Anda di halaman 1dari 4

akibat kecelakaan kapal.

Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran


laut yang selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat
cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup
di sekitar pantai tersebut.

2. Pembahasan

Salah satu dampak negatif aktivitas manusia di laut adalah terjadinya pencemaran.
Pencemaran laut sendiri dapat diakibatkan oleh tumpahan minyak karena kecelakaan kapal,
limbah yang dibuang oleh pabrik ke laut, dan bocornya tambang minyak lepas pantai, atau
dumping yang sengaja dilakukan oleh kapal. Dalam dunia internasional, pencemaran laut
seringkali mengakibatkan perselisihan diantara negara - negara yang dibatasi dengan laut atau
selat. Contoh kasus pencemaran laut di perairan Indonesia yaitu Tumpahan minyak di Teluk
Balikpapan.

Kemudian, di 2018, tumpahan minyak terjadi lagi di Teluk Balikpapan. Kali ini,
kebocoran disebabkan hantaman jangkar yang mematahkan pipa minyak. Kala itu, ada minyak
jenis bahan bakar kapal (fuel oil) tumpah di perairan Teluk Balikpapan, tidak jauh dari Refinery
Unit V Balikpapan milik PT Pertamina (Persero). Berdasarkan informasi yang didapat oleh
CNBC Indonesia, tumpahan minyak jenis solar itu menyebabkan sebuah kapal landing craft
tank (LCT) terbakar pukul 11.00 WITA. Berdasarkan temuan pihak kepolisian daerah
Kalimantan Timur, tumpahan minyak yang terjadi di perairan Teluk Balikpapan berasal dari
pipa milik PT Pertamina (Persero). Berdasarkan hasil penyelidikan Dit Reskrimsus, setelah
diidentifikasi memang dari pipa Pertamina. Namun penyebabnya external force atau dari luar,"
kata Manager Komunikasi dan CSR Regional Kalimantan Yudy Nugraha kepada CNBC
Indonesia, Rabu (4/3/2018).

Menurut UU No. 32-2009, Pasal 1 Ayat (14), Pencemaran Lingkungan Hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan. Selanjutnya, UU No. 32-2009 Pasal 1 Ayat (15) menyatakan Kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya. Pencemaran laut, didefinisikan oleh para ahli yang tergabung pada
badanbadan di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa: “Introduction by man, directly or
indirectly, of substance or energy into the marine environment (including) resulting in such
deleterious effects as harm to living resources, hazardous human health, hindrance to marine
activities including fishing, impairment quality for use of sea water and reduction of
amenities”.

Dalam pengertian sehari-hari, pencemaran itu diukur secara subjektif. Terkadang telah
dikatakan tercemar kalau air ledeng yang dipakai di rumah terasa lain baunya dari semula.
Bahkan air laut sekitar pelabuhan tanker (seperti di Selat Malaka) disebut juga sudah tercemar
karena zat-zat minyak sering tumpah saat melakukan lintas di perairan Indonesia. Apabila
dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa
unsur. Adapun unsur-unsur tersebut antara lain: 177 (1) kalau zat, organisme, atau unsur-unsur
yang lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumber
daya/lingkungan tertentu, dan (2) karenanya menghalangi/mengganggu fungsi atau
peruntukkan dari sumber daya/lingkungan tersebut.

Dapat mengganggu fungsi atau peruntukkan laut atau perairan indonesia seperti (1)
merupakan tempat hidup ikan dan biota-biota laut lainnya atau hayati dan non hayati yang
dapat digunakan untuk pengganti kebutuhan hidup manusia di darat. Disamping peruntukan
sebagai jalur transportasi antara pulau satu dengan pulau lain dalam wilayah Kepulauan
Indonesia yang memiliki beribu-ribu pulau besar dan kecil. Dan (2) merupakan jalur
transportasi yang bersifat lintas batas negara seperti jalur transportasi antara negara dengan
negara yang melewati Perairan Kepulauan Indonesia, misalnya transportasi melalaui Selat
Malaka sebagai Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional dengan menggunakan hak
lintas transit (Transit Passage Right) maupun transportasi melalui Laut Cina Selatan menuju
Perairan Samudera Hindia atau sebaliknya menuju Samudera Pasifik dengan melewati Perairan
Kepulauan Indonesia dengan menggunakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan (Archipelagic
Sea Lanes Passage Right) yang ada pada jalur ALKI sesuai Pasal 53 KHL 1982.

Pencemaran laut, pada umumnya diakibatkan oleh masuknya ke laut zat-zat


pencemaran dari lautan sendiri dan yang dibawa maupun berasal dari darat. Sumber
pencemaran di laut, mungkin berasal dari kapal yakni berupa pembuangan minyak yang
merupakan pembuangan routine ataupun berasal dari pembersihan kapal tangki dan kebocoran
kapal. Hal lain yang mungkin terjadi juga ialah dalam hal kecelakaan kapal yang berupa
pecahnya kapal, kandasnya kapal, ataupun tabrakan kapal. Cara lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran minyak yang bersumber di laut ialah instalasi minyak dilautan yang
mungkin mengalami kebocoran ataupun rusak. Adapun bentuk terjadinya pencemaran yang
berasal dari darat bisa berupa pencemaran yang datang melalui udara berupa pestisida, d.d.t.,
jatuhnya radio aktif dan lain sebagainya, pembuangan sampah ke laut (dumping) dan melalui
air buangan sungai.

Terjadinya pencemaran laut, dapat diperhatikan dari perubahan lingkungan laut dari
keadaan awal atau semula suatu perairan atau laut. Hal ini dapat berupa berubahnya warna air
laut seperti menjadi keruh atau hitam, matinya ikan atau hewan laut yang hidup di wilayah
perairan tersebut, rusaknya rumput laut atau alga yang tumbuh atau berada di wilayah perairan
tersebut, dan lain-lain yang memiliki sifat merubah keadaan awal perairan menjadi merugikan
dan mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan laut yang tercemari pollutant atau zat-
zat pencemar yang terjadi akibat kegiatan pelayaran oleh kapal negara asing di perairan
Indonesia, khususnya di Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Akibat
pencemaran laut, akan menimbulkan suatu kerugian baik langsung maupun kerugian yang
tidak langsung bagi pemilik wilayah perairan tersebut. Kerugian langsung dimaksudkan adalah
kerugian yang terjadi pada saat tumpahan minyak terjadi atau beberapa saat setelah tumpahan
itu. Di dalam kita melakukan penentuan (assessment) dari besarnya kerusakan dan karenanya
juga secara tidak langsung menentukan besarnya jumlah biaya yang dikeluarkan dan kerugian
yang diderita, maka kerugian langsung ini merupakan jenis kerugian tumpahan minyak yang
paling sederhana. Hal ini disebabkan bukan saja karena kita menghitung angka-angka
pengeluaran riil yang dilakukan selama masa pencegahan, melainkan juga penanggulangan
sampai saat pada mana kerugian-kerugian yang tampak dapat dihitung.

3. Kesimpulan

Menjadi kewajiban kita semua untuk menjaga kelestarian lingkungan laut kita, karena
sebagian masyarakat kita sangat bergantung pada laut ini. Pencemaran laut akibat tumpahan
minyak kian waktu kian menjadi kekhawatiran seluruh lapisan masyarakat atas kelanjutan laut
kita dan ketersediaan lahan untuk hidup bagi nelayan kita. Oleh karenanya kegiatan monitoring
dan kontrol menjadi sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi bahaya pencemaran
laut dari tumpahan minyak. Semua pihak instansi/departemen, LSM, TNI AL, Kepolisian harus
melakukan koordinasi yang terus menerus. Upaya-upaya penanggulangan bencana tumpahan
minyak di laut akan berjalan efektif manakala memenuhi tiga aspek yang telah dijelaskan diatas
(legalitas, perlengkapan dan koordinasi) ditambah dengan ketersediaan anggaran dan pelatihan
SDM berkelanjutan.
Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam pengelolaan lingkungan maritim. Saat ini, salah satu pengelolaan lingkungan yang
terpadu dan efektif dalam menyeimbangkan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi
adalah melalui partisipasi berbasis masyarakat (community based management).

Pengendalian Pencemaran dan/atau perusakan laut merupakan kegiatan yang


mencakup: a. Inventarisasi kualitas laut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut; Penetapan baku
mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut yang digunakan sebagai tolok ukur utama
pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut; b. Pemantauan kualitas air laut dan
pengukuran tingkat kerusakan laut yang diikuti dengan pengumpulan hasil pemantauan yang
dilakukan oleh instansi lain, evaluasi dan analisis terhadap hasil yang diperoleh serta
pembuatan laporan; c. Penetapan status mutu laut di suatu daerah; d. Perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan pengendaliannya untuk mempertahankan mutu laut agar tetap baik atau
memperbaiki mutu laut yang telah tercemar atau rusak; e. Pengawasan terhadap penaatan
peraturan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut termaasuk penaatan mutu limbah
yang dibuang ke laut dan/atau penaatan terhadap kriteria baku kerusakan laut serta penindakan,
pemulihan dan penegakan hukumnya.

Referensi

Sudrajad, A. (2006). Tumpahan Minyak di Laut dan Beberapa Catatan Terhadap Kasus di
Indonesia. SUSUNAN REDAKSI, 37.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190726143145-4-87852/montara-sampai-karawang-
3-kasus-tumpahan-minyak-di-laut-ri/1

Sudini, L. P. (2015). Pengelolaan pencemaran laut di Indonesia. RA De. Rozarie.

Malisan, J. (2011). Kajian Pencemaran Laut dari Kapal dalam Rangka Penerapan PP Nomor
21 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Lingkungan Laut. JURNAL PENELITIAN
TRANPOSTASI LAUT, 13(1), 65-77.

Indonesia, P. R. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 1999


tentang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut. Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai