Anda di halaman 1dari 86

1

PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN DAN GANTI KERUGIAN


DAMPAK TUMPAHAN MINYAK TERHADAP SUMBER DAYA IKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Posisi geografis Indonesia sangat strategis karena berada diantara negara-
negara produsen minyak Timur Tengah di bagian barat, dan negara-
negara konsumen minyak seperti Jepang, Korea, Cina dan USA di bagian
Timur. Posisi tersebut disamping mendapat keuntungan ekonomi sebagai
daerah lintasan pelayaran internasional, khususnya pelayaran bagi kapal-
kapal tanker bermuatan minyak mentah, namun juga sangat rawan
terhadap kerusakan lingkungan terutama dari kemungkinan tumpahan
minyak di laut atau pencemaran laut dan pesisir. Hal itu dimungkinkan
karena di Indonesia terdapat 4 (empat) alur laut kepulauan Indonesia
(ALKI) yaitu alur laut Selat Malaka, alur laut Selat Sunda, alur laut Selat
Lombok terus melintasi Selat Makassar menuju arah utara dan yang
terakhir adalah alur laut kepulauan yang menerobos Nusa Tenggara
Timur, melintas ke Laut Flores, Laut Banda menuju utara sampai Lautan
Pasifik. Diperkirakan sekitar 7 (tujuh) juta barel per hari minyak mentah
atau diperkirakan 27 % dari total minyak yang diangkut di seluruh dunia
melewati Selat Malaka. Sebagai tambahan kapal-kapal ikan yang
membawa persediaan bahan bakar kapal serta rutinitas oli mesin yang
harus diganti juga memiliki potensi mencemari lingkungan sekitar
mereka, terutama wilayah perairan. Lebih daripada itu, resiko yang
diterima dan kemungkinan yang lebih buruk dari tumpahan minyak di
laut, dapat memberikan dampak atau efek yang sangat besar dan dapat
mengarah menjadi kerusakan pesisir seperti hutan mangrove, terumbu
karang,padang lamun, dan lain-lain.

Selain dampak dari transportasi laut/pelayaran, beberapa aspek yang


menyebabkan pencemaran minyak di laut dapat berupa pembuangan
limbah cair di perairan, limbah minyak dari kegiatan pelabuhan, serta
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi lepas pantai (off shore).
Oleh sebab itu perlu bagi kita untuk peduli terhadap Lingkungan laut di
Indonesia beserta segenap sumberdaya didalamnya yang merupakan
potensi besar bagi pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat, sehingga perlu memelihara fungsi dan
kualitasnya agar tetap menjadi sumber daya yang berkelanjutan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang


Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagai anggota tim, wajib
untuk ikut terlibat menanggulangi pencemaran terutama yang
diakibatkan tumpahan minyak di laut. Oleh sebab itu, KKP sebagai
2

anggota tim penanggulangan minyak di laut perlu meningkatkan peran


serta dalam penanggulangan keadaan darurat di laut. Pedoman
penanggulangan dampak pencemaran minyak terhadap sumber daya ikan
yang dikhususkan bagi lingkup KKP guna meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kegiatan tim utama penanggulangan tumpahan minyak di laut
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya Pedoman ini adalah:
a. sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanggulangan dan ganti
kerugian dampak tumpahan minyak terhadap sumber daya perikanan;
dan
b. meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan Satuan Kerja lingkup
KKP dalam penanggulangan tumpahan minyak di perairan pesisir atau
Perairan Indonesia.

1.3 Sasaran
Satuan kerja lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, baik kantor
pusat dan unit pelaksana teknis, yang mempunyai tugas dan fungsi dalam
penanggulangan dan ganti kerugian dampak tumpahan minyak terhadap
sumber daya ikan.

1.4 Ruang Lingkup


1. Batasan pedoman ini yaitu kegiatan penanggulangan pencemaran
akibat tumpahan minyak di perairan pesisir atau Perairan Indonesia
terhadap Sumber Daya Ikan yang termasuk dalam katagori Tier-3.
2. Ruang lingkup pengaturan pedoman ini yaitu:
a. sistem penanggulangan;
b. kelembagaan;
c. penanggulangan;
d. ganti kerugian;
e. rehabilitasi; dan
f. pelatihan

1.5 Pengertian
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Penanggulangan Pencemaran Dampak Tumpahan Minyak Terhadap
Sumber Daya Ikan adalah tindakan secara cepat, tepat dan
terkoordinasi untuk menanggulangi pencemaran Dampak
Tumpahan minyak terhadap Sumberdaya Perikanan beserta
lingkungannya untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan
kerusakan lingkungan perairan.
2. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,
estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
3. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan
kepulauan dan perairan pedalamannya.
3

4. Minyak adalah minyak bumi dalam bentuk apapun termasuk


minyak mentah, minyak bahan bakar, minyak kotor, kotoran
minyak, dan hasil olahan pemurnian seperti berbagai jenis aspal,
bahan bakar diesel, minyak pelumas, minyak tanah, bensin, minyak
suling, naptha, dan sejenisnya.
5. Tier-1 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan
DLKR Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau
unit kegiatan lain, yang mampu ditangani oleh sarana, prasarana
dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan
minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain.
6. Tier-2 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR
Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit
kegiatan lain, yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana
dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan
minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain berdasarkan tingkatan
tier 1.
7. Tier-3 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR
Pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit
kegiatan lain, yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana
dan personil yang tersedia di suatu wilayah berdasarkan tingkatan
tier 2, atau menyebar melintasi batas wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
8. Pusat Komando dan Pengendali Nasional Operasi Penanggulangan
Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang selanjutnya
disebut PUSKODALNAS, adalah pusat komando dan pengendalian
operasi dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut dan
penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di
laut.
9. Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) Pelabuhan adalah wilayah
perairan dan daratan pada pelabuhan umum yang dipergunakan
secara langsung untuk kegiatan kepelabuhanan.
10. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) adalah wilayah perairan di
sekeliling daerah lingkungan kerja (DLKR) perairan pelabuhan
umum yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
4

BAB II
PENANGGULANGAN TUMPAHAN MINYAK NASIONAL TIER 3

Melalui Peraturan Presiden No. 109/2006 tentang Penanggulangan Keadaan


Darurat Tumpahan Minyak di Laut, Tim Nasional Penanggulangan Keadaan
Darurat Tumpahan Minyak di Laut (yang selanjutnya disebut Tim Nasional)
menyusun Prosedur Tetap (PROTAP) pengembangan sistem kesiagaan dan
penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di
laut, untuk menjadi pedoman bagi Instansi terkait. Dalam Tim Nasional ini
Kementerian Perhubungan memiliki peran dan tanggung jawab sebagai Pusat
Koordinasi Tumpahan Minyak Nasional (Coordination Center) dan Menteri
Perhubungan sebagai Ketua Tim Nasional.

2.1 SISTEM PENANGGULANGAN


Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan
Minyak di Laut Tier 3 adalah pengaturan untuk membagi tugas dan tanggung
jawab suatu organisasi operasional termasuk membentuk mekanisme dan
prosedur penanggulangan, serta membentuk sistem pelaporan dan
komunikasi sebagai pedoman teknis operasi penanggulangan keadaan
darurat tumpahan minyak di laut. Sistem pengaturan yang ditetapkan dalam
PROTAP Tier 3 mencakup :
a. pengaturan prosedur tanggap darurat yang efektif dan operasional;
b. pengaturan sistem pelaporan dan komunikasi yang efektif;
c. pengaturan pengajuan ganti kerugian operasional penanggulangan
keadaan darurat tumpahan minyak.
Dalam penanganan Tumpahan minyak di Laut ada tiga komponen biaya yang
wajib ditanggung oleh pihak pencemar (polluter), yakni:
a. biaya operasional penanggulangan keadaan darurat tumpahan
minyak,
b. biaya operasional penanggulangan akibat dampak lingkungan,
c. kerugian masyarakat, dan
d. pemulihan kerusakan lingkungan.
e. Penggantian biaya penanggulangan
f. Biaya rehabilitasi
g. Biaya monitoring jangka panjang
h. Kerugian sumberdaya perikanan

Dalam diagram alir pada gambar 1 dijelaskan hal-hal yang terkait dengan
komponen-komponen yang terdampak yang akan mengalami pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Dijelaskan pula komponen-komponen yang
terkait dengan sumberdaya Perikanan.
5

Tumpahan minyak di
laut

Dampak Dampak
lingkungan lingkungan
Geofisik ekosistem

Habitat Biota laut

FisikPesisir
dan Pantai Sosial
Ikan Moluska Ekonomi SD.
Terumbu Padang Perikanan
Mangrove
Karang Lamun

Kawasan Hatchery
Kawasan Perikanan
Budi Daya Budiidaya
Tambak Tangkap
Laut Laut

Gambar 1. Diagram komponen yang terkena dampak tumpahan minyak

Fokus penanggulangan dan penyusunan ganti kerugian dampak tumpahan


minyak terhadap sumberdaya perikanan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan seperti yang tercantum di dalam garis putus-putus merah pada
gambar 1.

2.2 KELEMBAGAAN
Unit Operasional penanggulangan tumpahan minyak harus terdiri dari
perwakilan Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup,
BASARNAS, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian
Hukum dan HAM, TNI-AL, POLRI, BPMIGAS, BPHMIGAS, Gubernur,
Bupati/Walikota yang sebagian wilayahnya mencakup laut serta Perusahaan
Minyak dan Gas. Unit operasi harus melaksanakan operasi penanggulangan
tumpahan minyak sebagaimana ditunjuk oleh PUSKODALNAS, serta harus
melaporkan secara kontinyu perkembangan operasi (progress) dan kesulitan-
kesulitan yang dialami di lokasi kepada PUSKODALNAS.
6

KETUA TIM NASIONAL : MENTERI


PERHUBUNGAN

MENT MENK MENK MENL MEN MENK MENK


ERI ES EU U DAGRI ELPER UMH

MEN PANG KAPO KA KA PEMD


HUT LIMA LRI BPMI BPHM A
Gambar 2. Organisasi Struktural Tim nasional Penanggulangan Keadaan
Darurat Tumpahan Minyak di Laut (sumber: Dirjen-Hubla,Kemhub 2008)

KOORDINATOR
MISI-MC

KOORDINATOR
SATUAN TUGAS

ADMINI HU LINGKU KEPABE IMIGRA HUBUN HUBUN LOGIS


STRASI KU NGAN ANAN SI & GAN GAN TIK &

DEPUTY OSC UNTUK DEPUTY OSC UNTUK


PENANGGULANGAN PENANGGULANGAN

UNIT UNIT UNIT UNIT UNIT


PENGA PENCARIA PENANGGUL PENGU PEMBER

UNIT UNIT UNIT UNIT


PEMAD PEMAD PEMBER PEMBER

Gambar 3. Organisasi Operasional Penanggulangan Keadaan Darurat


Tumpahan Minyak di Laut tier 3 (sumber: Dirjen-Hubla,Kemhub 2008)
7

PROTAP ini juga bertujuan untuk membangun kerjasama antara instansi


terkait guna mengoptimalkan penggunaan-bersama sumber daya yang
tersedia bagi suatu operasi penanggulangan tumpahan minyak di perairan
Indonesia terkait dengan penanggulangan tumpahan minyak di laut pada
sumberdaya perikanan serta untuk memastikan waktu dan efektivitas suatu
tindakan penanggulangan telah memenuhi kegunaan-bersama terhadap
upaya pencegahan atau meminimalkan dampak tumpahan minyak terhadap
lingkungan laut dan sosial ekonomi masyarakat.

2.3 PENANGGULANGAN

2.3.1 Karakteristik Tumpahan Minyak


1. Tipe Minyak
Secara garis besar terdapat empat kelompok utama tipe minyak, yaitu:
alkana (alkanes), naphtana (napthenes), aromatik (aromatics), dan
alkene (alkenes). Pengetahuan tipe minyak dimaksud, berguna untuk
mempermudah penanggulangan tumpahan minyak, memprediksi
ketebalan dan volume minyak. Tipe minyak tersebut sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2. Sifat Minyak
Sifat minyak yang harus dikenali dan dipertimbangkan dalam
penentuan pennaggulangan dan tingkat kerusakan terhadap sumber
daya ikan yaitu:
a. massa jenis (density);
b. kekentalan (viscosity);
c. titik lebur (pour point);
d. kelarutan (solubility);
e. komposisi kimiawi (percent aromatics); dan
f. potensi untuk menjadi emulsi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sifat minyak sebagaimana tercantum


dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. Sifat-sifat minyak tersebut dikombinasikan
dengan informasi lingkungan yang relevan serta upaya
penanggulangan, misalnya penggunaan peralatan penahan minyak (oil
boom) atau pengurai minyak (oil dispersant), dapat membantu
menentukan perilaku minyak yang tumpah, serta pendugaan dampak
terhadap sumberdaya yang paling berisiko terkena dampak. Informasi
lingkungan yang relevan antara lain berupa massa jenis air laut, tinggi
gelombang, kecepatan angin, arus, suhu, kandungan total

3. Keterpaparan Minyak
Terjadinya kontak atau terpaparnya minyak dengan sumber daya ikan
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, dengan
penjelasan sebagai berikut:
8

a. langsung, yaitu apabila serangkaian kejadian dimana minyak


tumpah dan menyebar di perairan laut, yang secara fisik kemudian
terjadi kontak dengan sumber daya ikan. Sebagai contoh, kontak
langsung minyak dengan komunitas kekerangan (shellfish) akan
menyebabkan kematian dan penurunan pertumbuhan biota
tersebut.
b. tidak langsung, yaitu apabila serangkaian kejadian dimana dampak
dari kontak antara sumber daya ikan dengan minyak, disebarkan
tanpa kontak langsung di antara keduanya. Sebagai contoh,
penurunan populasi ikan yang disebabkan oleh tumpahan minyak
dapat menyebabkan kehilangan sumber makanan bagi burung,
atau nelayan harus berhenti sementara untuk mencegah
kemungkinan ikan yang tercemar dikonsumsi oleh masyarakat.

Dalam penentuan kerusakan sumberdaya ikan telah mengalami yang


perlu dilakukan adalah mendemonstrasikan adanya keterpaparan
minyak dengan sumberdaya ikan. Sehingga, penjelasan keterpaparan
dalam keseluruhan pendugaan kerusakan (injury assessment) sumber
daya ikan sangat menentukan. Dalam hal ini akan dapat diketahui
keberadaan:

a. kontak sumber daya ikan dengan minyak, baik langsung maupun


tidak langsung,
b. perkiraan jumlah atau konsentrasi minyak yang tumpah, dan
c. perkiraan luasan tumpahan minyak.

Informasi-informasi tersebut sangat penting bagi penyusunan disain,


interpretasi, dan ekstrapolasi hasil-hasil kajian untuk menentukan lebih
lengkap kerusakan (injury).

Namun demikian, bukti adanya keterpaparan minyak dengan


sumberdaya saja belumlah cukup untuk menyimpulkan bahwa telah
terjadi kerusakan terhadap sumberdaya ikan. Sebagai contoh,
keberadaan hidrokarbon dalam komunitas kekerangan (shellfish) belum
merupakan bukti kerusakan bagi biota tersebut.
9

2.3.1 Mekanisme Penanggulangan

PRESIDEN

TIM NASIONAL NEGARA LAIN

MENHUB
PUSKODALNAS

KA.
PUSKODALNAS
(KOORDINATOR
MISI TIER 3)

TIM DAERAH

ADPEL
(KOORDINATOR
MISI TIER 2)
TIM LOKAL

ADPEL/KAKANPEL
(KOORDINATOR
MISI TIER 1)

TUMPAHAN TIM DAERAH


MINYAK

Gambar 4. Struktur konsepsi penanggulangan tumpahan

Masing-masing tingkatan Tier saling berhubungan satu sama lain dan


konsepsi penyusunan Prosedur Tetap (PROTAP) Tier 1 dan Tier 2 berpedoman
padan PROTAP Tier 3. Pola Penanggulangan dilaksanakan berdasarkan
Contingency Plan atau PROTAP yang telah tersedia sesuai dengan tingkatan
tier tumpahan minyak yang terjadi. Struktur konsepsi penanggulangan
tumpahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.

