Anda di halaman 1dari 13

WAWASAN ISLAM MODERAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok 12


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Akbar Syamsul Arifin, S. Pd, M. Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 12

1. Aulia Rahmah Mulyadi (6511421040)


2. Dian Noviani (7101421013)
3. Afifa Chairunisa (7101421356)
4. Amellia Ema Azzahra (7101421399)
5. Andika Satrio Wibowo (7111421001)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah “ Wawasan Islam Moderat ”
dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Umum Pendidikan Agama Islam di Universitas Negeri Semarang. Selain itu, kami juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Kami juga
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Akbar Syamsul Arifin, S.Pd.,
M.Pd., selaku Dosen Mata kuliah Umum Pendidikan Agama Islam.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dari berbagai macam sumber
referensi juga dari berbagai pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah
ini sebagai salah satu tugas mata kuliah umum Pendidikan Agama Islam. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, seperti kata pepatah ”tak ada gading yang tak retak”
kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu diharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan bermanfaat.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan agama yang penuh rahmat (kasih sayang) yang diturunkan untuk
tujuan yang mulia, di anatarnya untuk memperbaiki akhlak manusia. Namun citra
teroris yang mengatasnamakan agama sebagai pembenaran gerakan mereka, adalah
salah satu contoh nyata tantangan ini (Darajat, 2017 : 79- 93). Fenomena gerakan
radikal tersebut membuat dikursus moderasi Islam di Indonesia mencuat kembali.
Islam moderat mencerminkan banyak nilai positif antara lain nilai toleransi,
kesederhanaan, keadilan, dan kerukunan. Penanaman nilai-nilai Islam moderat pada
masyarakat di Indonesia telah menjadi sangat penting karena munculnya kekhawatiran
tentang penguatan gerakan ekstremis, intoleran dan radikalisme-terorisme di beberapa
lembaga pendidikan (Siswanto, 2019 : 121-152). Kelompok usia yang paling rentan
terseret oleh arus radikalisme adalah generasi muda merupakan. Usia belia dan jiwa
yang masih labil dengan semangat yang membara, membuat generasi muda menjadi
kelompok sosial yang paling mudah disusupi dan menjadi sasaran bagi kelompok
radikal yang menyebarkan pemahaman yang dangkal dan sikap yang kaku. Pada saat
yang sama, liberalisme juga sudah mulai menjangkiti sebagian kalangan muda,
sehingga perlu strategi untuk menanamkan nilai-nilai moderat Islam ke dalam diri para
pemuda. Para pendidik di berbagai lembaga tentu mempunyai tanggung jawab moral
untuk memberikan solusi dengan menanamkan sikap pertengahan atau moderat
(Yunus & Salim, 2018 : 181-194). Konsep wasathiyah Islam atau moderasi Islam saat
ini telah menjadi arah atau aliran pemikiran Islam yang telah menjadi diskursus
penting dalam dunia Islam, melihat kondisi umat Islam yang selalu menjadi tertuduh
dalam setiap peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh personal muslim yang tidak
memahami karakter dan ini ajaran Islam. Oleh karenanya perlu memberikan
pemahaman dan konsep orisinil tentang aliran pemikiran Islam yang moderat, agar
setiap muslim milenial dapat memahami dan menerapkan dengan benar dan
komprehensif dalam kehidupannya sehari-hari (Arif, 2020 : 307-344 ). Berdasarkan
realita, masyarakat Indonesia tergolong mudah tersulut konflik horizontal yang
disebabkan oleh faktor agama. Padahal sebenarnya konflik tersebut biasanya tidak
murni disebabkan oleh faktor agama, ada faktor-faktor lain seperti masalah sosial,
kesenjangan ekonomi, kepentingan politik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk
menjaga potensi konflik dibutuhkan dialog dan rumusan implementatif terkait
moderasi Islam. Konsep dan penerapan moderasi Islam merupakan konsep utama yang
terkait dengan ajaran Islam untuk membentuk akhlak dan kepribadian muslim.
Berdasar sejarah masa lalu, NU Muhammadiyah merupakan dua organisasi
masyarakat yang mempunyai sikap moderat (pertengahan) yang patut diteladani,
sehingga mewujudkan kebebasan memeluk agama dan mengayomi secara penuh hak-
hak kaum dzimmi, yakni nonmuslim yang mengadakan perjanjian damai di wilayah
kekuasaan umat Islam. NU dan Muhammadiyah selalu menanaman nilai-nilai moderat
Islam kepada masyarakat meliputi nilai keimanan, nilai ibadah, dan nilai akhlak
(Almu’tasim, 2019 : 199-212). Kedua organisasi tersebut juga berperan aktif dalam
berbagai bidang pembangunan. Masyarakat secara luas juga wajib menjunjung tinggi
nilai-nilai moderasi Islam melalui sikap toleransi terhadap sesama sebangsa setanah air
dalam bentuk membudayakan tolong menolong, saling membantu dan bersikap sosial
dengan baik. Masyarakat juga dapat memberikan edukasi melalui berbagai metode
seperti penyuluhan dan lain-lain. Permasalahan cara pandang terhadap Islam yang
kurang tepat berkaitan dengan kehidupan beragama dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah permasalahan yang urgen untuk ditangani. Penanaman
pemahaman dan penguatan berfikir untuk generasi milenial berkaitan dengan islam
moderat merupakan salah satu solusi nyata. Selain itu penguatan wawasan kebangsaan
juga perlu diberikan dalam rangka membekali para pemuda agar merasa ikut memiliki
bangsa dan negara ini, sehingga mereka memiliki pola pikir maju dan terbuka dalam
rangka mendukung tercapainya pembangunan nasional yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian islam moderat ?
2. Apa yang menjadi akar islam moderat di indonesia ?
3. Apa deskripsi islam moderat sebagai islam ?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, berikut merupakan tuujuan yang ingn kami capai :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan islam moderat.
2. Paham apa yang menjadi akar islam moderat di indonesia
3. Mengetahui deskripsi islam moderat sebagai islam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Moderat Islam


Islam moderat atau islam wasathiyah secara bahasa berasal dari dua kata yakni
islam dan moderat. Arti islam secara terminologis dapat dikatakan sebagai agama dengan
wahyu yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia,
di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Sedangkan khazanah pemikiran Islam Klasik memang tidak mengenal
istilah“moderatisme”. Tetapi penggunaan dan pemahaman atas kata ini biasanya merujuk
pada padanan sejumlah kata dalam bahasa Arab, di antaranya al-tawassut (tengah), al-
i‘tidal (adil), dan sebagainya. Oleh sejumlah kalangan umat Islam, kata-kata tersebut
dipakai untuk merujuk pada modus keberagamaan yang tidak melegalkan kekerasan
sebagai jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan teologis dalam Islam.
Kemudian menurut Al-Quran dan beberapa ahli
1. “Wasathan” sama dengan “sawa’un”artinya pertengahan diantara dua
perkara perspektif Al Asfahaniy (Ikhsan, 2019; Sumarni, 2018).
2. Wasathan yaitu terjaga dari melebih-lebihkan dan mengurangi. Sikap
moderat adalah sikap menghindari ekstrim dan pemilihan jalan tengah (Davids,
2017).
3. Al-Qur`an menyebut dengan ummat wasatan atau tidak cenderung kanan
atau kiri ‘memilih jalan tengah’ (Al- Baqarah: 143).
4. Muclis M Hanafi yang dikuti oleh (Suharto, 2015) menjelaskan bahwa
moderat adalah metode berpikir berperilaku dan berinteraksi secara wasath, tawazun
dan i`tidal.
5. Sedangkan dalam dunia pemikiran Islam, moderat juga disebut dengan
tawasuth (moderasi) tawazun (seimbang) dan i`tidal (adil) (Hilmy, 2013).
6. Sikap moderat ini juga kebalikan dari radikal atau keras (Suharto, 2017).
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Islam moderat adalah wujud mediasi
antar dua tarikan Islam ekstrim, yakni Islam kanan dan Islam kiri. Tidak saling
menyalahkan, tidak menyatakan paling benar sendiri, dan bersedia berdialog, sehingga
tercermin bahwa perbedaan itu benar-benar rahmat.

2.2 Deskripsi Islam Moderat sebagai Islam


Islam moderat atau moderasi Islam adalah satu diantara banyak terminologi
yang muncul dalam dunia pemikiran Islam bahkan dapat dikatakan bahwa moderasi
Islam merupakan isu abad ini. Terminologi ini muncul sebagai antitesa dari adanya
pemahaman radikal dalam memahami dan mengeksekusi ajaran atau pesan-pesan
agama. Dengan demikian, wacana moderasi Islam tidak pernah luput dari pembicaraan
mengenai Radikalisme dalam Islam. Moderasi Islam adalah sebuah pandangan atau
sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan
dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi
dalam pikiran dan sikap seseorang.
Kehadiran Islam sebagai agama adalah untuk menarik manusia dari sikap
ekstrim yang berlebihan dan memposisikannya pada posisi yang seimbang. Maka dalam
ajaran-ajaran Islam terdapat unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah
(kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah
(spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal (reason), antara
maslahah ammah (al-jamaaiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah), dan lain-lain
sebagainya.
Ajaran moderasi yang disampaikan oleh Islam melalui Al-Quran dan Sunnah
Nabi mengalami kristalisasi dalam interaksi-interaksi sosial Nabi, para sahabatnya dan
ulama-ulama yang datang kemudian. Misalnya, dalam prakteknya sahabat Nabi sendiri
kadang-kadang mengekspresikan keberagamaannya tidak sejalan dengan ajaran
washatiyyah sebagaimana mestinya. Bukan hanya periode Nabi, distorsi terhadap
moderasi Islam juga terjadi pada generasi selanjutnya. Dengan demikian, maka kita
dapat mengatakan bahwa pemahaman atau sikap ekstrim atau berlebihan dalam
memahami dan mengeksekusi ajaran dan pesan-pesan Islam merupakan tantangan bagi
moderasi Islam di semua zaman dengan level atau tingkatan yang berbeda.
Salah satu contoh yang bisa menjadi sampel kurangnya apresiasi terhadap
realitas dalam memahami dan menerapkan pesan teks-teks suci adalah konflik yang
terjadi antara Abdullah bin Umar dan anaknya Bilal. Suatu ketika Abdullah
menyampaikan kepada anaknya sebuah riwayat dari Nabi mengenai perempuan dan
salat jamaah di mesjid yang dimana anaknya Bilal mengatakan bahwa di zaman
sekarang perempuan dilarang pergi ke Masjid. Kemudian dalam sebuah riwayat Ibnu
Umar, marah dan langsung memukul wajah anaknya. Kemarahan Ibnu Umar karena
Bilal berani menggugat teks Nabi sebagai sumber primer. Bagi Ibnu Umar, tidak ada
argumen yang bisa digunakan di depan sebuah teks. Berangkat dari penjelasan yang
sudah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh
Ibnu Umar adalah bagian dari pemahaman atau sikap yang tidak mencerminkan
moderasi Islam. Penyebabnya adalah yang dituduhkan oleh Ibnu Umar terhadap
anaknya yaitu kelancangannya menggugat dan melecehkan teks ternyata tidak realistis
dan kurang beralasan.
Berdasarkan riwayat, perbedaan yang terjadi antara Ibnu Umar dan anaknya
seputar masalah tadi ternyata sampai di telinga Aisyah. Aisyah kemudian mengeluarkan
pernyataan yang cukup menarik dan sedikit mengagetkan, “Andai saja Rasulullah
masih hidup dan melihat bagaimana ulah dan perilaku perempuan-perempuan sekarang
niscaya Nabi akan merubah pendapatnya dan pastilah beliau melarang perempuan pergi
ke mesjid”. Dari keterangan diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa kurangnya
pengetahuan mengenai dinamika realitas kehidupan dan tidak adanya pengakuan
terhadap pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh dinamika itu terhadap pemahaman dan
penerapan pesan teks-teks suci merupakan potensi besar bagi pemahaman dan perilaku
keislaman yang radikal dan tentu tantangan besar bagi moderasi dalam islam.

