Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS POTENSI PAKAN LEBAH

PADA HUTAN DESA DI DESA PATTENETEANG


KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG

MUHAMMAD DARWIS
105950028712

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
ANALISIS POTENSI PAKAN LEBAH PADA
HUTAN DESA DI DESA PATTENETEANG
KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG

MUHAMMAD DARWIS
105950028712

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan


Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi :

ANALISIS POTENSI PAKAN LEBAH PADA HUTAN DESA DI DESA

PATTENETEANG KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG

adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Makassar, 09 Juni 2016

Muhammad Darwis
Nim 105950028712
ABSTRAK

MUHAMMAD DARWIS 105950028712, Analisis Potensi Pakan Lebah Madu


Pada Hutan Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng,
dibimbing oleh Hikmah dan Muh. Daud.
Untuk mengetahui keragaman jenis tanaman dan potensi pakan lebah
madu pada areal Hutan di Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten
Bantaeng.
Penelitian ini di Hutan Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Bantaeng sebagai tempat mendapatkan informasi penelitian. Penelitian
dilakukan selama dua bulan yaitu dari bulan Pebruari sampai dengan April 2016.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitianini adalah
pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan pakan lebah madu,
mengumpulkan data primer yaitu data yang di ambil langsung di lapangan
dengan menggunakan metode survey, tumbuhan yang akan di amati
diklasifikasikan berdasarkan tingkat pertumbuhan tanaman yaitu pohon, tiang,
pancang, dan semai. Untuk mengetahui gambaran tentang komposisi jenis pada
tegakan menjadi objek penelitian, dilakukan perhitungan terhadap parameter
yang meliputi indeks nilai penting dan indeks keragaman.
Hasil penelitian menunjukkan keragaman jenis tingkat pohon adalah 3,022
(Tinggi), tingkat tiang 3,314 (Tinggi), tingkat pancang 2,666 (Sedang), tingkat
semai 3,538 (Tinggi). Potensi pakan lebah yang terdapat di Desa Pattaneteang
tergolong tinggi dimana pada tingkat pohon ditemukan sebanyak 26 jenis pakan
lebah dari 31 jenis (84 %) vegetasi, pada tingkat tiang ditemukan sebanyak 23
jenis pakan lebah dari 25 jenis (92 %) vegetasi, pada tingkat pancang ditemukan
sebanyak 20 jenis pakan dari 21 jenis (95 %) vegetasi, pada tingkat semai
ditemukan sebanyak 35 jenis pakan dari 38 jenis (92%) vegetasi. Dari kerapatan
tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon menunjukkan vegetasi tanaman yang
baik.
@ Hak Cipta Milik Unismuh Makassar, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar unismuh

makassar

2. Dilarang mengumumkan dan memprbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, salam dan salawat semoga

senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu bukti bahwa Penulis

telah menyelesaikan penelitian di Desa Patteneteang Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini tidak akan

rangkum tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil dalam

penyelesaian skripsi ini yaitu kepada:

1. Ayahanda Ir. H. Saleh Molla, MM selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibunda Husnah Latifah, S.Hut, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibunda Hikmah S.Hut, M.Si selaku Pembimbing I dan Muhammad Daud

S.Hut., M.Si sebagai Pembimbing II serta seluruh staf pengajar/Dosen dan

karyawan di Fakultas Pertanian yang selalu memberikan banyak didikan,

arahan, selalu memberikan nasehat dan masukan selama ini.

4. Ucapan terpenting dan teristimewa kepada ibunda Dg. Mimo dan Ayahanda

Dg. lewa. Dengan segala kerendahan hati Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang tak terhingga kepada beliau, sembah sujud Penulis bagi
ibunda dan ayahanda kehadapan beliau yang tekun, sabar, tabah, dan mau

mengerti penulis.

5. Terima kasih kepada pemerintah Desa, masyarakat Desa Patteneteang dan

Ketua Kelompok Tani Hutan Desa Pattaneteang, Bapak Hasdi beserta

anggota yang telah banyak membantu memberikan informasi kepada Penulis.

6. Teman-teman seangkatan 2012 khususnya posko KKP I, II, dan III,dan

teman-teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang

senantiasa memberikan dorongan moril dan sumbangan pemikiran hingga

penyelesaian skripsi ini.

7. Terima kasih kepada sahabat-sahabat saya Muslimin, Yunus, Awal, Oky

Susanti dan A.Azmiyatul Iffa yang senantiasa membantu dan memberi

masukan selama penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan, Penulis sekali lagi mengucapkan

banyak terima kasih atas segala perhatian, bimbingan, motivasi dan partisipasinya

kepada Penulis semoga bernilai ibadah kepada kita semua. Dalam penulisan

skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan yang merupakan

konsekuensi dari keterbatasan ilmu Penulis, oleh karena itu Penulis harapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menambah pengalaman Penulis.

Makassar, 09 JUNI 2016

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Muhammad Darwis lahir di Lantang pada tanggal 03

September 1991, Penulis adalah anak ke- 1 dari 3

bersaudara yang merupakan pasangan dari Dg.Lewa dan

Dg.Mimo.

Tahun 2003 Penulis lulus dari SDN No 15 LANTANG dan tahun yang

sama Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4 TAKALAR dan lulus tahun

2006, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1

POLOMBANGKENG SELATAN dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2012

Penulis diterima di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar pada Program Strata Satu (S1)

Selama menempuh pendidikan di program studi Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar Penulis aktif pernah menjabat

sebagai wakil ketua umum Himpunan Mahasiswa Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar dan penulis juga pernah menjabat sebagai

pengurus di organisasi mahasiswa pemuda intelektual Sulawesi Selatan.


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ..................................................................... iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI......................................................... iv
HAK CIPTA..................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR...................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4


2.1. Pengertian Hutan .................................................................... 4
2.2. Hasil Hutan Bukan Kayu …………………………………... 6
2.3. Pakan Lebah Madu ................................................................. 6
2.4. Kawasan Penyangga ............................................................... 11
2.5. Hutan Desa ............................................................................. 13
2.6. Keanekaragaman Hayati......................................................... 17
2.7. Analisis Vegetasi .................................................................... 18
2.8. Potensi .................................................................................... 18
2.9. Kerangka Pikir Peneliti........................................................... 18
III. METODE PENELITIAN........................................................................ 22
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................... 22
3.3. Metode Pengambilan Data ..................................................... 22
3.4. Teknik Pengambilan Data ...................................................... 23
3.5. Analisi Data ............................................................................ 23

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 26


4.1. Legenda dan Sejarah Desa...................................................... 26
4.2. Kondisi Umum Desa .............................................................. 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 34


5.1. Hasil dan Pembahasan ............................................................ 34
5.2. Indeks Nilai Penting dan Indeks Keragaman ......................... 34

VI. PENUTUP............................................................................................... 46
6.1. Kesimpulan............................................................................. 46
6.2. Saran ...................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Hal

Teks

1. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Beberapa Jenis Tumbuhan Tingkat Pohon di areal
hutan desa. ................................................................................................. 35

2. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman tumbuhan tingkat tiang di areal Hutan Desa. ............... 38

3. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Tumbuhan tingkat Pancang di areal hutan desa .......... 40

4. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat semai di areal hutanDesa. ............. 43
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia termasuk negara yang memiliki potensi yang cukup besardalam

pengembangan perlebahan. Menurut Food and Agriculture Organisation (FAO) ,

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati jenis

lebah asli paling banyak di dunia. Jenis-jenis lebah asli Indonesia diantaranya

adalah lebah hutan ( Apis dorsata ), lebah lokal ( Apis cerana ), lebah kerdil (Apis

florea ), lebah kecil ( Apis andreniformis ), lebah merah Kalimantan (Apis

koschevnikovi ), lebah gunung ( Apis nuluensis ), lebah lokal Sulawesi (Apis

nigrocincta ), dan lebah tanpa sengat ( Trigona spp ).

Selain itu kondisi Indonesia yang beriklim tropis sangat berpotensi dalam

mengembangkan budidaya lebah untuk menghasilkan madu berkualitas. Potensi

lainnya yang mendukung usaha ini adalah Indonesia dikenal sebagai salah satu

negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik berupa

tumbuhan alam maupun tanaman hasil budaya. Berbagai jenis vegetasi yang ada

merupakan tumbuhan penghasil pollen dan nectar sebagai sumber pakan lebah

yang menghasilkan madu. Semakin tinggi potensi pakan lebah maka semakin

tinggi pula menghasilkan lebah madu karena banyaknya ketersediaan pakan

sehingga dapat dijadikan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian khususnya

yang membudidayakan lebah madu.

Lebah madu memberikan manfaat terhadap masyarakat karena dapat

dijadikan sumber penghidupan dan membuka peluang usaha bagi masyrakat

1
tradisional baik yang berada di dalam maupun yang berada disekitar kawasan.

Manfaat lebah madu juga memberikan manfaat ekonomi bagi kehidupan

masyarakat dan telah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional,

baik dalam perolehan devisa maupun dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan,

sehingga dapat mengurangi pengangguran, maka dari itu banyak masyarakat

mulai merambah usaha budidaya lebah madu karena dapat memberikan

keuntungan. Cara membudidayan relatif mudah dan tidak memerlukan biaya yang

banyak.

Salah satu sentra pengembangan lebah madu di Indonesia adalah Sulawesi

Selatan khususnya di Hutan Desa Patteneteang. Hutan desa yang dikembangkan

di Desa Patteneteang adalah fungsi lindung. Kawasan hutan ini sangat berpotensi

dikembangkan sebagai areal pengembangan budidaya lebah madu. Oleh karena

itu, penelitian itu bertujuan mengidentifikasi dan mengetahui keragaman jenis dan

potensi tanaman pakan lebah madu pada areal Hutan Desa Pattaneteang

Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keragaman jenis tanaman pakan lebah madu pada areal

Hutan Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten

Bantaeng ?

2. Bagaimana potensi pakan lebah madu pada areal Hutan Desa

Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng ?

2
1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi dan mengetahui keragaman jenis tanaman pakan lebah

madu pada areal Hutan Desa di Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng.

2. Mengetahui potensi tanaman pakan lebah madu pada areal Hutan Desa di

Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi tentang potensi tanaman

pakan lebah madu sebagai pertimbangan pengembangan budidaya lebah madu di

Hutan Desa di Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh

pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan kawasan semacam ini terdapat di

wilayah-wilayah yang luas di dunia. Hutan berfunsi sebagai penampung

karbondioksida habitat hewan, dan pelestari tanah serta merupakan salah satu

aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah suatu kumpulan tumbuhan

dan juga tanaman terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain yang

menempati daerah cukup luas. Hutan dapat ditemukan di daerah tropis maupun

didaerah beriklim dingin , dataran rendah maupun di pegunungan, dipulau kecil

maupun dibenua besar (Arief, 2001).

Menurut undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam

lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Defenisi hutan

yang disebutkan diatas, terdapat unsur-unsur yang meliputi :

1. Suatu kesatuan ekosistem

2. Berupa hamparan lahan

3. Berisis sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lainnya.

4. Mampu memberi manfaat secara lestari

4
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan,

merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan

terhadap fungsi ekosistem di bumi.Ekosistem hutan sebagai ekosistem global

menempatkan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996).

Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan

Menteri Kehutanan No.70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan,

perubahan status dan fungsi kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk

dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai

hutan tetap. Defenisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur

meliputi:

1. Suatu wilayah tertentu

2. Terdapat hutan atau tidak terdapat hutan

3. Ditetapkan pemerintah (meteri) sebagai kawasan hutan

4. Didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat (Departemen

Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Unsur pokok yang terkandung didalam definisi kawasan hutan, dijadikan

dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan

hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya

dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai

faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah yang

minimal harus dipertahangkan sebagai kawasan hutan adalah 30% dari luas

daratan (Zain, 1996).