PUSKODALNAS dapat berkomunikasi dengan pelabuhan-pelabuhan yang


telah ditetapkan oleh IMO sebagai penerima dan pendistribusi berita musibah
pencemaran di laut (Daftar nomor telepon terlampir pada lampiran 1). Khusus
untuk komunikasi antara PUSKODALNAS dengan kapal dapat menggunakan
―Marine Channel 16ǁ dan ―SSB / Frekuensi 2182 KHz.
10

Disamping itu, PUSKODALNAS memiliki petugas siaga-24 jam dengan

Alamat dan nomor standy-by sebagai berikut:


KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
Gedung Karsa Lt. 4
Jl. Medan Merdeka Barat No.8 Jakarta
Tel : (021) 3456614
Fax : (021) 3456614
Telex : 44373, 46784
DJPL IA SSB : Frekuensi 2182 KHz

Adapun di luar frekuensi ―Marine Channel 16, Tim Nasional akan


memfasilitasi kepada instansi berwenang untuk mengalokasikan ―frekuensi
khususǁ untuk operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak
di laut.

Untuk mencadangkan sistem komunikasi, Tim Nasional perlu memiliki


sarana pendukung (telepon satelit).

Gambar 5. Diagram Alir Pelaporan


11

DIAGRAM ALIR
PELAPORAN
1. Nahkoda/Pimpinan
kapal/pemilik atau
operator kapal
2. Pimpinan unit
pengusahaan MIGAS atau
penanggung jawab unit
kegiatan pengusahaan
minyak lepas pantai
3. Pimpinan atau
PELAPORA PELAPORA PELAPORA PELAPORA

KANTOR PEMERINTAH PUSKODALNAS DITJEN MIGAS


PELABUHAN DAERAH/UNSUR
PEMERINTAH DI
DAERAH
PENERUSAN LAPORAN PENERUSAN LAPORAN PENERUSAN LAPORAN

ADPEL/KAKANPEL

PENERUSAN LAPORAN

KEPALA
PUSKODALNAS

Pelaporan Terjadinya Pencemaran

Pelaporan pencemaran digunakan untuk bertukar informasi pada saat


terjadinya pencemaran di laut dan/atau ketika ancaman tersebut akan
terjadi. Berdasarkan muatan informasi yang dilaporkan pelaporan
terjadinya pencemaran terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Pollution Warning (POLWARN) Point 1-5
Memuat informasi awal atau peringatan terhadap terjadinya
pencemaran atau adanya ancaman pencemaran.
b. Pollution Information (POLINF) Point 40-60
Memuat informasi tambahan yang terperinci serta laporan situasi
lanjutan.
c. Pollution Facilities (POLFAC) Point 80-99
Memuat permintaan fasilitas atau peralatan penanggulangan
pencemaran maupun bahan yang diperlukan dalam operasi
penanggulangan.

Secara garis besar pelaporan terjadinya tumpahan minyak harus


berisikan informasi sebagai berikut:
a. nama orang yang melaporkan peristiwa;
12

b. nomor telepon (kantor/rumah ) atau sarana komunikasi lainnya;


c. tanggal dan waktu pengamatan;
d. lokasi (lintang dan bujur atau posisi relatif terhadap garis pantai);
e. sumber dan sebab pencemaran (nama dan jenis kapal, tubrukan
atau kandas);
f. jenis dan perkiraan jumlah minyak yang tergenang (dan
kemungkinan
pencemaran lanjut);
g. data meteorologi (temperatur udara dan air laut) dan kondisi cuaca
(panas, mendung/berawan atau hujan), dan keadaan laut;
h. data oceanografi (arah dan kecepatan angin, arus, dan arus pasang
surut); dan
i. tindakan yang diambil atau dimaksudkan untuk menanggulangi
kejadian.

Gambar 6. BAGAN KERJA OPERASI PEMBERSIHAN MINYAK

MINYAK YANG TUMPAH

APAKAH PERLU
DITANGGULANGI ?

YA TIDAK TERUS DIPANTAU

APAKAH DAPAT DITANGGULANGI DENGAN


MELOKALISASI / MENGUMPULKAN MINYAK
KEMBALI ?

YA TIDAK

APAKAH ALAT CUKUP TERSEDIA APAKAH MINYAK DAN KONDISI


? LINGKUNGAN TIDAK
MEMUNGKINKAN
YA TIDAK PENGGUNAAN DIPERSANT ?

YA
13
14
Gambar 7. Mekanisme Penanggulangan.
MEKANISME PENANGGULANGAN DAMPAK TUMPAHAN MINYAK

Setiap orang yang mengetahui tumpahan minyak

- Kantor Pelabuhan /
ADPEL / KAKANPEL
- Unsur Pemerintah Terdekat/
- Ditjen MIGAS

PUSKODALNAS

Tim Pengamat

Rapat Tim PUSKODALNAS dengan KST

KEPALA SATUAN TUGAS (KST)

KUT Penanggulangan KUT Pemadam KUT Pengamanan KUT Pengamatan KUT Penanggulangan
Tumpahan Minyak Kebakaran Dampak

KUT SAR
PULBAKET BEACH
BIOTA EVALUASI
CLEAN UP

MONEV TIAP KUT & KST


VERIFIKASI
TUPOKSI KKP

KEBIJAKAN PUSKODALNAS
15

Pada Gambar 7. menjelaskan Mekanisme penanggulangan dampak


tumpahan minyak dimulai dari adanya pelaporan oleh setiap orang yang
mengetahui terjadinya tumpahan minyak ke kantor pelabuhan/unsur
pemerintahan/ditjen migas yang selanjutnya akan diteruskan ke
ADPEL/Kakanpel lalu ke PUSKODALNAS. Kemudian Puskodalnas
memerintah tim pengamat untuk melakukan pengecekan untuk memastikan
apakah tumpahan minyak perlu segera ditanggulangi atau tidak. Apabila
diputuskan perlu adanya penanggulangan, selanjutnya akan dilaksanakan
rapat tim PUSKODALNAS dengan Komandan Satuan Tugas (KST).
Selanjutnya Komandan Satuan Tugas memerintahkan semua KUT untuk
bergerak ke lokasi tumpahan minyak berdasarkan posisi yang telah
ditentukan. Masing-masing KUT melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksi
masing-masing, sekaligus melakukan monitoring evaluasi dan melakukan
pengamanan pada setiap prosedur kegiatan serta dilakukan pelaporan ke
Kepala Satuan Tugas. Pada saat bersamaan KST melakukan monitoring dan
evaluasi secara keseluruhan untuk memastikan sesuai dengan prosedur dan
perencanaan. Hasil monev KST akan diverifikasi dan dijadikan sebagai dasar
penentuan kebijakan PUSKODALNAS.

2.4 KLAIM GANTI RUGI

2.4.1 BIAYA PENANGGULANGAN

Peraturan Presiden No.109 Tahun 2006 telah menetapkan bahwa


setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi pengusahaan
minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan
pengusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau penanggung
jawab kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan
terjadinya tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas
biaya:
a. penanggulangan tumpahan minyak di laut;
b. penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di
laut;
c. kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut; dan
d. kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

2.4.1.1 Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut

Adapun rincian biaya operasi penanggulangan tumpahan minyak, yang


meliputi:
a. Biaya personil,
b. Biaya Sewa Kapal,
c. Biaya Peralatan Penanggulangan Tumpahan Minyak,
d. Biaya Bahan/Material habis pakai,
e. Biaya Transportasi Darat/Udara.
16

Analisa Biaya Operasi Penanggulangan Tumpahan Minyak meliputi;


a. Ringkasan kejadian termasuk uraian pekerjaan yang dilaksanakan dan
metode kerja yang dipilih berkenaan dengan keadaan yang ada selama
kejadian;
b. Bukti analisa dan/atau yang menghubungkan minyak dengan kapal yang
terlibat dalam kejadian tersebut antara lain dengan menggunakan data
finger print, atau data yang relevan: seperti data arus/angin, dan data
pengamatan terhadap pergerakan aliran minyak.
c. Tanggal kegiatan yang telah dilaksanakan termasuk besarnya biaya yang
telah dikeluarkan;
d. Biaya tenaga kerja (jumlah dan golongan pekerjaan, rata-rata pembayaran
perhari/jam, total biaya);
e. Biaya barang (jenis barang yang dipakai, harga beli, jumlah yang
digunakan, total biaya);
f. Biaya keseluruhan operasi penanggulangan pencemaran, termasuk
perbaikan dan/atau penggantian peralatan penanggulangan pencemaran.
Terdapat pada Format Analisa Biaya Operasi Penanggulangan Tumpahan
Minyak Terlampir.

Pengecualian prinsip tanggung jawab mutlak tersebut dapat dikecualikan


apabila pencemaran terjadi diakibatkan:
a. Keadaan perang, permusuhan, perang saudara, pemberontakan atau
huru- hara, phenomena alam yang tidak dapat dihindarkan atau keadaan
darurat lainnya;
b. Tindakan atau kelalaian yang dilakukan oleh pihak ketiga, dengan
maksud menyebabkan pencemaran;
c. Kecelakaan yang disebabkan karena tidak berfungsinya sarana bantu
navigasi (perbuatan atau kelalaian dari negara pantai yang bertanggung
jawab atas pemeliharaan mercu suar dan sarana bantu navigasi lainnya).

Pembatasan tanggung jawab mutlak atas pencemaran yang terjadi dapat


dilakukan dengan menempatkan sejumlah dana (fund), dengan jumlah
keseluruhan tertentu sehingga dapat mewakili batas tanggung jawabnya
kepada pengadilan atau pejabat yang berwenang. Dana tersebut dapat
ditempatkan baik dengan menyerahkan sejumlah uang atau penerbitan
suatu bank garansi atau jaminan lainnya yang diterima berdasarkan
ketentuan yang berlaku.

2.4.1.2 Penanggulangan Dampak Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak


di Laut

Persyaratan mendasar bagi suksesnya respon terhadap oil spill adalah


kemampuan untuk memobilisasi sumberdaya yang tepat ke daerah pesisir
yang diduga akan terkena tumpahan minyak sebelum mencemari pantai.
Kunci penting dalam mencapai tujuan ini adalah informasi waktu, lokasi,
jenis dan dampak minyak bila sampai ke pantai. Penggunaan modeling
tumpahan minyak dapat menjawab keperluan tersebut. Sehingga pengerahan
17

jenis oil boom di sekitar pantai untuk melindungi minyak ke pantai dapat
dilakukan se-efektif mungkin.

Sehubungan bahwa operasi penanggulangan tumpahan minyak agar tidak


menyebar ke pantai sama dengan upaya penanggulangan tumpahan minyak
di laut, maka komponen biaya yang ditimbulkan hampir mendekati sama,
yaitu:
a. Ringkasan kejadian termasuk uraian pekerjaan yang dilaksanakan dan
metode kerja yang dipilih berkenaan dengan keadaan yang ada selama
kejadian beserta tanggal kejadian.;
b. Biaya analisa dan/atau yang menghubungkan minyak dengan kapal yang
terlibat dalam kejadian tersebut antara lain dengan menggunakan data
finger print, atau data yang relevan: seperti data arus/angin, dan data
pengamatan terhadap pergerakan aliran minyak.
c. Biaya tenaga kerja (jumlah dan golongan pekerjaan, rata-rata pembayaran
perhari/jam, total biaya);
d. Biaya barang (jenis barang yang dipakai, harga beli, jumlah yang
digunakan, total biaya) seperti dispersant,sorbent;
e. Biaya transportasi darat/laut/udara bagi pengerahan peralatan dan
personil (baik jenis dan jumlah sarana transportasi yang digunakan,
jumlah hari/jam operasi, harga sewa, total biaya);
f. Biaya keseluruhan operasi penanggulangan pencemaran, termasuk
perbaikan dan/atau penggantian peralatan penanggulangan pencemaran.
g. Biaya operasi monitoring di pantai dengan menggunakan rubber boat atau
perahu nelayan. Apabila ditemukan minyak diambil contoh minyaknya
dengan menggunakan botol sampel dan diuji lab.

2.4.1.3 Kerugian Masyarakat Akibat Tumpahan Minyak di Laut

Kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak adalah kerugian terhadap


masyarakat pesisir yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan
walau ada juga bermata pencaharian sebagai petambak, pengelola hotel, dan
pantai serta pedagang kecil, dimana hal ini berbeda-beda antara pantai yang
satu dengan lainnya.

Jenis kerugian masyarakat yang dapat digantikan dengan dibuktikan dengan


foto ceceran minyak ataupun dari ceceran minyak yang dikumpulkan,
kemudian objek yang terkena tumpahan minyak ada pemiliknya dengan
dibuktikan hak kepemilikan, serta luasan yang diganti/dihitung kerugiannya
seluas sebaran minyak di dalam luasan dari suatu objek. Adapun jenis
kerugian yang dapat diganti kerugian adalah:
a. Kerusakan kepemilikan: perahu, kapal pesiar, alat tangkap ikan, rumpon
b. Kehilangan pendapatan: alat tangkap terkena minyak sehingga tidak bisa
melaut, daerah penangkapan ikan tercemar, area tambak terkena minyak,
menurunnya kunjungan wisatawan
c. Kerugian akibat kematian ikan /kerang laut dan hasil perikanan lainnya.

2.4.1.4 Kerusakan Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak di Laut


18

Kerusakan lingkungan yang diperhitungkan adalah kerusakan ekosistem


terumbu karang, mangrove, padang lamun serta pasir pantai itu sendiri yang
terkontaminasi minyak. Sementara kerugian lingkungan laut yang
terkontaminasi minyak dengan pendekatan perhitungan penurunan
pendapatan nelayan serta kerugian akibat kematian ikan dan mahluk laut
lainnya yang telah tercakup di dalam kerugian sosial ekonomi masyarakat.

Yang perlu diketahui guna menghitung kerugian lingkungan adalah luasan


ekosistem yang terkena dampak serta proses pemulihannya. Biaya pemulihan
menjadi komponen untuk ganti kerugian disamping biaya pengumpulan dan
pembuangan minyak terkumpul serta biaya kegiatan studi/survey untuk
menghitung kerusakan lingkungan. Kematian biota di pesisir dapat
diperhitungkan ganti kerugiannya. Seperti kematian burung, dan mahluk
hidup lainnya di pantai.

Biaya kerugian lingkungan hanya untuk pemulihan lingkungan agar


lingkungan yang terkena tumpahan minyak dikembalikan ke kondisi semula
atau mendekati kondisi sebelum terkena tumpahan minyak, dengan
mempertimbangkan unsur-unsur reasonable (biaya pemulihan haruslah
wajar dan terjangkau), proposional (biaya pemulihan haruslah proposional
dengan hasil yang diharapkan), appropriate (upaya pemulihan harus sesuai
dan memiliki prospek yang cukup memadai dalam hal tingkat
keberhasilannya).

2.4.2 PROSEDUR PENGAJUAN GANTI RUGI

Pada prinsipnya, setiap orang atau badan umum/swasta termasuk lembaga


umum dalam negara yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di
laut berhak mengajukan tuntutan ganti rugi. Klaim ganti rugi ditujukan
kepada pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi perusahaan minyak
dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan perusahaan minyak
lepas pantai atau pimpinan atau penanggung jawab kegiatan lain di perairan.
Setiap tahapan kejadian darurat, informasi dan aksi tindak serta mobilisasi
sumber daya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di laut harus tercatat dan terdokumentasi secara akurat,
lengkap dan sistematis. Pendokumentasian tersebut penting untuk
mendukung penyiapan klaim ganti kerugian.