2.3 Akar Islam Moderat di Indonesia


Sejak kedatangan Islam di bumi Indonesia, dalam proses penyebarannya sebagai
agama dan kekuatan kultur, telah menampakkan keramahannya. Islam disebarkan
dengan cara damai, tidak memaksa pemeluk lain untuk masuk agama Islam,
menghargai budaya yang tengah berjalan. Sementara itu, Walisongo adalah orang yang
berpengaruh dalam pembumian Islam di Indonesia. Walisongo merupakan agen-agen
unik Jawa pada abad XV-XVI yang mampu memadukan aspek-aspek spiritual dan
sekuler dalam menyiarkan Islam. Masa ini merupakan masa peralihan besar dari Hindu-
Jawa yang mulai pudar menuju fajar zaman Islam. Hal ini terjadi karena ada kesesuaian
antara agama baru (Islam) dan kepercayaan lama. Walisongo paham bahwa Islam harus
dikontekskan, tanpa menghilangkan prinsip-prinsip dan esensi ajaran, sesuai dengan
kondisi wilayah atau bumi tempat Islam disebarkan. Inilah yang kemudian dikenal
dengan konsep “pribumisasi Islam”.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah praktek Islam sebagaimana
yang diajarkan Walisongo dan diamalkan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dapat
disebut Islam kaffah atau Islam yang benar. Beragam pandangan pun muncul terkait
dengan hal ini, baik dari beberapa golongan dalam Islam sendiri maupun para pengamat
asing dan dalam negeri. Terjadinya pluralitas budaya dari penganut agama yang sama
tidak mungkin dihindari ketika agama tersebut telah menyebar ke wilayah begitu luas
dengan latar belakang kultur yang beraneka ragam. Dalam interaksi dan dialog antara
ajaran agama dengan budaya lokal yang lebih bersifat lokal itu, kuat atau lemahnya akar
budaya yang telah ada sebelumnya dengan sendirinya akan sangat menentukan terhadap
seberapa dalam dan kuat ajaran agama yang universal mencapai realitas sosial budaya
lokal.
Jadi, yang perlu digarisbawahi adalah meskipun suatu agama itu diajarkan oleh
Nabi yang satu dan kitab suci yang satu pula, tetapi semakin agama tersebut
berkembang dan semakin besar jumlah penganut serta semakin luas daerah
pengaruhnya, maka akan semakin sukar pula kesatuan wajah dari agama tersebut dapat
dipertahankan. Sejarah, ruang, dan waktu adalah penguji kebenaran serta kekokohan
eksistensi agama. Sebagai penguji, sejarah tentu memiliki seperangkat bahan ujian.
Bahan itu adalah unsur-unsur budaya setempat, fenomena dan budaya baru, serta
rasionalitas. Sekali lagi, perselingkuhan antara agama dan tradisi adalah sunatullah.
Dengan demikian, relasi Islam dan tradisi dalam pemikiran umat Islam sangatlah erat.
Ia harus disikapi secara proporsional dan tidak boleh dikurangi atau dilebih-lebihkan
dari kepastian sebenarnya.

