0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan farmasi di rumah sakit, termasuk persiapan depo obat di instalasi gawat darurat, pengelolaan obat darurat, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta pengelolaan limbah cair. Beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan antara lain obat-obat sesuai kebutuhan, sistem manajemen stok, dan informasi kepada pasien dan dokter. Pengendalian infeksi dilakukan melal
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan farmasi di rumah sakit, termasuk persiapan depo obat di instalasi gawat darurat, pengelolaan obat darurat, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta pengelolaan limbah cair. Beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan antara lain obat-obat sesuai kebutuhan, sistem manajemen stok, dan informasi kepada pasien dan dokter. Pengendalian infeksi dilakukan melal
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan farmasi di rumah sakit, termasuk persiapan depo obat di instalasi gawat darurat, pengelolaan obat darurat, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta pengelolaan limbah cair. Beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan antara lain obat-obat sesuai kebutuhan, sistem manajemen stok, dan informasi kepada pasien dan dokter. Pengendalian infeksi dilakukan melal
1. Hasil evaluasi pelayanan di Instalasi Gawat Darurat, nenunjukan ada peningkatan
kunjungan pasien di IGD, oleh karena itu Direktur RS memutuskan agar Instalasi Farmasi harus membuka depo obat di IGD tujuannya adalah agar pasien dan perawat mudah dan cepat mendapatkan obat yg dibutuhkan. Jika anda sbg seorang apoteker ditugaskan sebagai penanggung jawab depo obat tsb, apa saja yang harus anda persiapkan ? Jelakan ! JAWAB : Yang harus dipersiapkan sebagai penanggung jawab depo obat farmasi rumah sakit yaitu: a. Menyediakan serta mengelola obat-obat sesuai dengan kebutuhan di instalasi gawat darurat. b. Mengendalikan penyaluran perbekalan farmasi dengan memperhatikan system FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out). c. Memastikan ketepatan penyiapan obat terutama obat-obat yang memiliki potensial tinggi menyebabkan risiko yang fatal pada pasien (contoh: High Alert Medication). d. Memastikan proses dispensing sediaan non steril di Instalasi Gawat Darurat menggunakan peralatan yang sesuai standar dengan meminimalkan kontaminan. e. Memastikan proses dispensing sediaan steril yang memenuhi persyaratan teknik aseptik sesuai dengan prosedur yang berlaku. f. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga terkait obat yang akan diterima pasien. g. Memastikan ketepatan pemberian obat dengan perlakuan khusus seperti penggunaan suppositoria, ovula, penggunaan inhaler, injeksi insulin, serta memberikan informasi atau saran mengenai pemilihan bentuk sediaan obat yang paling sesuai bagi setiap pasien kepada dokter jaga dan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). h. Memantau efektifitas obat serta memantau adanya kondisi atau kejadian yang tidak diinginkan seperti terjadinya efek samping obat dan medication error. i. Memberikan pertimbangan kepada dokter jaga dalam menentukam terapi obat yang tepat dan efektif. j. Melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat yang diminum pasien sebelum masuk rumah sakit trermasuk obat yang diminum saat ini atau yang dibawa oleh pasien yang akan rawat inap serta menginformasikan kepada dokter penanggung jawab pasien k. Melakukan diskusi atau memberikan informasi terkait obat kepada dokter, perawat dan profesi kesehatan lain untuk mencapai hasil terapi yang optimal. l. Membuat laporan berkala yaitu laporan keuangan, laporan penggunaan obat bius dannarkotika, laporan penggunaan obat dan alat kesehatan habis pakai, laporan penggunaanobat dan alat kesehatan habis pakai, laporan habis pakai dan laporan resep yang sudah terlayani.