5
2.2. Hasil Hutan Bukan Kayu

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah produk biologi asli selain kayu

yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang berada di luar

hutan. Baharuddin dan Ira (2009) mengatakan hasil hutan bukan kayu meliputi

getah resin, kulit, tanaman pangan, produk hewan dan obat-obatan. HHBK

penting untuk ekonomi karena HHBK memiliki nilai ekonomi yang tinggi pada

beberapa keadaan, pendapatan dari HHBK lebih banyak jika dibandingkan dengan

pendapatan dari semua alternatif.Bagi masyarakat pedesaan, HHBK merupakan

sumber daya yang sangat penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka.

Mereka memanfaatkan HHBK sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren,

nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Wirakusumah

(2003) mengelompokkan HHBK ke dalam 2 bagian yaitu HHBK tangible (rotan,

getah, biji tengkawang) dan HHBK nontangible (potensi satwa, proteksi tanah,

produksi air, wanawisata dan jasa lingkungan seperti carbon sink oksigen,

microclimate).

2.3. Pakan Lebah Madu

Bahan makanan pokok lebah madu adalah nektar, pollen (tepung sari) dan

air. Lebah madu membutuhkan berbagai zat makanan untuk pertumbuhan,

perkembangan, rerpoduksi dan produksinya. Lebah memerlukan enam golongan

bahan makanan utama yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air.

Peternak diharapkan memahami tentang zat-zat makanan yang dibutuhkan. Hal itu

6
dapat mendukung pengembangan dalam pengadaan makanan buatan bagi lebah-

lebah yang dibudidayakan (Hariyanto, 2011).

Kebutuhan lebah madu akan karbohidrat bervariasi sesuai dengan umur

dan aktifitas yang dilakukannya. Lebah dewasa dapat bertahan hidup untuk waktu

yang relative lama bila diberi makanan murni karbohidrat, sedangkan larva

mutlak memerlukan protein agar dapat bertahan (Hariyanto, 2011).

Lebah jantan yang sedang terbang menghabiskan sekitar 20 mg

karbohidrat perjamnya, sedang lebah pekerja menghabiskan sekitar 10 mg per jam

terbang.Lemak memegang peranan fungsional yang esensial dan sangat luas

selama perkembangan evolusi serangga (Haruyanto, 2011).

Lemak dibutuhkan semenjak lebah masih dalam pada masa

metamorphosis sampai bertelur.Biasanya ditimbun dalam tubuhnya dan tidak

mempengaruhi berat badan yang berarti ssehingga tidak mengganggu aktifitas.

Unsur lain yang harus ada dalam maknan lebah adalh protein. Unsur ini sangat

mendukung dalam proses pertumbuhan dan perkembangbiakan lebah. Peran lain

dari protein adalah :

a. Nucleoprotein dalam pembelahan sel

b. Enzim dan hormon yang mengontrol reaksi-reaksi kimia dalam

metabolisme sel (Hariyanto, 2011).

Semua serangga memerlukan paling sedikit 10 macam asam amino

esensial dalam makanannya seperti arginin, fenil alanin, histidin, isoleusin, leusin,

lisin, metionin, treonin dan valin. Asam-asam amino non esensial lainnya

dibutuhkan lebah antara lain asam glutamate dan glisin. Sedangkan vitamin yang

7
dibtuuhkan lebah madu relativ sedikit dibanding dengan kebutuhan hewan

vertebrata. Meskipun demikian komposisi perbandingannya dengan unsur lain

harus tepat. Vitamin harus terkandung dalam makanan yang dikonsumsi

(Hariyanto, 2011).

Lebah juga memerlukan mineral yang biasanya didapat dari air, nektar,

dan pollen.Kandungan mineral pada pollen dan nektar terdiri dari beberapa

macam unsur, misalnya fosfor, kalium, kalsium, magnesium, besi dan

natrium.Dan golongan serangga, termasuk lebah madu membutuhkan ketiga unsur

mineral (kalium, kalsium dan fosfor) dalam jumlah yang relatif banyak

(Hariyanto, 2011).

Lebah memperoleh air dengan ara khusus dan dari nektar. Air diperlukan

untuk melarutkan senyawa-senyawa dan garam-garam organik di dalam sarang

sebelum dimanfaatkan untuk metabolisme sel-sel. Di musim kering saat

temperatur dalam sarang tinggi, air diperlukan untuk mengontrol temperatur dan

kelembapan dalam sarang.Untuk keperluan tersebut, tetesan air ditaruh dalam sel

sarang dan dibiarkan atau dikipas dengan sayapnya agar cepat menguap

(Hariyanto, 2011).

Tugas mencari air dilakukan oleh lebah pekerja tertentu, setelah sampai di

sarang petugas pengumpul air mengalihkannya ke petugas dalam sarang. Bila

kebutuhan air meningkat, petugas sarang akan menginformasikannya ke petugas

lapangan dan dengan cepat dan penuh semangat memenuhinya. Bila persediaan

air dan nektar terbatas, lebah madu cenderung bermigrasi. Bila pengadaaan air

dari lapangan terputus, persediaan makanan dalam sarang akan cepat dimakan

8
dengan tujuan memperoleh air metabolis dan mencoba untuk bertahan dalam

sarang, namun stelah persediaan habis, mereka terpaksa pindah (Hariyanto, 2011).

1.4.1. Nektar

Sebagian besar energi yang diperlukan lebah madu berasal dari

nektar.Nektar adalah cairan yang terdapat di dalam bunga. Nektar kaya akan

berbagai karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selain

karbohidrat, nektar juga mengandung sedikit senyawa-senyawa nitrogen seperti

asam amino, amida, asam organik, vitamin dan senyawa aromatik.Kandungan zat-

zat makanan dalam nektar tergantung dari sumber nektar dan musim (Hariyanto,

2011).

Beberapa macam nektar dari tumbuhan adalah sebagai berikut :

a. Nektar nuptial yaitu nektar yang dihasilkan dari dalam atau dekat bunga.

b. Nektar ekstra nuptital yaitu nektar yang dihasilkan dari bagian lain tumbuhan.

c. Nektar bunga yaitu nektar yang dihasilkan oleh bunga itu sendiri (Hariyanto,

2011).

Nektar bunga sangat dibutuhkan oleh lebah madu, karena sebagai bahan

utama bahan madu.Tumbuh-tumbuhan memproduksi nektar sebenarnya hanya

untuk bahan pemikat serangga. Sebab pada dasarnya nektar itu sendiri jika tidak

dihisap oleh serangga maka akan jadi sia-sia. Oleh karena tumbuhan tersebut tidak

dapat berkembang biak sendiri dan membutuhkan bantuan serangga maka

dieksresikan zat berupa nektar. Nektar kuntum bunga akan menarik serangga,

terutama lebah dan kupu-kupu untuk datang mengunjunginya (Hariyanto, 2011).

9
Jadi hubungan alamiah antara lebah dengan bunga dianggap saling

menguntungkan. Lebah mendapatkan nektar sebagai bahan madu dan tumbuhan

merasa dibantu dalam proses penyerbukan. Jumlah nektar yang dikumpulkan

seekor lebah pekerja dan dibawa terbang ke sarangnya mencpai 20-40 mg,

maksimum 70 mg. Faktor utama yang menentukan banyak nektar yang

dikumpulkan adalah kapasitas kantong madu yang tergantung dari ukuran tubuh

lebah, jumlah dan konsentrasi nektar, keadaan cuaca dan pengalaman lebah

pekerja. Banyak nektar yang ditimbun sebagai madu oleh satu koloni dalam

sarang tergantung kepada beberapa faktor antara lain:

a. Ukuran dan komposisi populasi dalam koloni terutama kehadiran dan kualitas

ratu baru.

b. Keadaan cuaca, temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan foto periode

c. Sifat menimbun lebah pekerja yang ada hubungannya dengan sifat genetic

(Hariyanto, 2011).

1.4.2. Pollen

Pollen dimakan oleh lebah terutama sebagai sumber protein dan lemak dan

sedikit karbohidrat dan mineral.Sebagaimana halnya nektar, pollen diperoleh dari

bunga yang dihasilkan oleh anther sebagai sel-sel kelamin jantan tumbuhan.

Lebah madu mempunyai alat dan cara khas untuk mengumpulkan dan membawa

pollen dari bagian bunga tersebut yakni dengan menggunakan mulut, lidah dan

hampir semua bagian-bagian luar tubuh untuk memanen pollen yang ukurannya

sangat kecil dari bunga dan menggunakan sebuah keranjang khusus yang

disebut corbicula ataupollen basket. Sewaktu mengumpulkan pollen, seekor lebah

10
pekerja harus mengunjungi banyak bunga, umumnya sekitar 50-1000 bunga

(Anendra. Y. C,2010).

Intensitas atau tingkat pengumpulan pollen oleh sebuah koloni juga

tergantung kepada beberapa faktor seperti temperatur, kelembaban, kecepatan

angin dan intensitas cahaya.Jarak dan ketinggian sumber makanan dari sarang

juga mempengaruhi intensitas pengumpulan makanan melalui pengaruhnya

terhadap frekuensi perjalanan per satuan waktu (Anendra. Y. C,2010).

Aspek yang sangat penting dalam menentukan intensitas maupun

palatabilitas pollen adalah ada tidaknya senyawa pemikat atau atraktan. Lebah

madu tidak akan pernah mengunjungi bunga sekitarnya, jika bunga tersebut tidak

mengandung senyawa atraktan dan sebaliknya bila bunga mengandung senyawa

penolak (repelen), lebah madu akan menghindarinya (Sumardi, 2004).

2.4. Kawasan Penyangga

UU No 5 Tahun 1990 pada Penjelasan Pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa ;

Perlindungan sistem penyangga kehidupan dilaksanakan dengan cara menetapkan

suatu wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan. Guna pengaturannya

Pemerintah menetapkan pola dasar pembinaan pemanfaatan wilayah tersebut

sehingga fungsi perlindungan dan pelestariannya tetap terjamin.Wilayah

perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi antara lain hutan lindung,

daerah aliran sungai, areal tepi sungai, daerah pantai, bagian tertentu dari zona

ekonomi eksklusif Indonesia, daerah pasang surut, jurang, dan areal berpolusi

berat.Pemanfaatan areal atau wilayah tersebut tetap pada subyek yang diberi hak,

tetapi pemanfaatan itu harus mematuhi ketentuan yang ditetapkan Pemerintah.

11
Dalam menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah sistem penyangga

kehidupan, perlu diadakan penelitian dan inventarisasi, baik terhadap wilayah

yang sudah ditetapkan maupun yang akanditetapkan (Beckman, 2004).

Menurut Beckman (2004) kawasan penyangga berfungsi untuk melindungi

kawasan konservasi terhadap gangguan dari luar dan melindungi kawasan

konservasi terhadap gangguan kawasan pemukiman.Taman Nasional yang

terancam perubahan oleh tata guna lahan atau gangguan lainnya, maka dibentuk

zona penyangga (buffer zone) merupakan zona untuk melindungi Taman

Nasional dari gangguan yang berasal dari luar maupun dari dalam Taman

Nasional (Wiratno,1994).

Wiratno (1994) menyatakan bahwa penetapan zona penyangga dilakukan

hanya apabila suatu Taman Nasional banyak mendapatkan tekanan.Bahkan pada

tingkat yang lebih parah, dapat pula dibentuk suatu zona transisi (transitionzone).

Sehingga di suatu kawasan Taman Nasional akan terdapat zona taman (core

zone), zona penyangga (buffer zone) dan zona transisi (transitionzone).

Selanjutnya Wiratno (1994) menyatakan bahwa pada kawasan penyangga dan

kawasan transisi berlangsung pembangunan secara intens, yang bila tidak dikelola

secara baik akan berpengaruh serta menimbulkan tekanan dan ancaman terhadap

eksistensi core zone. Disinilah perlunya koordinasi dan kerjasama berbagai

instansi dan institusi agar keberadaan kedua zona dapat mendukung kelestarian

Taman(Wiratno,1994).

