PENDAHULUAN
Tekanan pada ruang desa terus berlangsung pencapaian SDG’s nasional, (Iskandar, 2020). Oleh
sampai saat ini. Permasalahan keruangan desa kini karena itu, isu dan agenda kebijakan tata ruang
semakin kompleks, bahkan berpotensi mengancam desa (TRD) menjadi sangat penting dan mendesak
keberlanjutan penghidupan masyarakat desa. sebagai landasan bahan penyusunan Rencana
Kemudahan menguasai lahan di wilayah desa atau Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa).
ruang desa, pada praktiknya mendudukkan desa
sebagai objek eksploitasi, kemudian memicu konflik
tenurial. Disorientasi masyarakat desa atas nilai
tanah dan penggunaan lahan pun nyata terjadi,
baik untuk tujuan perkebunan, pertambangan,
pariwisata dan lainnya. Cara berpikir skala ekonomi RPJMDES
Integrasi
untuk mengakumulasi keuntungan, telah memacu perencanaan
ditingkat
ekspansi lahan yang mengakibatkan degradasi desa ada
lingkungan di desa dan kawasan hutan. Dampak dalam tataran
penyusunan
seriusnya adalah bencana alam (banjir, tanah RPJMDes
RTRD SDG's
longsor, perubahan iklim mikro). Fenomena seperti Permasalahan Aspek
inilah sebagai penanda lain, bahwa kapitalisme kian ditingkat desa kewilayahan
membutuhkan berkontribusi
merasuk ke desa. rencana 91% pada
berbasis data pencapaian
spasial SDG's
Ruang desa kini semakin terintegrasi dengan praktik-
praktik ekonomi politik yang digerakkan oleh aktor
dari luar desa. Sementara itu para pihak strategis
desa tidak semua menyadari dan memahami atas
Berdasarkan fenomena yang kompleks dan
narasi kerentanan dan resiko tersebut. Supradesa
problematik tersebut, maka BPI Kemendesa PDTT
yang mengurusi desa pun belum sepenuhnya
dengan Yayasan Kehati Indonesia melakukan riset
memahami visi UU Desa. Alih-alih memperkuat desa
kolaboratif. Riset ini fokus pada praktik inisiatif
untuk memitigasi resiko, justru supradesa cenderung
dan pembelajaran dalam penyusunan rencana tata
terjebak pada urusan administrasi pemerintahan
ruang desa (RTR Desa) di 10 desa, 6 kabupaten, dan
dan gagasan-gagasan baru yang tidak kontekstual.
6 propinsi. Kesepuluh desa tersebut menjadi lokus
Padahal pembenahan ruang desa, kini semakin
penelitian, karena telah mengimplementasikan
relevan terhadap pencapaian SDG’s yang menjadi
RTR Desa sebagai dasar penyusunan rencana
target pembangunan desa secara nasional. Sebelas
pembangunan desanya.
(11) tujuan SDG’s berkaitan erat dengan kewilayahan
desa (tujuan nomor 7-17), sehingga aksi desa pada
aspek kewilayahan berkontribusi 91 persen pada
1. Policy Brief ini ditulis oleh Tim Peneliti Kolaboratif BPI Kemendesa PDTT-Program SPOS Kehati. Ketua Tim Peneliti: Dr. Suprapedi, M.Eng,
Anggota Tim Peneliti: Sunaji Zamroni, Anton Sanjaya, Syauqi Ahmada, Emma Rahmawati, Nurul Aldha Mauliddina Siregar, Nurul Saqina.
Kepastian Hukum Perihal RTR Desa
Prakarsa penyusunan RTR Desa secara subtansi Akibatnya, dasar hukum pembentukan Peraturan
sangat menarik dan inspiratif. Praktik baik Desa Tentang RTR Desa, masih lemah. Sementara
tersebut penting sekali dijadikan bukti, dalam itu, UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
rangka memperharui kebijakan nasional tentang Ruang (UU Penataan Ruang) dan peraturan teknis
pembangunan desa. Dari praktik inisiasi penyusunan turunannya tidak mengenal desa, apalagi tata
RTR Desa di 10 lokasi yang diteliti, ditemukan ruang desa. Akibatnya, RTR Desa ini pun dalam
permasalahan pada aspek hukumnya. Maksudnya, perspektif penataan ruang tidak dikenal dan diakui.
dokumen RTR Desa yang penting dan fundamental Memang dua (2) pasal UU Desa, dan peraturan
bagi pembangunan desa ini, terkendala serius teknis turunannya (PP No 43/21014, Permendagri No
dalam payung hukumnya. Karena itu, dibutuhkan 111/2014), telah memuat materi perihal tata ruang
kepastian hukum perihal RTR Desa, guna menjamin desa. Secara subtansi keruangan dan perencanaan
pembangunan desa berlangsung secara berkualitas, pembangunan, tata ruang desa ini memiliki
seimbang, dan berkelanjutan. relevansinya dengan materi muatan pada beberapa
undang-undang dan peraturan teknisnya. Berikut ini
UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) dan kerangka hukum yang dipandang sejauh ini relevan
peraturan teknis turunannya tidak tuntas dalam dengan urgensi penyusunan RTR Desa.
mengatur lebih lanjut mengenai RTR Desa ini.
Materi muatan pada konstitusi dan setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya yang relevan dengan
pengaturan ruang dijelaskan pada matrik berikut ini.
Pasal 1 ayat 1
“Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
UU No 26 Tahun 2007
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
Tentang Penataan Ruang
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya."
Pasal 1 ayat 4
UU No 4 Tahun 2011
“Informasi Geospasial yang selanjutnya disingkat IG adalah Data Geospasial
Tentang Informasi
yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
Geospasial
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan
kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian”.
UU No 25 Tahun
Pasal 19 Ayat (1)
2004 Tentang
“RPJMN ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan
Sistem Perencanaan
setelah Presiden dilantik”
Pembangunan Nasional
Peraturan Presiden No
Dokumen RPJMN 2020—2024 pada bagian sasaran dalam pembangunan
18 Tahun 2020 Tentang
kewilayahan, huruf 4:
Rencana Pembangunan
- Peningkatan sinergi pemanfaatan ruang dan wilayah
Jangka Menengah Nasional
Tahun 2020 - 2024
Pasal 125 Ayat (2) dan (3)
Peraturan Pemerintah No (2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan
43 Tahun 2014 Tentang tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.
Peraturan Pelaksanaan (3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
Undang-Undang No 6 hal:
Tahun 2014 Tentang Desa b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati
pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa;
Pasal 14 Ayat (1)
Peraturan Menteri Dalam (1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan
Negeri No 111 Tahun 2014 organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala
Tentang Pedoman Teknis Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
Peraturan di Desa Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati
untuk dievaluasi.
Berdasarkan kerangka hukum yang tersedia ini, Keterbatasan landasan hukum dalam penyusunan
nampaknya urgensi mengenai tata ruang desa dan RTR Desa, penting dan mendesak untuk dicarikan
langkah hukum untuk membentuk Peraturan Desa solusinya. Ada dua alternatif pemikiran yang
tentang Tata Ruang Desa telah menjadi konstruksi menjadi solusinya, yaitu: 1) Menerbitkan peraturan
hukum dalam peraturan teknis turunan UU Desa, (PP perundang-undangan khusus terkait penyusunan
No 43 Tahun 2014, Permendagri No 111 Tahun 2014). RTR Desa. Alternatif pemikiran ini membutuhkan
Namun demikian, kedua tingkat peraturan teknis koordinasi dan sinkronisasi peraturan perundang-
tersebut tidak ditindaklanjuti secara lebih teknis undangan yang ketat, antar kementerian
operasional, sehingga pihak pemerintah daerah dan lembaga negara yang mengurusi desa,
kabupaten belum mampu bertindak secara hukum pemerintahan, tata ruang, dan informasi spasial.
terhadap tata ruang desa. 2) Mengintegrasikan penyusunan RTR Desa ke
dalam tahapan dan proses penyusunan RPJM Desa.
Ketentuan norma yang ada di Pasal 84 ayat (1) Pilihan alternatif ini relatif mudah. Karena hanya
UU Desa, menggambarkan desa yang memiliki membutuhkan kemauan dari Kementerian Desa
dokumen tata ruang desa. Gambaran desa yang PDTT untuk merubah, atau setidaknya memberikan
dimandatkan UU Desa, ternyata tidak diterjemahkan penegasan mengenai dokumen RTR Desa ini ke
secara operasional oleh Peraturan Pemerintah No dalam pelaksanaan Permendesa No 21 Tahun 2020
43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan
UU Desa. Karena tidak operasional pada tingkat Pemberdayaan Masyarakat Desa.