Gugatan dapat diajukan melalui Menteri Perhubungan cq. Dirjen Hubla


selaku Ketua Tim Nasional, dalam hal diketahui masyarakat menderita
kerugian akibat pencemaran yang mempengaruhi peri-kehidupan pokok
masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat (class
action).

Pengajuan tuntutan ganti rugi yang diajukan kepada Menteri Perhubungan


cq. Ditjen Hubla oleh pejabat yang ditunjuk selaku Mission Coordinator (MC)
dan/atau On Scene Commander (OSC) dilengkapi dengan:
19

a. Ringkasan kronologis kejadian dan kegiatan penanggulangan tumpahan


minyak;
b. Jurnal-jurnal yang terkait dengan kegiatan operasi penanggulangan, serta
harus dilegalisir oleh OSC;
c. Menyiapkan data pendukung.

Pejabat Ditjen Hubla yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan


tuntutan ganti rugi biaya operasional penanggulangan, mempunyai tugas dan
bertanggung jawab:

a. Membentuk Tim Ganti Rugi, dengan keanggotaan terdiri dari tenaga ahli
dari masing-masing instansi terkait;
b. Tim bertugas untuk mengkaji berkas tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh penggugat atau OSC baik secara hukum, operasional maupun secara
administrasi.
c. Meneruskan berkas ganti rugi tersebut langsung kepada pencemar yang
bertanggung jawab.

2.5 LATIHAN DAN PELATIHAN

Pelatihan dikembangkan dan dilaksanakan mencakup berbagai kompetensi


manajemen dan teknis yang terkait dengan operasi penanggulangan keadaan
darurat tumpahan minyak di laut. Persyaratan untuk pelatihan harus
dikembangkan pada setiap level, termasuk keterlibatan Kru Kapal dan
Pesawat, operator peralatan, personil pembersih pantai dan Tim Nasional
sebagai general controller. International Maritime Organization-IMO
menyiapkan guidance berjudul ―IMO Model Training and Trainer Trainingǁ,
yang telah diaplikasikan oleh Maritime Administrator di Indonesia yaitu
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Guidance IMO ini difokuskan pada 3
(tiga) levels training yakni:

1. IMO Level 1 untuk First Responder.


2. IMO Level 2 untuk Middle Management, On Scene Commander-OSC
3. IMO Level 3 untuk Senior Management.

Pelaksanaan Training harus di approval oleh Direktorat Jenderal


Perhubungan Laut selaku Maritime Administrator dan bagi pemegang
sertifikat Oil Spill ResponseTraining yang belum disahkan oleh Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut dapat diajukan permintaan dengan terlebih
didahului kegiatan refreshment training oleh instruktur yang ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Pengiriman personil untuk mengikuti level latihan dimaksud akan membantu


latihan internal maupun latihan eksternal yang diadakan oleh pemegang
PROTAP untuk mengevaluasi efektifitas PROTAP dan hanya melibatkan
personil dan resources pemegang PROTAP.
20

Latihan Eksternal akan melibatkan dari Pemerintah atau Industri di luar


struktur tanggungjawab dari Pemegang PROTAP.

Latihan Eksternal akan menyiapkan suatu kesempatan untuk mempelajari


bagaimana PROTAP akan berinteraksi baik.

Dipersyaratkan pemegang PROTAP untuk melaksanakan secara berkala


latihan mobilisasi dan penggelaran personil, peralatan dan material untuk
memastikan ketersediaan dan performance, disamping menjamin personil
yang diberi tanggung jawab dalam PROTAP paham dan dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif.

Khusus untuk meningkatkan keterampilan personil penanggulangan


tumpahan minyak, terutama untuk pengenalan/pemahiran dengan alat-alat
baru, maka perlu diadakan latihan-latihan secara berkala dalam bentuk
latihan individu/unit atau gabungan yang dilaksanakan baik secara
bersama-sama maupun masing-masing instansi terkait

Setiap latihan baik internal maupun eksternal yang diadakan oleh pemegang
PROTAP harus diinformasikan dan/atau dihadiri oleh Tim Nasional selaku
General Controller.

Keterlibatan pemegang plan dalam latihan nasional yang dikoordinir oleh


Direktorat Jenderal Perhubungan Laut harus diintegrasikan sebagai
kewajiban bagi pemegang plan atas penunjukan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut.

Dari hasil latihan, selanjutnya dilakukan evaluasi guna menyusun rencana


penyempurnaan program pelatihan dan latihan. Latihan di tingkat daerah
dan nasional menentukan kesiapan Indonesia dalam menghadapi latihan di
tingkat regional.

Bentuk latihan yang dilakukan meliputi:


1. Latihan Komunikasi dan Pelaporan
a. Bertujuan untuk menguji prosedur kesiagaan dan penanggulangan
terhadap pelaporan insiden tumpahan minyak.
b. Latihan dilakukan dengan menggunakan telepon atau alat komunikasi
lainnya dengan mengacu Oil Spill Contingency Plan
c. Untuk menguji sistem komunikasi, kesiagaan dan ketersediaan
personil
d. Mengevaluasi pilihan cara untuk mencapai sasaran atau rute yang
cepat dan aman
e. Melaksanakan kajian terhadap kemampuan melakukan pengiriman
maupun penerimaan berita secara cepat dan tepat.
f. Dilaksanakan secara berkala latihan setiap 3 (tiga) bulan.

2. Latihan Kering (Table Top Exercise)


21

a. Bertujuan untuk menguji tugas dan tanggung jawab masing-masing


untuk menanggapi dan mengatasi suatu insiden tumpahan yang
diperkirakan
b. Latihan dilakukan terdiri dari diskusi interaktif antara para anggota tim
penanggulangan untuk menghadapi suatu skenario yang
disimulasikan.
c. Tidak melaksanakan mobilisasi personil maupun peralatan
d. Diselenggarakan pada satu ruangan atau beberapa ruangan yang dapat
saling dihubungkan dengan jaringan komunikasi atau telepon.
e. Difokuskan pada peran dari masing-masing gugus, kelompok maupun
pelaku.
f. Para pelaku akan memeriksa serta membahas pola di dalam Oil Spill
Contingency Plan, halaman demi halaman.
g. Dilaksanakan secara berkala latihan setiap 3 (tiga) bulan.

3. Latihan Penggelaran Alat (Deployment Equipment Exercise)


a. Bertujuan untuk menguji kemampuan Tim penanggulangan setempat
untuk mengendalikan jenis tumpahan Tier 1 maupun Tier 2.
b. Mencakup penggelaran peralatan dan sumber daya lain pada suatu
tempat atau lokasi tertentu yang telah ditentukan untuk menanggapi
suatu skenario insiden tumpahan minyak, sesuai strategi yang ada
dalam Oil Spill Contingency Plan.
c. Memberikan pengalaman lapangan terhadap kondisi setempat serta
skenario tumpahan.
d. Meningkatkan keterampilan individu serta kerjasama tim/gugus kerja.
Pihak-pihak luar dapat berperan sebagai bagian dari operasi
penanggulangan, misalnya untuk menyediakan transportasi,
membantu logistik.
e. Perlu dilakukan secara berkala sampai dengan tim/gugus tugas serta
masing individu memahami dan mengerti akan tugasnya dengan baik.
f. Dilaksanakan secara berkala latihan setiap 6 (enam) bulan.
g. Dari hasil latihan, selanjutnya dilakukan evaluasi guna menyusun
rencana penyempurnaan program pelatihan dan latihan.

4. Latihan Nasional Penanggulangan Tumpahan Minyak (National


MARPOLEX)
a. Latihan secara berkala dilaksanakan, sekurang-kurangnya sekali
dalam 1 (satu) tahun di tingkat nasional, dan untuk menjamin personil
yang diberi tanggung jawab tertentu paham dan dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif, serta pelaporan, komunikasi, kesiagaan dan
peralatan berfungsi dengan baik
b. Latihan di tingkat daerah dan nasional menentukan kesiapan
Indonesia dalam menghadapi latihan di tingkat regional.

5. Latihan Regional Penanggulangan Tumpahan Minyak (Regional


MARPOLEX) Latihan secara berkala dilaksanakan, sekurang-kurangnya
sekali dalam 2 (dua) tahun di tingkat regional, dengan melibatkan
instansi anggota Tim Nasional dan stakeholders.
22

6. Latihan Manajemen Insiden (Incident Management Exercise)


a. Bertujuan untuk mengatur semua keahlian yang dibutuhkan dalam
operasi penanggulangan tumpahan minyak.
b. Latihan ini dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga.
c. Membutuhkan perencanaan yang matang dan upaya yang besar
termasuk pengembangan skenario dan kemungkinan lain yang terkait.
d. Memakan waktu satu hari penuh.
e. Dilaksanakan secara berkala latihan 1 (satu) kali dalam setahun.
23

BAB III
PENANGGULANGAN DAMPAK TUMPAHAN MINYAK
TERHADAP SUMBER DAYA IKAN

3.1 TAHAPAN PENANGGULANGAN

Tahapan penanggulangan pada sumberdaya ikan merupakan bagian dari


mekanisme penanggulangan dampak tumpahan pada BAB II gambar 7.
Sedangkan pada Gambar 8 di bawah ini menjelaskan tahapan koordinasi
dampak tumpahan minyak terhadap sumber daya ikan

Gambar 8. Tahapan koordinasi penanggulangan dampak tumpahan minyak


terhadap sumberdaya ikan
KST (Sekjen) memberikan arahan yang harus dilakukan dan mendisposisikan
kepada Ketua Unit (Dirjen PSDKP dan Dirjen KP3K)

Ketua Unit mempelajari dan memberikan arahan kepada masing-masing


Ketua Sub unit penanggulangan dengan tembusan Eselon I terkait

Ketua Sub unit mempelajari dan memberikan arahan kepada masing-


masing anggota

Anggota Unit melakukan penanggulangan tumpahan minyak

Anggota Unit menyusun dokumen pelaporan dan kelengkapan


administrasi untuk dilaporkan kepada Ketua Sub Unit lingkup KKP dan
Ketua Unit Timnas

Ketua Unit beserta Ketua Sub Unit melakukan rapat koordinasi guna
monitoring dan evaluasi hasil penanggulangan dan dokumen pelaporan

Menyerahkan hasil pelaporan kepada KST dan ditembuskan ke Ketua Tim


Nasional untu diverifikasi selanjutnya sebagai dasar pengambilan kebijakan
24

Untuk dapat terlaksana dan dapat diharmonisasikan dengan Tim Nasional,


maka KKP membentuk organisasi/kelembagaan penanggulangan dan ganti
kerugian dampak tumpahan minyak terhadap sumber daya ikan yang terdiri
dari beberapa unit. Kelembagaan penanggulangan dan ganti kerugian
dampak tumpahan minyak terhadap sumber daya ikan dari KKP, yaitu:
1. Komandan satuan tugas penanggulangan dan ganti kerugian dampak
tumpahan minyak terhadap sumber daya perikanan;
2. Unit Pengamatan;
3. Unit Pengamanan
4. Unit Pengumpulan Bahan dan Keterangan (PULBAKET);
5. Unit Pembersihan Biota;
6. Unit Pembersihan Pantai; dan
7. Unit Evaluasi.

Kelembagaan penanggulangan dan ganti kerugian dampak tumpahan


minyak terhadap sumber daya ikan yang menjadi kewenangan gubernur atau
bupati/walikota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah dengan
mengacu pada Peraturan Menteri ini.
25

3.2 KELEMBAGAAN
Komandan Satuan Tugas
penanggulangan dan ganti
kerugian dampak tumpahan
minyak terhadap sumber daya
perikanan

(Sekretaris Jenderal KKP)

Unit Unit Unit Unit Unit Unit


Pengamatan Pengamanan PULBAKET Pembersihan Pembersihan Evaluasi
Biota Pantai
Ketua Unit: Ketua Unit: Ketua Unit: Ketua Unit: Ketua Unit: Ketua Unit:
Ditjen PSDKP Ditjen PSDKP Ditjen KP3K Ditjen KP3K Ditjen KP3K Ditjen KP3K

Anggota: Anggota: Anggota: Anggota: Anggota: Anggota:


Ditjen PSDKP Ditjen PSDKP Ditjen KP3K Ditjen KP3K Ditjen KP3K Ditjen KP3K
Ditjen KP3K Ditjen KP3K Ditjen PSDKP Ditjen PSDKP Ditjen PSDKP Ditjen PSDKP
Ditjen Tangkap Ditjen Tangkap Ditjen Tangkap Ditjen Tangkap Ditjen Tangkap Ditjen Tangkap
Ditjen Budidaya Ditjen Budidaya Ditjen Budidaya Ditjen Budidaya Ditjen Budidaya Ditjen Budidaya
Ditjen P2HP Ditjen P2HP Ditjen P2HP Ditjen P2HP Ditjen P2HP Ditjen P2HP
BKIPM BKIPM BKIPM BKIPM BKIPM BKIPM
Badan Litbang Badan Litbang Badan Litbang Badan Litbang Badan Litbang Badan Litbang

PPNS KKP PPNS KKP PPNS KKP


Gambar 9. Diagram organisasi/kelembagaan penanggulangan dan ganti kerugian dampak tumpahan minyak
terhadap sumber daya ikan.
26

Dimasukkan file matrik excel


27

Tabel 1. Organisasi/kelembagaan penanggulangan dan ganti kerugian dampak tumpahan minyak terhadap
sumber daya ikan dari setiap eselon I dilingkup kementerian kelautan dan perikanan:

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
1. Komandan Satuan a. Tanggung Jawab: - Sekretaris
Tugas (KST) 1) mengkoordinasikan kegiatan petugas Jenderal KKP
dibawahnya;
2) bertanggung jawab atas kelancaran
selama berlangsungnya operasi
penanggulangan;
3) mengkoordinasikan,
mengkonsultasikan, dan melaporkan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan
Tier) perihal pelaksanaan kegiatan
dibidangnya;
4) mengeluarkan surat perintah tugas
kepada Tim Penanggulangan
Pencemaran Dampak Tumpahan
Minyak Terhadap Sumber Daya Ikan;
5) menginformasikan kepada unit
dibawahnya sumber daya ikan beserta
lingkungannya yang sensitif terhadap
pencemaran minyak di sekitar lokasi
kejadian;
6) menerima laporan pertanggung
jawaban pelaksanaan tugas dari unit
dibawahnya;
7) mengadakan pertemuan singkat
dengan ketua-ketua unit dibawahnya;
28

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
8) mengeluarkan dan/atau menerbitkan
surat perintah tugas ke setiap unit
atau ketua unit; dan
9) menerima laporan tentang
pelaksanaan tugas dari setiap unit.
b. Lingkup Tugas :
1) menjamin terselenggaranya operasi
penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di perairan / laut;
dan
2) melaksanakan kegiatan sesuai dengan
aturan yang berlaku
2. Unit Pengamatan a. Tanggung Jawab: a. Ditjen PSDKP; Ditjen PSDKP
1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
dibawahnya; c. Ditjen Perikanan
2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
pengamatan selama dan selama d. Ditjen Perikanan
berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan; dan e. Ditjen P2HP;
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan Penelitian dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya. KP
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
29

