Anda di halaman 1dari 3

Nama:Aditya Putra Hendratama

Nim:225080107111070

Kelas:M04

TUGAS UAS PENCEMARAN PERAIRAN

RESUME

Materi

Marine Pollution by State-Owned Companies in Offshore Areas Reviewed Based on the 1982
UNCLOS (Case Study: Oil Spill by PT Pertamina in Offshore Area of North Karawang)

Pencemaran laut dapat masuk ke lingkungan laut secara langsung melalui aktivitas manusia
seperti pembuangan limbah industri, limbah, tumpahan minyak, sampah plastik, dan limpasan
pertanian, serta secara tidak langsung melalui limpasan permukaan, masukan air tawar, dan proses
atmosfer. Sumber pencemaran laut meliputi antara lain pembuangan limbah industri, limbah,
tumpahan minyak, sampah plastik, dan limpasan pertanian . Strategi mitigasi mencakup langkah-
langkah regulasi, inovasi teknologi, inisiatif berbasis masyarakat, dan kerja sama internasional

Tumpahan minyak yang dilakukan PT Pertamina di kawasan lepas pantai Karawang Utara,
Indonesia, menyoroti dampak signifikan terhadap lingkungan dan ekonomi dari pencemaran laut yang
disebabkan oleh perusahaan milik negara. Tumpahan minyak yang diduga akibat kebocoran gas di
Blok YYA-1 Offshore North West Java (ONWJ) ini terjadi pada 12 Juli 2019 dan menimbulkan
kerusakan lingkungan serta kerugian ekonomi yang luas. PT Pertamina mengerahkan 44 kapal dan
lebih dari 1.500 personel untuk memerangi tumpahan minyak, dengan bantuan dari Oil Spill Combat
Team (OSCT) Indonesia dan Boot & Coots, sebuah perusahaan Amerika yang berpengalaman dalam
menyelesaikan insiden tumpahan minyak. Undang-Undang Lingkungan Hidup Indonesia
membebankan tanggung jawab yang ketat terhadap individu, perusahaan, atau badan hukum lainnya
yang menyebabkan pencemaran lingkungan, termasuk tumpahan minyak. Undang-undang ini
memperbolehkan adanya denda dan penjara bagi mereka yang melakukan pencemaran tersebut,
baik disengaja maupun karena kelalaiannya. Undang-undang tersebut mengatur bahwa seseorang
yang dengan sadar atau sengaja melakukan pencemaran lingkungan hidup yang melanggar baku
mutu air laut dapat diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar
rupiah. Kelalaian dapat mengakibatkan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak
3 miliar rupiah. Konsekuensi hukum bagi PT Pertamina sangat berat, mengingat tumpahan minyak
kedua yang melibatkan perusahaan tersebut dalam dua tahun terakhir. Tumpahan di Teluk
Balikpapan, Kalimantan Timur pada tahun 2018 membuat Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap PT Pertamina, pemilik MV Ever Judger,
Fleet Management Limited, dan Ever Judger Holding Company Limited, yang secara bersama-sama
meminta ganti rugi sebesar 10,15 triliun rupiah atau sekitar $711 juta. Kompensasi ini dialokasikan
untuk jasa ekosistem, pemulihan atau restorasi lingkungan, dan biaya penyelesaian sengketa
lingkungan hidup. Tumpahan minyak yang terjadi baru-baru ini di Karawang Utara telah menimbulkan
kerugian besar bagi lebih dari 1.000 nelayan dan berdampak pada penghidupan masyarakat sekitar
perairan Karawang. Potensi dampaknya meluas hingga 15.000 hektare tambak ikan di pesisir
Karawang yang tersebar di 23 desa. Secara hukum, PT Pertamina bertanggung jawab atas tumpahan
minyak yang berasal dari kegiatan pengeborannya. Kompensasi yang diberikan oleh PT Pertamina
diperkirakan cukup besar, mengingat kerusakan lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh
tumpahan tersebut.

Akibat Tumpahan Minyak PT Pertamina di kawasan lepas pantai Karawang menyoroti dampak
negatif yang dihadapi oleh masyarakat pesisir akibat kebocoran minyak dan gas yang tidak terkendali
di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 12 Juli 2019. Peristiwa ini berdampak buruk bagi ekosistem
laut dan masyarakat pesisir, yang kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan karena lokasi
tangkapan tercemar limbah minyak dan gas. Selain itu, limbah migas yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) juga memicu dampak buruk bagi kesehatan warga pesisir, seperti
tangan gatal, pusing, dan mual.PT Pertamina telah membentuk Incident Management Team (Crisis
Team) di Jakarta dan Karawang untuk menangani tumpahan minyak, penanganan gas dengan spray,
pengeboran untuk mematikan sumur, serta penanganan di anjungan. Pertamina juga memobilisasi 29
kapal, 3.500 meter oil boom offshore, 3.000 meter oil boom shoreline, dan 700 meter fishnet di pesisir
pantai terdampak. Untuk menghentikan sumber gas dan oil spill, diperkirakan memerlukan waktu
sekitar 8 minggu sejak hari ini atau 10 minggu sejak dinyatakan kondisi darurat.

Tanggung jawab Pertamina dalam peristiwa ini sudah diatur dalam berbagai peraturan,
termasuk pasal 53 Undang-Undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH), pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut, dan pasal 11 Peraturan Presiden No.109/2006 tentang Penanggulangan
Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. Namun, kesalahan Pertamina dalam peristiwa ini
termasuk tidak adanya peringatan kepada masyarakat pesisir Karawang untuk menghindari area
tumpahan minyak, yang menjadi amanah dari UU 32/2009 tentang PPLH.Kesalahan ini mendesak
Pertamina bersama-sama dengan Pemerintah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap
masyarakat pesisir yang terdampak peristiwa tersebut, terutama masyarakat yang ada di pesisir
Karawang, karena mereka terlanjur terkontaminasi minyak mentah yang berpotensi bisa mengganggu
kesehatan. Berdasarkan Pasal 54 UU PPLH, Pertamina berkewajiban melakukan upaya pemulihan
dengan terlebih dahulu menyusun rencana pemulihan yang mendapat persetujuan dari Pemerintah.
Upaya penanggulangan dan pemulihan harus dibuka secara transparan kepada publik dengan target
masyarakat Pesisir Karawang

Anda mungkin juga menyukai