2. Bagaimana pengelolaan obat HAM, Jelaskan !
JAWAB : Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengelolaan obat emergensi harus menjamin beberapa hal sebagai berikut : a. Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi yang sudah ditetapkan rumah sakit b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa e. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit seharusnya memiliki kebijakan maupun prosedur agar lebih mudah dan tertata dalam pelaksanaannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di antaranya adalah: a. Penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan, dan penggantian sediaan emergensi. b. Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawat daruratan. c. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit dan dapat terakses segera saat diperlukan di rumah sakit.Idealnya obat-obat emergensi harus ada pada setiap unit perawatan atau pelayanan. d. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-obat tersebut bisa ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi emergensi. e. Apabila terjadi keaadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat sediaan emergensi, maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan tim code blue rumah sakit. High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya : 1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). 2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat). 3. Obat-Obat sitostatika. Dan obat yang perlu mendapatkan perhatian khusus (High Alert) disimpan didalam lemari diberi list merah dan ditempelkan stiker High Alert. Contohnya: Dopamin, Dobutamin, Warfarin, dan lain-lain
3. Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian infeksi di RS, Jelaskan !
JAWAB : Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit dilakukan oleh departemen atau unit CSSD (Central Sterile Supply Department) yang menyelenggarakan proses pencucian pengemasan sterilissi terhdap semua alat atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril, sistem ini merupakan salah satu upaya atau program pengendalian infeksi di Rumah Sakit, dimana merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien terkena infeksi. CSSD di Rumah Sakit bertujuan : a. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan pelayanan yang telah mngalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna b. Memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan Rumah Sakit c. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. Kegiatan CSSD adalah dekontaminasi instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan perbekalan baru. Dekontaminisi merupakan proses pengurangan jumlah pencemar mikroorganisme atau substansi lain yang berbahaya baik secara fisik atau kimia, sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut. Proses dekontaminasi meliputi proses perendaman/pembilasan, pencucian/pembersihan, pengeringan sampai dengan proses sterilisasi itu sendiri. Barang atau bahan yang didekontaminasi di CSSD seperti instrumen kodokteran, sarung tangan, kasa atau pembalut, linen, dan kapas.Pemusnahan limbah infeksius dilakukan pada unit IPAL.
4. Bagaimana mengelola limbah cair, Jelaskan !
JAWAB : Limbah Cair adalah semua bahan sisa yang berupa cair yang dihasilkan dari sebuah kegiatan.Prinsip dasar dari pengolahan limbah cair adalah menghilangkan ataupun setidaknya dapat mengurangi kontaminasi yang terdapat dalam limbah tersebut, sehingga olahan limbah dapat dimanfaatkan apabila dibuang ke tanah.Tujuan dari pengolahan limbah cair antara lain: a. Melakukan pengolahan limbah cair rumah sakit dengan baik dan benar, sehingga limbah tersebut tidak mencemari lingkungan rumah sakit ataupun lingkungan diluar rumah sakit. b. Memberikan kenyamanan kepada pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit pada saat berada di lingkungan rumah sakit. c. Melakukan pengolahan limbah cair sesuai dengan baku mutu yang telah dipersyaratkan oleh lembaga terkait. Tujuan Pengelolahan Limbah Cair adalah sebagai berikut : • Mengelola limbah cair sesuai standart yang berlaku. • Effluent IPAL yang dibuang ke badan air memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. • Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan operational rumah sakit