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut;
2) menjamin terselenggaranya
pengamatan selama operasi
penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di perairan / laut;
3) memastikan tersedianya sarana dan
prasarana pengamatan;
4) melaksanakan pengamatan sesuai
dengan tahapan kegiatan;
5) melakukan Pengamatan awal situasi
tumpahan minyak yang mencakup
lokasi tumpahan, jenis dan
karakteristik minyak, volume dan pola
penyebaran tumpahan minyak, serta
pengamatan parameter utama kondisi
hidrodinamika laut dan cuaca terkait
dengan penanggulangan tumpahan
minyak;
6) mengevaluasi tingkat ancaman dan
dampak tumpahan minyak terhadap
lingkungan dan masyarakat;
7) melakukan analisis dan penentuan
strategi pola operasi penanggulangan;
8) mengamati tumpahan minyak, jenis
dan karakteristik minyak, volume dan
pola sebaran minyak, serta mengamati
30

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
parameter utama kondisi
hidrodinamika laut dan cuaca;
9) mengamati area sensitif sekitar lokasi
kejadian;
10) menandai dan mencatat
keterangan tentang :
a) koordinat setiap tumpahan minyak;
b) waktu/jam;
c) cuaca;
d) lokasi.
11) membuat dokumentasi dari
setiap kegiatan.
3. Unit Pengamanan a. Tanggung Jawab: a. Ditjen PSDKP; Ditjen PSDKP
1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
dibawahnya; c. Ditjen Perikanan
2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
pengamanan selama dan selama d. Ditjen Perikanan
berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan; dan e. Ditjen P2HP;
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan Penelitian
kepada PUSKODAL(sesuai tingkatan dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya. KP
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
31

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut;
2) menjamin terselenggaranya
pengamanan selama operasi
penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di perairan / laut;
3) memastikan tersedianya sarana dan
prasarana pengamanan; dan
4) melaksanakan pengamanan sesuai
dengan tahapan kegiatan.
4. Unit Pengumpulan a. Tanggung Jawab: a. Ditjen PSDKP; Ditjen KP3K
bahan dan 1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
keterangan dibawahnya. c. Ditjen Perikanan
(Pulbaket) 2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
Pulbaket selama dan selama d. Ditjen Perikanan
berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan; dan e. Ditjen P2HP;
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan Penelitian dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya. KP
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut.
32

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
2) menjamin terselenggaranya Pulbaket
selama operasi penanggulangan
keadaan darurat tumpahan minyak di
perairan / laut.
3) memastikan tersedianya sarana dan
prasarana Pulbaket
4) melaksanakan Pulbaket sesuai
dengan tahapan kegiatan
c. Keanggotaan Unit Pulbaket:
1) anggota pengumpulan sampel, yang
bertugas:
a) mengambil sample minyak pada
setiap media atau ekosistem yang
terkena minyak.
b) mengambil sample tanaman (flora)
dan atau hewan (fauna) yang
terkena minyak.
c) menandai dan mencatat
keterangan tentang :
(i) koordinat setiap pengambilan
sample.
(ii) waktu/jam.
(iii)cuaca; dan
(iv) lokasi
d) mencatat nama 2 (dua) orang saksi
yang melihat/menyaksikan
pengambilan setiap sample,
meminta tanda tangannya dan
33

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
keterangan-keterangan tambahan
yang diperlukan;
e) membuat dokumentasi dari setiap
kegiatan; dan
f) melaporkan kepada ketua Unit
Pulbaket setelah selesai
melaksanakan tugas.
2) anggota Pengumpulan Data, yang
bertugas:
a) mencatat setiap keterangan yang
diberikan masyarakat/nelayan
mengenai:
(i) jumlah hasil tangkapan per hari;
(ii) nilai jual hasil tangkapan per
hari;
(iii) lokasi/daerah tempat
menangkap ikan;
(iv) jenis kapal/perahu yang
dipergunakan untuk melaut
sehari-hari;
(v) jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk sekali melaut per setiap
jenis kapal/perahu;
(vi) jumlah Anak Buah Kapal (ABK)
yang ikut serta setiap trip
melaut;
(vii) jangka waktu tidak dapat melaut
sejak adanya tumpahan minyak;
34

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
(viii) jenis dan jumlah alat tangkap
yang terkena minyak;
(ix) harga beli per jenis alat tangkap;
dan
(x) informasi lain yang dianggap
perlu.
b) mencatat identitas nara sumber
yang dimintai keterangan
c) mencatat data tentang hasil
perikanaan di daerah tersebut pada
3 (tiga) tahun sebelumnya di bulan
yang sama dengan saat terjadinya
tumpahan minyak;
d) mencatat jumlah pengunjung
wisata perhari di kawasan tersebut,
termasuk juga pengunjung hotel
yang terdekat serta jenis
akomodasi lainnya; dan
e) melaporkan kepada ketua Unit
Pulbaket setelah selesai
melaksanakan tugas.
3) anggota Dokumentasi, yang bertugas:
a) mendokumentasikan setiap
kegiatan yang dilakukan oleh
kelompok tim Pulbaket, tim biota
dan tim pembersihan;
b) mencatat informasi tentang data-
data pemotretan; dan
35

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
c) melaporkan kepada ketua Unit
Pulbaket setelah selesai
melaksanakan tugas.
5. Unit Pembersihan a. Tanggung Jawab : a. Ditjen PSDKP; Ditjen KP3K
biota 1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
dibawahnya. c. Ditjen Perikanan
2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
pembersihan biota selama dan selama d. Ditjen Perikanan
berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan. e. Ditjen P2HP;
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan Penelitian dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya. KP
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut;
2) menjamin terselenggaranya
pembersihan biota selama operasi
penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di perairan / laut;
3) memastikan ketersediaan sarana dan
prasarana pembersihan biota; dan
4) melaksanakan pembersihan biota
sesuai dengan tahapan kegiatan.
36

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
c. Keanggotaan Unit Pembersihan Biota:
1) Anggota Lapangan, yang bertugas:
a) mencari dan mengambil setiap
fauna yang terkena tumpahan
minyak;
b) mencatat nama daerah dan nama
latin (jika diketahui) dari setiap
fauna yang ditemukan;
c) mencatat lokasi, waktu dan tanggal
ditemukannya fauna tersebut.
d) membawa temuan tersebut ke
laboratorium;
e) melaporkan kepada ketua Unit
Pembersihan Biota setelah selesai
melaksanakan tugas.
2) Anggota Laboratorium, yang bertugas:
a) membersihkan setiap fauna yang
masih hidup yang terkena minyak;
dan
b) merawat fauna-fauna tersebut agar
dapat kembali ke alam bebas.
6. Unit Pembersihan a. Tanggung Jawab : a. Ditjen PSDKP; Ditjen KP3K
Pantai 1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
dibawahnya. c. Ditjen Perikanan
2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
Pembersihan Pantai selama dan d. Ditjen Perikanan
selama berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan. e. Ditjen P2HP;
37

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan Penelitian dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya. KP
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut;
2) menjamin terselenggaranya
pembersihan pantai selama operasi
penanggulangan keadaan darurat
tumpahan minyak di perairan / laut;
3) memastikan ketersediaan sarana dan
prasarana Pembersihan Pantai; dan
4) melaksanakan Pembersihan Pantai
sesuai dengan tahapan kegiatan.
c. Keanggotaan Unit Pembersihan Biota:
1) Anggota Pembersihan Pantai, yang
bertugas:
a) membersihkan dan atau
mengambil seluruh minyak yang
mendarat di pantai, baik di pasir,
pantai berbatu dan sebagainya;
dan
b) mengumpulkan minyak yang
bercampur dengan media
38

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
lingkungan tersebut pada tempat
yang telah ditentukan.
2) Anggota Pembersihan Tanaman
a) membersihkan seluruh minyak
yang menempel pada semua
tanaman yang terkena minyak; dan
b) melaporkan kepada ketua Unit
Pembersihan Pantai setelah selesai
melaksanakan tugas.
7. Unit Evaluasi a. Tanggung Jawab : a. Ditjen PSDKP; Ditjen KP3K
1) mengkoordinasikan kegiatan petugas b. Ditjen KP3K;
dibawahnya; c. Ditjen Perikanan
2) bertanggung jawab atas kelancaran Tangkap;
evaluasi selama dan selama d. Ditjen Perikanan
berlangsungnya operasi Budidaya;
penanggulangan; e. Ditjen P2HP;
3) mengkoordinasikan, f. BKIPM; dan
mengkonsultasikan, dan melaporkan g. Badan
kepada PUSKODAL (sesuai tingkatan Penelitian dan
tier) perihal pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dibidangnya; KP
4) melaksanakaan tugas yang diberikan
oleh KST;
5) menyusun penghitungaan klaim ganti
kerugian; dan
6) menghimpun seluruh data dan
informasi yaang didapat oleh masing-
masing ketua unit.
39

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
b. Lingkup Tugas :
1) menuju ke tempat yang ditentukan
setelah menerima pemberitahuan
adanya keadaan darurat tumpahan
minyak di perairan / laut;
2) menjamin terselenggaranya evaluasi
selama operasi penanggulangan
keadaan darurat tumpahan minyak di
perairan / laut;
3) memastikan ketersediaan sarana dan
prasarana evaluasi;
4) melaksanakan evaluasi sesuai dengan
tahapan kegiatan;
5) menerbitkan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh operasi
penanggulangan dampak lingkungan
guna pengajuan klaim, antara lain :
(i) kehilangan pendapatan
masyarakat.
(ii) kehilangan pendapatan dari
pemanfaatan jasa lingkungan;
(iii) biaya pembersihan pantai.
(iv) biaya-biaya lain yang timbul
dari penyelenggaraan
penggulangan dampak
tumpahan minyak terhadap
sumber daya ikan.
40

KEDUDUKAN
NO. TUGAS POKOK ANGGOTA KOORDINATOR
/JABATAN
(v) kerusakan ekosistem pesisir
dan laut akibat pencemaran
minyak.
41

3.3 UPAYA PENANGGULANGAN

3.3.1 Unit Pengamatan


Pada prinsipnya mekanisme unit pengamatan mengacu dengan unit
pengamatan nasional. Tugasa dan tanggung jawab unit pengamatan
seperti tercantum didalam tabel 1.

Atas pelaksanaan tugasnya, Ketua Unit Pengamatan Lapangan


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertanggung jawab kepada
Komandan Satuan Tugas KKP serta Ketua Unit Nasional untuk
Penanggulangan Tumpahan Minyak.

Pada unit pengamatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian


Kelautan dan Perikanan (PPNS KP) dapat melaksanakan tugas:
1. Melakukan prosedur legal pengamatan untuk kepentingan
penyidikan.
2. Membuat berita acara seluruh kegiatan tim pengamatan (berikut
tanda tangan para saksi).

3.3.2 Unit Pengamanan (sama dengan nasional)


Pada prinsipnya mekanisme unit pengamanan mengacu dengan unit
pengamanan nasional yaitu:

Unit Pengamanan (Security) memiliki tugas dan tanggung jawab untuk


mengamankan daerah pencemaran minyak supaya tidak terganggu
atau dilewati oleh kegiatan di luar operasi penanggulangan.

Atas pelaksanaan tugasnya, Ketua Unit Pengamanan Lapangan


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertanggung jawab kepada
Komandan Satuan Tugas KKP serta Ketua Unit Nasional untuk
Penanggulangan Tumpahan Minyak.

Pada unit pengamanan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian


Kelautan dan Perikanan (PPNS KP) dapat melaksanakan tugas:
1. Melakukan prosedur legal pengamanan untuk kepentingan
penyidikan.
2. Membuat berita acara seluruh kegiatan tim pengamanan
(berikut tanda tangan para saksi).

3.3.3 Unit Pengumpulan Bahan dan Keterangan (PULBAKET)

3.3.3.1 Umum

Tim pulbaket terdiri dari ketua tim, anggota pengumpulan sampel, anggota
pengumpulan data, anggota dokumentasi. Pada Unit PULBAKET Penyidik
42

Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan (PPNS KP) dapat
bertugas:
1. Melakukan prosedur legal pulbaket untuk kepentingan penyidikan.
2. Membuat berita acara seluruh kegiatan tim pulbaket (berikut tanda
tangan para saksi).

3.3.3.2 Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan pengumpulan bahan


dan keterangan ini diantaranya adalah:

1. Box sample
2. Sarung tangan (karet)
3. Topi
4. Safety shoes
5. GPS
6. Label Sampel
7. Tape recorder
8. Kamera
9. Alat tulis
10. Tape Recorder
11. Handycam
12. Seal
13. Label
14. Tali (untuk pengikat sample)
15. Lilin
16. Korek Api
17. Cutter/ Pisau
18. Meteran
19. dll

3.3.3.3 Formulir Penanggulangan PULBAKET

Untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan dibutuhkaan


beberapa formulir penanggulangan yang harus diisi sebagai dasar
penghitungan ganti rugi. Formulir tersebut meliputi form flora, fauna,
sosekbud, sarpras dan pariwisata.
43

Form 1.

FORM DATA SOSIAL EKONOMI NELAYAN

Lokasi : …………………………………………………

Koordinat : …………………………………………………

Hari/Tangggal : …………………………………………………
FOTO
Jam : …………………………………………………

Cuaca : …………………………………………………

Nama Responden : …………………………………………………

Profesi : …………………………………………………

Umur : …………………………………………………

Alamat : …………………………………………………

No Uraian Keterangan Lain


lain

I Aspek Sosial

1 Tingkat pendidikan nelayan SD/SMP/SMA atau


Sederajat/S1

2 Status Kepemilikan Pribadi/sewa


kapal/bagan/sampan

3 Jumlah keluarga ……jiwa

4 Usaha tambahan/sampingan ada/tdak

5 Status nelayan nelayan besar/nelayan


tradisional/nelayan
pekerja

6 Lama bekerja sebagai nelayan …….tahun

II Aspek Ekonomi
44

1 Lokasi/daerah tempat menangkap


ikan

2 Rata-rata jumlah hasil tangkapan …….kg atau ton


per hari

3 Nilai jual hasil tangkapan perhari Rp.…….


- Penjualan ikan segar
- Penjualan ikan kering
4 Jenis hasil tangkapan ……..

5 Jenis kapal/perahu dan peralatan ……..gt


yang dipergunakan untuk melaut
sehari-hari

6 Jumlah biaya operasional yang Rp.……..


dikeluarkan untuk sekali melaut per
setiap jenis kapal/perahu.
7 Jumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang ……..jiwa
ikut serta setiap trip melaut.
8 Berapa harga beli per jenis alat Rp………
tangkap

9 Rata-rata pendapatan per bulan Rp………

10 Rata-rata pengeluaran per bulan Rp………

11 Alat tangkap apa saja yang terkena ………..


minyak dan berapa jumlahnya

12 Berapa lama tidak dapat melaut …….hari


dengan adanya kejadian tumpahan
minyak.
13 Usaha yang dilakukan saat tidak …………
melaut karena adanya tumpahan
minyak

14 Rata-rata pendapatan perhari Rp………


setelah kejadian tumpahan minyak

15 Rata-rata pendapatan 3 bulan Rp………


sebelum kejadian tumpahan minyak

III Aspek Budaya

1 Asal nelayan
45

2 Kondisi rumah rumah permanen/semi


permanen/temporer/tidak
punya rumah

3 Pendanaan rumah nelayan Sendiri/Bantuan

4 Lama Tinggal ……tahun

5 Penggunaan sarana transportasi Ada/tidak


untuk penjualan hasil tangkapan

Responden
Surveyor,

(………………………..)
(………………………..)
46

Form 2.

FORM DATA SARANA PRASARANA

Lokasi :
………………………………………………………………………..

Koordinat :
………………………………………………………………………..

Hari/Tangggal :
………………………………………………………………………..

Jam :
………………………………………………………………………..

Cuaca :
………………………………………………………………………..

Nama :
responden ………………………………………………………………………..

Profesi :
………………………………………………………………………..

Umur :
………………………………………………………………………..

