Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Permasalahan yang sama, dihadapi oleh mayoritas berbagai negara di dunia adalah
kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam
mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban
manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan
golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya,
sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya tidak
bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga membuatnya semakin terpuruk. Konsep
pemahaman tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekadar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dan juga ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan yang
cukup dasar dalam kehidupan sehari-hari, kurangnya kesempatan berusaha dan juga
kurangnya lapangan pekerjaan, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek
sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap,
budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan
sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh
suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitasi. Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah
kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin
apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara
layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Status miskin dalam kehidupan
juga relatif, ada  standar tertentu yang dapat mengelompokan seseorang masuk dalam
kategori masyarakat miskin.

Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan
dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara.
Tentu saja akan banyak memicu pro dan kontra bagi para ahli dalam membahas penyebab
terjadinya kemiskinan bahkan masyarakat awam pun banyak yang mempertanyakan
“mengapa pemerintah negara ini masih membiarkan orang-orang hidup di bawah garis
kemiskinan?” yang seolah-olah menggambarkan tidak ada perhatian khusus dari aparat
pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di negara ini yang dari dulu sampai sekarang
masih barakar kuat di negeri tercinta kita. Bahkan, salah satu tujuan negara Republik
Indonesia yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 yaitu Memajukan Kesejahteraan
Umum, mulai diragukan.

Dalam faktanya, tidak sepenuhnya kemiskinan ini dikarenakan kurang perhatiannya


pemerintah karena bagaimanapun masalahnya, kondisi letak geografis Indonesia dan
kepadatan penduduknya menjadi faktor utama yangikut menghambat usaha pemerintah untuk
menanggulangi kemiskinan. Banyaknya sumber daya manusia yang jumlahnya lebih banyak
dari pada lapangan pekerjaan yang ada tentunya menjadi masalah yang sulit untuk
ditanggulangi pemerintah hanya dengan menerapkan kebijakan. Belum lagi, banyaknya SDM
yang tidak memiliki keahlian khusus tentunya sangat tidak membantu pemerintah dalam
mengatasi masalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dalam pembahasan mengenai permasalahan kemiskinan diatas, maka didapatkan rumusan
masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan :

1. Apa yang menjadi masalah dalam kemiskinan di Indonesia,


2. Faktor-faktor dan indikator apa saja yang menjadi penyebab dari kemiskinan,
3. Bagaimana cara untuk menanggulangi masalah.

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Bagaimana gambaran keadaan kemiskinan di Indonesia?
2. Apa saja faktor penyebab kemiskinan? kita akan bisa dengan mudah menentukan arah
kebijakan.
3. Apa saja upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam memberantas kemiskinan?

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Untuk mengetahui gambaran keadaan kemiskinan di Indonesia
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan, sehingga kita bisa menghindari dan
turut serta mengurangi angka kemiskinan di Indonesia
3. Mengetahui kebijakan apa saja upaya yang telah dilakukan pemerintah, agar bisa turut
serta mencermati keadaan disekitar kita apakah kebijakan pemerintah tersebut sesuai
dengan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat disekitar kita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI


Definisi yang ada dalam teori kemiskinan tidaklah selalu lengkap mencakup seluruh
aspek. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan tujuan, juga tergantung dari sudut
mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan apa definisi tersebut dibuat. Biasanya
definisi-definisi tersebut akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.

Berikut ini definisi kemiskinan dilihat dari beberapa segi :

1. Dari segi standar kebutuhan hidup yang layak / kebutuhan pokok


Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pokok / dasar disebabkan karena adanya kekurangan barang-
barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar hidup
yang layak. Ini merupakan kemiskinan absolute / mutlak yakni tidak terpenuhinya
standar kebutuhan pokok / dasar.
2. Dari segi pendapatan / penghasilan income
Kemisikinan oleh golongan ini dilukiskan sebagai kurangnya pandapatan /
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
3. Dari segi kesempatan / opportunity
Kemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan
(meraih) basis kekuasaan sosial meliputi :
a. Ketrampilan yang memadai,
b. Informasi/ pengetahuan-pengetahuan yang berguna bagi kemajuan hidup,
c. Jaringan-jaringan sosial/ social network,
d. Organisasi-organisasi sosial dan politik,
e. Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan pengembangan
kehidupan.
4. Dari segi keadaan / kondisi
Kemiskinan sebagai suatu kondisi/keadaan yang bisa dicirikan dengan :
a. Kelaparan / kekurangan makan dan gizi.
b. Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
c. Tingkat pendidikan yang rendah.
d. Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
pokok.
5. Dari segi penguasaan terhadap sumber-sumber
Menurut golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh
penyebaran yang tidak merata dan sumber-sumber (malldistribution of resources),
termasuk didalamnya pendapatan / income.