Menurut Salim (1998) pembangunan zona penyangga untuk menampung

kebutuhan hidup penduduk sekaligus mencegah kerusakan hutan adalah salah satu

12
hal mendesak dalam pengembangan sebuah Taman Nasional. Selanjutnya Salim

(1998) menyatakan bahwa dengan adanya kawasan penyangga, diharapkan

penduduk tidak akan memasuki wilayah taman. Segala kebutuhannya akan di

suplay oleh kawasan penyanggga, sehingga keutuhan Taman Nasional dapat

terjaga (Salim, 1998).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2003) dalam pustaka digitalnya

bahwa kawasan penyangga adalah wilayah yang berada diwilayah yang berada,

diluar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan tanah Negara bebas

maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan

kawasan suwaka alam (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003).

Zona penyangga dapat berperan sebagai suatu kantong yang menyediakan

berbagai bentuk lapangan kerja bagi penduduk desa-desa sekitar.Selanjutnya

Wiratno (1994) menyatakan bila kesejahteraan penduduk meningkat, kesempatan

mereka masuk ke dalam Taman Nasional bisa terkurangi seminimal

mungkin.Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Suaka

Alam dan kawasan Pelestarian (Wiratno, 1994).

2.5. Hutan Desa

Hutan desa merupakan salah satu dari 3 (tiga) skema pemberdayaan

masyarakat setempat sebagaimana diamanatkan dalam PP No.6 Tahun 2007

PP.No.3 Tahun 2008.Skema pemberdayaan masyarakat lainnya adalah hutan

kemasyarakatan dan kemitraan (Departemen Kehutanan, 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 definisi hutan desa

adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak yang dikelola oleh desa dan

13
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.Hutan desa dapat dilaksanakan pada hutan

lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin

pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan

(Departemen Kehutanan, 2008).

Upaya pemberdayaan masyarakat setempat pada Hutan Desa dilakukan

melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses untuk mendapatkan

manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil dengan tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan. Dalam PP

6 Tahun 2007 Pasal 83 Ayat 2 pemberdayaan masyarakat setempat di atas

merupakan kewajiban pemerintah, provinsi, kabupaten/kota yang pelaksanaanya

menjadi tanggung jawab Kepala KPH (Departemen Kehutanan, 2008).

Yang dimaksud masyarakat setempat disini adalah kesatuan sosial yang

terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di

sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang

memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung

pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan

(Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008 Pasal 1 Ayat 5) (Departemen Kehutanan,

2008).

Hak pengelolaan pada hutan desa diberikan kepada lembaga desa yang

merupakan lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa yang

bertugas untuk mengelola Hutan Desa yang secara fungsional berada dalam

organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.Hak pengelolaan

hutan desa meliputi kegiatan tata areal, penyusunan rencana pengelolaan areal,

14
pemanfaatan hutan serta rehabilitasi dan perlindungan hutan (Alam. S.

Supratman., Yusuf. Y, 2003).

Kegiatan pemanfaatan hutan desa yang berada pada hutan lindung,

meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,

pemungutan hasil hutan bukan kayu.Sedangkan pemanfaatan hutan desa pada

hutan produksi, meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa

lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil

hutan kayu dan bukan kayu.Setiap pemanfaatan hasil hutan pada hak pengelolaan

hutan desa dikenakan PSDH dan/atau DR (Sidiyasa, 2006).

Tata Cara Permohonan Hak pengelolaan hutan desa adalah sebagai berikut

(Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008 Pasal 13, 14, 15 dan 16):

1. Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa diajukan oleh Lembaga Desa

kepada Gubernur melalui Bupati/walikota dengan melampirkan persyaratan:

a.) peraturan desa tentang penetapan lembaga desa; b.) surat pernyataan dari

kepala desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan

yang diketahui camat; c.) luas areal kerja yang dimohon; dan d.) rencana

kegiatan dan bidang usaha lembaga desa.

2. Bupati/Walikota meneruskan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa

kepada Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan

bahwa Lembaga Desa telah: a.) mendapatkan fasilitasi; b.) siap mengelola

hutan desa; dan c.) ditetapkan areal kerja oleh Menteri.

3. Gubernur melakukan verifikasi terhadap permohonan hak pengelolaan hutan

desa.

15
4. Verifikasi paling sedikit dilakukan terhadap : keabsahan lembaga desa,

pernyataan kepala desa, kesesuaian areal kerja, kesesuaian rencana kerja.

5. Terhadap hasil verifikasi yang tidak memenuhi syarat, Gubernur

menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi

persyaratan.

6. Terhadap hasil verifikasi yang memenuhi syarat, Gubernur memberikan hak

pengelolaan hutan desa.

7. Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman verifikasi diatur oleh Gubernur.

8. Hak pengelolaan hutan desa diberikan dalam bentuk Surat Keputusan

Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa.

9. Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa memuat : a.) Luas

hutan desa; b.) Wilayah administrasi hutan desa; c.) Fungsi hutan; d.)

Lembaga pengelola hutan desa; e.) Jenis kegiatan pemanfaatan kawasan; f.)

Hak dan kewajiban; dan g.) Jangka waktu hak pengelolaan.

10. Gubernur dapat melimpahkan kewenangan pemberian hak pengelolaan hutan

desa kepada Bupati/Walikota.

11. Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa disampaikan oleh

Gubernur kepada Lembaga Desa dengan tembusan kepada Menteri dan

Bupati/Walikota.

Jangka waktu hak pengelolaan hutan desa paling lama 35 (tiga puluh lima)

tahun dan dapat diperpanjang. Perpanjangan hak pengelolaan hutan desa

didasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5 (lima) tahun satu kali

oleh pemberi hak (Departemen Kehutanan, 2008).

16
2.6. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang

menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah.

Keanekaragaman hayati ditunjukkan dengan adanya variasi makhluk hidup yang

meliputi bentuk, penampilan, jumlah serta ciri lain ( Indrawan, 2007).

Keanekaragaman hayati mencakup tiga tingkatan pengertian yang berbeda,

yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis,dan keanekaragaman

ekosistem.

1. Keanekaragaman Jenis

Keanakaragaman jenis menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada

makhluk hidup antar jenis (interspesies) dalam satu marga.Keanekaragaman jenis

lebih mudah diamati daripada keanekaragaman gen. perbedaan antarspesies

makhluk hidup dalamsatu marga atau genus lebih mencolok shingga lebih mudah

diamati daripada perbedaan antarindividu dalam satu spesies. Misalnya nangka,

keluwih, dan sukun ketiganya termasuk dalam genus yang sama, yaitu

Arthocarpus.

2. Keanekaragaman Ekosistem

Ekosistem adalah komunitas organik yang terdiri atas tumbuhan, hewan,

dan mikroorganisme bersama lingkungan fisik dan kimia tempat hidup atau

habitatnya.Antara komunitas organik, habitat, serta faktor-faktor fisik dan kimia

dalam suatu ekosistem selalu berinteraksi. Faktor fisik meliputi iklim, air, tanah,

udara, cahaya, suhu, dan kelembapan. Faktor kimia meliputi tingkat keasaman,

kandungan mineral, dan salinitas. Faktor fisik dan kimia disbut komponen abiotik.

17
Komponen organik yang terdiri atas hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme

disebut komponen biotik. Sebagai suatu system, komponen ekosistem (biotik dan

abiotik) merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya terjadi proses pengambilan

dan perpindahan energi (energika), daur materi, dan produktivitas. Contoh

keanekaragaman ekosistem antara lain ekosistem pantai, ekosistem sawah,

ekosistem terumbu karang, dan ekosistem hutan ( Indrawan, 2007).

2.7. Analisis Vegetasi

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan

bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu

kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan

sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili

habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu

jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang

digunakan (Latifah. S,2005).

Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar

individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus

cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa

duplikasi atau pengabaian.Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada

komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita

anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik

Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat

ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan

diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan

18
atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur (Latifah.

S,2005).

Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak

kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan

kembali didaftarkan.Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak

tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis.Luas

minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak

menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain &

Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas

1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi

luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan

pengerjaannya dilapangan (Martono. D. S, 2012).

2.8. Potensi

. Potensi hutan adalah nilai kekayaan yang terkandung dalam suatu lahan

hutan, baik yang secara nyata, ada pada saat pengamatan maupun prakiraan

pengembangan /pertumbuhannya pada masa mendatang. Potensi hutan meliputi

potensi fisik dan potensi hayati (biologis). Potensi fisik terkait dengan kondisi

tanah, kondisi iklim dan kondisi topografi lahan hutan. Sedang potensi hayati

meliputi stuktur dan komposisi vegetasi (khususnya pohon), serta diversitas dan

jumlah satwa Potensi hutan adalah nilai kekayaan yang terkandung dalam suatu

lahan hutan, dalam lahan hutan yang bersangkutan (Anonim, 2012).

19
2.9. Kerangka Pikir Penelitian

Hutan desa yang berada di kawasan hutan lindung memiliki hasil hutan

seperti hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan, akan tetapi

yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat hanya hasil hutan bukan kayu dan jasa

lingkungan. Salah satu hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh

masyarakat adalah lebah madu kemudian lebah madu ini dibudidayakan. Lebah

madu ini di budidayakan sesuai areal pengembangan yang sudah ditetapkan

sebagai areal penegembangan budidaya lebah madu

20
Hutan Desa Pattaneteang

Hasil Hutan

Hasil Hutan
Bukan Kayu

Lebah Madu

Budidaya
Lebah Madu

Pakan

Jenis Keragaman

Potensi
Pengembangan
Budidaya
LebahMadu

Gambar 1.Kerangka pikir penelitian.

21
III. METODE PENELITIAN

a. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukanselama dua bulan mulai Bulan Februari sampai Bulan

April 2016 bertempat di areal Hutan Desa Pattaneteang Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : GPS, Camera,

Kalkulator, Parang, dan Alat tulis sedangkan bahan yang digunakan adalah kertas

label.

c. Metode pengambilan Data

Areal penelitian untuk pengembangan lebah madu Pada Hutan Desa yang

dikelola masyarakat sekitar hutan Desa dan dibuatkan plot-plot pada waktu

penelitian..dengan ukuran plot.

2m

2m 5 m10 m

20m5 m

10 m

20 m
Gambar 2.Sketsa Plot Penelitian.
Keterangan :

22
Pengukuran untuk tingkat pohon dilakukan untuk plot 20 m x 20 m,

pengukuran tingkat tiang ukuran plot10 m x 10 m,pengukuran tingkat pancang

ukuran plot 5 m x 5 m, sedangkan untuk pengukuran tingkat semai dan

tumbuhan bawah ukuran plot 2 m x 2 m.

d. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian adalah :

1. Pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan pakan lebah madu,

berupa laporan dan publikasi ilmiah dari berbagai instansi pemerintahan,

badan pusat stastistik, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian.

2. Pengumpulan data primer yaitu data yang diambil langsung di lapangan

dengan mengunakan metode survey meliputi data, komposisi jenis, dan

keanekaragaman jenis tumbuhan pakan lebah madu.

3. Tumbuhan yang akan diamati diklasifikasikan berdasarkan tingkat

pertumbuhan tanaman yaitu : Tumbuhan bawah, permudaan tingkat

kecambah sampai setinggi < 1,5 m, pancang > 1,5 m sampai pokok muda

yang diameternya < 10 cm, tiang pokok muda berdiameter 10 – 20 cm, dan

pohon dewasa diameternya > 20 cm.

3.5. Analisis Data

Untuk mengetahui gambaran tentang komposisi jenis pada tegakan yang

menjadi objek penelitian, dilakukan perhitungan terhadap parameter yang

meliputi IndeksNilai Penting, Indeks Keragaman.

23
a. Indeks Nilai Penting (INP)

Perhitungan indeks nilai penting (INP) dari masing-masing tingkatan. Rumus-

rumus yang digunakan dalam prerhitungan inp adalah metode kuadrat (Mueller-

Dombois dan Ellenberg, 1974, Soerianegara dan Indrawan, 1978).