Alamat :
………………………………………………………………………..

N Uraian Keterangan Lain-lain/


o
Dokumentas
i

I Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap

1 Pelabuhan Rusak
Berat/sedang/ringan

2 Tempat Pendaratan Rusak


Ikan/Pelabuhan Perikanan Berat/sedang/ringan
47

3 Galangan Kapal Rusak


Berat/sedang/ringan

2 Kapal

- Nama Pemilik
- Jenis
- Jumlah
- Tonase
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
3 Alat tangkap

- Nama Pemilik
- Jenis
- Jumlah
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
4 Mesin kapal dan peralatan

- Nama Pemilik
- Jenis
- Jumlah
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
5 Jetty Rusak
Berat/sedang/ringan
- Kondisi
II Sarana dan Prasarana Perikanan Budidaya

1 Rakit

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
2 Waring

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
3 Kolam

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
48

- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
4 Jaring

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
5 Bak Penampung

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
6 …………………dll

- Nama pemilik
- Jumlah
- Harga beli
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
III Jenis Budidaya air payau

1 Jenis ikan:
……..(bandeng/udang/dll)
- Nama pemilik
- Status kepemilikan
- Jumlah
- Harga jual per kg
- Hasil panen
- Biaya operasional
- Biaya pemeliharaan
- Luasan
- Luasan terkena dampak
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
2 …………………dll

- Nama pemilik
- Status kepemilikan
- Jumlah
- Harga jual per kg
- Hasil panen
- Biaya operasional
- Biaya pemeliharaan
- Luasan
- Luasan terkena dampak
49

- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
IV Jenis Budidaya air laut

1 Jenis:
………………………….……..(rum
put
laut/udang/lobster/kerapu/dll
)
- Nama pemilik
- Status kepemilikan
- Jumlah
- Harga jual per kg
- Hasil panen
- Biaya operasional
- Biaya pemeliharaan
- Luasan
- Luasan terkena dampak
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)
…………………dll

- Nama pemilik
- Status kepemilikan
- Jumlah
- Harga jual per kg
- Hasil panen
- Biaya operasional
- Biaya pemeliharaan
- Luasan
- Luasan terkena dampak
- Kondisi (rusak
berat/sedang/ringan)

Narasumber
Surveyor,

(………………………..)
(………………………..)
50

Form 3.

FORM DATA SARANA PARIWISATA

Lokasi :
………………………………………………………………………..

Koordinat :
………………………………………………………………………..

Hari/Tangggal :
………………………………………………………………………..

Jam :
………………………………………………………………………..

Cuaca :
………………………………………………………………………..

Nama :
responden ………………………………………………………………………..

Profesi :
………………………………………………………………………..

Umur :
………………………………………………………………………..

Alamat :
………………………………………………………………………..

No Uraian Keterangan Lain-lain/

Dokumentasi

1 Jenis pariwisata

2 Rata-rata jumlah wisatawan yang datang

Rata-rata pendapatan jasa pariwisata


3
perbulan

4 Jumlah akomodasi

5 Obyek wisata yang terkena dampak

Rata-rata jumlah wisatawan yang datang


6
setelah kejadian tumpahan minyak
51

7 Rata-rata pendapatan perbulan setelah


kejadian tumpahan minyak

8 Jumlah pelaku usaha wisata

Narasumber
Surveyor,

(………………………..)
(………………………..)
52

Pulbaket Flora

Total Total Penampakan fisik


jumlah/ jumlah/ (warna, tekstur, dll)
Hari/ Nama luas luas daun, akar, batang
Waktu Jenis
Tanggal flora jenis jenis yang terkena
yang yang minyak
hidup mati
Nama Nama Jml/luas Jml/luas
jenis Latin yang yang
hidup terdamp
ak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Pulbaket Fauna

Jenis yang terkumpul Total Total Penampakan


Hari/ jml jml jenis fisik
Nama
Tangga Waktu jenis yang
fauna
l yang mati
hidup
Nama Nama Jml Jml
jenis latin yang yang
hidup terdamp
ak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
53

3.3.3.4 Mekanisme PULBAKET

Gambar 11. Mekanisme Pengumpulan Bahan dan Keterangan

Menandai dan mencatat keterangan


tentang:
•Koordinat sampel
•waktu/jam
•cuaca
•lokasi
Mengambil sampel setiap flora , •jumlah
fauna , air, dan ekosistem •dokumentasi
•analisis laboratorium

mencatat Melaporkan
minimal 2 hasil PULBAKET
orang saksi dan kepada ketua
meminta tanda Unit
tangan dan
Menandai dan mencatat keterangan membuat
tentang:
Berita Acara
•jumlah /kelompok nelayan
• pendapatan nelayan
• sarana -prasarana
•waktu/jam
Mengambil data sosial - •cuaca
ekonomi nelayan •lokasi
•dokumentasi
•analisis data
54

3.3.4 Unit Pembersihan Biota

3.3.4.1 Umum

Tumpahan minyak terjadi pada saat biota baru dilahirkan akan


menimbulkan kematian yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena biota
yang baru dilahirkan lebih sensitive terhadap fraksi. Pada Prinsipnya proses
pembersihan biota melalui 7 tahapan. Hal yang terpenting dalam proses
pembersihan biota adalah :
• Melaporkan biota (jumlah dan jenis, waktu, dan lokasi) yang terkena
dampak tumpahan minyak ke pihak terkait.
• Petugas pembersihan yang berkompeten dan atau masyarakat yang
sudah dilatih,
• Masyarakat tidak boleh langsung mengambil biota yang terkena
tumpahan minyak.
• Sebelum dibersihkan, biota diperiksa kondisi fisiknya, kemudian
diletakkan di tempat hangat, diberi makan dan harus istirahat selama
kurang lebih 48 jam
• Biota dikirim ke pusat rehabilitasi untuk pemulihan,
- memeriksa kondisi biota apakah terindikasi dehidrasi dan
hypothermia,
- persiapan untuk pembersihan (menggunakan mild detergent,
kemudian dibilas, dan dikeringkan dengan handuk dan pengering)
- Biota yang sudah bersih kemudian diletakkan di kolam terbuka
atau tempat lain yang sesuai. Membutuhkan waktu beberapa hari
hingga beberapa bulan sebelum biota siap dilepas ke alam
tergantung kondisi biota.
- proses pemulihan, suhu tubuh dan kebiasaan makan dimonitor.
Setelah ada peningkatan ketahanan/kesehatan, kemudian biota
dipindah ke tanki penyimpanan. Kemudian secara perlahan
diperkenalkan pada habitat alaminya, apabila habitat alaminya
masih terkontaminasi sebaiknya tidak dilepas dahulu kalaupun
dilepas diberi tanda/tagging untuk memudahkan monitoring dan
pemeriksaan kesehatan.

3.3.4.2 Bahan dan Peralatan

o Plastik
o Sikat
o Plastik Sampah
o Air Bersih
o Sabun
o Sarung Tangan
o Kamera
o Alat Tulis
o Meteran
o Timbangan
55

o Ember
o Gayung
o Lampu/Senter
o Masker
o Alat komunikasi
o GPS

3.3.4.3 Formulir Penanggulangan Pembersihan Biota

Form 4. Formulir penanggulangan pembersihan biota

Nama Biota :
Spesies :
Gender :
Umur :
Relawan :

Hari/Tanggal Waktu Keterangan Penanganan Biota


( ) Menggunakan sarung tangan kulit saat
mengangkat biota dan meletakkannya di
tempat uji biota
Mencatat spesies dan jenis kelamin dan
menamai biota
Memeriksa biota mengalami stress atau
tidak sebelum perawatan
( ) Biota cenderung diam dan waspada
( ) Biota sulit bernafas dan aktif
( ) Biota sulit bernafas dan lesu
( ) Biota tergeletak dan tak responsive
( ) Membersihkan minyak di permukaan
menggunakan kain yang menyerap
( ) Menyimpan potongan bulu biota di kertas
foil untuk uji laboratorium
Seberapa berat/banyak minyak yang
menempel di biota?
( ) <20% ( )20%-60% ( ) >60%
( ) Memeriksa bioata terluka atau tidak
( ) Tidak terluka
Deskripsi:
( ) Terluka
Deskripsi:
( ) Biota mengalami anemia (dilihat dari
jumlah sel darah merah)
( ) Tersedianya nutrisi biota dalam botol
seperti cairan elektrolit, glukosa, dan
vitamin
( ) Tersedianya nutrisi biota dalam tube
seperti cairan elektrolit, glukosa, dan
vitamin
56

( ) Tersedianya perban/pembalut luka


( ) Memberikan antibiotic untuk infeksi
( ) Membasuh mata hanya untuk
menghilangkan minyak, pastikan air
tidak mengandung klorin
( ) Menyediakan handuk kering dan
pengering
( ) Memeriksa biota mengalami stress atau
tidak setelah perawatan
( ) Biota cenderung diam dan waspada
( ) Biota sulit bernafas dan aktif
( ) Biota sulit bernafas dan lesu
( ) Biota tergeletak dan tak responsive
( ) Membalut kaki biota dengan perban
( ) Memakaikan baju/kain ke biota untuk
menghindari masuknya minyak ke
pencernaan akibat biota menjilati
tubuhnya
( ) Cuci biota dengan air hangat jika kondisi
stabil selama 6 – 24 jam
( ) Keringkan dengan handuk dan pengering

3.3.4.4 Mekanisme Pembersihan Biota

Gambar 12. Mekanisme Pembersihan Biota

Menandai dan
mencatat mencatat
Mendokumenta
Mengambil keterangan nama 2
sikan (foto saat
sampel tentang: orang saksi
terkena minyak
biota yang dan
dan foto • Koordinat
terkena meminta
sesudah sampel
minyak tanda
dibersihkan) • waktu/jam tangan
• cuaca
• lokasi
• jumlah
• kondisi biota menganalisa
**(baik2/sekarat
melaporkan
/...?
hasil analisa • analisa lab
kepada • membersihkan
ketua sub biota
unit
57

3.3.4.5 Contoh

3.3.4.5.1 Pembersihan Burung

1. Menjadi bagian tim penyelamatan professional melalui pelatihan


untuk pembersihan burung laut. Pembersihan biota tanpa latihan
dapat membunuh biota.
2. Mendgidentifikasi burung yang terkontaminasi. Cirri-cirinya adalah
menghitam, lengket dan burung tersebut berusaha membersihkan
minyak yang menempel ditubuhnya hingga lupa makan dan minum
dan akhirnya dehidrasi.
3. Hindari mengambil burung langsung dari lokasi. Minyak sama
beracunnya jika terkena manusia dan hewan. Hanya petugas
terlatih dalam menangani bahan beracun dan hewan
terkontaminasi.
4. Usahakan burung tetap tenang sebelum dibersihkan. Perawatan
dan penanganan intensif harus dilakukan oleh dokter hewan
minimum 48 jam.
5. Persiapan membersihkan burung. Setelah dokter hewan
menyatakan bahwa burung siap (kondisi stabil, bertambah berat
badan, telah menjalani pemeriksaan kesehatan, tekanan darah
baik, dan tingkah laku normal) untuk dibersihkan maka
pembersihan dapat dilakukan.
6. Petugas pembersihan harus memakai pakaian standar keselamatan
(sarung tangan latex, apron, penutup kepala anti air, baju/kaos anti
air, boot anti air) untuk menghindari terkontaminasi minyak dari
burung yang panic. Petugas pembersihan jangan terlalu banyak
untuk menghindari stress burung. Selama proses pembersihan
tetap dilakukan monitoring apakah burung stress, kalau ya maka
dokter hewan akan memeriksa dan memutuskan pembersihan
dihentikan.
7. Gunakan cairan pembersih yang aman. Tambahkan 1% ciran dalam
air hangat. Untuk menyamakan suhu tubuh burung.
8. Masukkan burung dalam air hangat dan cairan pembersih. Satu
petugas melakukan hal ini.
9. Usapkan air pada bulu burung. Untuk melakukan hal ini petugas
lain membantu. Gunakan Waterpik dental water jet atau semprotan
botol berisi cairan pembersih untuk membersihkan kepala.
Gunakan sikat gigi yang lembut dan kapas untuk membersihkan
minyak di mata dan sekitar kepala.
10. Pindahkan burng ke bak/ember berikutnya berisi air bersih dan
cairan pembersih jika bak sebelumnya sudah kotor. Mungkin
dibutuhkan 10-15 kali untuk membersihkan burung dari satu bak
ke bak lainnya, jadi dibutuhkan orang ketiga untuk melanjutkan
membersihkan dan mengisi bak bergantian jika tidak cukup bak
yang tersedia. Proses pembersihan harus selesai dalam satu kali
pembersihan, untuk meminimalisir burung stress. Burung
dinyatakan bersih jika air di bak tetap bersih.
58

11. Bilas burung. Ingat bahwa cairan pembersih berdampak pada bulu
burung yaitu menghilangkan kemampuan waterproofing) sehingga
harus dibilas sampai bersih. Professional cleaner harus memiliki
spa nozzles untuk menghilangkan bekas detergent. Bagian ini
biasanya dilakukan oleh petugas terlatih khusus.
12. Keringkan burung. Letakkan burung di tempat khusus/sangkar.
Gunakan pengering khusus hewan. Hair dryer terlalu panas untuk
burung dan akan membakar kulitnya. Usahakan burung mulai
membersihkan dirinya secara alami. Hal ini akan membantu bulu-
bulunya tersusun seperti semula.
13. Sediakan nutrisi dan cairan yang cukup dan sesuai. Monitoring
terus proses pemulihan. Tim kesehatan/sukarelawan terlatih akan
memberikan makanan (vitamin, dll yang tepat) dari tube setelah
dibersihkan.
14. Periksa waterproofing. Ini dilakukan dengan meletakkan burung di
kolam terapi hangat. Perhatikan tanda membersihkan diri sendiri.
Perhatikan kemampuan berenang dan mengapung. Perhatikan
kecekatan dan kewaspadaan. Periksa wet spots di bawah bulu
beberapa hari berikutnya. Ini mengindikasikan perlunya
pembersihan lanjutan dan pengeringan.

3.3.4.5.2 Pembersihan Penyu

1. Campur satu cup minyak sayur dengan 1 sendok makan coklat


bubuk.
2. Letakkan penyu di wadah plastic dan siram dengan campuran tadi.
3. Gosok minyak pada tubuh penyu
4. Pegang penyu, bilas cangkangnya dengan air bersih.
5. Berikan beberapa tetes sabun cuci piring pada karapas penyu.
6. Gunakan sikat gigi untuk menggosok lembut karapas penyu.
7. Bekerja dalam lingkaran kecil, gosok seluruh cangkang,
(tambahkan lagi beberapa tetes sabun jika perlu)
8. Bilas karapas dengan air, hati hati dan perhatikan kepala penyu
tidak terendam air.
9. Pisahkan air yang sudah tercampur minyak dalam wadah terpisah
untuk dibuang nantinya.
10. Pegang kepala penyu pada posisi vertical, berikan beberapa tetes
sabun pada plastron.
11. Cuci dan bilas menggunakan metode yang sama untuk karapas.
12. Pastikan mengumpulkan air tercampur minyak dalam wadah
terpisah.
13. Bersihkan (kaki/sirip) flippers menggunakan teknik yang sama.
Mulai dari back flippers, bilas, dan kemudian bersihkan front
flippers dan bilas.
14. Ganti sarung tangan dengan yang bersih.
15. Oleskan sedikit mayones di sekitar leher penyu dan daerah kepala.
59

16. Gosokkan mayones di atas kepala dan di bawah dagu.


17. Kemudian di samping kepala.
18. Gunakan sikat gigi, bersihkan paruh dan sekitar mulut penyu.
19. Hati-hati, penyu akan menggigit
20. Bilas area sekitar kepala dan leher dengan air bersih.
21. Oleskan mayones agak di atas dan bawah kelopak mata.
22. Bersihkan dan bilas mata yang satu kemudia mata yang satunya.
23. Simpan air tercampur minyak di wadah terpisah.
24. Bilas penyu dengan air bersih.
25. Simpan air tercampur minyak di wadah terpisah.