Definisi Kemiskinan dilihat dari beberapa Para Ahli :

1. Drewnowski (Epi Supiadi:2003), mencoba menggunakan indikator-indiktor sosial


untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan (the level of living index). Menurutnya
terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a. Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/ nutrisi,
perlindungan/ perumahan (shelter/ housing) dan kesehatan.
b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan,
penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security).
c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya.
2. Oscar Lewis (1983), orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya
kemiskinan sendiri yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi.
Kaum liberal memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and
situational adaptation pada linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang
sempit. Kaum radikal mengabaikan budaya kemiskinan, mereka menekankan peranan
struktur ekonomi, politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia adalah makhluk
yang kooperatif, produktif dan kreatif.
3. Amartya Sen, Seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation"
dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantive.
4. Soerjono Soekant, Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
tidak sanggup memlihara dirinya   sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut.

Definisi Kemiskinan dari segi sudut pandandang :

Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk
kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan
sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis
kemiskinan namun masih berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
3. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Makalah mengenai kemiskinan ini mengambil sampel ruang lingkup berupa masyarakat
Indonesia secara menyeluruh dengan melihat angka jumlah penduduk miskin, persentasen
penduduk miskin, serta garis kemiskinan masyarakat Indonesia.

3.2 Data dam Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian pada makalah ini menggunakan data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber yang ada, salah satunya yakni berasal dari data
kuantintatif Badan Pusat Statistik mengenai jumlah dan persentase penduduk miskin, garis
kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan menurut
provinsi di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.

3.3 Teknik Analisis


Pengumpulan data kemiskinan yang dilakukan dari sumber penulis yakni data SUSENAS
oleh BPS, menggunakan teknik analisis metode perhitungan kemiskinan secara mikro yang
didasarkan pada ciri‐ciri rumah tangga miskin supaya pendataan bisa dilakukan secara cepat
dan hemat biaya. Data yang diperoleh disebut data Rumah Tangga Sasaran (RTS), yang
mencakup bukan hanya rumah tangga (RT) miskin, tetapi juga RT hampir miskin, yaitu RT
yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan. Pengumpulan data SUSENAS oleh BPS salah
satunya yakni SUSENAS Kor (data pokok) yang dikumpulkan setiap tahun dan SUSENAS
Modul Konsumsi pada setiap tiga tahun. Sejak tahun 1993, SUSENAS Kor dirancang dengan
ukuran sampel sebesar 202.000 rumahtangga dan dapat menyajikan estimasi kemiskinan
sampai tingkat kabupaten/kota.
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Konsep Dasar


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata miskin berarti tidak berharta; serba
kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Kemiskinan berarti hal miskin; keadaan miskin.
Namun tidak semua orang yang tidak berharta dan serba kekurangan (berpenghasilan sangat
rendah), bisa disebut sebagai orang miskin.

Kemiskinan sendiri menurut Friedman (1979) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk


memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliputi : asset (tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial
politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk
memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan
informasi yang berguna.

4.2 Kemiskinan Di Indonesia

Di Indonesia kita bisa melihat langsung bentuk-bentuk nyata dari kemiskinan, seperti
masih banyaknya orang yang menderita kelaparan, banyaknya anak kecil putus
sekolah yang terpaksa harus banting tulang mengamen di jalanan demi membantu
orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup, banyaknya kriminalitas yang terjadi di
jalanan karena alasan keterbatasan ekonomi, orang yang tinggal dibawah kolong
jembatan karena tidak mempunyai tempat tinggal, dan lain sebagainya. Memang fakta
ini tidak dapat disembunyikan, hal ini mencerminkan kualitas sumber daya manusia(SDM) di
Indonesia masih belum rata dan masih banyak SDM yang tertinggal. Setiap tahunnya jumlah
penghuni jalanan dan kolong jembatan terus bertambah, hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor antara lain:

 penggusuran lahan sehingga banyak orang kehilangan tempat tinggal


 PHK yang menyebabkan hilangnya pendapatan yang akhirnya berpengaruh pada
tingkat kemakmuran
 masalah – masalah perekonomian lainnya, seperti: inflasi
 rendahnya kualitas SDM
Kualitas SDM memang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kemiskinan
seperti yang diungkapkan oleh Hartomo dan Aziz (2009) antara lain : 