dapat terkelola dengan baik sehingga tidak membahayakan pasien, karyawan, masyarakat maupun lingkungan sekitar. Limbah cair Berdasarkan jenisnya, dapat digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu: a. Golongan tindakan pelayanan, seperti cairan sisa kumur, cairan sisa pembersih luka, cairan sisa hidroterapi, cairan sisa pembersih alat medis dan cairan pasca bedah. b. Golongan penunjang pelayanan misalnya cairan dari farmasi, dari kegiatan radiologi, cairan sisa sampel laboratorium klinik, buangan kamar mandi, WC, wastafel, pembersih lantai dan cairan dari kegiatan dapur. c. Golongan ekskresi manusia misalnya air ludah, sputum, darah, cairan limpa, air seni dan tinja. Pengolahan limbah cair di RS secara biologi pada tangki SBR (Sequencing Batch Reactor)/ aerasi dan reactor biofilter (aerob dan kontak aerasi), secara fisika terjadi pada proses penyaringan dan sedimentasi, pengolaan terjadi pada proses desinfeksi. Pemantauan terhadap limbah cair meliputi pemantauan harian yang dilakukan setiap hari pada debit inlet dan outlet, warna, keruhan, kondisi ikan,sedangkan pemantauan bulanan meliputi pemeriksaan laboratorium limbah cair. Pengelolahan limbah cair terdiri dari : a. Pre treatment laboratorium dengan system ozonisasi b. Buffer tank Buffer tank berfungsi menampung limbah cair dari bak pengangkut dan sebagai perata aliran, sehingga mencegah fluktuasi debit serta fluktuasi konsentrasi bahan pencemar.Pompa bekerja secara otomatis untuk mengalirkan limbah cair ke SBR.Bak equilisasi dilengkapi dengan mixer yang berfungsi untuk mengaduk agar terjadi penstabilan atau meratakan konsentrasi bahan pencemar.Mixer submersible pada buffer tank, mulai beroperasi saat buffer tank mencapai ketinggian maksimum yaitu 201-205 cm. Lama pengadukan berkisar 10 menit. Mixer submersible dengan kecepatan 1450 rpm, power 3,15 kW. c. Bak equalisasi Bak equalisasi merupakan bak yang berfungsi untuk menampung air sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut d. Pengukuran SVI e. Equalisasi SBR/ Mixer SBR (Sequencing Batch Reactor) Bak SBR berfungsi untuk melakukan proses biologis. Komponen yang ada di dalam bak ini antara lainmixer, saluran blower dan penstock. Proses biologis dimulai dengan bekerjanya mixer sebagai proses anaerob selama 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan proses setting aerob yaitu dengan bekerjanya blower selama 60 menit dan berhenti selama 10 menit sehingga diharapkan mikroorganisme dapat berkembang dan mampu menguraikan bahan-bahan organik. Penstock pada proses decantinne, membuka secara otomatis sehingga limbah cair yang telah mengendap mengalir ke bak disinfeksi dan bersamaan dengan itu gas klor keluar. f. Bak pengambilan sampling g. Bak indikator h. System IPAL Biofilter i. Bak disinfeksi Bak disinfeksi berfungsi menampung limbah cair yang telah didisinfeksi, sehingga pada ketinggian tertentu limbah cair dikeluarkan dan ditampung di bak kolam uji. j. Bak stabilisasi Bak stabilitas berfungsi untuk menampung sludge apabila sludge yang berada di bak SBR melebihi standar yang diperbolehkan.Komponen bak ini adalah instalasi blower yang berfungsi untuk menstabilkan sludge dalam waktu tertentu dan dalam 30 hari sludge ini dapat dibuang ke lingkungan. k. Bak kolam uji Bak kolam uji berkapasitas ± 18,37 m3 yang diberi ikan nila sebagai bio indikator kinerja pengolahan limbah cair. Ikan nila digunakan karena memiliki sensitivitas terhadap NH3 sampai konsentrasi 0,02 mg/L sehingga dapat dijadikan parameter tingkat pencemaran limbah cair yang dibuang ke lingkungan. Ikan nila yang tidak dapat bertahan hidup menandakan keberadaan NH3 yang merupakan gas yang dihasilkan oleh proses degradasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam limbah cair yang masih cukup tinggi. Kandungan bahan organik yang tinggi merupakan indikator pengolahan yang belum optimal, demikian juga sebaliknya. l. Effluent Limbah cair pasca pengolahan kontak dengan klor, kemudian dialihkan untuk dibuang ke baK air penerima. Hasil dari pengolahan limbah setelah pengolahan diperoleh kondisi kualitas air limbah yang tidak melebihi baku mutu, sedangkan pengolahan sludge sebelum dibuang ke lingkungan adalah melakukan disinfeksi dengan penambahan kaporit.