peraturan pemerintah, menjadi wajar kalau semakin
tidak jelas pengaturan lebih lanjut pada tingkat Berpijak pada alternatif solusi kedua, penting untuk
peraturan menteri (Permendesa, Permendagri). merujuk pada pembelajaran dari praktik baik dari
Kelemahan landasan hukum tata ruang desa, dari 10 desa lokasi riset. Dalam menjalankan inisiatifnya,
sisi subtansi keruangan, sangat nampak pada UU No 10 desa ini menempuh tahapan dan proses yang
26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang. Regulasi yang bisa dikatakan serupa. Pada dasarnya tahapan yang
mengatur penataan ruang ini malah tidak memiliki ditempuh terdiri dari 3, yaitu; 1) tahap persiapan, 2)
perspektif desa. Sudah tentu, secara peraturan teknis tahap pelaksanaan, 3) tahap tindak lanjut. Bagan
turunannya jangkauan penataan ruang pun tidak alur berikut menjelaskan tahapan dan proses yang
sampai pada tingkat desa. Regulasi penataan ruang ditempuh dalam inisiatif penyusunan RTR Desa.
ini hanya menjangkau kawasan perdesaan melalui
dokumen rencana detail tata ruang (RDTR).
Pembelajaran penting dari rangkaian tahapan RTR Desa telah meningkatkan partisipasi masyarakat
penyusunan RTR Desa adalah pembiasaan kembali desa sebesar 48 persen, (Riset Kolaboratif BPI
kerja-kerja kolektif pemerintah dan masyarakat Kemendesa-Kehati, 2021).
desa. Sejumlah prosedur dan prosesnya dalam
setiap tahapan dilaksanakan secara partisipatif Manfaat nyata dalam sisi sosial kemasyarakatan
dan akuntabel. Bahkan, pada saat riset ini melacak tadi mengingatkan kita, bahwa tata ruang desa
aspek partisipasi dan akuntabilitas masyarakat desa dibutuhkan untuk mengendalikan penggunaan
maupun pemerintahan desa pada saat sebelum dan pemanfaatan ruang desa. Manfaat dokumen
adanya gagasan penyusunan RTR Desa, penilaian RTR Desa untuk pengendalian pembangunan desa,
dari mereka pun tergambarkan. Begitu pula pada saat relevan juga dengan target capaian SDG’s yang
proses penyusunan RTR Desa sedang berlangsung terbagi dalam tiga dimensi, yaitu; dimensi ekonomi,
dan paska dokumen RTR Desa ditetapkan, penilaian dimensi sosial dan dimensi lingkungan (UN, 2015).
atas partisipasi dan akuntabilitas pembangunan Secara rinci ketiga dimensi target capaian SDG’s
desa bisa mereka gambarkan. Pembelajaran ini yang relevan dengan manfaat dokumen RTR Desa
memberikan gambaran, bahwa praktik penyusunan diuraikan pada matrik berikut.
Berpijak pada matrik manfaat dokumen RTR banjir dari goa bawah tanah tersebut. Praktik ini
Desa, ditemukan salah satu contoh praktik memberikan pembelajaran penting, bahwa adanya
baik dalam riset ini. Praktik ini memanfaatkan RTR Desa telah menyebabkan perubahan yang
informasi geospasial dalam dokumen RTR Desa signifikan kepada masyarakat, bahwa mereka
untuk mitigasi bencana banjir di Desa Pacarejo menyadari di wilayah desa terdapat “Luweng” (Goa
Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul. Karst Bawah Tanah). Sebelum ada dokumen RTR
Dokumen RTR Desa Pacarejo memuat informasi Desa, “Luweng” hanya dipahami dan difungsikan
geospasial, seperti; curah hujan, kemiringan lahan sebagai situs yang menyeramkan. Dengan adanya
dan kawasan rawan bencana. Informasi geospasial informasi geospasial pada dokumen RTR Desa, kini
ini kemudian dimanfaatkan untuk mitigasi resiko masyarakat memahami dan memungsikan “Luweng”
pada bagian wilayah desa yang rawan bencana sebagai kawasan lindung yang dipelihara agar tidak
banjir. Setelah mengetahui tipologi lahan dan menimbulkan bencana banjir.
kontur geomorfologi wilayah desa yang berupa
cekungan-cekungan, termasuk adanya goa karst
di bawah tanah, maka diketahui potensi bencana
REKOMENDASI
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas,
ada beberapa gagasan yang diajukan sebagai
rekomendasi kebijakan.
Daftar Bacaan
BPI Kemendesa PDTT-Yayasan Kehati, 2021, “Laporan
Riset RTR Desa”, Jakarta
Iskandar, Abdul Halim, 2020, “SDGs Desa”, opini di
SKH KOMPAS, https://www.kompas.id/baca/
opini/2020/11/24/sdgs-desa/
Kemendesa PDTT, 2020, “Peraturan Menteri Desa
No 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Umum
Pembangunan Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa”, Jakarta
United Nations, 2015, “Department of Economic and
Social Affair: Sustainable Development”, https://
sdgs.un.org/goals