2.4 Miniatur Islam Moderat


Berdasarkan fakta Islam itu terbentuk dari pergulatan sejarah Islam Indonesia
yang cukup panjang.Ada dua organisasi yaitu NU dan Muhamadiyah yang
memperjuangkan bentuk-bentuk moderasi Islam,baik lewat institusi Pendidikan yang
dikelola maupun kiprah sosial-politik-keagamaan yang dimainkan.Kedua organisasi ini
berperan aktif dalam merawat sereta menguatkan jaringan dan institusi-institusi
penyangga moderasi Islam,bahkan menjadikan negara Indonesia sebagai proyek
percontohan toleransi bagi dunia luar. Dikatakan pula, sebagai organisasi Islam terbesar
di Indonesia, NU selama ini memainkan peran yang signifikan dalam mengusung ide-
ide keislaman yang toleran dan damai.
Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan pada 18 Dzulhijjah 1330 H,
atau bertepatan dengan 12 Nopember 1912 M di Yogyakarta, sering dicap banyak
kalangan sebagai organisasi Islam yang berwawasan Islam moderat. Dalam konteks ini,
Tafsir, Sekretaris PW. Muhammadiyah Jawa Tengah mengungkapkan:“Muhammadiyah
ingin menampilkan wajah Islam yang murni namun ramah, maju dan moderat
sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’ân, rahmat bagi sekalian alam. Di samping itu,
ia juga ingin bagaimana Islam menjadi tuan rumah di negeri ini di mana Islam benar-
benar menyatu dan mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Maka satu langkah
yang ditempuhnya adalah membangun dakwah yang lebih manusiawi dan mudah
diterima masyarakat”. Sama dengan Muhammadiyah yang dicap sebagai organisasi
Islam Indonesia dengan watak moderat, NU (Nahdlatul Ulama) yang didirikan di
Surabaya pada 31 Januari 1926 pun dikategorikan tidak jauh berbeda. Dalam konteks
ini, Muqaddimah Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama 2010 menyebutkan: “Untuk
mewujudkan hubungan antar-bangsa yang adil, damai dan manusiawi menuntut saling
pengertian dan saling memerlukan, maka Nahdlatul Ulama bertekad untuk
mengembangkan ukhuwwah Islâmîyah, ukhuwwah Watanîyah, dan ukhuwwah
Insânîyah yang mengemban kepentingan nasional dan internasional dengan berpegang
teguh pada prinsip-prinsip al-ikhlâs} (ketulusan), al-‘adâlah (keadilan), al-tawassut}
(moderasi), al-tawâzun (keseimbangan), dan al-tasâmuh (toleransi).”
Dengan demikian, bagi NU, yang dimaksud moderat (tawassut) adalah lawan
dari ekstrem (tatarruf), sifat mengujung ke kanan-kanan atau ke kiri-kirian. Moderat
(tawassut) dimaknai oleh NU sebagai “pertengahan”, yang diambil dari kata “wasata”
sebagaimana disebutkan di dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 143.73 Prinsip ini harus
dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan sebaik-baiknya oleh kaum Ahl al-Sunnah
wa al-Jamâ‘ah dalam segala bidang, mencakup bidang akidah, sharî‘ah, akhlak,
pergaulan antar-golongan, kehidupan bernegara, kebudayaan, dakwah dan bidang-
bidang lainnya.
Oleh karena prinsip moderat itu diterapkan dalam segala bidang, termasuk
kehidupan bernegara, maka NU senantiasa “setia” dengan NKRI, sama dengan
Muhammadiyah, menolak pendirian negara Islam. Terkait ini, Mark Woodward
misalnya menilai: “Like Muhammadiyah, NU rejects the concept of an Islamic state,
arguing that Islam, as a religion, places greater emphasis on piety than politics”.
Moderasi Islam adalah jalan tengah di tengah keberagaman beragama.
Wajah moderasi Islam nampakdalam hubungan harmoni antara Islam dan kearifan
lokal (local value). Kearifan lokalini sebagai warisan budaya Nusantara,
mampu disandingkan secara sejajar sehingga antara spirit islam dan kearifan
budaya berjalan seiring, tidak saling menegasikan. Di sinilah wajah
Islam Indonesia dipandang sangat tepat diterapkan dalam konteks heterogenitas
budaya di kawasan ASEAN maupun dunia.Moderasi Islam juga berperan
besar dalam mendialogkan Islam dan modernitas. Terhadap modernitas, Islam
tidak dalam posisi menolak atau menerima secara menyeluruh, melainkan tetap
mengedepankan sikap kritis sehingga modernitas tumbuh menjadi nilai positif
ketimbang negatiI. Di saat negara-negara muslim begitu kaku dan konservatif
terhadap perubahan dan produk-produk modernitas, Indonesia justru menjadikannya
media dakwah dengan memasukan spirit Islam di dalamnya.Kini, di saat dunia terus
berada dalam bayang-bayang benturan sosial, seperti yang terjadi di Afghanistan,
lrak, Suriah, hingga Irlandia, Indonesia tampil dengan kebersamaan dalam
keragaman. Sungguh sangat indah menyaksikan berbagai agama, budaya, dan
suku hidup berdampingan, saling menghormati. Masing-masing daerah tidak
lagi mengusung aura kedaerahan atau kesukuan, melainkan hidup rukun di bawah
payung Pancasila dalam bingkai NKRl.
Idealnya, Islam moderat lebih menegaskan karakteristik gerakannya. Identitas
Islam ditegaskan dengan tanpa ragu-ragu, bahwa Islam adalah ajaran revolusioner yang
telah mampu mengubah kejahiliyahan menjadi sebuah kebudayaan dan peradaban luhur
adalah kenyataan sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Akan tetapi, kesuksesan Islam
mengubah peradaban dunia dan masih tetap lestari eksistensinya sebagai sebuah
institusi dan keyakinan milyaran umat manusia adalah karena kelenturan dan daya
adaptif ajaran-ajarannya.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Hablu mina Allah dan hablu minannas mungkin dasar yang harus dipegangi dalam
beragama, khususnya islam. Selain menjalin hubungan dengan sang pencipta, Allah,
dengan sesempurna mungkin terutama lewat ibadah mahdah, manusia juga dituntut
menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya. Dengan demikian, apapun orang
itu golongannya dalam Islam (jika di Indonesia dikenal ada NU, Muhammadiyah,
Persis, al-Irsyad, Hizbut Tahrir (HTI), Ikhwanul Muslimin, Jamaah Tabligh,
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), gerakan wahabi, dan lainnya) dan
apapun keyakinan agamanya haruslah dihormati dan berusaha sepenuhnya untuk
menjalin interaksi yang baik dengan mereka.
Jika hal tersebut yang ingin dibangun, sebenarnya dalam islam mudah
mencari rujukannya. Konsep – konsep seperti wasawirhum fil amri
(bermusyawarahlah dalam menyelesaikan suatu perkara), laa iqroha fiddin (tidak
ada paksaan dalam beragama), ikhtilafu umati rahmatun (perbedaan pendapat
adalah rahmat), umatan wasatan (jadilah umat yang moderat), dan lainnya adalah
dapat dijadikan pegangan dalam beragama. Tentu saja beberapa konsep tersebut erat
kaitannya dengan sikap moderat, mau berdialog, menghormati golongan lain, tidak
menyatakan bahwa dirinya atau golongannyalah yang paling benar dalam
berpaham, sehingga tidak terjebak pada ekstimitas yang berlebihan. Selanjutnya,
sikap beragama semacam ini jika dalam sejarah umat manusia dapat merujuk,
misalnya, kepada perilaku Nabi Muhammad, para sahabat Nabi, Walisongo.
Sedangkan, dalam perilaku beragama golongan dalam islam, misalnya, dapat
merujuk NU dan Muhammadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohaman, A. A. (2018). Eksistensi Islam Moderat dalam Perspektif Islam.
Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran Dan Pencerahan, 14(1).