3.3.5 Unit Pembersihan Pantai

3.3.5.1 Umum

Ketika tumpahan minyak terjadi biasanya tim pembersihan pantai bergerak


cepat untuk mengambil bagian dari respon guna menghemat waktu untuk
mencari langkah-langkah penting apa saja yang harus dilakukan baik dalam
pengoperasian pembersihan pantai, perencanaan, keamanan, selama proses
pembersihan pantai dilakukan. Tim Pembersihan Pantai melakukan survei
dengan menetapkan tanggal, hari, waktu dan melakukan survei penilaian
pantai untuk mengumpulkan data dan dokumen pada kondisi pantai yang
terdapat tumpahan minyak secara cepat, akurat dan sistematis.

Survei penilaian pantai didasarkan pada beberapa prinsip dasar, yaitu:

• kondisi geografis pantai yang homogen atau 'satu daerah'


• Penggunaan standar yang baku dalam istilah dan definisi dalam
membuat dokumentasi
• Penilaian yang sistematis dari semua pantai pada daerah yang terkena
dampak.
• Tim pembersihan pantai harus obyektif dan terlatih.
• Penyediaan data dan informasi yang akurat untuk pengambilan
keputusan dan perencanaan bagi tim pembersihan pantai.

Dibutuhkan suatu penilaian pantai secara sistematis akibat dampak


pencemaran minyak di laut atau pesisir . Terdapat 8 langkah dasar, yang
harus ditempuh, yaitu :

1. Melakukan survei penginderaan.


2. Daerah pesisir pantai
3. Menetapkan beberapa tim dan melalukan survei pembersihan pantai.
4. Mengembangkan pedoman pembersihan dan titik akhir pantai.
60

5. Menyerahkan laporan survei dan sketsa tumpahan minyak pada pantai


ke Bagian Perencanaan pembersihan pantai.
6. Monitoring efektifitas pembersihan.
7. Inspeksi pasca pembersihan.
8. Evaluasi hasil akhir kegiatan pembersihan.

3.3.5.2 Bahan dan Peralatan

Terdapat beberapa jenis peralatan lapangan yang dibutuhkan dalam


pembersihan minyak di pantai yaitu :

1. Peta kesesuaian daerah yang relevan dan atau peta lain yang relevan
(misalnya jalan atau peta topografi untuk akses) atau nautical chart area
2. Form Penilaian pantai yang terkena tumpahan minyak.
3. Papan tulis/Clipboard
4. Buku tulis/notebook (jika memungkinkan tahan air).
5. Alat tulis (pensil, spidol, penggaris, penjepit kertas)
6. Kompas atau Global portable Positioning System (GPS)
7. Sekop kecil
8. meteran
9. Kamera digital
10. Kamera Video dan media penyimpanan data (jika diperlukan)
11. Baterai, kemasan baterai yang terisi (untuk GPS, kamera dll)
12. Perangkat Komunikasi (misalnya radio atau telepon seluler)
13. Alat berat
14. Drum/tong
15. dll

Surveyor juga harus memiliki pakaian yang sesuai dan alat pelindung diri
selama proses pembersihan minyak di pantai, misalnya :
a. Alat perlengkapan dari hujan dan panas, topi, sepatu karet (sol anti-
selip)
b. Kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
c. Tissue tangan/alat pembersih dan kain untuk dekontaminasi.
61

3.3.5.3 Formulir Penanggulangan Pembersihan Pantai

Setiap daerah harus diberi kode identifikasi yang khusus. Tidak ada aturan
bagaimana hal ini dilakukan, tetapi cukup dengan menggunakan sistem yang
sederhana dan efektif misalnya pemberian kode untuk masing-masing kota
diikuti dengan nomor urut untuk setiap daerah dalam kota tersebut.

Form 5.
Identifikasi wilayah yang terkena tumpahan minyak

No Informasi Kejadian Tumpahan Minyak di pantai


Umum
1 Lokasi Waktu survey : (hari/tanggal/bulan/tahun)

2 Tim Survey Instansi : No Telp/Fax :

3 Daerah Nama Lokasi :

Panjang pantai

Koordinat (awal)

Koordinat (akhir)

Paparan Minyak Berat Sedang Ringan Tidak tahu

Deskripsi Tipe
Garis Pantai
(estuary,
pantai…, Pantai
bertebing,
Pelabuhan, dll)

Gambaran Operasional

Gambaran Ada/tidak Terjangkau : Pejalan kaki/truck


Operasional
Apakah mudah Ada/tidak Terjangkau : Pejalan kaki/truck
di akses
langsung dari
62

No Informasi Kejadian Tumpahan Minyak di pantai


Umum
lokasi
4 sebelumnya
Ada/tidak Tidak banyak/ banyak/tidak
Sampah tahu/perkiraan volume :……

Alga/posidonia Ada/tidak Jenis :

Fauna yang Ada/tidak Jenis :


terpapar minyak

Luasan :

Tipe Daerah Konservasi : Ya/tidak


Pemanfaatan
Pantai : Wisata/ Jika ya, Spesifik :
Penangkapan
ikan/lainnya

Zona Di atas garis pantai Di pertengahan Dibawah


garis pantai garis pantai

Tipe Substrat

a. Permukaan
Minyak
Ketebalan minyak

Panjang

Lebar

Penyebaran

Ketebalan

Karakteristik minyak
5
Luas area yang terpapar

Kedalaman penetrasi
minyak

Kedalaman

b. Sub Ketebalan Minyak


Permukaan
Minyak
63

No Informasi Kejadian Tumpahan Minyak di pantai


Umum
Panjang

Lebar

Penyebaran

Ketebalan

Karakteristik Minyak

Luas area yang terpapar

Kedalaman
Penetrasi minyak

6 Pembersihan Sarana dan Prasarana Perikanan

a. Sarana dan
Prasarana Pelabuhan
Perikanan
Tangkap

Kapal Jenis Jumlah Pemilik

Cth: 50 GT

Rusak

Berat Sedang Ringan

Mesin kapal

Alat tangkap

Jetti
64

No Informasi Kejadian Tumpahan Minyak di pantai


Umum
b. Sarana dan
Prasarana
Perikanan
Budidaya

- Jenis Budidaya air laut


Budidaya

Budidaya air laut

- Alat Jaring
Budidaya
Jetti

3.3.5.4 Mekanisme Pembersihan Pantai

Identifikasi
Menentukan
• Jenis dan sifat proses dan metode Pelaksanaan baik
minyak
secara fisik
• Geologi dari garis • Secara fisik
maupun alami
pantai dan laju • Secara alami
aliran air
• Jenis dan
sensitivitas
lingkungan biologi
• Survey
Melaporkan Pembuangan
hasil limbah hasil
pembersihan pembersihan
pantai kepada
ketua Unit

Gambar 13. Mekanisme pembersihan pantai


65

3.3.5.4.1 Identifikasi

Langkah-langkah survey

1. Pengamatan secara menyeluruh di wilayah pesisir pantai yang terkena


tumpahan minyak.
2. Pengamatan secara detail di wilayah pesisir pantai dengan membuat
catatan secara umum dan dokumentasi rinci

3. Mengambil foto / video dengan menggunakan referensi nomor gambar dari


kamera digital yang digunakan. Kemudian GPS dapat digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi foto jika tersedia dan diperlukan.

Dokumentasi yang diambil antara lain:

• Mencakup seluruh pantai untuk mengetahui sebaran minyak


• Dapat mempresentasikan lokasi obyek serta tampilan fisik obyek dan
lingkungannya
• Menggunakan skala yang sesuai standar
• Mengidentifikasi rute-rute akses atau fitur-fitur operasional lainnya
dan kegiatan yang sedang berlangsung. Serta menunjukkan lokasi dari
sudut pandang sketsa yang telah dibuat dan memberikan keterangan
pada sketsa peta yang dibuat.

4. Menggambar sketsa lokasi dengan dilengkapi foto-foto.

5. Formulir penilaian garis pantai yang terkena minyak diisi secara lengkap
dengan menyediakan semua informasi secara rinci tentang kondisi
minyak.

6. Meninjau dan mereview hasil proses survey dan melengkapi peta sketsa
yang dibuat. Memastikan bahwa semua foto dan video telah dicatat secara
akurat.

Prinsip-prinsip dalam prosedur pembersihan pantai

A. Memperhatikan 3 kondisi pantai yang terkontaminasi antara lain :

1. Menghilangkan kontaminasi berat

Pada tahap ini adalah untuk mengumpulkan minyak yang mengambang


yang telah mencapai pantai secepat mungkin untuk mencegah perubahan
66

area pada saat terjadinya perubahan pasang surut air laut di pantai yang
dapat berakibat pencemaran di area bersih lainnya.

Gambar 14. Pembersihan kontaminasi berat

2. Menghilangkan kontaminasi sedang


Pada tahap ini dilakukan penghentikan minyak yang dicampur dengan
sedimen. Tahap 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan boom,
skimmers, pompa, flushing air, teknik pembersihan manual. Ketelitian
harus dilakukan pada saat pengambilan minyak yang terkubur guna
mengurangi jumlah bahan material dari pantai yang terkena minyak.

Gambar 15. Pembersihan Kontaminasi Sedang

3. Menghilangkan pantai tercemar ringan. Pada tahap ini bersifat perawatan

Gambar 16. Pembersihan Kontaminasi Ringan


B. Dalam pembersihan pantai perlu memperhatikan
67

• Pada pesisir pantai berpasir yang terkontaminasi minyak perlu


dilokalisir guna melindungi organisme yang dapat memberikan
dampak lebih besar

Gambar 17. Kontaminasi minyak pada pantai berpasir

• Pada pesisir pantai berbatu sisa minyak yang menempel kuat pada
batu atau tingkat yang sangat tinggi maka pembersihan diperlukan
dengan menggunakan air panas pada tekanan tinggi.

Gambar 18. Kontaminasi minyak pada pantai berpasir

3.3.5.4.2 Metode Pembersihan

SECARA ALAMI

Proses alami yang mengakibatkan pelepasan minyak dari lingkungan alam


meliputi penguapan (terjadi ketika komponen cair dalam minyak diubah
menjadi uap dan dilepaskan ke atmosfir), oksidasi (terjadi ketika oksigen
bereaksi dengan senyawa kimia dalam minyak), dan biodegradasi (terjadi ketika
alami bakteri yang hidup di air atau di darat mengkonsumsi minyak).
68

SECARA FISIK

Sebelum metode pembersihan fisik digunakan, memanfaatkan alat oil boom


guna melokalisir minyak untuk mempermudah pembersihan.Penghapusan fisik
dari minyak dari garis pantai, dan terutama pantai, memakan waktu dan
membutuhkan banyak peralatan dan banyak personil. Metode yang digunakan
untuk minyak secara fisik bersih dari garis pantai termasuk yang berikut:

• Menggunakan bahan penyerap


Bahan-bahan yang sering digunakan seperti handuk kertas atau bahan
yang memiliki daya serap tinggi. Penggunaan absorben umumnya tidak
berbahaya bagi garis pantai itu sendiri atau organisme yang hidup di
atasnya, dan tidak ada bahan yang tertinggal setelah upaya pembersihan.
Beberapa sorben dapat digunakan kembali, mengurangi kebutuhan
untuk pembuangan setelah tumpahan.

• Menggunakan alat pembersih bertekanan tinggi dan/atau rendah


Kerugian: membunuh banyak organism, memindahkan organism dari
habitat, minyak masuk ke dalam sedimen, mempercepat erosi.
Keuntungan menjadi relatif murah dan mudah untuk diterapkan.

• Menggunakan alat berat


Penggunaan alat berat seperti buldoser membutuhkan operator yang
terlatih khusus yang bisa manuver tanpa merusak garis pantai.
Penggunaan alat berat dapat mempercepat pekerjaan pembersihan tetapi
menghasilkan banyak limbah.

3.3.5.4.3 PEMBUANGAN LIMBAH HASIL PEMBERSIHAN.

Limbah hasil kegiatan pembersihan dikumpulkan untuk selanjutnya dibuang


melalui cara sebagai berikut:

1. Pembakaran eksitu sesuai izin


2. Pembakaran insitu sesuai izin
3. Diserahkan pada pengumpul limbah yang memiliki izin
4. Penimbunan sesuai izin

3.3.6 Unit Evaluasi

3.3.6.1 Umum

Bentuk tuntutan ganti kerugian akibat pencemaran minyak di laut yang


disusun akan dibedakan atas 2 (dua) kelompok yaitu :
1. Tuntutan Jangka Pendek, meliputi :
a. Biaya penanggulangan tumpahan Minyak di laut.
69

b. Tuntutan ganti kerugian penanggulangan dampak lingkungan akibat


tumpahan minyak di laut, yang antara lain terdiri dari kehilangan
pendapatan nelayan tangkap, kehilangan pendapatan masyarakat
budidaya, kerusakan alat produksi perikanan dan pembersihan,
penurunan pendapatan pariwisata, akomodasi dan hotel, serta biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pembersihan tanaman, hewan dan
sarana.

2. Tuntutan Jangka Panjang, meliputi :


a. Penurunan produksi perikanan (tangkap dan budidaya).
b. Kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun.

3.3.6.2 Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam penyusunan Evaluasi adalah:


• Komputer
• Printer
• ATK
Jumlah bahan dan peralatan tersebut disesuaikan dengan jumlah
Kelompok/ Kebutuhan

3.3.6.3 Formulir Evaluasi

Dalam melaksanakan evaluasi dampak tumpahan minyak, Tim Evaluasi


perlu untuk mengumpulkan data dari tim lain sebagai dasar analisis. Data
yang dibutuhkan sebagaimana terlampir dalam tabel formulir evaluasi
berikut.
Form 5. Formulir Evaluasi

No Jenis Data Ada/ Tanggal Keterangan


Tidak Diterima

1 Data Tim Pengamatan

2 Data Tim Pengamanan

3 Data Tim Pulbaket

- Data Flora

- Data Fauna

- Data Sosek nelayan

- Data Sarpras
70

4 Data Tim Biota

5 Data Tim Pembersihan Pantai

3.3.6.4 Mekanisme Evaluasi

Menerbitkan hasil penghitungan ,a.l:


Pengumpulan •kehilangan pendapatan masyarakat.
Data dan Penghitungan •kehilangan pendapatan dari pemanfaatan property right (hotel,
Informasi dari Klaim Ganti retribusi, dan lain-lain).
masing2 Rugi
Pimpinan Tim •biaya pembersihan pantai.
•biaya-biaya lain yang timbul akibat diselenggarakannya operasi PDL.
•kerusakan ekosistem pesisir dan laut akibat pencemaran minyak

Gambar 19. Mekanisme Evaluasi

3.4 REHABILITASI

Rehabilitasi terhadap sumberdaya ikan beserta lingkungannya dilakukan


sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu Peraturan
Presiden Nomor 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.

3.5 PELATIHAN

Untuk menjamin kesiagaan Tim Penanggulangan yang ada di kegiatan


masing-masing tanggung jawab Unit/anggota, maka perlu pelatihan dan
latihan kesiagaan secara rutin guna menguji kesiagaan personil, peralatan,
protap kegiatan operasi dan sistem komunikasi.

1. Pelatihan Penanggulangan Tumpahan Minyak


a. Darat
71

1) Personil yang terlibat dalam penghitungan ganti kerugian


setidaknya mempunyai latar belakang ekonomi terutama ekonomi
lingkungan guna menghitung kerugian yang diderita akibat
pencemaran atau kerusakan akibat tumpahan minyak
2) Materi pelatihan untuk penanggulangan tumpahan minyak di darat
mencakup antara lain: pengenalan dan pengoperasian peralatan
penanggulangan tumpahan minyak, pemahaman peran deteksi
dini, aspek-aspek kesalamatan, jaian resiko tumpahan minyak,
karakteristik fisik dan kimia minyak yang tumpah, upaya perolehan
kembali dan pengumpulan, penampungan dan pembuangan,
perlindungan badan air dan pembersihan lahan terkontaminasi,
evaluasi, pemantauan kegiatan operasi penanggulangan tumpahan
minyak
3) Materi pelatihan pembersihan prasarana dan sarana perikanan
budidaya darat

b. Perairan
1) Personil yang terlibat dalam penghitungan ganti kerugian
setidaknya mempunyai latar belakang ekonomi terutanma ekonomi
lingkungan guna menghitung kerugian yang diderita akibat
pencemaran atau kerusakan akibat tumpahan minyak
2) Materi pelatihan penanggulangan tumpahan minyak di perairan
mencakup antara lain: pengenalan dan pengoperasian peralatan
penanggulangan tumpahan minyak, pemahaman peran deteksi
dini, aspek-aspek kesalamatan, kajian resiko tumpahan minyak,
karakteristik fisik dan kimia minyak yang tumpah, upaya perolehan
kembali dan pengumpulan penampungan dan pembuangan,
pengguanaan dispersant, perlindungan dan pembersihan pantai,
evaluasi, pematauan pasca kegiatan operasi penanggulangan
tumpahan minyak.
3) Materi pembersihan sarana dan prasarana perikanan budidaya laut
4) Materi pembersihan sarana dan prasarana perikanan tangkap
5) Materi pembersihan biota laut

2. Latihan Kegiatan Operasi Penanggulangan Tumpahan Minyak


a. Latihan kegiatan operasi penanggulangan tumpahan minyak
ditingkat provinsi rutin minimal 1 (satu) kali setahun
b. Latihan bersama lainnya, dikoordinasikan Kementerian Kelautan
dan Perikanan cq. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-
Pulau kecil dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kelautan dan Perikanan
c. Keikutsertaan dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan di
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelatihan skala nasional dan
internasional akan dikoordinasi
72

BAB IV.
KLAIM GANTI KERUGIAN

4.1. MEKANISME PENGAJUAN GANTI RUGI

Pada prinsipnya, setiap orang atau badan umum/swasta termasuk


lembaga umum dalam Negara yang mengalami kerugian akibat tumpahan
minyak di laut berhak mengajukan tuntutan ganti rugi. Klaim ganti rugi
ditujukan kepada pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi
perusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi
kegiatan perusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau
penanggung jawab kegiatan lain di perairan.

Klaim untuk kompensasi di bawah konvensi Civil Liability 1969 harus


diajukan kepada pemilik kapal yang bertanggung jawab atas pencemaran
dan/atau kerusakan, atau secara langsung klaim kepada perusahaan
asuransi nya. Perusahaan asuransi biasanya akan menjadi salah satu
dari Asosiasi Perlindungan dan Indemnity (Protection and Indemnity
Associations) yang menjamin kewajiban pihak ketiga dari pemilik kapal.

KST/Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan yang


bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan tuntutan ganti rugi biaya
operasional penanggulangan, kerugian dampak dan valuasi ekonomi
sektor perikanan, mempunyai tugas dan bertanggung jawab:

1. Membentuk Tim Ganti Rugi yang diketuai oleh Direktur Jenderal


Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dengan keanggotaan terdiri
dari tenaga ahli terkait; dengan anggota terdiri akademisi, Ditjen
PSDKP, Ditjen Tangkap, Ditjen Budidaya, Ditjen P2HP, BKIPM, Badan
Litbang, PPNS KKP.
2. Tim bertugas untuk mengkaji berkas tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh penggugat atau Komandan Satuan Tugas baik secara hukum,
operasional maupun secara administrasi pada sektor perikanan.
3. Meneruskan berkas ganti rugi tersebut langsung kepada Menteri
Perhubungan cq. Dirjen Hubla selaku Ketua Tim Nasional.
73

Gambar 20. Diagram Ganti Kerugian

KST (Sekretaris Jenderal Menteri Perhubungan cq.


Kementerian Kelautan dan Dirjen Perhubungan Laut
Perikanan) selaku Ketua Tim Nasional.

KLAIM GANTI
KERUGIAN
Ketua:
Ditjen KP3K

Anggota:
Ditjen KP3K
Ditjen PSDKP
Ditjen Tangkap
Ditjen Budidaya
Ditjen P2HP
BKIPM
Badan Litbang
PPNS KKP
Akademisi
Jangka waktu pengajuan klaim ganti rugi paling lambat 3 (tiga) tahun
terhitung dari tanggal ketika diketahuinya tejadinya pencemaran dan/atau
kerusakan dan yang telah diadakan suatu aksi pencegahan pencemaran.
Pengajuan klaim harus melengkapi dokumen pendukung, antara lain:

1. Laporan terjadinya tumpahan minyak di wilayah sumberdaya perikanan


(Oil Spill Incident Report);
2. Berita Acara Penanggulangan Tumpahan Minyak.
74

Gambar 21. Diagram biaya yang dihimpun dari aktifitas penanggulangan, terkena dampak dan valuasi ekonomi

KLAIM GANTI KERUGIAN


(AKTIFITAS PENANGGULANGAN, TERKENA DAMPAK DAN VALUASI EKONOMI)

BIAYA YANG DITIMBULKAN DARI BIAYA KERUGIAN DARI YANG TERKENA


AKTIFITAS PENANGGULANGAN DAMPAK DAN VALUASI EKONOMI
75

TUJUAN DAN DEFINISI MASALAH

PEMILIHAN PENDEKATAN PENILAIAN EKONOMI

IDENTIFIKASI JENIS DAN TIPE EKOSISTEM, BATAS AREAL DAN RUANG


LINGKUP ANALISIS

MENYUSUN
DAFTAR MANFAAT DAN FUNGSI EKOSISTEM PESISIR DAN
LAUTAN

IDENTIFIKASI
KENDALA
VALUASI EKONOMI
METODE
PENILAIAN SUMBERDAYA PESISIR
EKONOMI AKIBAT TUMPAHAN
IDENTIFIKASI MINYAK
KEBUTUHAN
INFORMASI

Gambar 22. Alur Pendekatan Valuasi Ekonomi Tumpahan Minyak


Terhadap Sumber Daya Ikan

4.2. IDENTIFIKASI JENIS DAN TIPE EKOSISTEM

4.2.1.Mangrove

Mangrove merupakan ekosistem hutan yang terbentuk oleh tumbuhan


halophytic (toleran terhadap salinitas), berkayu dan berbiji dengan
kisaran ukuran mulai dari tumbuhan yang tinggi hingga tumbuhan
perdu yang kecil. Tumbuhan tersebut memiliki kemampuan untuk
tumbuh di sepanjang garis pantai pasang surut yang terlindung pada
sedimen bersalinitas dan seringkali bersifat anaerobik serta kadang-
kadang bersifat masam. Untuk penghitungan valuasi ekonomi dari
Mangrove terdapat 2 (dua) hal yang dipertimbangkan yaitu:
a. nilai pakai langsung
1) Nilai pakai dari tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan oleh
masyarakat berupa kayu bakar, arang, penyamak kulit, bahan
bangunan, peralatan rumah tangga, obat-obatan dan bahan
baku untuk industri pulp dan kertas.
2) Daun yang jatuh dan terakumulasi dalam sedimen mangrove
sebagai lapisan daun akan mendukung komunitas organisme
76

detritus yang selanjutnya menguraikan daun dan


mengkonversinya menjadi energi. Energi ini digunakan oleh
seluruh organisme dalam rantai makanan yang mendukung
sejumlah spesies komersial dan subsisten seperti udang Penaeid,
udang Sergestid, kepiting mangrove, curustacea lainnya,
berbagai jenis ikan (belanak, bandeng, baramundi), wideng,
kerang, moluska lainnya, reptil laut dan burung.
3) Ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai tempat
pemeliharaan larva, tempat memijah dan tempat mencari makan
bagi spesies akuatik khususnya udang Penaeid dan ikan
bandeng.
b. Nilai pakai tidak langsung
1) Nilai tidak langsung dari ekosistem mangrove dalam bentuk
fungsi ekologis yang vital mencakup perlindungan erosi pesisir,
stabilisator sedimen, perlindungan koral di sekitarnya dari
padatan terlarut, perlindungan penggunaan lahan pesisir dari
angin dan badai, pencegahan intrusi air asin, pemurnian alami
perairan pesisir dari polusi, penyediaan detritus organik dan
makanan bagi perairan pesisir sekitarnya serta sebagai tempat
pemeliharaan larva, pakan dan pemijahan bagi ikan ekonomis
penting, crustacea dan satwa liar.
2) mangrove juga merupakan habitat penting bagi primata seperti
Macaca fascicularis, Presbytis cristacus dan Nasalis larvatus.

4.2.2.Padang Lamun

Padang lamun merupakan tumbuhan berbunga dan berbiji yang telah


beradaptasi penuh terhadap perairan laut. Tumbuhan tersebut
terdapat di perairan dekat pantai yang dangkal, baik di daerah tropis
maupun di daerah temperate. Jumlah jenis tumbuhan lamun yang
ditemukan di seluruh dunia sebanyak 50 spesies, 12 spesies
diantaranya terdapat di Indonesia. Untuk penghitungan valuasi
ekonomi dari padang lamun terdapat 2 (dua) hal yang dipertimbangkan
yaitu:
a. Nilai pakai langsung
Nilai pakai langsung padang lamun berupa penggunaan tumbuhan
lamun untuk produk farmasi baru dan kultivar pertanian. sumber
pupuk hijau, bahan kimia dan bahan pakan.
b. Nilai pakai tidak Langsung
1) stabilisator sedimen yang mencegah erosi pesisir;
2) habitat sejumlah besar spesies satwa liar; dan
3) sumber makanan dan detritus organik yang dibutuhkan
tumbuhan laut dan algae.

4.2.3.Terumbu Karang
77

Indonesia memiliki sekitar 17.500 km2 ekosistem terumbu karang yang


tersebar di seluruh wilayah perairan pesisir yang jernih, hangat,
beroksigen serta bebas dari padatan terlarut dan aliran air tawar yang
berlebihan. Terumbu karang Indonesia sangat beragam dan kaya.
Seluruh tipe terumbu karang yang mencakup terumbu karang
melingkar, terumbu karang penghadang, atol dan bongkahan terumbu
karang (fringing reefs, barrier reefs, atoll, patch reefs) terdapat di
perairan laut Indonesia. Untuk penghitungan valuasi ekonomi dari
terumbu karang terdapat 2 (dua) hal yang dipertimbangkan yaitu:

a. Nilai pakai langsung


perikanan laut yang didukung oleh ekosistem terumbu karang
Selanjutnya di beberapa bagian Indonesia, terumbu karang secara
tradisional telah dipakai oleh masyarakat pesisir untuk
mendukung kehidupannya dengan memanfaatkan berbagai jenis
ikan dan invertebrata lainnya

b. Nilai Pakai Tidak Langsung


1) stabilisator sedimen yang mencegah erosi pesisir; dan
2) habitat sejumlah besar spesies satwa liar;

4.2.4.Estuaria

Secara fungsional, estuari merupakan badan air yang setengah


tertutup dan berhubungan dengan laut terbuka yang airnya
diencerkan oleh aliran air tawar. Sebagai kawasan yang sangat kaya
akan unsur hara (nutrien) estuari dikenal dengan sebutan daerah
pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate
(Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi
kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis
penting seperti siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi
menjadikan daerah estuari sebagai daerah pemijahan dan
pembesaran.Untuk penghitungan valuasi ekonomi dari estuaria
terdapat 2 (dua) hal yang dipertimbangkan yaitu:

a. Nilai pakai langsung


1) membantu pencampuran dan penyebaran hara yang mendorong
tingginya laju produktifitas primer dan sekunder.
2) banyak sumberdaya perikanan Indonesia yang penting berada
atau berasosiasi dengan estuari.
3) menopang kehidupan manusia secara lestari, khususnya
sebagai sumber pangan dan produksi garam
4) navigasi, budidaya laut, rekreasi, pengembangan pemukiman,
dan pembuangan limbah produksi pertanian

b. Nilai Pakai Tidak Langsung


1) stabilisator sedimen yang mencegah erosi pesisir;
2) habitat sejumlah besar spesies satwa liar; dan
78

3) sumber makanan dan detritus organik yang dibutuhkan


tumbuhan laut dan algae.

4.3. PERHITUNGAN GANTI KERUGIAN

4.3.1.Prosedur Valuasi Ekonomi Sumberdaya Ikan

Penilaian ekonomi sumberdaya ikan, termasuk sumber daya pesisir


dan laut meliputi 3 tahap utama, yaitu:
a. Identifikasi Manfaat
Contoh valuasi ekonomi hutan mangrove:

1) Manfaat Langsung
Manfaat langsung dari hutan mangrove dapat berupa manfaat
untuk kayu log, manfaat untuk kayu bakar, dan manfaat
biologis. Manfaat biologis adalah manfaat lahan yang berhutan
mangrove bagi komponen sumberdaya lainnya yang berada pada
lahan tersebut sebagai satu kesatuan ekosistem. Manfaat ini
merupakan gambaran dari fungsi keterkaitan antar komponen
sumberdaya dalam satu ekosistem. Manfaat ini antra lain terdiri
dari manfaat biologis bagi belut, manfaat biologis bagi udang,
manfaat biologis bagi alur, manfaat biologis bagi kerang, manfaat
biologis bagi kepiting, manfaat biologis, manfaat biologis bagi
burung, manfaat biologis bagi ikan, dan manfaat biologis bagi
ular.

2) Manfaat Tidak Langsung


Estimasi manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi
pantai didekati dengan pembuatan beton pantai yang setara
dengan fungsi hutan mangrove sebagai sebagai penahan abrasi
pantai. Estimasi manfaat hutan mangrove sebagai nursery
ground, spawning ground dan feeding ground bagi biota perairan
didekati dari hasil tangkapan ikan di wilayah perairan laut
sekitarnya. penyebaran manfaat yang sebanding dengan luas
hutan mangrove.

3) Manfaat Pilihan
Nilai manfaat pilihan merupakan suatu nilai yang menunjukkan
kesediaan seseorang individu untuk membayar untuk
melestarikan sumberdaya bagi pemanfaatan di masa depan. Nilai
manfaat pilihan (option value) didekati dengan mengacu pada
nilai keanekaragaman hayati hutan mangrove Indonesia yaitu
US$ 1,500/km2 per tahun. Nilai ini dapat dipakai untuk hutan
mangrove di berbagai daerah di Indonesia bila hutan
mangrovenya secara ekologis penting dan tetap dipelihara relatif
alami.

4) Manfaat Eksistensi
79

Manfaat eksistensi merupakan manfaat yang dirasakan oleh


masyarakat dari keberadaan sumberdaya setelah manfaat
lainnya dihilangkan dari analisis sehingga nilainya (existence
value) merupakan nilai ekonomis keberadaan suatu komponen
sumberdaya.

b. Kuantifikasi Seluruh Manfaat dan Fungsi ke dalam Nilai Uang


Perhitungan menggunakan Rumus Total Ekonomi Value, yaitu:

TEV = UV + NUV
= (DUV + IUV + OV)+ (BV + EV).

Keterangan:
TEV= total economic value
UV=use value
NUV=non use value
DUV =direct use value
IUV= indirect use value
OV =option value
BV =bequest value
EV=existence value

Nilai ekonomi total (total economic value = TEV) dari sumberdaya


sebagai asset merupakan jumlah dari nilai pakai (use value=UV) dan
nilai bukan pemakaian (non use value=NUV). Nilai pakai adalah
suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan aktual terhadap
sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem.

Nilai pakai terbagi menjadi nilai pakai langsung (direct use


value=DUV), nilai pakai tidak langsung (indirect use value=IUV) dan
nilai pilihan (option value=OV). Nilai pakai langsung merupakan
nilai penggunaan aktual seperti penggunaan perikanan dan kayu
dari ekosistem hutan mangrove. Nilai pakai tidak langsung
merupakan manfaat yang diturunkan dari fungsi ekosistem seperti
fungsi hutan mangrove dalam perlindungan lahan pesisir dari erosi
dan dalam penyediaan pakan bagi perikanan lepas pantai.

Nilai pilihan adalah nilai yang menunjukkan keinginan individu


untuk membayar bagi konservasi sumberdaya pesisir dan laut guna
pemakaian masa mendatang seperti pengembangan bahan farmasi
dan kultivar pertanian baru. Dengan kata lain, nilai pilihan dapat
diartikan sebegai premi asuransi dimana keinginan masyarakat
untuk membayar guna menjamin pemanfaatan masa mendatang
dari sumberdaya pesisir dan laut.

Nilai bukan pemakaian terdiri dari nilai waris (bequest value=BV)


dan nilai eksistensi (existence value=EV). Nilai waris mengukur
manfaat individual dari pengetahuan bahwa orang lain akan
memperoleh manfaat dari sumberdaya pesisir dan laut di masa
80

mendatang. Nilai eksistensi menggambarkan keinginan masyarakat


untuk membayar konservasi sumberdaya pesisir dan laut itu sendiri
tanpa mempedulikan nilai pakainya.

c. Penilaian Alternatif Alokasi Pemanfaatan Lahan Pesisir


Penilaian alternatif alokasi pemanfaatan terumbu karang dengan
menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA), yang merupakan net
present value dengan menghitung manfaat yang diperoleh dari
penggunaan terumbu karang, termasuk manfaat eksternalitas,
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
manfaat dari penggunaan terumbu karang, termasuk biaya
eksternalitas, dalam kurun waktu tertentu serta
mempertimbangkan faktor diskonto (discount rate).

4.3.2.Rincian Metode dan Teknik Valuasi Ekonomi

Dalam rangka mengkuantifikasi secara moneter nilai kerugian akibat


tumpahan minyak terhadap sumber daya ikan, terdapat beberapa
metode yaitu:

a. Metode Valuasi Primer


Metode Valuasi Primer membutuhkan waktu dan sumberdaya yang
besar, sehingga diperkirakan jarang dimanfaatkan dalam analisis
ekonomi kegiatan pembanguann yang relatif kecil skalanya. Namun
demikian, metode valuasi primer memiliki fungsi yang sangat
penting yaitu sebagai dasar untuk benefits transfer.

Dalam metode primer terdapat dua macam pendekatan yaitu


metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
mengandalkan koleksi data melalui survei, untuk mengestimasi
besarnya kemauan membayar (Willingness to Pay, - WTP) atau
kesediaan menerima (Willingness to Accept, - WTA). Sedangkan
metode tidak langsung menggunakan observasi perilaku untuk
mengukur besarnya WTP.

1) Metode langsung
Metode ini menggunakan cara survei dimana individu ditanya
mengenai WTP atau WTA. Tujuannya adalah untuk melindungi
sumberdaya dan lingkungan yang ada, atau meningkatkan
kualitas sumberdaya dan lingkungan. Dalam metode ini
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain
Contingent Valuation dan Contingent Ranking.

a) Contingent Valuation Method (CVM)


Pada metode ini, perubahan sumberdaya dan lingkungan
(misalnya, bagi habitat yang tidak terganggu) dilakukan
dengan metode survei, yakni responden diberi pertanyaan
yang berkaitan tentang WTP dan WTA, tentang fungsi
81

sumberdaya dan lingkungan. Misalkan pada suatu


lingkungan yang mengalami polusi (kualitasnya menurun),
apakah mereka bersedia untuk membayar kerugian
(sejumlah rupiah) atas kerusakan tersebut, atau mereka
setuju untuk menanggung kerugian dengan cara membayar
untuk memperbaiki lingkungan tersebut. Jadi metode ini
bisa juga disebut dengan pendekatan ‘referendum’.
Keunggulan dari penggunakan metode ini yaitu metode ini
dapat digunakan untuk mengestimasi nilai-nilai yang tidak
digunakan dan yang digunakan. Sedangkan kelemahannya
yaitu waktu serta biaya yang digunakan untuk melaksanakan
metode ini sangat mahal, disamping itu sulit juga untuk
membuat kerangka pertanyaan/kuesioner sehingga hal ini
akan menyebabkan terjadinya bias pada jawaban dari
pertanyaan. Metode ini tergantung pada situasi hipotesis
yang ada para ahli dan beberapa studi yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa metode ini baik untuk mengestimasi
nilai-nilai yang digunakan secara tidak langsung.

b) Contingent Ranking
Metode ini menggunakan skenario hipotesis. Responden
memberi urutan pilihan dan biaya-biaya yang terkait.
Dengan menggunakan urutan ini, ciri-ciri yang bervariasi
dapat dibentuk dalam nilai moneter. Misalkan pada salah
satu obyek wisata lingkungan, responden diminta untuk
merangking seperangkat pilihan alternatif jenis-jenis wisata
menurut karakteristiknya, lengkap dengan biaya-biaya yang
diperlukan. Dengan rangking tersebut akan dapat diketahui
berbagai karakteristik wisata lingkungan berdasarkan nilai-
nilai moneter. Keunggulan metode ini dibandingkan dengan
contingent valuation maka pertanyaan/kuesioner pada
metode ini lebih mudah dijawab. Sedangkan kelemahannya
berupa sulitnya menghitung dan mencari sampel yang lebih
besar.

2) metode tidak langsung


Metode ini tidak secara langsung menanyakan WTP seseorang
tetapi dengan mengestimasi nilai non pasar, menggunakan data
dari perilaku yang diobservasi di pasar yang berkaitan dengan
sumberdaya dan lingkungan. Dua metode primer tak langsung
yang digunakan yaitu:

a) Hedonic Pricing
Metode ini digunakan untuk menduga nilai dari sumberdaya
dan lingkungan saat merupakan bagian yang mempengaruhi
nilai barang pasar, berdasarkan indikasi transaksi pasar
bahwa orang sebenarnya mau membayar barang tersebut
dalam berbagai situasi. Misalnya, manfaat udara yang bersih
(pada sebuah perumahan), dapat disimpulkan harga
82

(variable) rumah identik dengan area yang memiliki kualitas


udara yang berbeda.

b) Travel Cost/Recreation Demand Methods


Metode ini bertujuan untuk mendapatkan nilai rekreasional
dari kualitas lingkungan pada suatu lokasi yang didasarkan
pada biaya yang dikeluarkan seseorang untuk sampai lokasi
tersebut. Asumsi yang berlaku berupa seorang (individu)
dianggap sama, yaitu tidak akan melakukan perjalanan lebih
jauh dari yang mereka butuhkan, dengan maksud untuk
melakukan rekreasi yang memuaskan. Nilai dari lokasi dan
pelayanan yang tersedia merupakan fungsi dari biaya
perjalanan, karakteristik lokasi (yang berhubungan dengan
lingkungan) dan tujuan pengganti yang dianggap potensial.

b. Metode Valuasi Sekunder / Benefit Transfer (Transfer Manfaat)


Metode valuasi sekunder yang dikenal dengan benefits transfer
merupakan pendekatan yang relatif mudah dan dapat dilaksanakan
dalam berbagai situasi kegiatan pembangunan. Metode ini
mengadopsi nilai atau hasil dari penelitian primer yang pernah
dilakukan. Meskipun benefits transfer merupakan pendekatan
yang paling praktis dalam menilai dampak lingkungan, namun
perlu diperhatikan beberapa hal, yakni:

1) nilai guna dan non guna yang kadang-kadang sangat berbeda


satu sama lain.

2) hakekat dari barang dan jasa non pasar adalah aplikasi nilai
secara sederhana dapat dilakukan tanpa harus merubah waktu
analisis ekonomi yang muncul berikutnya dalam aktifitas
tersebut. Dalam hal ini pengambilan keputusan yang baik
merupakan hal penting untuk menyesuaikan nilai yang diperoleh
dari lokasi yang sudah diketahui nilainya, dengan yang didapat
di lokasi yang sedang dikaji.

3) jika terdapat perubahan yang besar, walaupun aktiviatas


tersebut berskala kecil, analisis harus dilakukan dengan lebih
mendalam, sehingga tidak hanya cukup di-proxy dengan
pendekatan benefits transfer.

4) upaya-upaya valuasi sumberdaya dan lingkungan telah


dilaksanakan di negara maju, terutama Amerika Serikat, Inggris
dan Skandinavia. Untuk negara berkembang perlu
memperhatikan adanya perbedaan mendasar tentang
pendapatan perorangan, hak pemilikan tanah/properti, harga
tanah, institusi, budaya, iklim, sumberdaya alam dan faktor-
faktor lain yang terkait. Hal ini seringkali sulit untuk mengetahui
bagaimana perbedaan itu dapat mempengaruhi nilai sumberdaya
dan lingkungan di sebuah kawasan.
83

Langkah-langkah dalam analisis benefits transfer adalah sebagai


berikut;

1) Pemilihan Sumber Informasi Sejenis


Studi dari kajian valuasi ekonomi dari daerah/kawasan lain
dapat digunakan sebagai dasar dalam mengestimasi fungsi-
fungsi sumberdaya dan lingkungan serta perubahan yang
mungkin terjadi karena adanya aktivitas pembangunan. Cara
demikian sangat berguna dalam melakukan survai pada suatu
kawasan sehingga dapat dilakukan secara rinci dan lengkap.
Dalam memilih literatur, secara umum mengikuti beberapa
langkah berikut ini:

a) Fungsi-fungsi ekosistem yang dikaji seharusnya sesuai


antara tipe kawasan yang sedang dilakukan, dengan
kawasan tempat data tersebut diperoleh. Apabila
memungkinkan, dapat menggunakan hasil studi dengan
lokasi dan populasi yang menyerupai kawasan yang sedang
dievaluasi.

b) Perbedaan aspek sosial dan budaya di suatu kawasan


dengan kawasan lainnya, harus dipertimbangkan dengan
seksama.Kualitas teknis dari studi tersebut juga harus
dinilai. Studi orisinal harus berdasar pada data yang
memadai, metode ilmiah serta teknik empiris yang benar.

c) Estimasi empiris dari suatu nilai manfaat tidak langsung


sangat bervariasi. Hal ini dapat timbul karena nilai non
pasar berbeda dari suatu daerah dengan daerah yang lain,
tergantung sekali pada kondisi awal daerah tersebut. Variasi
dalam estimasi juga mencerminkan variasi dalam metodologi
studi dan keputusan para peneliti dalam pemilihan ukuran
sampel, faktor penentu dari kemauan membayar (willingness
to pay), proksi data, spesifikasi ekonometrik dan faktor-
faktor lainnya. Perbedaan dapat juga timbul karena adanya
perbedaan dalam kualitas studi. Semua studi yang
menggunakan metode benefits transfer menghadapi
ketidakpastian dibanding dengan hasil dari studi valuasi
dengan metode primer. Jika ketidakpastian dalam Benefit
Transfer sangat besar, maka transfer tersebut sebaiknya
tidak dipakai dalam analisis proyek.

2) Penyesuaian nilai
Penyesuaian mendasar yang biasanya diperlukan untuk
melakukan analisis ekonomi adalah mengkuantifikasi perbedaan
dalam kondisi dasar dan/atau tingkat dampak fisik tertentu.
Penyesuaian ini dapat dilakukan pada tahap kuantifikasi dari
analisis yang dilakukan.
84

Pada tahap valuasi, analisis melakukan penyesuaian terhadap


nilai moneter, untuk melihat adanya perbedaan antara kawasan.
Nilai moneter rata-rata yang dilaporkan dalam studi penelitian
pada umumnya harus disesuaikan, agar dapat diaplikasikan
pada area kawasan yang sedang dianalisis. Hal ini dilakukan
melalui berbagai cara berikut;

Jika beberapa nilai digunakan hanya untuk satu studi, gunakan


nilai dari studi original yang termasuk ‘layak dan dapat
diaplikasikan’. Gunakan range (atau rata-rata) dari nilai yang
dihasilkan beberapa studi terdahulu.

Gunakan transfer fungsi benefit. Pada pendekatan ini,


permintaan statistik yang diestimasi secara statistik atau
persamaan WTP dari studi original, dapat digunakan untuk
menyesuaikan manfaat dari kawasan yang sedang dianalisis.
Semakin banyak informasi yang tersedia dalam studi dan area
yang ditentukan semakin mudah untuk menyesuaikan nilai area
studi.

3) Menghitung Nilai Per Unit Waktu


Pada langkah ini, nilai setiap ekosistem dihitung secara rinci
untuk satuan kawasan dikalikan luas kawasan, untuk
memperoleh nilai total dari kawasan yang dikaji. Apabila nilai
tersebut berubah menurut waktu, maka harus diestimasi pada
tiap-tiap waktu di masa datang dari kondisi yang nyata (riil) di
kawasan tersebut.

4) Menghitung Nilai Total Diskonto


Dalam langkah ini terdapat dua proses utama;

a) Mengidentifikasi fungsi-fungsi sumberdaya dan lingkungan,


dalam kurun waktu umur ekologis kawasan ekosistem
(benefit).

b) Menghitung biaya yang timbul dari pengelolaan data adanya


aktivitas lain yang berpengaruh terhadap kawasan,
selanjutnya menghitung nilai bersih kini (Net Present Value)
dilakukan dengan mengkalikan manfaat bersig dengan
discount factor. Discount rate dan nilai valuasi ekonomi
sebaiknya mempertimbangkan faktor inflasi (keduanya harus
dihitung dalam bentuk riil).

Metode Benefit Transfer menyatakan nilai ekonomi kawasan


yang dikaji memiliki kesetaraan dengan penelitian primer lainnya
yang telah dilakukan dalam rangka memperkirakan nilai
ekonomi kawasan yang sedang dianalisis.
85

Secara bagan, langkah-langkah Benefit Transfer dapat


digambarkan sebagai berikut.

Pemilihan literatur

Penyesuaian Nilai

Menghitung Nilai Per Unit Waktu

Menghitung Nilai Total


Diskonto

Gambar 23. Langkah-langkah Benefit Transfer

Dengan metode Benefit Transfer maka beberapa komponen manfaat


dapat dimasukkan dalam perhitungan Nilai Ekonomi Total dengan
asumsi-asumsi yang ketat, sehingga keterbatasan-keterbatasan
perhitungan yang dihadapi sebelumnya dapat diatasi.

1. Persyaratan dan tata cara penghitungan ganti kerugian yang menjadi


kewenangan gubernur atau bupati/walikota diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Daerah dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini.

Terkait contoh penyusunan valuasi ekonomidisampaikan didalam lampiran


86

BAB IV
PENUTUP

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, penanggulangan tumpahan minyak


di laut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006.
Namun demikian masih perlu bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan
sebagai anggota tim penanggulangan minyak di laut untuk meningkatkan
peran serta melalui Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan dan Ganti
Kerugian Dampak Tumpahan Minyak Terhadap Sumber Daya Ikan yang
dikhususkan bagi lingkup KKP guna meningkatkan dan membantu efisiensi
dan efektifitas dari kegiatan tim utama penanggulangan tumpahan minyak
di laut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai