT
adalah gaya tarik total oleh tulangan (beton tarik diabaikan).
Untuk keadaan beban kerja (service load) beton pratekan partiil
mempunyai sifat-sifat diantara beton bertulang dan beton pratekan total (lihat
gambar 2.1).
3.2 Prosentase Pratekanan
Kembali lagi dapat dilihat dalam Gambar 2.1, bahwa prosentase pratekan
ini dapat berkisar dari 0 sampai dengan 1, atau (0 s/d 100%) pratekan.
Balok dengan prosentase 0% pratekan adalah balok beton bertulang, dan
balok dnegan 100% pratekan adalah balok pratekan total (fully prestressing).
3.2.1 Partiil Prestressed Ratio Atas Dasar Momen Runtuh :
Cara ini didasarkan atas kapasitas batas dari masing-masing tulangan [3] [5] [6].
A p .f p.u .z p.u
P.P.R =
A p .f p.u .z p.u As .fs.u .zs.u
Dimana :
PPR adalah partial prestressing ratio
A adalah luasan
f adalah tegangan
z adalah lengan momen dalam
huruf indek :
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 18
p, untuk baja pratekan
s, untuk baja lunak
u, untuk keadaan batas
............................................................................................................................... (
3.4.a)
f yk
σ*pu =
1,15
............................................................................................................................... (
3.4.b)
f sk
σ*bu =
1,15
............................................................................................................................... (
3.4.c)
Dengan pembatasan deformasi (Gambar 3.3) keseimbangan dapat diperoleh :
εcu = 3,5 ̊ /̥̥
............................................................................................................................... (
3.5.a)
εsu = 10 ̊ /̥̥
............................................................................................................................... (
3.5.b)
εpu = 10 ̊ /̥̥
............................................................................................................................... (
3.5.c)
* Adapun data lengkap tentang percobaan ini dapat dilihat pada kepustakaan no 9.
Wm = Srm.εsm ………(4.2)
Dimana :
Srm = jarak retak rata-rata
εsm = perpanjangan baja tulangan rata-rata
Adapun jarak retak rata-rata Srm, perpanjangan baja rata-rata εsm dapat dihitung
*)
sebagai berikut :
s
Srm = 2(c ) k1.k 2 ………..(4.3)
10 r
s sr
εsm = 1 12 0,4 s ………(4.3)
Es s Es
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa hasil prediksi cukup memadai. Dengan
penglihatan mata manusia tanpa alat bantu, ternyata retak terdeteksi cukup
terlambat.
4.2.3 Jarak Retak :
Adapun jarak retak pada sebuah balok tidak selalu sama, ada jarak
minimal dan maximal.
Gambar 4.4, menunjukan perbandingan antara prediksi teoritis dengan
experimental. Untuk teoritis dicoba dihitung atas dua konsiderasi, pertama
dengan menganggap bahwa kehadiran baja prategang (untuk tipe B, C, D)
memberi pengaruh dan kedua kehadirannya dianggap tidak punya adil.
Gambar: 4.7 Diagram Deformasi Dalam Keadaan Sesaat Runtuh dan Harga
Momen Runtuh Teori Masing-Masing Balok
*)
Karakteristik beban berulang yang diterapkan pada percobaan ini adalah 2 siklus permenit
dengan jumlah terbatas yaitu 1500 kali (± 12,5 jam pembebanan) dengan level beban (0,25
s/d 0,5) Mrth dan 600 kali pada level beban (0,375 s/d 0,75) Mrth.
Gambar 4.9 Perbandingan Angka-Angka Keamanan Pada Metode Posttension, Pretension Untuk Beban Langsung Dan Beban Berulang
30
Ditinjau terhadap keamanan atas beban runtuh (Mrth), ternyata ᵞr untuk
metode pretension ada yang berharga lebih kecil dari satu. Jadi beban
berulang ini kiranya lebih peka pada metode pretension. Namun demikian
secara global dapat disimpulkan tidak menimbulkan perubahan yang berarti.
4.3.4 Kesimpulan :
Dari hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Prediksi perhitungan balok beton pratekan partiil ini dapat diterapkan
sebagaimana halnya pada balok-balok beton bertulang atau pada beton
pratekan total.
2. Keamanan terhadap beban kerja cukup mantap (ᵞ s ≥ 1,5).
3. Akibat adanya beban berulang dengan catatan level beban tidak terlalu
besar, keruntuhan balok pratekan partiil nampaknya tidak berubah.
5.1. Posisi Beton Pratekan Parsiil Terhadap Beton Pratekan Penuh Dan
Beton Bertulang
Berpijak pada salah satu prinsip dasar beton pratekan menurut T.Y.LIN,
bahwa beton pratekan itu sesungguhnya beton bertulang hanya saja
merupakan gabungan antara dua material : beton dan baja yang
masing-masing bermutu tinggi, disamping juga sejak awal tulanganya
(tendon) diberi tegangan tarik, sehingga ada gaya dalam, secara awal
yang bekerja, yang nantinya diharapkan mengantisipasi gaya-gaya luar
yang akan bekerja (beban-beban). Apabila hubungan antara beban dan
defleksi sebuah element struktur (balok) digambar bersama seperti
terlihat dalam gambar 2-5, maka dapat dilihat secara jelas bahwa posisi
beton pratekan parsiil adalah merupakan posisi antara, dari beton
pratekan penuh dan beton bertulang, batas atas beton pratekan penuh
dan batas bawah adalah beton bertulang biasa. Dari gambar 2-5 tersebut
menarik untuk diamati bahwa pada beban kerja penuh, beton pratekan
belum retak, namun beton bertulang akibat beban mati saja
penampangsudah retak. Untuk struktur rangka pada gedung-gedung
desain penampang sering ditentukan oleh beban gravitasi (U = 1,2D +
1,6L) ataupun oleh kombinasi gempa : (U = 1,05 (D + LR ± E atau U =
0,9 (D ± E)
Dengan beton pratekan parsiil, nampaknya cocok karena pada beban
gravitasi seolah-olah diterima oleh pratekannya (arah beban pasti) dan
pada waktu beban gempa (bekerja bolak balik) lebih cocok ditahan
tulangan lunak.
5.2. Analisa Penampang
5.2.1. Penampang Sebelum Retak
Dimana :
F = gaya pratekan
e = excenstrisitas gaya pratekan terhadap cgc
A = luas penampang
W = momen tahanan penampang
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 33
M = momen luar balok
fc = tegangan beton
t = indek untuk serta atas (top)
b = indek untuk serat bawah (bottom)
Tegangan baja lunak fs = n.fcns
Dimana :
Es
fcns = tegangan beton pada level baja lunak, dan =
Ec
Es = modulus elastis baja lunak
Ec = modulus elastis beton
5.2.2. Penampang Sesudah Retak Pada Beban Kerja
1. Asumsi
Penampang datar tetap datar sebelum dan sesudah balok
mengalami deformasi. Asumsi ini tetap dipertahankan
walaupun balok sudah dalam stadium retak. Beton dan baja
mengalami deformasi secara bersama (tidak terjadi slip antara
beton dan tulangan akibat rusaknya lekatan)
Baik baja tulangan (lunak dan pratekan) dan baton, diagram
tegangan-tegangannya ( ) diketahui
Setelah retak andil beton tarik tidak dianggap ada (diabaikan)
Sebuah penampang T dari Balok Pratekan Parsiil seperti pada
gambar 5-2 :
c (b bw)(c hfl ) 2
Ap.fp + As.fs = b.fct + AS1fs1 (5-2)
2 2c
Dan dari M=0
Ec Ec
2
- (b bw)hfl 2 ( As.Es.ds As' Es ' ds' Ap.Ep.dp)
Ec
Aps.Eps 2 2 As.Es
+ ( se ce ) (b bw)hfl 3 (ds dp)ds
M 3 Ec
2 2 As.Es
+ (b bw)hfl 3 (ds dp)ds = 0 (5-11)
3 Ec
Karena penampang dan sifat material telah diketahui, maka harga c
tergantung pada besarnya M. Jadi untuk mengevaluasi pengaruh
besaran M Mcr, persamaan diatas bentuknya dapat disederhanakan :
1 2 2 4 6
c 3 bw c 3 c 5 0
M M M M
Setelah harga c dapat dihitung, maka tegangan-tegangan pada beton
dan baja dapat dihitung.
Tegangan pada beton :
Aps.Epsse se
fct= …(5-12)
2
b bw 2
Ap.Ep
bc c hfl dp c As.Es
ds c As' Es'
(ds' c)
2 Ec Ec Ec
Tegangan pada baja pratekan :
Eps dp c
tps = Eps ce se fct (5-13)
Ec c
Tegangan pada baja lunak :
Tulangan tarik :
H=0 (5-16)
T=C (5-17)
T = Ap.fps + As.fy (5-18)
C = 0,85 fc' . b.a + As'. fs' (5-19)
p fpu d
Fps = fpu 1 p ( ' (5-20)
1 fc' dp
(lihat SKSNI persamaan 3.11-3)
Dengan ini persamaan garis netral dapat dihitung berarti :
Mn = T x Z (5-21)
Z = lengan momen dalam, dapat dihitung setelah letak garis netral
diketahui
Sebagai control, bahwa balok dapat dipakai
Mu < Mn (5-22)
5.3. Desain Lentur (NAAMAN)
Untuk menghitung luas tulangan Ap dan As, urut-urutannya sebagai
berikut :
1. Menghitung PPR (rasio pratekan parsiil)
1,4M D
PPR = (5-23)
1,4 M D 1,7 M L
b.dp. fc' 2 Fu
Ap = 1 1 (5-27)
fpu b.dp. fc'
6.1. Umum
Mengingat kebutuhan pasar yang selalu menghendaki pekerjaan serba
cepat, pemakaian panas (traitment thermique/heat traitment) dalam
mempercepat pengerasan beton (misalnya dengan metode steam curing)
merupakan salah satu cara pelaksanaan konstruksi yang dianggap dapat
memberi harapan terutama pada elemen beton pratekan pracetak.
Pemakaian methode ini dalam praktek membawa beberapa konsekwensi:
a. Merubah besaran yang dipakai dalam perhitungan seperti tegangan
beton pada umur 28 hari, susut dan rangkak (creep)
b. Merubah estimasi kehilangan pratekan akibat adanya kenaikan
temperatur
Dibawah ini (gambar 3-1) merupakan sebuah skema suatu roses
kenaikan temperatur pada pengolahan pengerasan memakai panas
(heat treatment)
Dari gambar tampak bahwa untuk temperatur diatas 800C hasilnya tidak
menguntungkan. Untuk temperatur maximum (Tmax) dibawah 800C
makin besar T maximumnya makin cepat kenaikan tegangan betonnya.
Pada waktu jangka panjang pengaruh kenaikan temperatur ini bersifat
tidak menguntungkan karena dapat menurunkan kekuatannya, seperti
terlihat dalam table 3-1 dibawah ini.
Table 6-1 :
Penurunan kekuatan akhir ( fc) beton akibat pengaruh dari
Kecepatan kenaikan temperatur dan besarnya Tmaximum
Temperatur maximum Kecepatan naiknya Pengurangan tegangan
temperatur akhir beton
0
Tmax = 70 C 0
VT = 10 C/jam fc = ± 10%
VT = 300C/jam fc = ± 20%
0
Tmax = 90 C 0
VT = 10 C/jam fc = ± 20%
VT = 300C/jam fc = ± 33%
T (t ) 20dt
1 tf
tpa = (6-2)
T max 20 0
r = ks.0
7.1. Pendahuluan
Sebuah pengalaman di beton pratekan dalam praktek kiranya pada
tulisan ini disajikan hasil test sebuah balok beton pratekan pracetak
segmental methode pasca tarik yang sempat dilakukan oleh
Laboratorium Struktural Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS tepatnya pada
tanggal 07 Oktober 1992, untuk projeck jembatan Fly-over Kali
Krembangan jalan tol SURABAYA – GRESIK.
Tujuan : Mengetahui keadaan balok pada saat beban kerja.
Pemilik balok : PT. WIJAYA KARYA
Pemilik Projek: PT. TIRTO BUMI
Konsultan : PT. BUANA ARSIKON
7.2. Data Balok
Data balok yang dites diberikan oleh PT. WIKA. Adapun data-data
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Skema ukuran balok
2. Beban Kerja
Sesuai data lengkap dari balok, beban kerja (diluar berat sendiri dan
berat alat pembebanan) di dapat P = 33,4 ton
120 mm
Yt
dt
cgc
dp
600 mm garis netral galok
480 mm
Yb
d'
bw = 400 mm
t
Apelat x 2 Abalok xc [(1632 𝑥 12)+(1920 𝑥 42)]
yt =
= 2
= 20,46 cm
Atotal 3552
yb = 60 – 20,46 = 39,54 cm
𝑡 12
dt = yt - 2 = 20,46 - = 14,46 cm
2
ℎ−𝑡 60−12
dp = yb - = 39,54 - = 15,54 cm
2 2
𝐼𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡 𝐼𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
Wt = dan Wb =
𝑦𝑡 𝑦𝑏
Keterangan :
Kt = Kern Atas
Kb = Kern Bawah
I = Momen Inertia
Nilai I komposit didapat sebagai berikut :
1 1 𝑏𝑒 3
I = 12 𝑏ℎ3 + (𝐴𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑥 dp2) + 12 t + Apelat x dt2
𝑛
1 1 136
= 12 x 40 x (60-12)3 + (1920 x 15,542) + 12 x x123 + 1632 x
1
14,462
= 1193125,363 cm4
𝐼𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡 1193125,363
Wt = = = 58315,02 cm3
𝑦𝑡 20,46
𝐼𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡 1193125,363
Wb = = = 30175,15 cm3
𝑦𝑏 39,54
𝑊𝐵 30175,15
Kt = 𝐴 = = 8,5 cm
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 3552
𝑊𝑇 58315,02
Kb = 𝐴 = = 16,42 cm
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 3552
Dicoba F = 100837 kg
Dari gaya prategang F diatas, akan ditambahkan gaya prategang
sebesar 20%, dikarenakan asumsi kehilangan prategang sebesar 20 %.
Jadi Fi = 100837 / 0,8 = 126046,25 kg
2. Daerah Limit Kabel
Daerah limit kabel selain dibatasi oleh kern pada balok juga dibatasi
oleh nilai amin dan amax yang didapat dari perhitungan berikut :
𝑀𝑇 39326.43
amax = = = 0,39 m = 39 cm
𝐹𝑒 100837
1449,8 Mpa
Sehingga
0,00678 𝑥 1449,8
ωp = ρpfps / f’c ≤ 0,30 ωp = = 0,27 ≤ 0,30 … (OK)
37
As 380,13
fy 350
ω = ρ’fy / f’c dan ρ’ = A’s / bd =
′ b.d
= 400.531
= 0,018
f 'c 35
Menurut persamaan (ω + ωp – ω’) ≤ 0,30
(0,018 + 0,27 – 0,018) ≤ 0,30 0,27 ≤ 0,30 …(OK)
Sehingga tulangan lunak dengan diameter 22 dapat digunakan.
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 63
8.1.7. Penentuan Jumlah Strand
Dari gaya prategang yang telah ditentukan dengan tegangan sesuai
dengan tegangan ijin maka penentuan jumlah strand kabel dapat
dilakukan. Adapun data-data strand kabel diambil dari table VSL
sebagai berikut:
- Menggunakan data dari table VSL strand properties to AS-1311
untuk post tensioning.
- Termasuk jenis uncoated low relaxation strand.
- Nominal diameter digunakan sebesar 15,2 mm dengan luas nominal
area kawat 143,3 mm2.
- Minimal breaking load 250 KN.
Penggunaan kabel strand untuk tendon prategang diatur dalam SNI
03-2847-2002 pasal 20.5 tentang tegangan ijin untuk baja prategang
dimana tegangan akibat gaya pengangkuran tendon diambil nilai
terkecil antara 0,94fpy , 0,80fpu dan 0,7fpu dimana nilai fpu dan fpy dapat
dihitung sebagai berikut:
- fpu = minimum breaking load : luasan strand.
Minimum breaking load = 250kN = 250000 N sehingga
250000
fpu = = 1744,592 Mpa
143,3
- nilai fpy diambil 0,9 fpu untuk tendon low relaxation strand (Edward
Nawy jilid 1)
fpy = 0,9 x 1744,592 = 1570,1326 Mpa
Didapat tegangan ijin tendon:
(i) 0,94fpy = 0,94 x 1570,1326 = 1475,925 Mpa
(ii) 0,80fpu = 0,80 x 1744,592 = 1395,674 Mpa
(iii) 0,7fpu = 0,7 x 1744,592 = 1221,214 Mpa
Diambil nilai terkecil diantara keduanya yaitu 1221,214 Mpa = fst
9 D15
225 mm 153 mm
185 mm
E ps .g L
X= ………. (8.8)
µ. 2
f st K
L
Dimana:
Eps = 180000 hingga 205000 Mpa diambil 200000 Mpa
g = diasumsi 0,08 cm = 0,8 mm
Nilai tegangan ijin tendon diambil dari table VLS berdasarkan SNI
03-2002-2847 pasal 20.5 tegangan ijin baja tendon diambil nilai
minimum dari syarat pasal 20.5.1 hingga 20.5.3 sebagai berikut:
(i) fps = 0,94fpy
(ii) fps = 0,94fpu
(iii) fps = 0,7fpu
Dengan nilai fpu didapat dari gaya maksimum yang dapat dipikul oleh
strand tendon dibagi luasan strand dan fpy sebesar 0,9fpu untuk tendon
low relaxation.
250000
fpu = = 1744,592 Mpa
143,3
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 69
fpy = 0,9 x fpu = 0,9 x 1744,592 Mpa
sehingga fst dapat diambil nilai minimum dari niali-nilai berikut:
(i) fps = 0,94fpy = 0,94 x 1570,1326 = 1475,925 Mpa
(ii) fps = 0,94fpu = 0,8 x 1744,592 = 1395,674 Mpa
(iii) fps = 0,7fpu = 0,7 x 1744,592 = 1221,214 Mpa
dari ketiga nilai diatas diambil nilai minimum fst = 1221,214 Mpa didapat
nilai X sebesar :
(200000)(0,8) 15000
X=
0,15 x0,208 2
1221,214 0,0000016
15000
= 5966,78 mm < 7500 mm ………..(OK)
µ
fpA = 2 fst x KxX
L
0,15 𝑥 0,208
fpA = 2 x 1221,214 x ( + 0,0000016) x 5966,78 = 53,63 Mpa
15000
𝑓 868,06
.𝑓 𝑐𝑖 = 1570,13 = 0,553 > 0,55 akibat relaksasi baja kehilangan
𝑝𝑦
be = 1360 mm
120 mm
Yt
dt
cgc
dp
600 mm garis netral galok
480 mm
Yb
d'
bw = 400 mm
Gambar: 8.11. Penampang Balok Prategang
KsH = diambil dari Tabel 4.10 didapat nilai KSH untuk 60 hari sebesar
0,45, sehingga didapat nilai susut sebagai berikut :
𝑉
ΔfPsh = 8,2 x 10-6 . KSH . ES . (1 − 0,0236 )(100-RH)
𝑆
14,94 MPa
Akibat berat mati tambahan (fcds) adalah momen akibat beban mati
tambahan dan beban hidup 70%.
𝑀𝐷 𝑥 𝑒 35,3 𝑥 0,39
fcds = = 1193125,363 x 10−8 = 1153,86 t/m2 = 11,54 Mpa
𝐼
Dimana :
Fo = Gaya Awal Prategang (sebelum kehilangan, N)
f = Fokus tendon (eksentrisitas dari cgs, mm)
l = Panjang efektif (dalam mm)
Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)
I = Inertia balok (dalam mm)
8 𝑥 1260462,5 𝑥 390
Po = = 17,48 N/mm
150002
Dimana :
Fo = Gaya awal prategang (sebelum kehilangan, N)
e = eksentrisitas terhadap cgc pada tepi balok
l = Panjang efektif (dalam mm)
Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)
I = Inertia balok (dalam mm)
1260462,5 𝑥 80 𝑥 147002
Δlme = = 7,99 mm ( )
8 𝑥 28589 𝑥 1193125,363 x 104
Dimana :
qo = Berat sendiri saat jacking (N/mm)
= 0,3552 x 2400 = 852,48 kg/m = 8,52 N/mm
f = Fokus tendon (eksentrisitas dari cgs, mm)
l = Panjang efektif (dalam mm)
Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)
I = Inertia balok (dalam mm)
Total lendutan pada saat awal transfer gaya prategang sebesar (dengan
mengasumsikan tanda (-) adalah lendutan ke atas karena berlawanan
awah dengan arah terjadinya lendutan) :
ΔlA = ΔlPO + Δlme + ΔlqO = - 33,78 + 7,99 + 16,46 = - 9,33 mm ( )
Lendutan ke bawah belum terjadi.
8.2.3. Lendutan Saat Beban Bekerja Saat F Efektif
Saat beban – beban sepenuhnya bekerja gaya prategang yang terjadi
berupa gaya prategang efektif setelah terjadi berbagai tahap dan
macam kehilangan dengan nilai Fefektif = 1053835,793 N lendutan
yang terjadi antara lain:
1. Lendutan Akibat Tekanan Tendon (Fefektif)
8 𝑥 1053835,793 𝑥 390
Po = = 14,61 N/mm
150002
5 14,61 𝑥 147004
ΔlPO = 384 x 28589 𝑥 1193125,363 x 104 = 26,04 mm ( )
1. Syarat I
Selimut beton ≤ 0,15 x dps (SNI 03-2847-2002 pasal 20.7.2(a))
50 (0,15 x 475,4) 50 mm ≤ 71,31 mm………………ok
2. Syarat II
𝑓𝑢 𝑑
Xo = ρp x + 𝑥 (ω − ω′ ) > 0,17 ………SNI 03-2847-2002
𝑓𝑐 𝑑𝑝
= 181971837,5 Nmm
Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan dilimpahkan pada
tulangan lunak yaitu sebesar :
Mu - MnTp = 446420.48 – 181971,84 = 264448,64 Nm = 264448640
Nmm.
8.4.2. Besar momen yang dipikul oleh tulangan lunak.
Dari perhitungan di atas didapatkan Mu yang dipikul oleh tulangan
lunak sebesar 264448640 Nmm. Setelah menetapkan data dan
perencanaan yang hendak digunakan, maka dilakukan perhitungan
untuk menetapkan nilai β1, ρbalance, ρmax dan ρmin sebagai berikut : β1 =
𝑓𝑐 ′ −30 37−30
0,85 – 8 ( ) = 0,85 – 8 ( 1000 ) = 0,794
1000
0,85 𝑥 β1 x fc′ 600
ρbalance = 𝑥
𝑓𝑦 600+ 𝑓𝑦
√𝑓′𝑐 √37
ρmin = = 4 𝑥 350 = 0,00434
4𝑓𝑦
1 2𝑚 𝑥 𝑅𝑛
ρperlu = 𝑚 x (1 − √1 − )
𝑓𝑦
1 2 𝑥 11,13 𝑥 2,93
= 11,13 x (1 − √1 − )
350
= 1068792729 Nmm
ϕMn = 0,8 x Mn > Mu
dimana nilai Mu adalah nilai momen ultimit saat beban ultimit
bekerja. Nilai momen ultimit didapat dari analisa ETABS V 9.7.1
sebesar 385323717 Nmm dari kombinasi beban 1,2D + 1,6L.
ϕMn=0,8x1068792729=855034183,6 Nmm > 385323717 Nmm ….ok
Momen pada daerah lapangan.