Haris, M. (2015). Islam moderat konteks Indonesia dalam perspektif history.


Tasamuh: Jurnal Studi Islam, 7(2), 257-272.

Hilmi, D. (2016). Mengurai Islam moderat sebagai agen rahmatan lil’alamin.

Sodikin, A, & Maarif, M.A. (2021). Penerapan Nilai Islam Moderat Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agam Islam di Perguruan Tinggi. Edukasi, 19 (2), 188-
203.

Almu’tasi, A. (2019). Berkaca NU dan Muhammdiyah dalam Mewujudkan Nilai-


Nilai Moderasi Islam di Indonesia. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan
Keislaman, 8(2), 199-212

Yulianto, R. (2020). Islam Moderat Indonesia (Moderasi Muhammadiyah). Al-


Hikmah,6(1).

Nasikhin, N, & Raaharjo, R. (2022). Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama dan


Muhammadiyah dalam Konsep Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan. Islamic
Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, 11(1), 19-34.
Qodir, Z. (2019). Muhammadiyah Memperkuat Moderasi Islam Memutus
Radikalisme. Jurnal Maarif, 14(2).

Fuad, A.J. (2020). Akar Sejarah Moderasi Islam Pada Nahdlatul Ulama. Tribakti:
Jurnal Pemikiran Keislaman, 31(1), 153-168.

Anda mungkin juga menyukai