1. Pendidikan yang Terlampau Rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan


seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya.
2. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
3. Malas Bekerja. Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib)
menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
4. Keterbatasan Sumber Alam Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila
sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini
sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya
miskin.Terbatasnya Lapangan KerjaKeterbatasan lapangan kerja akan membawa
konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu
menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil
kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5. Keterbatasan Modal. Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk
melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka
miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6. Beban Keluarga. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak
diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan
karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau
beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

4.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Dari data kuantitatif yang didapat dari BPS diketahui angka kemiskinan Indonesia
dari rtahun 2009-2012 adalah sebagai berikut:

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman


Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi
wakt Jumlah Persentase Garis P1 (%) P2 (%)
u Penduduk Penduduk Kemiskinan
(ber Miskin (000) Miskin (%) (Rp)
dasa
rkan
juml
ah
dari
sem Kot Kot Kot K D Kot K D Kot
ua a+ K D a+ a+ o e a+ o e a+
Prop Kot De Des ot es Des Ko De Des t s Des t s Des
insi) a sa a a a a ta sa a a a a a a a
1 27 24 1 2 0 0
10, 18, 28, 8. 4. 7, 0, . . . .
Sep- 507 086 594 6 7 11. 38 44 259 3 4 1.9 3 6 0.4
12 .80 .90 .60 0 0 66 2 1 ,52 8 2 0 6 1 9
1 26 22 1 2 0 0
10, 18, 29, 8. 5. 7, 9, 248 . . . .
Mar 647 485 132 7 1 11. 40 22 ,70 4 3 1.8 3 5 0.4
-12 .20 .20 .40 8 2 96 8 6 7 0 6 8 6 9 7
1 25 21 1 2 0 0
11 18 30 9. 5. 3 3 . . . .
201 046 972 018 2 7 12. 01 39 233 5 6 2.0 3 7 0.5
1 .75 .18 .93 3 2 49 6 5 740 2 3 8 9 0 5
1 23 19 1 2 0 0
11 19 31 9. 6. 2 2 . . . .
201 097 925 023 8 5 13. 98 35 211 5 8 2.2 4 7 0.5
0 .80 .60 .40 7 6 33 8 4 726 7 0 1 0 5 8
1 2 18
13 23 37 2. 0. 7
Mar 559 609 168 5 3 16. 94
-09 .3 .0 .3 2 7 58 2                

 Perbandingan tahun 2009-2010. Disana kita bisa melihat perkembangan yang


cukup baik, bahwa adanya penurunan perlahan jumlah angka kemiskinan dari
tahun ketahunseperti yang terjadi pada maret tahun 2009 persentase angka
penduduk miskin desa-kota di Indonesia pada berbagai provinsi yang
menunjukkan angka 16,58% sedangkan pada tahun 2010 angka persentase
penduduk miskin berada pada perentase angka 13,33% yang berarti angka
penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 berkurang 3,25% dari tahun
sebelumnya.
 Perbandingan tahun 2010-2011. Pada tahun 2011 angka persentase penduduk
miskin desa-kota yang berada pada angka 12,49% juga menunjukkan
perkembangan penurunan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 0.84%.
 Perbandingan tahun 2011-september 2012. Pada September 2012 menunjukkan
perkembangan yang cukup baik juga, yakni penurunan jumlah kemiskinan
penduduk berbagai provinsi di Indonesia terjadi sebesar 0,83%.

Permasalahan kemiskinan di Indonesia dibayang-bayangi pula dengan keberadaan kelompok


masyarakat “Hampir Miskin” yang berada pada tingkatan sedikit di atas garis kemiskinan dan
sangat rentan untuk sewaktu-waktu masuk menjadi kelompok miskin apabila terjadi tekanan
eksternal, seperti kenaikan harga bahan pokok, kenaikan harga BBM dan listrik, pemutusan
hubungan kerja (PHK), konflik sosial maupun bencana alam. Mencermati tingkat dan jumlah
kemiskinan yang bervariasi di masing-masing Provinsi, maka efektivitas program
pengentasan kemiskinan tidak dapat lepas dari peranan aktif Pemerintah Daerah, baik di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Secara konseptual Strategi Pengentasan
Kemiskinan Nasional (NationalPoverty Reduction Strategy) adalah penting namun tidak
mencukupi. Diperlukan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah dan Masyarakat untuk
mempertajam program dan target penerima sasaran melalui Strategi Pengentasan Kemiskinan
Daerah (SPKD) yang mencakup inisiatif dan kearifan lokal.

