PENDAHULUAN
Permasalahan yang sama, dihadapi oleh mayoritas berbagai negara di dunia adalah
kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam
mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban
manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan
golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya,
sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya tidak
bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga membuatnya semakin terpuruk. Konsep
pemahaman tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekadar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dan juga ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan yang
cukup dasar dalam kehidupan sehari-hari, kurangnya kesempatan berusaha dan juga
kurangnya lapangan pekerjaan, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek
sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap,
budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan
sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh
suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitasi. Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah
kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin
apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara
layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Status miskin dalam kehidupan
juga relatif, ada standar tertentu yang dapat mengelompokan seseorang masuk dalam
kategori masyarakat miskin.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan
dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara.
Tentu saja akan banyak memicu pro dan kontra bagi para ahli dalam membahas penyebab
terjadinya kemiskinan bahkan masyarakat awam pun banyak yang mempertanyakan
“mengapa pemerintah negara ini masih membiarkan orang-orang hidup di bawah garis
kemiskinan?” yang seolah-olah menggambarkan tidak ada perhatian khusus dari aparat
pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di negara ini yang dari dulu sampai sekarang
masih barakar kuat di negeri tercinta kita. Bahkan, salah satu tujuan negara Republik
Indonesia yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 yaitu Memajukan Kesejahteraan
Umum, mulai diragukan.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk
kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan
sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis
kemiskinan namun masih berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
3. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Di Indonesia kita bisa melihat langsung bentuk-bentuk nyata dari kemiskinan, seperti
masih banyaknya orang yang menderita kelaparan, banyaknya anak kecil putus
sekolah yang terpaksa harus banting tulang mengamen di jalanan demi membantu
orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup, banyaknya kriminalitas yang terjadi di
jalanan karena alasan keterbatasan ekonomi, orang yang tinggal dibawah kolong
jembatan karena tidak mempunyai tempat tinggal, dan lain sebagainya. Memang fakta
ini tidak dapat disembunyikan, hal ini mencerminkan kualitas sumber daya manusia(SDM) di
Indonesia masih belum rata dan masih banyak SDM yang tertinggal. Setiap tahunnya jumlah
penghuni jalanan dan kolong jembatan terus bertambah, hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor antara lain:
Dari data kuantitatif yang didapat dari BPS diketahui angka kemiskinan Indonesia
dari rtahun 2009-2012 adalah sebagai berikut:
Keperdulian yang tinggi dari para Kepala Daerah terhadap berbagai permasalahan
masyarakat di daerah terlihat dari janji-janji selama kampanye Pilkada, yang pada umumnya
banyak menjanjikan program pendidikan dan kesehatan yang murah dan berkualitas,
reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, pengembangan ekonomi daerah (termasuk
UKM, pedagang, pengrajin, petani, nelayan), penciptaan lapangan kerja, pengelolaan sumber
daya alam untuk rakyat, hingga peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Namun permasalahan krusial berikutnya adalah memastikan realisasi dan transformasi dari
janji-janji politik tersebut ke dalam kebijakan pembangunan dan anggaran belanja daerah.
Di samping penajaman program pengentasan kemiskinan dan target sasaran serta penguatan
partisipasi masyarakat, Pemerintah Daerah juga memiliki peranan penting untuk memastikan
situasi yang kondusif di wilayahnya. Sebagai garda terdepan Pemerintah RI dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, maka Pemerintah Daerah perlu pula
memastikan ketersediaan serta keterjangkauan kebutuhan dasar di daerahnya agar masyarakat
tidak terbebani dengan biaya ekonomi yang tidak wajar, termasuk ancaman kelangkaan dan
kenaikan harga (inflasi) bahan pokok. Pemahaman yang mendalam dari Pemerintah Daerah
terhadap wilayahnya akan memperkuat stabilitas maupun ketahanan ekonomi sehingga
kelompok masyarakat yang rentan akan terhindar dari ancaman gejolak eksternal yang akan
menyebabkan mempengaruhi daya beli dan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi daerah bukanlah sesuatu yang
baru. Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
yang bertugas menjaga stabilitas harga dan pengelolaan inflasi di daerah. Melalui
peningkatankoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan di daerah tersebut maka
ketersediaan (availability) serta keterjangkauan (accessibility) bahan kebutuhan pokok di
daerah akan lebih terjamin dan ancaman peningkatan angka kemiskinan dapat dihindari.
Partisipasi aktif Pemerintah Daerah tersebut pada akhirnya bukan hanya akan menjamin
keberhasilan pembangunan di daerahnya, namun secara sentrifugal akan mendukung
pencapaian tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
menciptakan keadilan sosial-ekonomi.
BAB 5 PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor alami dan faktor buatan. Selain kedua
faktor tersebut ada faktor lain yang menimbulkan kemiskinan, yaitu:
a. Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak.
b. Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak mendapatkan
haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak.
c. Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya .
d. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian.
e. Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjangkau
seluruh wilayah dengan perhatian yang sama.
5.2 SARAN
1. Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab
agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia
2. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah
dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari
kemiskinan.
3. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang
masih mengalami kemiskinan.