Data-data perencanaan didapat sebagai berikut:
Mutu beton (fc’) = 37 MPa
Mutu baja (fy) = 350 MPa
Dimensi balok = 40 x 60 cm
Diameter rencana = 22 mm
Diameter sengkang = 8 mm
Selimut beton = 50 mm
d = 600 – 50 – 8 – 0,5 x 22 = 531 mm
1. Syarat I
Selimut beton ≤ 0,15 x dps (SNI 03-2847-2002 pasal 20.7.2(a))
50 (0,15 x 514,6 ) 50 mm ≤ 77,19 mm……(OK)
Sehingga didapat
𝛾 0,28
fPS = fPU x (1 − 𝛽𝑃 𝑥 𝑋𝑜 ) = 1744,592 x (1 − 0,81 𝑥 0,314 ) =
1
1555,23 MPa
𝐴𝑝𝑠 𝑥 𝑓𝑝𝑠 1289,7 𝑥 1555,23
a = 0,85 𝑥 𝑓𝑐 𝑥 𝑏𝑒 = = 46,89 mm
0,85 𝑥 37 𝑥 1360
Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang dapat dipikul oleh
tendon berdasarkan peraturan ACI adalah 25%, sehingga dapat
dihitung sebagai berikut;
𝑎 46,89
MnTp=Apsxfpsx(𝑑𝑝 − 2)x0,25=1289,7 x1235,6x(514,6 )x0,25
2
= 195670420,2 Nmm
Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan dilimpahkan pada
tulangan lunak yaitu sebesar :
Mu-MnTp= 294128.5 – 195670.42 = 98458,08 Nm = 98458080 Nmm.
√𝑓′𝑐 √37
ρmin = = 4 𝑥 350 = 0,00434
4𝑓𝑦
2𝑚 𝑥 𝑅𝑛
(1 − √1 − )
𝑓𝑦
1 2 𝑥 11,13 𝑥 1,09
= 11,13 x (1 − √1 − )
350
Nmm ……(OK)
Karena Mn > Mu perlu, diasumsikan beton cukup kuat menahan gaya
gempa kiri dengan tulangan tarik saja, sehingga desain tulangan tekan
untuk mengatasi momen gempa negatif menggunakan desain tulangan
minimum sebagai berikut :
d' = 600 – d = 600 – 531 = 69 mm
Astekan = ρmin x b x d’ = 0,004 x 400 x 69 = 110,4 mm2
Sehingga tulangan tekan yang di pasang 3D22 (Asada = 1140 mm2)
Kontrol :
𝑎 𝑎
Mn = Aps x fps x (𝑑𝑝 − 2) + 𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦 𝑥 (𝑑 − 2)
46,89 46,89
Mn=1289,7x1555,23x(514,6 − ) + 1140 𝑥350 𝑥 (531 − )
2 2
= 1187663385 Nmm
ϕMn = 0,8 x Mn > Mu
dimana nilai Mu adalah nilai momen ultimit saat beban ultimit
bekerja. Nilai momen ultimit didapat dari analisa ETABS V 9.7.1
sebesar 287780788.84 Nmm dari kombinasi beban 1,2D + 1,6L.
ϕMn = 0,8 x 1187663385 = 950130708,2 Nmm > 287780788,84
Nmm ……(OK)
8.5. Penulangan Geser Pada Balok
Vmax = 204002.75 N = 204,00275 KN
d = 531 mm; ½ h = 300 mm; L = 15000 mm
Jarak muka kolom (x) = (d + ½ h) = (531 + 300) = 831 mm
6,968 x 204
Vu = = 182,24 kN
7,8
As 1901
ρw = = 0,009
b.d 400 x531
Monograf Struktur Beton Pratekan Parsial 93
V max 204
q= 26,15 kN/m
7,8 7,8
Mu = Vu . x – 0,5 . q . x2 – Mmax
= 204 x 0,831 – 0,5 x 26,15 x 0,8312 – 224,056 = -63,56 kNm = -
63560000 Nmm
V max .d b.d
Vc= fc' 120.w. .
M max 7
Kontrol :
S ≤ ¾ h ; S ≤ ¾ x 600
S ≤ 450 mm
S ≤ 600 mm
Sehingga menggunakan sengkang daerah tumpuan yang terkecil ϕ8-300
mm, sedangkan lapangan menggunakan sengkang praktis sehingga
menggunakan sengkang maksimum ϕ8-500