Kerapatan (K) =

Kerapatan relative (KR) = x 100%

Frekuensi (F) =

Frekuensi relative (FR) = x 100%

Dominansi (D) =

Dominansi relative (DR) = x 100%

Indeks Nilai Penting untuk pohon, tiang, pancang di hitung berdasarkan rumus:

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Khusus untuk tingkat semai , indeks nilai penting jenis dihitung berdasarkan

rumus Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR

24
b. Indeks Keragaman (H’)

Analisis keanekaragaman jenis menggunakan acuan Shannon (indeks of)

diversity, dengan rumus menurut Ludwig dan Reynolds (1998) adalah sebagai

berikut :

Keanekaragaman : H =-∑{(ni/n)ln(ni/n)}

Dimana :

H = Indeks keanekaragaman

ni = jumlah individu

n = jumlah total

Dengan kriteria :

H’ < 1 = menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah

1>H’>3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang

H’>3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman yang tinggi

c. Potensi Pakan

Potensi pakan lebah dihitung dengan menghitung presentase suatu jenis

tananman pakan lebah terhadap keseluruhan jenis pada masing – masing

tingkat vegetasi :

Potensi tanaman pakan = x 100%

25
IV . KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Legenda Dan Sejarah Desa

4.1.1. Legenda Desa

Desa pattaneteang secara administratif terletak di bagian utara kecamatan

tompobulu pada wilayah administrasi kabupaten bantaeng yang berada diatas

ketinggian sekitar ±500-650dpl dengan luas wilayah ± 190.999 m2.jatrak tempuh

Desa Pattaneteang dari Ibukota Kabupaten Bantaeng ±35 Km sedangakan untuk

ibukota provinsi 135 Km.

Desa Pattaneteang berbatasan langsung dengan:

1. Utara : Desa Borong Rappoa Kabupaten Bulukumba.

2. Selatan : Desa Labbo Kabupaten Bantaeng Desa Benten Malewang

Kabupaten Bulukumba

3. Barat : Desa Bonto Lojong Kabupaten Bantaeng

4. Timur : Desa Sipaenre Kabupaten Bulukumba

Secara administrasi pemerintahan Desa Pattanetang terbagi dalam 4 dusun

yang terdapat satu dusun persiapan sebagai berikut:

1. Dusun Bungeng

2. Dusun Katabung

3. Dusun Biring Ere

4. Dusun Balla Lompoa (Dusun Persiapan)

4.1.2. Sejarah Desa

Desa pattaneteang pada awalnya merupakan bagian wilayah Pemerintahan

Desa Labbo. Pada tahun 1988 dimekarkan dan ditetapkan sebagai Desa persiapan

26
dengan menunjuk Bapak Kr. H. PAPPA sebagai pelaksanana Tugas Kepala Desa

yang kemudian dilanjutkan oleh Bapak BOHARI sebagai Kepala Desa terpilih

periode (1993-1998 sampai 1999-2004) dan dilanjutkan oleh Bapak ARSYAD

sebagai Kepala Desa terpilih selama dua periode. (2004-2009 sampai 2009-2014)

Nama Desa Pattaneteang Terdiri Dari Dua Suku Kata Yaitu, Patta Dan Tanete

Secara Historis Patta Bermakna Karaeng (Dalam Bahasa Bugis Makassar)

Sedangkan Tanete Secara Historis Bermakna Bukit Yang Terhubung Langsung

Dengan Gunung Bawa Karaeng.

4.2. Kondisi Umum Desa

Kondisi umum desa pattaneteang dapat digambarkan sebagai berikut yaitu:

4.2.1. Kondisi Penduduk

Jumlah Penduduk DesaPattaneteang setiap tahun mengalami

perkembangan yang cukup terkontrol dengan adanya program keluarga

berencanasehingga dapat membantu untuk mengukur pertumbuhan jumlah

jiwa. Pada tahun 2009/2010 jumlah penduduk Desa Pattaneteang

berjumlah 1.992 jiwa yang terbagi dalam berbagai spefikasi usia.

Pada tahun 2016 jumlah penduduk Desa Pattaneteang meningkat

sampai 2.193 jiwa sehingga dapat diukur presentase perkembangan

penduduk setiap tahunnya berjumlah 1 %.

4.2.2. Kondisi Sarana Kesehatan

1. Polindes

Bangunan polindes berjumlah 1 unit yang sudah permanen,

bangunan tersebut terletak di dusun bungeng jalan poros desa yang diakses

27
dengan mudah oleh masyarakat.Ketersediaan sarana kesehatan polindes

masih kurang memadai sehingga pelayanan yang dilakukan terbatas pada

pengobatan ringandengan 1 orang tenaga medis yaitu bidan Desa. Untuk

pengobatan lanjutan atau darurat/rawat inap biasanya dirujuk ke

Puskesmas Banyorang atau rumah Sakit Umum Kabupaten

Bantaeng.dengan terpiloihnya kepala desa baru diharapkan dapat

meningkatkan kulaitas pelayanan kesehatan dengan pengadaan 1 orang

tenaga medis (perawat desa)

2. Posyandu

Posyandu merupakan kegiatan tekhnis untuk pelayanan bagi balita

dan ibu hamil yang dilakukan setiap bulan oleh bidan desa bersama kader

posyandu,kader posyandu merupakan binaan langsung oleh Puskesmas

Banyorang. Jumlah posyandu di desa pattaneteang sebanyak 3 unit yang

masih menumpang di rumah rumah warga di tiga dusun dengan jumlah

kader posyandu 3 orang setiap satu unit pelayan posyandu.

Bentuk pelayanan posyandu adalah menimbang bagi balita dan

pemberian gizi lanjutan serta suntikan bagi ibu rumah tangga(Suntikan

KB)

4.2.3. Sanitasi dan Air Bersih

1. Sanitasi Rumah Tangga.

Sistem sanitasi rumah tangga warga desa pattaneteang masih

menggunakan pola konservatif sehingga untuk standar kesehatan belum

terpenuhi. Kedepan sangat diharapkan adanya pembuangan limbah rumah

28
tangga terfokus untuk meningkatkan taraf hidup bersih dan

kesehatan.Secara geografis Desa Pattaneteang sangat menunjang untuk

diprogramkan sanitasi berbasis warga terfokus secara berlanjut, terutama

dusun Biringere, DusunKatabung, Dusun Bungeng dan Dusun persiapan

Dusun Balla Lompoa.

2. Air Bersih Rumah Tangga.

Kebutuhan air bersih warga Desa Pattaneteang belum terpenuhi

secara maksimal walaupun terdapat beberapa sumber mata air.Sumber

mata air yang tersedia sebanyak 11titik mata air yang beberapa di

antaranya belum dimanfaatkan dengan baik.Padahalk secara geografis

ketersediaan sumber air bersih menunjang untuk dikelola dalam

pemenuhan air bersih rumah tangga.

Bangunan sarana air bersih dan kesehatan seperti MCK di Desa

pattaneteang tersebar di 4 dusun yang digunakan oleh beberapa warga dan

sementara beberapa bangunan lainnya sudah tidak termanfaatkan dengan

baik.

4.2.4. Kondisi Pendidikan

1. Kondisi Pendidikan PAUD/TK

Jumlah PAUD/TK di Desa Pattanenetang sebanyak 3 unit yang

terdapat di Dusun Katabung, Dusun Bungeng dan dusun Biring Ere.Sarana

PAUD tersebut di akses oleh beberapa warga yang diluar dusun dan

terutama warga dalam Dusun. Akses sarana PAUD/TK sangat mudah

karena terdapat di jalan poros dan jalan dalam desa dengan jarak tempuh

29
dari masing-masing dusun ±500meter.Tenaga pendidik kebanyak orang

dalam Desa.Harapan besara kepada pemerintah Desa agar sekiranya ke

depan dapat di bangun sarana pendidikan PAUD/TK secara permanen di 3

dusun tersebut.

2. Kondisi Pendidikan SD/MIS dan Sederajat

Sarana pendidikan dasar SD/MIS berjumlah 3 unit yaitu Dusun

Katabaung (SD Inpres Katabung) Dusun Bungeng (SD Inpres Bungeng)

dan Dusun Biring Ere MIS Biring Ere.

Sekolah tersebut dimanfaatkan oleh warga Desa dan beberapa dari

luar Desa terutama SD Inpres Bungeng.Jumlah siswa SD/MIS secara

keseluruhan berkisar 300-400 orang yang diakses dengan mudah oleh

warga dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda 4 karena letak

sekolah yang tidak jauh dari pemukiman warga.

3. Kondisi Pendidikan SLTP/Sederajat

Bangunan Sekolah SLTP/Sederajat terdapat 1 unit di Dusun Biring

Ere yaitu MTs Salafiyah yang sudah memiliki bangunan permanen dengan

2 kelas.sekolah tersebut lebih banyak di manfaatkan oleh warga sekitar

dalam Dusun yang terintegrasi langsung dengan MIS Biring Ere. Fasilitas

bangunan sekolah tersebut masih sederhana yang tidak ditunjang fasilitas

sebagaimana mestinya sehingga diharapkan nantinya mendapatkan

perhatian lebih dari Dinas terkait untuk mendapatkan bantuan dan binaan

yang lebih efektif sehingga dapat menjadi pilihan bagi orang lokal untuk

menyekolahkan anak-anak mereka. Sementara beberapa anak sekolah

30
SLTP/Sederajat lainnya lebih memilih sekolah diluar desa yaitu di SMP

Banyorang dan MTs Ereng-ereng dan Maarif Banyorang.

4. Kondisi Pendidikan SLTA/Sederajat

Sarana Pendidikan Lanjutan Atas SLTA/Sederajat terdapat 1 unit

yaitu di Dusun Biring Ere yaitu MA Salafiyah. Sekolah ini adalah bagian

dari MTs Salafiyah sehingga dalam melakukan proses belajar mengajar

bergantian antara siswa SLTP dan siswa SLTA. Sementara anak sekolah

lain lebih memilih untuk keluar Desa yaitu Di dalam Kota Kabupaten dan

Kelurahan Ereng-ereng.

5. TPA (Taman Pendidikan AlQuran)

Sarana pendidikan agama TPA terdapat 6 unit masing-masing 2

unit di Dusun Bungeng, 2 unit Dusun Katabung dan 2 unit Dusun

Biringere. TPA ini dirasakan besar manfaatnya bagi masyarakat baik kaum

perempuan dan kaum Laki-laki. Manfaat langsung yang dirasakan oleh

masyarakat adalah terdidiknya anak-anak mereka tentang belajar baca tulis

Al-quran, secara umum anak anak di Desa Pattaneteang memperoleh

kemampuan mengaji dari taman pendidikan Alquran ini, disisi lain

keberadaan TPA juga sangat dekat dengan masyarakat mereka sering

berinteraksi satu sama lain karena tenaga pendidik di lembaga ini adalah

masyarakat yang berdomisili di Desa Pattaneteang. Kendati demikian TPA

ini diharapkan agar dapat meningkatkan metode mengajar agar muncul

ketertarikan bagi anak-anak untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang ilmu

agama.

31
6. Kondisi Sarana Transportasi

Sarana transportasi jalan poros desa sudah banyak mengalami

kerusakan, hal tersebut diakibatkan oleh beberapa factor antara lain, usia

aspal yang sudah lama dan banyaknya kendaraan proyek PLTMH Batu

Massong yang kapasitasnya melebihi dari batas kemampuan aspal jalan.

Kondisi tersebut dirasakan sangat menggangu dan merugikan warga

karena dapat mengakibatkan terjadinya insiden pada pengendara. Jalan

merupakan akses utama untuk menghubungkan antara desa dan menjadi

sarana untuk meningkatkan usaha pertanian rumah tangga dan ekonomi

warga.

Sangat disadari bahwa salah satu indicator peningkatan

kesejahteraan warga sangatlah penting mendorong adanya perbaikan

secara menyeluruh yang dimulai dari jalan penghubung antar Desa (poros

Desa) dan jalan penghubung antar dusun (Jalan Dusun Bungeng, Jalan

Dusun Katabung dan Jalan Dusun Biring Ere).

Kerusakan jalan paling parah dirasakan adalah jalan menuju Dusun

Bungeng dan Dusun Katabung tembus Dusun Biring Ere. Sehingga sangat

diharapkan adanya perbaikan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten atau

Provinsi karena sangat berdampak pada kondisi Sosial Dan Ekonomi

Masyarakat.

7. Kondisi Pertanian Desa.

Pertanian masyarakat Desa Pattaneteang cukup baik yang

ditunjang dengan kondisi geografis.Hal ini dimanfaatkan warga untuk

32
mengelola pertanian dalam dua jenis yaitu perkebunan kopi dan cenkeh

serta tanaman jangka pendek lainnya seperti persawahan.Sarana irigasi

yang dialiri air dari sungai bialo serta ketersediaan sumber air lainnya.

Masyarakat Desa Pattaneteang merupakan masyarakat yang berprofesi

sebagai petani secara kumulatif 60% dari luas lahan Desa Pattaneteang

merupakan lahan pertanian yang terbagi dalam 3 jenis lahan yaitu lahan

pertanian kopi, lahan pertanian cengkeh dan lahan persawahan. Seiring

dengan meningkatnya harga komoditi cengkeh maka kualitas masyarakat

secara ekonomi semakin meningkat.Sedangkan tanaman kopi semakin

berkurang dan hanya dijadikan sebagai konsumsi rumah tangga.

33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Dan Pembahasan

Berdasarkan hasil Pengambilan data pakan lebah dilakukan melalui

identifikasi langsung jenis-jenis pakanpada plot pengamatan contoh pada Hutan

Desa. Plot pengamatan dibuat dengan ukuran 20 m x 20 m sebanyak 6 unit

dengan menempatkan plot pengamatan yang mewakili karakteristik lokasi. Data

jenis pakan lebah yang dikumpulkan dan dianalisis mencakup variabel Kerapatan,

Frekuensi, dan Dominansi, Indeks Nilai Penting dan Keanekaragaman Jenis dapat

dilihat pada Tabel 1, 2, 3 dan 4.

5.2. Indeks Nilai Penting dan Keragaman

Komposisi vegetasi pada suatu tipe hutan sangat penting diketahui

(Sidiasa, 2006).Berdasarkan hasil terhdap identifikasi jenis vegetasi yang telah

ditemukan pada lokasi penelitian, maka dapat diketahui bahwa vegetasi yang

terdapat di Kawasan Hutan Desa Pattaneteang Kec.Tompo bulu Kab.Bantaeng

sangat banyak.Jumlah jenis yang cukup banyak diketemukan di lokasi penelitian

menunjukkan bahwa komposisi jenis penyusun vegetasi hutan tersebut cukup

beraneka ragam (Susanto, 2012).

34
a. Tingkat Pohon

Tabel 1. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Beberapa Jenis Tumbuhan Tingkat Pohon yang
terdapat pada Hutan Desa Pattaneteang.
Nama Tumbuhan K F D KR FR DR INP Ni Ni/N Ln Ni/N Ni Ln Ni/N KERAGAMAN (H') Pakan Keteranagan
Bakang 4 0,17 0,213 1,070 2,171 0,872 4,958 1 0,110 -4,51 0,049 √ pollen
Bandeng 21 0,50 1,631 5,727 5,615 5,234 16,576 5 0,055 -2,902 0,159 √ pollen
Batang-batang 4 0,17 0,228 2,171 1,070 0,733 3,750 1 0,011 -4,51 0,049 √ pollen
Bayang 4 0,17 0,149 2,171 1,070 0,477 3,494 1 0,101 -4,51 0,049 √ pollen
Bera'-berasa 29 0,50 2,357 5,727 7,754 7,564 21,045 7 0,077 -2,565 0,197 – –
Bumbungan 12 0,17 1,612 2,171 3,209 5,172 10,327 3 0,033 -3,411 0,113 √ Nektar
Buno bampo 8 0,17 0,574 2,139 2,171 1,843 5,929 2 0,022 -3,817 0,084 √ Nektar
Galak tiri 4 0,17 0,145 1,070 2,171 0,464 3,481 1 0,011 -4,51 0,049 √ pollen
Kaloa 8 0,17 0,272 2,139 2,171 0,872 4,958 2 0,022 -3,817 0,084 √ Nektar
Kana' 8 0,17 0,562 2,139 2,171 1,802 5,884 2 0,022 -3,817 0,084 √ pollen
Kanepolo 17 0,17 0,549 4,545 2,171 1,762 8,254 4 0,044 -3,124 0,137 √ Nektar
Katapala 4 0,17 0,197 1,070 1,947 0,631 3,648 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Kayu angin 4 0,17 0,163 1,070 2,171 0,521 3,538 1 0,110 -4,51 0,049 – –
Kayu bambang 58 0,67 6,820 15,508 7,675 21,884 45,067 14 0,154 -1,872 0,288 – –
Kayu damar 17 0,33 1,325 4,545 3,780 4,253 12,578 4 0,044 -3,124 0,137 √ pollen
Katu dupa 4 0,17 0,345 1,070 2,171 1,107 5,888 1 0,011 -4,51 0,049 3,022 – –
Kayu ere 8 0,33 0,679 2,139 3,780 2,180 8,099 2 0,022 -3,817 0,084 √ Nektar
Kayu pakkeng 4 0,17 0,132 1,070 2,171 0,423 3,440 1 0,011 -4,51 0,049 – –
Kopi-kopi 4 0,02 0,140 1,070 2,171 0,449 3,466 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Lutu 4 0,17 1,163 1,070 2,171 0,521 3,538 1 0,110 -4,51 0,049 √ Nektar
Mana' 4 0,17 0,257 1,070 2,171 0,824 3,841 2 0,022 -3,817 0,084 √ Nektar
Mappala 12 0,50 2,268 3,209 5,727 7,279 16,215 3 0,033 -3,411 0,113 √ pollen
Mata allo 25 0,50 2,445 6,684 5,727 7,846 20,257 6 0,066 -2,72 0,179 √ Nektar
Nangka-nangka 4 0,17 0,285 1,070 2,171 0,914 3,931 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Napa-napa 4 0,17 0,149 1,070 2,171 0,477 3,494 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Nossung 50 0,83 3,224 13,369 9,507 10,344 33,220 12 0,132 -2,026 0,267 √ Nektar
Pacciu 25 0,83 2,870 6,684 9,507 9,211 25,402 6 0,066 -2,72 0,179 – –
Pala-pala 4 0,17 0,454 1,070 2,171 1,458 4,475 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Pamera 4 0,17 0,366 1,070 2,171 1,173 4,190 1 0,011 -4,51 0,049 √ pollen
Rici borong 4 0,17 0,312 1,070 2,171 1,002 4,019 1 0,011 -4,51 0,049 √ Nektar
Ta'ne polo 4 0,17 0,281 3,201 2,171 0,777 5,933 1 0,011 -4,51 0,049 √ pollen
JUMLAH 374 8,73 31,164 100 100 100 300 91 1

Sumber. Hasil data primer setelah diolah, 2016

Keterangan :
 : Pakan
- : Bukan pakan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil Indeks

Nilai Penting (INP) jenis vegetasi pakan lebah madu di lokasi penelitian seperti

yang ditampilkan pada Tabel, 1. Komposisi jenis vegetasi pada tingkat pohon

terdapat di hutan desa sebanyak 91 individu dari 31 jenis dengan kerapatan 374.

Jenis vegetasi pakan lebah madu hutan pada tingkat pertumbuhan ini sebanyak

26 jenis yang merupakan pakan lebah madu hutan. Jenis vegetasi yang paling

35
banyak tumbuh di lokasi penelitian adalah Kayu Bambang dengan kerapatan yaitu

58 pohon/Ha dengan nilai KR = 15,508 % sedangkan jenis vegetasi paling kurang

ditemukan adalah jenis Bakang, Battang-Battang, Bayang, Galaktiri, Katapala,

Kayu angin, Kayu dupa, Kayu Pakkeng, Kopi-Kopi, Lutu, Mana’, Nangka-

Nangka, Napa-Napa, Pala-Pala, Pamera, Risi Borong dan Tanepolo dengan

kerapatan yaitu 4 pohon/Ha dengan nilai KR = 1,070 %. Jenis vegetasi paling

sering ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis Nossong dan Pacciu dengan

frekuensi yaitu 0,83 dengan nilai FR = 9,507 % sedangkan jenis vegetasi paling

jarang ditemukan adalah jenis Bakang, Battang-Battang, Bayang,

Galaktiri,kaloa, Kana’, Katapala, Kayu angin, Kayu dupa, Kayu Pakkeng, Kopi-

Kopi, Lutu, Mana’, Nangka-Nangka, Napa-Napa, Pala-Pala, Pamera, Risi

Borong dan Tanepolo dengan frekunsi yaitu 0,17 dengan nilai FR =2,171 %. Jenis

vegetasi yang memiliki nilai Dominansi tertinggi adalah jenis Kayu Bambang

yaitu 6,820 dengan nilai DR = 21,884 % sedangkan jenis vegetasi yang memiliki

Dominansi terendah adalah jenis Kayu Pakkeng yaitu 0,132 dengan nilai DR=

0,423 %. Nilai INP tertinggi adalah jenis kayu bambangINP 45,0673. Sedangkan

yang memiliki INP terendah adalah jenis galaktiridengan nilai INP 3,481. Jumlah

jenis individu pada tingkat pohon adalah 31 jenis dan yang termasuk pakan lebah

adalah 26 jenis atau 84 % sehingga jenis pakan pada tingkat pohon di hutan desa

sangat berpotensi karena ketersediaan pakan tercukupi.Tabel 1 menujukkan

bahwa nilai Indeks keragaman (H’) tingkat pohon diperoleh sebesar 3,022. Hal ini

menunjukkan bahwa komunitas pohon termasuk dalam kondisi tinggi.

36
b. Tingkat Tiang
Tabel 2. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,
Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Beberapa Jenis Tumbuhan Tingkat Tiang yang
Terdapat Pada Hutan Desa.
Nama Tumbuhan K F D KR FR DR INP Ni Ni/N Ln Ni/N Ni Ln Ni/N KERAGAMAN (H') Pakan Keteranagan
bakang 17 0,17 0,202 1,616 2,540 1,462 5,618 1 0,016 -4,135 0,066 √ pollen
bandeng 83 0,33 0,973 7,890 4,930 7,056 19,876 5 0,709 -2,538 0,201 √ pollen
Batta-batta 33 0,17 0,458 3,314 2,540 3,322 8,992 2 0,032 -3,442 0,110 √ pollen
bayang jawa 50 0,17 0,748 4,753 2,540 5,425 12,718 3 0,048 -3,037 0,146 √ pollen
bera-berasa 117 0,50 1,297 11,122 7,460 9,400 27,982 7 0,110 -2,198 0,244 √ Nektar
galattiri 17 0,17 0,280 1,616 2,540 2,030 6,186 1 0,016 -4,135 0,066 √ pollen
kaliandra 100 0,17 1,218 9,506 2,540 8,832 20,872 6 0,095 -2,354 0,224 √ Nektar
kaloa 17 0,17 0,318 1,616 2,540 2,305 6,463 1 0,167 -1,79 0,299 √ Nektar
kanepolo 33 0,33 0,508 3,137 4,930 3,685 11,752 2 0,032 -3,442 0,110 √ Nektar
kayu bambang 83 0,50 1,296 7,890 7,460 3,399 24,750 5 0,079 -2,538 0,201 – –
kayu eja 17 0,17 0,147 1,616 2,540 1,063 5,219 1 0,160 -4,135 0,066 √ pollen
kayu ere 50 0,33 0,928 4,253 4,930 6,729 16,412 3 0,084 -3,037 0,146 √ Nektar
lassa-lassa 17 0,17 0,318 1,616 2,540 2,303 6,463 1 0,160 -4,135 0,066 3,314 √ pollen
latta-latta 17 0,17 0,307 1,616 2,540 2,223 6,379 1 0,016 -4,135 0,066 √ Nektar
lutu 17 0,17 0,153 1,616 2,540 1,111 5,267 1 0,016 -4,135 0,066 √ Nektar
mata allo 50 0,33 0,693 4,753 4,930 5,026 14,709 3 0,048 -3,037 0,146 √ Nektar
mawa' 17 0,17 0,172 1,616 2,540 1,245 5,401 1 0,016 -4,135 0,066 √ pollen
morsikapas 17 0,17 0,153 1,616 2,540 1,111 5,267 1 0,016 -4,135 0,066 √ pollen
nossung 50 0,50 5,750 4,753 7,460 4,168 16,381 3 0,048 -3,037 0,146 √ Nektar
pacciu 133 0,83 1,732 1,643 12,390 12,335 37,586 8 0,127 -2,064 0,262 – –
padueng 17 0,17 0,137 1,616 2,540 0,991 5,147 1 0,016 -4,135 0,066 √ Nektar
pala-pala 33 0,17 0,328 3,319 2,540 2,380 8,057 2 0,032 -3,442 0,110 √ Nektar
pamera 33 0,33 0,425 3,137 4,930 3,081 11,148 2 0,032 -3,442 0,110 √ pollen
risi borong 17 0,17 0,400 1,616 2,540 2,900 7,056 1 0,016 -4,135 0,066 √ Nektar
tadieng 17 0,17 0,027 1,616 2,540 0,194 4,349 1 0,016 -4,135 0,066 √ pollen
JUMLAH 1052 6,70 13,795 100 100 100 300 63 1

Sumber. Hasil data primer setelah diolah, 2016


Keterangan :
 : Pakan
- : Bukan pakan
Komposisi jenis pada tingkat tiang terdapat hutan desa 63 individu dari 25

jenis, jenis vegetasi pakan lebah madu hutan pada tingkat pertumbuhan ini,

sebanyak 23 jenis. Jenis vegetasi yang paling banyak tumbuh di lokasi penelitian

adalah Pacciu dengan kerapatan yaitu 133 pohon/Ha dengan nilai KR = 12,643 %

sedangkan jenis vegetasi paling kurang ditemukan adalah jenis Bakang,

Galaktiri, Kaloa, Kayu Eja, Lassa-lassa, Latta-latta, Lutu, Mawa’, Morsi Kapas,

Padueng, Risiborong dan tadieng dengan kerapatan yaitu 17 pohon/Ha dengan

nilai KR = 1,616 %. Jenis vegetasi paling sering ditemukan di lokasi penelitian

37
adalah jenis Bera’-Berasa’, Kayu Bambang dan Nossong dengan frekuensi yaitu

0,50 dengan nilai FR = 7,46 % sedangkan jenis vegetasi paling jarang ditemukan

adalah jenis Bakang, Batta-Batta, Bayanm Jawa, Galaktiri, Kaliandra, Kaloa,

Kayu Eja, Lassa-Lassa, Latta-Latta,Lutu, Mawa’, Morsi Kapas, Padueng, Pala-

Pala, Risiborong dan Tadieng dengan frekunsi yaitu 0,17 dengan nilai FR =2,54

%. Jenis vegetasi yang memiliki nilai Dominansi tertinggi adalah jenis Nossong

yaitu 5,750 dengan nilai DR = 41,697 % sedangkan jenis vegetasi yang memiliki

Dominansi terendah adalah jenis Tadieng yaitu 0,027 dengan nilai DR= 0,194 %.

Nilai INP tertinggi adalah jenis Nossong INP 53,910. Sedangkan yang memiliki

INP terendah adalah jenis Tadieng dengan nilai INP 4,349. Pada tingkat tiang

terdapat 25 jenis vegetasi yang termasuk pakan lebah ada 23 jenis atau 92%

tanaman pada tingkat tiang termasuk pakan lebah sehingga pada tinggat tiang

sangat berpotensi sebagai tanaman pakan lebah madu. Tabel 2 Indeks

keanekaragaaman (H’) pada tingkat tiang diperoleh nilai sebesar 3,314. Hal ini

menunjukkan bahwa komunitas tingkat tiang termasuk dalam kondisi tinggi.

38
c. Tingkat Pancang

Tabel 3. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,


Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Beberapa Jenis Tumbuhan tingkat Pancang yang
terdapat pada Hutan Desa.
Nama Tumbuhan K F D KR FR DR INP Ni Ni/N Ln Ni/N Ni Ln Ni/N KERAGAMAN (H') Pakan Keteranagan
aho' 67 0,167 0,073 1,449 2,782 0,793 5,024 1 0,0145 -4,234 0,039 √ pollen
bakang 133 0,167 0,673 2,898 2,782 7,284 12,964 2 0,0290 -3,405 0,103 √ pollen
batta-batta 400 0,500 0,560 8,696 8,329 6,061 23,086 6 0,0869 -2,443 0,212 √ Nektar
bera-berasa 333 0,500 0,687 7,246 8,329 7,432 23,007 5 0,0725 -2,624 0,190 √ Nektar
bumbungan 67 0,167 0,073 1,449 2,782 0,793 5,024 1 0,0145 -4,234 0,039 √ Nektar
buno bampo 133 0,167 0,493 2,898 2,782 5,339 11,019 2 0,0290 -3,541 0,103 √ Nektar
damara 67 0,167 0,120 1,449 2,782 1,299 5,530 1 0,0145 -4,234 0,039 √ pollen
galattiri 200 0,330 0,827 4,348 5,547 8,947 18,842 3 0,0435 -3,135 0,136 √ pollen
kadieng 133 0,330 0,333 2,898 5,547 3,607 12,052 2 0,0290 -3,541 0,103 √ pollen
kaliandra 467 0,167 1,273 10,145 2,782 13,781 26,708 7 0,1014 -2,289 0,232 √ Nektar
kaloa 67 0,167 0,120 1,449 2,782 1,299 5,530 1 0,0145 -4,234 0,039 2,666 √ pollen
kanepolo 200 0,333 0,153 4,348 5,547 1,659 11,554 3 0,0435 -3,135 0,136 √ Nektar
kayu ere 133 0,167 0,193 2,898 2,782 2,092 7,772 2 0,0290 -3,541 0,103 √ Nektar
kayu kaleleng 67 0,167 0,053 1,449 2,782 0,577 4,808 1 0,0145 -4,234 0,039 √ pollen
kopi-kopi 200 0,167 0,227 4,348 2,782 2,454 9,584 3 0,0435 -3,135 0,136 √ Nektar
mappala 133 0,167 0,220 2,898 2,782 2,381 8,061 2 0,0290 -3,541 0,103 √ pollen
nangka-nangka 67 0,167 0,120 1,449 2,782 1,299 5,530 1 0,0145 -4,234 0,039 √ Nektar
nossong 600 0,833 1,427 13,043 13,876 15,441 42,960 9 0,1304 -2,037 0,266 √ Nektar
pacciu 1000 0,833 1,460 21,379 13,876 15,802 51,417 15 0,2174 -1,526 0,332 – –
risi borong 67 0,167 0,067 1,449 2,782 0,722 4,953 1 0,0145 -4,234 0,039 √ Nektar
turere 67 0,167 0,087 1,449 2,782 0,938 5,169 1 0,0145 -4,234 0,039 √ pollen
4600 6,003 9,240 100 100 100 300 69 1

Sumber. Hasil data primer setelah diolah, 2016


Keterangan :
 : Pakan
- : Bukan pakan

Komposisi jenis vegetasi pada tingkat pancang pada hutan desa sebanyak 69

individu dari 21 jenis. Jenis vegetasi pakan lebah madu pada tingkat pertumbuhan

ini, terdapat sebanyak 20 jenis. Jenis vegetasi yang paling banyak tumbuh di

lokasi penelitian adalah Pacciu dengan kerapatan yaitu 1000 pohon/Ha dengan

nilai KR = 21,379 % sedangkan jenis vegetasi paling kurang ditemukan adalah

jenis Aho’, Bumbungan, Damar, Kaloa, Kayu Kaleleng, Nangka-Nangka,

Risiborong dan Turere dengan kerapatan yaitu 67 pohon/Ha dengan nilai KR =

1,449 %. Jenis vegetasi paling sering ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis

Nossong dan Pacciu dengan frekuensi yaitu 0,833 dengan nilai FR = 13,876 %

39
sedangkan jenis vegetasi paling jarang ditemukan adalah jenis Aho’, Bakang,

Bumbungan, Bunobampo, Damar, Kalianra, Kaloa, Kayu Ere, Kayu Kaleleng,

Kopi-Kopi, Mappala, Nangka-Nangka, Risiborong dan Turere dengan frekunsi

yaitu 0,167 dengan nilai FR =2,782 %. Jenis vegetasi yang memiliki nilai

Dominansi tertinggi adalah jenis Pacciu yaitu 1,460 dengan nilai DR = 15,802%

sedangkan jenis vegetasi yang memiliki Dominansi terendah adalah jenis Kayu

Kaleleng yaitu 0,053 dengan nilai DR= 0,053 %. Hasil perhitungan INP vegetasi

tingkat pancang ditampikan dalam Tabel.3. Berdasarkan hasil pengamatan pada

tingkat pancang ditemukan sebanyak 20 jenis vegetasi yang merupakan pakan

lebah madu dengan nilai INP tertinggi adalah jenis pacciu dengan INP 51,4165.

Sedangkan yang memiliki INP terendah adalah jenis aho’ dan bono bampo

dengan INP 5,0243 dengan kerapatan 4600. Hal ini menunjukkan bahwa pacciu

merupakan jenis yang dominan pada pertumbuhan tingkat pancang. Jenis dominan

merupakan jenis yang mempunyai nilai tertinggi dalam ekosisitem yang

bersangkutan (Fajri dan Saridan, 2012).Tabel 3 menunjukkanbahwa Indeks

keanekaragaman (H’) pada tingkat pancang diperoleh nilai sebesar 2,666.Hal ini

menujukkan bahwa komunitas pancang termasuk golongan sedang.

Dari 21 komposisi jenis vegetasi pada tingkat pancang dapat diketehui

terdapat 20 jenis vegetasi yang merupakan pakan lebah madu hutan atau 95 %

tanaman termasuk pakan lebah sehingga pada tingkat pacang sangat berpotensi

karena semua jenis merupakan pakan lebah madu jenis vegetasi pakan tersebut

dimanfaatkan lebah madu hutan sebagai sumber nektar dan pollen.

40
d. Tingkat Semai
Tabel 4. Nilai Dominansi, Dominansi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif,
Frekuensi, Frekuensi Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Indeks
Keanekaragaman Beberapa Jenis Tumbuhan Tingkat Semai yang
terdapat pada Hutan Desa Pattaneteang .

Nama Tumbuhan K F KR FR INP Ni Ni/N Ln Ni/N Ni Ln Ni/N KERAGAMAN (H') Pakan Keteranagan
aho' 833 0,167 2,6 2,043 4,643 2 0,026 -3,6479 0,095 √ pollen
anggrek tanah 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
ara'ra 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
baco-baco 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
bakang 833 0,167 2,6 2,043 4,643 2 0,026 -3,6479 0,095 √ pollen
balante 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
bera-berasa 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
bibi-bibi 1250 0,167 3,9 2,043 5,943 3 0,039 -3,2442 0,127 √ Nektar
Cina gori 417 0,167 1,3 2,043 3,343 4 0,052 -2,9584 0,154 √ Nektar
Essa-essa 1667 0,167 5,2 2,043 7,243 4 0,052 -2,9584 0,154 √ Nektar
harrang 1667 0,167 7,79 2,043 7,243 4 0,052 -2,9584 0,154 √ Nektar
kaddoro buku 2500 0,500 5,2 6,116 13,906 6 0,078 -2,5523 0,199 √ Nektar
kaleleng 1667 0,167 3,9 2,043 7,243 4 0,052 -2,9584 0,154 √ pollen
katulapporo 1250 0,333 1,3 4,073 7,973 3 0,039 -3,2442 0,127 √ Nektar
kembang doa 417 0,167 3,9 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
kopi-kopi 1250 0,333 1,3 4,073 7,973 3 0,039 -3,2442 0,127 √ Nektar
langkere 417 0,167 3,9 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
Lassa-lassa 1250 0,167 1,3 2,043 5,943 3 0,039 -3,2442 0,127 √ pollen
lallakang 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ pollen
3,358
lobe-lobe 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ pollen
lutu 417 0,167 4,6 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
mali-mali 833 0,167 6,49 2,043 5,643 2 0,026 -3,6479 0,095 √ Nektar
mappala 417 0,167 3,9 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ pollen
ngangala tedong 2083 0,333 2,6 4,073 10,563 5 0,065 -2,7349 0,178 √ Nektar
nossong 1250 0,500 6,49 6,116 10,016 3 0,039 -3,2442 0,127 √ Nektar
pacciu 833 0,333 2,6 4,073 6,673 2 0,026 -3,6479 0,095 – –
Paik-paik 2083 0,500 1,3 6,116 12,606 5 0,065 -2,7349 0,178 √ Nektar
Paku-paku 833 0,330 1,3 4,073 6,673 2 0,026 -3,6479 0,095 √ Nektar
pandang 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,055 – –
Ruku bembe 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,055 √ Nektar
Ruku gallang 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,055 √ pollen
Ruku-ruku 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
rotang 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 – –
sabli 417 0,167 2,6 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ Nektar
Sangkaruk mata 417 0,167 2,6 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ pollen
sema kanuku 833 0,167 1,3 2,043 4,643 2 0,026 -3,6479 0,095 √ pollen
tali-tali 833 0,167 1,3 2,043 4,643 2 0,026 -3,6479 0,095 √ Nektar
tamba-tambako 417 0,167 1,3 2,043 3,343 1 0,013 -4,3428 0,057 √ pollen
32083 8,175 100 100 200 77 1

Sumber. Hasil data primer setelah diolah, 2016


Keterangan :
 : Pakan
- : Bukan pakan

Komposisi jenis vegetasi pada tingkat semai pada Hutan Desa ditemukan

sebanyak 77 individu dari 38 jenis, vegetasi pakan lebah madu hutan pada tingkat

41
pertumbuhan ini terdapat sebanyak 35 jenis. Hasil perhitungan jenis vegetasi

tingkat semai di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel.4. Berdasarkan hasil

pengamatan pada tingkat semai ditemukan sebanyak 38 jenis vegetasi, tercatat 35

jenis yang merupakan pakan lebah madu hutan atau 92% tanaman tingkat semai

merupakan pakan lebah.

Jenis vegetasi yang paling banyak tumbuh di lokasi penelitian adalah

Kaddoro’ Buku dengan kerapatan yaitu 2500 pohon/Ha dengan nilai KR = 7,79 %

sedangkan jenis vegetasi paling kurang ditemukan adalah jenis Anggrek Tanah,

Ara’ra, Baco-Baco, Balante, Bera’ Berasa, Cina Gori, Kembang Doa, Langkere,

La’lakang, Lobe-Lobe, Lutu, Mappala, Pandang, Ruku Bembe, Ruku Gallang,

Ruku-Ruku, Rotan, Sabli, Sangkarak Mata dan Tambak-Tambako dengan

kerapatan yaitu 417 pohon/Ha dengan nilai KR = 1,30 %.

Jenis vegetasi paling sering ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis

Kaddorok Buku dan Nossong dengan frekuensi yaitu 0,500 dengan nilai FR = 6,12

% sedangkan jenis vegetasi paling jarang ditemukan adalah jenis Anggrek Tanah,

Ara’ra, Baco-Baco, Bakan, Balante, Bera’ Berasa,Bibi-Bibi, Cina Gori, Essa-

Essa, Harrang, Kaleleng, Kembang Doa, Langkere, Lassa-Lassa, La’lakang,

Lobe-Lobe, Lutu, Mali-Mali, Mappala, Pandang, Ruku Bembe, Ruku Gallang,

Ruku-Ruku, Rotan, Sabli, Sangkarak Mata, Sema Kanuku,Tali-Tali dan Tambak-

Tambako dengan frekunsi yaitu 0,167 dengan nilai FR =2,04 %.

INP tertinggi adalah jenis Kaddoro buku dengan INP 13,906 sedangkan

yang memiliki INP terendah adalah jenis Anggrek tanah (Bletillae tuber), Ara’ra,

Baco-Baco,Balante, Bera-Berasa, Cina gori, Kembang doa, Langkere, La’lakang,

42
Lobe-Lobe, Lutu, Mappala, Pandang, Ruku bembe, Ruku Gallang, Ruku-Ruku,

Rotan, Sabli, Sangkarak Mata danTambak-Tambako dengan INP 3,343 dan

kerapatan 32.083. Tabel 4 menunjukkan bahwa Indeks keankaragaman (H’) pada

tingkat semai diperoleh sebesar 3,5381. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas

semai termasuk kondisi tinggi.

43
VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Keragaman jenis pada tingkat pohon adalah 3,022 (Tinggi), tingkat tiang

3,314 (Tinggi), tingkat pancang 2,666 (Sedang) dan tingkat semai 3,538

(Tinggi).

2. Potensi pakan yang terdapat di Desa Pattaneteang, tergolong tinggi dimana

pada tingkat pohon ditemukan 26 jenis pakan lebah dari 31 jenis (84 %)

vegetasi, pada tingkat tiang ditemukan 23 jenis pakan lebah dari 25 jenis (92

%) vegetasi, pada tingkat pancang ditemukan 20 jenis pakan dari 21 jenis (95

%) vegetasi, pada tingkat semai terdapat 35 jenis pakan dari 38 jenis (92 %)

vegetasi. Dari kerapatan tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon

menunjukkan kemampuan regenerasi yang baik

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan adanya penelitian

lanjutan untuk mengetahui :

1. Perlu pengelolaan secara intensif agar jenis yang sudah ada di Hutan Desa di

Desa Pattaneteang dapat dipertahankan kelestarian lingkungan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor lingkungan (abiotik)

terhadap keanekaragaman jenis yang ada di hutan desa di Desa Pattaneteang.

44
3. Hutan Desa Pattaneteang sangat berpotensi untuk pengembangan budidaya

lebah madu meskipun demikian pengayaan jenis pakan lebah tetap perlu

dilakukan untuk pengembangan lebah madu.

45
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., Supratman., dan Yusuf. Y. 2003. Pengelolaan Hutan Desa di


SulawesiSelatan. Makalah diSusun pada Seminar Nasional Hutan Desa,
Yogyakarta.

Anendra. Y. C, 2010. Aktivitas Apis cerana Mencari Polen, Identifikasi Polen,


dan Kompetisi

Arief, A. 2001.Hutan dan Kehutanan. Kanisius,Yogyakarta.

Baharuddin dan Ira, T. 2009.Hasil Hutan Bukan Kayu. Buku Ajar Fakultas
Kehutanan, Universitas Hasanuddin.Makassar.

Beckman. 2004. Mencari keseimbangan pengelolaan interaksi antara masyarakat


dan kawasan Taman Nasional. Alas purwo. FISIP Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang

Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:


P.49/Menhut-II/2008 Pasal 1 Ayat 5 Tentang upaya pemberdayaan
masyarakat sekitar hutan Desa, Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:


P.49/Menhut-II/2008 Pasal 13, 14, 15 dan 16 Tentang Tata Cara
Permohonan Hak pengelolaan hutan Desa, Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan: Dephutbun RI, Jakarta.

Fajri.M dan Saridan.A, 2012.Kajian Ekologi Parashorea malaanonan Merr Di


Hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jurnal
6 (2): 141-154.

Hariyanto, T., 2011.Budi Daya Lebah Madu.Caraka Darma Aksara, Mataram,


Nusa Tengara Barat.

Indriyanto, 2006.Ekologi Hutan, Bumi Aksara, Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Kamus Lingkungan Hidup. Pustaka digital

Latifah.S, 2005.Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas


Pertanian Universitas Sumatera Utara

46
Martono. D. S, 2012. Analisis Vegetasi Dan Asosiasi Antara Jenis-Jenis Pohon
Utama Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah Di Taman Nasional
Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat.Agri-tek, 13 (2): 8-27.

Mawasin dan Subiakto A, 2013.Keanekaragaman Dan Komposisi Jenis


Permudaan Alam Hutan Rawa Gammbut Bekas Tebangan Di Riau
(Species Diversityand Composition of Logged WARTA RIMBA ISSN:
2406-8373 Volume 2, Nomor 2 Hal:49-56 Desember 2014

Mochamad, I. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Salim, E. 1988.Pembanunan berwawasan lingkungan. LP3ES.Jakarta

Sidiyasa., 2006. Hutan Desa Setulung Dan Sengayan Malinau, Kalimantan


Timur. Center For International Forestry Reserch (CIFOR). Bogor.

Sumardi, B. 2004.Budi Daya Lebah Madu. Aneka Ilmu, Semarang

Susanto.A, 2012.Struktur Komposisi Vegetasi Di Kawasan Cagar Alam Manggis


Gadungan. Agri-tek 13 (2): 78-87.

Tim Penyusun 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Kehutanan


Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumber Daya Hutan Bagi


Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. UI Press. Jakarta.

Wiratno. 1994. Taman Nasional Gunung Gede Pungrango menuju pengelolaan


Biosver Reserve.Majalah Kehutanan Indonesia Nomor. 12 Tahun
1993/1994. Halaman 3-7

Zain, A. 1996.Hukum lingkungan Konservasi Hutan.: Rineka Cipta, Jakarta

47
LAMPIRAN

a. Tally Sheet Pengamatan


Plot 1

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Bandeng 64 20,38 √ Pakan
2 Kayu Bambang 70 22,29 - - Bukan Pakan
3 Nossong 149 47,45 √ Pakan
4 Mata Allo 173 55,10 √ Pakan
5 Kayu Bambang 65 20,70 - - Bukan Pakan
6 Bandeng 143 45,54 √ Pakan
7 Nossong 68 21,66 - - Bukan Pakan
8 Kayu Bambang 111 35,35 - - Bukan Pakan
9 Nossong 77 24,52 - - Bukan Pakan
10 Napa-napa 67 21,34 √ Pakan
11 Bandeng 78 24,84 √ Pakan
12 Pacciu 87 27,71 - - Bukan Pakan
13 Kayu Pakkeng 63 20,06 - - Bukan Pakan
14 Kayu Bambang 112 35,67 - - Bukan Pakan
15 Nossong 63 20,06 √ Pakan
16 Rici’ Borong 97 30,09 √ Pakan
17 Nossong 128 40,76 √ Pakan
18 Kayu Bambang 82 26,11 - - Bukan Pakan
19 Nossong 78 24,84 √ Pakan
20 Rici’ Borong 74 23,57 √ Pakan
21 Kayu Bambang 76 24,21 - - Bukan Pakan
22 Kayu Bambang 92 29,30 - - Bukan Pakan
Tiang
1 Rici Borong 55 17,52 √ Pakan
2 Pacciu 49 15,60 - - Bukan Pakan
3 Kaloa 49 15,60 √ Pakan
4 Bandeng 53 15,88 √ Pakan
5 Kayu Bambang 42 13,34 - - Bukan Pakan
Pancang
1 Kopi 11 3,50 √ Pakan
2 Kanepolo 12 3,82 √ Pakan

48
3 Reci Borong 11 3,50 √ Pakan
4 Pacciu 16 5,09 Bukan Pakan
5 Kanepolo 9 2,87 √ Pakan
6 Kopi 12 3,82 √ Pakan
7 Kaloa 15 4,77 √ Pakan
8 Kopi-kopi 13 4,14 √ Pakan
9 Nossong 20 6,37 √ Pakan
10 Pacciu 13 4,14 - - Bukan Pakan
11 Bera-berasa 12 3,82 √ Pakan
Semai
1 Lutu √ Pakan
2 Lassa-lassa √ Pakan
3 Kopi-kopi √ Pakan
4 Nossong √ Pakan
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

49
Plot 2

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Kanepolo 65 21,97 √ Pakan
2 Kanepolo 87 27,71 √ Pakan
3 Mata Allo 143 45,54 √ Pakan
4 Mata Allo 82 26,11 √ Pakan
5 Bakang 80 25,48 √ Pakan
6 Nossong 103 32,80 √ Pakan
7 Kayu Bambang 246 78,34 Bukan Pakan
8 Kayu Bambang 136 43,31 Bukan Pakan
9 Kaloa 63 20,06 √ Pakan
10 Bandeng 113 35,99 √ Pakan
11 Kaloa 65 20,70 √ Pakan
Tiang
1 Bandeng 35 11,15 √ Pakan
2 Kayu Ere 58 18,24 √ Pakan
3 Pacciu 40 12,74 Bukan Pakan
4 Kanepolo 48 15,29 √ Pakan
5 Kayu Bambang 59 18,79 Bukan Pakan
6 Kayu Bambang 43 13,69 Bukan Pakan
7 Bandeng 42 13,38 √ Pakan
8 Bandeng 39 12,42 √ Pakan
Pancang
1 Bumbungan 12 3,82 √ Pakan
2 Pacciu 10 3,18 Bukan Pakan
3 Pacciu 13 4,14 Bukan Pakan
4 Pacciu 11 3,50 Bukan Pakan
5 Nossong 9 2,87 √ Pakan
6 Kanepolo 9 2,87 √ Pakan
7 Pacciu 19 6,05 Bukan Pakan
8 Pacciu 12 3,82 Bukan Pakan
9 Kayu Kaleleng 10 3,18 √ Pakan
10 Pacciu 13 4,14 Bukan Pakan
Semai
1 Kaleleng √ Pakan
2 Katu Laporo √ Pakan
3 Paku-paku √ Pakan

50
4 Langkere √ Pakan
5 Kembang Doa √
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

51
Plot 3

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Pacciu 99 31,52 Bukan Pakan
2 Buno Bampo 78 24,84 √ Pakan
3 Bera-berasa 81 25,80 √ Pakan
4 Pamera 105 33,44 √ Pakan
5 Mappala 201 64,01 √ Pakan
6 Kayu Dupa 102 32,48 Bukan Pakan
7 Kayu Ere 96 30,57 √ Pakan
8 Nossong 78 24,84 √ Pakan
9 Pacciu 70 22,29 Bukan Pakan
10 Kayu Damar 113 35,99 √ Pakan
11 Damar 103 33,75 √ Pakan
12 Damar 88 28,02 √ Pakan
13 Buno Bampo 106 32,80 √ Pakan
14 Bera-berasa 130 41,40 √ Pakan
15 Pacciu 95 30,25 Bukan Pakan
16 Bera-berasa 70 22,29 √ Pakan
Tiang
1 Kayu Ere 40 12,74 √ Pakan
2 Bera-berasa 35 11,15 √ Pakan
3 Bera-berasa 43 13,69 √ Pakan
4 Pacciu 32 10,19 Bukan Pakan
5 Padueng 32 10,19 √ Pakan
6 Kayu Eja 33 10,51 √ Pakan
7 Lassa-lassa 19 15,60 √ Pakan
8 Pala-pala 33 10,51 √ Pakan
9 Kayu Ere 46 14,65 √ Pakan
10 Nossong 40 12,74 √ Pakan
11 Pala-pala 37 11,78 √ Pakan
12 Latta-latta 48 15,29 √ Pakan
13 Bakan 39 12,42 √ Pakan
Pancang
1 Nosson 15 4,47 √ Pakan
2 Pacciu 15 4,47 Bukan Pakan
3 Pacciu 10 3,18 Bukan Pakan
4 Buno bampo 20 6,37 √ Pakan

52
5 Batta-batta 12 3,82 √ Pakan
6 Galattiri 20 6,37 √ Pakan
7 Kayu Ere 12 3,82 √ Pakan
8 Batta-batta 12 3,82 √ Pakan
9 Bera-berasa 12 3,82 √ Pakan
10 Nosson 12 3,82 √ Pakan
11 Pacciu 15 4,77 Bukan Pakan
12 Kayu Ere 15 4,77 √ Pakan
13 Bera-berasa 17 5,41 √ Pakan
14 Aho’ 12 3,82 √ Pakan
15 Buno bampo 23 7,32 √ Pakan
16 Pacciu 13 4,14 Bukan Pakan
17 Nosson 13 4,14 √ Pakan
18 Damara 15 4,77 √ Pakan
Semai
1 Aho’ √ Pakan
2 Sima Kanuku √ Pakan
3 Pacciu Bukan Pakan
4 Kopi-kopi √ Pakan
5 Bera-berasa √ Pakan
6 Mau-mau √ Pakan
7 Pai-pai √ Pakan
8 Kaodaro buku √ Pakan
9 Langkere √ Pakan
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

53
Plot 4

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Kana 92 29,30 √ Pakan
2 Bakan 67 21,34 √ Pakan
3 Mana 58 28,02 √ Pakan
4 Kana 92 29,30 √ Pakan
Tiang
1 Bayam Jawa 51 16,24 √ Pakan
2 Bayam Jawa 39 12,42 √ Pakan
3 BAyam Jawa 39 12,42 √ Pakan
4 Kalianra 36 11,46 √ Pakan
5 Kalianra 39 12,42 √ Pakan
6 Kalianra 35 11,14 √ Pakan
7 Kalianra 43 13,78 √ Pakan
8 Kalianra 42 13,38 √ Pakan
9 Kalianra 39 12,42 √ Pakan
Pancang
1 Kalianra 17 5,41 √ Pakan
2 Kalianra 18 5,73 √ Pakan
3 Kalianra 20 6,37 √ Pakan
4 Kalianra 19 6,05 √ Pakan
5 Kalianra 18 5,73 √ Pakan
6 Kalianra 17 5,41 √ Pakan
7 Kalianra 20 6,37 √ Pakan
Semai
1 Esa-esa
2 Ruku Bembe
3 La’lakang
4 Ruku-ruku
5 Sabli
6 Una Guri
7 Tamba Tamba
8 Pai’u
9 Baco-baco
10 Balante
11 Sanggarawata
12 Bila-bila
13 Ruku Gallang
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

54
Plot 5

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Bera-berase 75 23,88 √ Pakan
2 Nangka-nangka 75 23,88 √ Pakan
3 Matallo 77 24,52 √ Pakan
4 Pacciu 200 63,69 Bukan Pakan
5 Galattiri 66 21,02 √ Pakan
6 Kayu Bambang 180 57,32 Bukan Pakan
7 Kayu Bambang 150 47,77 Bukan Pakan
8 Kayu Bambang 70 22,29 Bukan Pakan
9 Matallo 70 22,29 √ Pakan
10 Mattalo 65 20,70 √ Pakan
11 Bera-berasa 168 53,50 √ Pakan
12 Nosson 75 23,88 √ Pakan
13 Pacciu 105 33,44 Bukan Pakan
14 Pala-pala 117 37,26 √ Pakan
15 Katapala 77 24,52 √ Pakan
16 Mapalla 90 28,66 √ Pakan
17 Matallo 76 24,21 √ Pakan
Tiang
1 Pacciu 35 11,15 Bukan Pakan
2 Kanepolo 39 12,42 √ Pakan
3 Batta-batta 39 12,42 √ Pakan
4 Bera-berasa 34 10,83 √ Pakan
5 Marsikapas 35 11,15 √ Pakan
6 Pacciu 40 12,74 Bukan Pakan
7 Matallo 40 12,74 √ Pakan
8 Matallo 49 15,65 √ Pakan
9 Nosson 36 11,46 √ Pakan
10 Mawa 36 11,46 √ Pakan
11 Bera-berasa 42 13,38 √ Pakan
12 Pamera 39 12,42 √ Pakan
13 Batta-batta 44 14,01 √ Pakan
14 Lutu’ 34 10,83 √ Pakan
15 Galattiri 46 14,65 √ Pakan
16 Marsikapas 34 10,83 √ Pakan
Pancang
1 Turere 13 4,14 √ Pakan
2 Mappala 11 3,50 √ Pakan
3 Nosson 15 4,77 √ Pakan

55
4 Mappala 17 5,41 √ Pakan
5 Pacciu 12 3,82 Bukan Pakan
6 Pacciu 12 3,82 Bukan Pakan
7 Batta-batta 11 3,50 √ Pakan
8 Batta-batta 15 4,77 √ Pakan
9 Nangka-nangka 15 4,77 √ Pakan
10 Kadieng 12 3,82 √ Pakan
11 Nosong 21 6,69 √ Pakan
12 Batta-batta 12 3,82 √ Pakan
13 Nosong 19 5,41 √ Pakan
Semai
1 Batulaporo √ Pakan
2 Nossong √ Pakan
3 Pandang Bukan Pakan
4 Angrek Tanah √ Pakan
5 Paku-paku √ Pakan
6 Kadaro Buku √ Pakan
7 Ara’ra √ Pakan
8 Ngangala Tedong √ Pakan
9 Katilaporo √ Pakan
10 Ngangala Tedong √ Pakan
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

56
Plot 6

No Nama Jenis Keliling Diameter Nektar Pollen Keterangan


(cm)
1 Batta-batta 83 26,43 √ Pakan
2 Berak-berasa 66 21,02 √ Pakan
3 Kopi-kopi 65 20,70 √ Pakan
4 Nosson 73 23,24 √ Pakan
5 Kayu Ere 106 33,76 √ Pakan
6 Pacciu 65 20,70 Bukan Pakan
7 Kayu Bambang 68 21,66 Bukan Pakan
8 Nosson 73 23,24 √ Pakan
9 Kanepolo 95 29,30 √ Pakan
10 Bandeng 76 24,21 √ Pakan
11 Kayu Bambang 85 27,07 Bukan Pakan
12 Bumbungan 64 20,38 √ Pakan
13 Nosson 71 22,61 √ Pakan
14 Bumbungan 201 64,01 √ Pakan
15 Kayu Angin 70 22,29 Bukan Pakan
16 Bumbungan 96 44,90 √ Pakan
17 Lutu 100 21,34 √ Pakan
18 Mappala 141 29,93 √ Pakan
19 Bera-berasa 67 37,90 √ Pakan
20 Damar 94 22,29 √ Pakan
21 Bumbungan 119 20,38 √ Pakan
Tiang
1 Pacciu 37 11,78 Bukan Pakan
2 Pacciu 51 16,24 Bukan Pakan
3 Bera-berasa 41 13,06 √ Pakan
4 Nosson 38 12,10 √ Pakan
5 Kayu Bambang 35 11,15 Bukan Pakan
6 Kayu Bambang 38 12,10 Bukan Pakan
7 Bera-berasa 43 13,69 √ Pakan
8 Bera-berasa 45 14,33 √ Pakan
9 Pacciu 35 11,15 Bukan Pakan
10 Matallo 35 11,15 √ Pakan
11 Pamera’ 41 13,06 √ Pakan
12 Tadieng 45 14,33 √ Pakan
Pancang
1 Galattiri 25 7,96 √ Pakan
2 Bera-berasa 23 7,32 √ Pakan
3 Bakang 22 7,01 √ Pakan

57
4 Tadieng 22 7,01 √ Pakan
5 Nosson 27 8,60 √ Pakan
6 Batta-batta 19 5,41 √ Pakan
7 Galattiri 23 7,32 √ Pakan
8 Bakang 28 8,91 √ Pakan
9 Pacciu 17 5,41 Bukan Pakan
10 Bera-berasa 14 4,46 √ Pakan
Semai
1 Rotan Bukan Pakan
2 Lobe-lobe √ Pakan
3 Bakang √ Pakan
4 Pacciu Bukan Pakan
5 Kadaro Buku √ Pakan
6 Tali-tali √ Pakan
7 Paik-paik √ Pakan
8 Narrang √ Pakan
9 Ngangala Tedong √ Pakan
10 Mappala √ Pakan
11 Nosson √ Pakan
Sumber. Hasil pengamatan di lapangan

58
b. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Balai Balai Hutan Desa

Gambar 2. Tanaman Salak

59
Gambar 3. Pengambilan keliling

Gambar 4.Tanaman sereh

60
Gambar 5. Tanaman Kopi tiang

Gambar 6. Lampuyang

61
Gambar 7 Nga’ngalak Tedong

Gambar8. Pakan Lebah

62
Gambar 9. Nektar

Gambar 10. Areal Hutan Desa

63

Anda mungkin juga menyukai