Dalam kerangka kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), Pemerintah Pusat telah


melimpahkan kewenangan yang luas dan nyata di berbagai bidang kepada Pemerintah
Daerah, kecuali 6 kewenangan utama (urusan luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
fiskal dan moneter, agama). Sebagai unit Pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat,
maka Pemerintah Daerah lebih dapat memahami dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan program kerja sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat di
daerahnya, sehingga pelayanan publik dapat diberikan dalam jumlah yang lebih besar
(production eficiency), sumber daya dialokasikan lebih efektif dan akuntabel(allocation
eficiency and accountabel) serta partisipasi dan aspirasi masyarakat lebih diakomodasi
(empowernment and participation), termasuk kelompok masyarakat yang paling
membutuhkan.

Keperdulian yang tinggi dari para Kepala Daerah terhadap berbagai permasalahan
masyarakat di daerah terlihat dari janji-janji selama kampanye Pilkada, yang pada umumnya
banyak menjanjikan program pendidikan dan kesehatan yang murah dan berkualitas,
reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, pengembangan ekonomi daerah (termasuk
UKM, pedagang, pengrajin, petani, nelayan), penciptaan lapangan kerja, pengelolaan sumber
daya alam untuk rakyat, hingga peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Namun permasalahan krusial berikutnya adalah memastikan realisasi dan transformasi dari
janji-janji politik tersebut ke dalam kebijakan pembangunan dan anggaran belanja daerah.

Di samping penajaman program pengentasan kemiskinan dan target sasaran serta penguatan
partisipasi masyarakat, Pemerintah Daerah juga memiliki peranan penting untuk memastikan
situasi yang kondusif di wilayahnya. Sebagai garda terdepan Pemerintah RI dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, maka Pemerintah Daerah perlu pula
memastikan ketersediaan serta keterjangkauan kebutuhan dasar di daerahnya agar masyarakat
tidak terbebani dengan biaya ekonomi yang tidak wajar, termasuk ancaman kelangkaan dan
kenaikan harga (inflasi) bahan pokok. Pemahaman yang mendalam dari Pemerintah Daerah
terhadap wilayahnya akan memperkuat stabilitas maupun ketahanan ekonomi sehingga
kelompok masyarakat yang rentan akan terhindar dari ancaman gejolak eksternal yang akan
menyebabkan mempengaruhi daya beli dan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi daerah bukanlah sesuatu yang
baru. Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
yang bertugas menjaga stabilitas harga dan pengelolaan inflasi di daerah. Melalui
peningkatankoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan di daerah tersebut maka
ketersediaan (availability) serta keterjangkauan (accessibility) bahan kebutuhan pokok di
daerah akan lebih terjamin dan ancaman peningkatan angka kemiskinan dapat dihindari.
Partisipasi aktif Pemerintah Daerah tersebut pada akhirnya bukan hanya akan menjamin
keberhasilan pembangunan di daerahnya, namun secara sentrifugal akan mendukung
pencapaian tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
menciptakan keadilan sosial-ekonomi.
BAB 5 PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

       Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat


multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara
komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara
terpadu. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah
yang dihadapi oleh negara Indonesia, karna aspek dasar yang dapat dijadikan acuan
keberhassilan pembangunan ekonomi adalah teratasinya masalah kemiskinan. Pemerintah
indonesia harus terus memberdayakan dan membina masyarakat miskin untuk dapat
mengelola sumber-sumber Ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan,
diantaranya, SDM yang rendah, SDA yang tidak dikelolah dengan baik dan benar,
pendidikan yang rendah, tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan sektor-sektor
perekonomian baik itu dibidang pertanian maupun dibidang perindustrian, dan lain lain.

Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor alami dan faktor buatan. Selain kedua
faktor tersebut ada faktor lain yang menimbulkan kemiskinan, yaitu:

a. Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak.
b. Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak mendapatkan
haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak.
c. Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya .
d. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian.
e. Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjangkau
seluruh wilayah dengan perhatian yang sama.

5.2 SARAN

1. Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab
agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia

2. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah
dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari
kemiskinan.
3. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang
masih mengalami kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai