Anda di halaman 1dari 8

C.

Penerapan dan Permasalahan Kurikulum MBKM

1. Penerapan Kurikulum MBKM

Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Esensi kemerdekaan berpikir yang
mana harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi.
Kebijakan pemerintah dengan memberikan kebebasan secara otonom kepada Lembaga
Pendidikan dan memerdekakan diri dari birokrasi yang berbelit serta memberikan ruang yang
luas bagi mahasiswa untu kmemilih program yang diingingkan (Dirjed. Pendidikan Tinggi
Kemendikbud, 2020). Harapan besar kebijakan ini akan melahirkan iklim kultur kampus
yang otonom, birokrasi yang tidak berbelit, dan terciptanya system proses pembelajaran yang
inovatif, kratifdan berbasis pada peminatan dan tuntutan dunia modern. Ekspektasi besar ini
bermuara pada percepatan peningkatan mutu akademik di semua perguruan tinggi.

A. Pembukaan Program Studi Baru


: Upaya untuk mempermudah Perguruan Tinggi baik PTN maupun PTS untuk
melakukan percepatan pengembangan program studi dengan birokrasi yang tidak
berbelit, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan bagi Perguruan Tinggi untuk
membuka program studi baru yang mengacu pada tuntutan kebutuhan daerah,
industri, dan dunia kerja. Harapan dari kebijakan ini untuk mengurangi potensi
luaran program studi yang tidak terserap dunia kerja, sehingga potensial
menambah jumlah pengangguran. Program studi yang telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan Permendikbud No.7 Tahun 2020 tentang Pendirian,
Perubahan, Pembubaran PerguruanTinggi Negeri,dan Pendirian, Perubahan,
Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta Pasal 24 ayat 2 secara otomatis akan
mendapatkan akreditasi “Baik” dari Badan Akreditasi Nasional.
B. Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Program
: akreditasi merupakan salah satu alat ukur yang dijadikan standarisasi mutu
perguruan tinggi dan program studi. Adanya akreditasi ini secara tidak langsung
menuntut PT dan program studi untuk secara berkesinambungan dan terstruktur
mengembangkan mutunya terutama pada aspek tri dharma perguruan tinggi
(Pendidikan, penelitian,dan pengabdian kepada masyarakat). Sistem akreditasi di
Indonesia sesuai dengan Undang-undang No 12 tahun 2012 mengenai Pendidikan
Tinggi mewajibkan perpanjangan akreditasi perguruan tinggi dan program studi
untuk melihat progress pengembangan mutu lembaga (Presiden Republik
Indonesia,n.d.). Akan tetapi, realitas yang ada di perguruan tinggi saat ini adalah
perpanjangan akreditasi lima tahunan tersebut justru menjadi beban yang
memberatkan, sehingga menguras seluruh sumber daya yang ada di perguruan
tinggi tersebut.
Hal ini justru menjadi kontra produktif karena sumber daya yang ada diforsir
untuk mempersiapkan perangkat akreditasi dan dokumen fisiknya. Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membuat gebrakan terhadap pola
akreditasi saat ini, dimana program studi yang baru berdiri secara otomatis akan
mendapatkan akreditasi C “Cukup”, sampai PT atau program studi tersebut
mengajukan re-akreditasi. memberikan statement bahwa, Program studi baru akan
secara otomatis memperoleh akreditasi C dari BAN-PT tanpa harus menunggu
persetujuan Kementerian. Akreditasi tersebut berlaku dari awal sampai dengan
program studi tersebut mengajukan perbaikan atau re-akreditasi, dasar pijakannya
adalah Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi. (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, n.d.) Perguruan
tinggi dan program studi baru yang telah mendapatkan akreditasi “C” berdasarkan
persetujuan Menteri berhak mengajukan re-akreditasi, adapun apabila perguruan
tinggi atau program studi tersebut dianggap gagal memenuhi kualifikasi untuk
naik ke peringkat baik “B”, makadiharuskan untuk menunggu 2 tahun setelah
keputusan dikeluarkan.
Menurut berbagai pihak dengan jangka waktu 2 tahun ini dikhawatirkan dapat
memberikan masalah bagi perguruan tinggi atau program studi dalam penerimaan
mahasiswa baru. Kebijakan Nadiem Makarim lainnya yang menurut penulis
sangat menggembirakan adalah perguruan tinggi dan program studi yang telah
mendapatkan pengakuan mutu dari lembagaakreditasi internasional yang diakui
oleh Kementerian secara otomatis mendapatkan akreditasi A. Diantara lembaga
akreditasi internasional yang diakui pemerintah adalah EQAR, CHEA, USDE,
Woshington Accor,Sydney Accord, WFME, dan lain sebagainya.
C. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum
: Kebijakan “Merdeka Belajar” Nadiem ketiga ini bertujuan untuk mempermudah
perguruan tinggi negeri (PTN) yang belum berbadan hukum untuk untuk menjadi
PTN berbadan hukum (KumparanNews, n.d.). Kemendikbud membuat
persyaratan admisistratif yang mudah dan membantu PTN yang akan alih status
menjadi PTN badan hukum. Kebijakan ini diharapkan dapat memacu PTN untuk
terus mengembangkanpotensinya
D. Hak Belajar Mahasiswa 3 Semester di Luar Program Studi
: Kebijakan Kemendikbud ini memberikan kebebasan dan otonomi bagi
mahasiswa untuk mengambil satuan kredit semester (SKS) di luar program studi
yang diambilnya dan diluar kampus. Kebijakan ini diapresiasi oleh berbagai
kalangan, karena dianggap mampu memberikan peluang bagi mahasiswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya pada mata kuliah yang
diinginkannya.

Kampus merdeka memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mencari


pengalaman di dunia nyata, mahasiswa boleh belajar di luar kampus selama 2 dari 3 semester
yang menjadi hak mahasiswa. Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk
secara sukarela yang artinya mahasiswa boleh memilih untuk mengambil atau tidak hak yang
telah diberikan oleh perguruan tinggi. Adapun hak tersebut sesuai dengan ketetapan
kurikulum mbkm yaitu (1) Mahasiswa dapat mengambil sks di luar perguruan tinggi
sebanyak dua semester atau setara dengan empat puluh sks. (2) Mahasiswa dapat mengambil
sks di luar prodi yang berbeda di perguruan tinggi yang sama sebanyak satu semester atau
setara dengan dua puluh sks. Dengan kata lain sks yang wajib di ambil di program studi asal
adalah sebanyak lima semester dari total semester yang harus dijalankan namun hal ini tidak
berlaku di program studi kesehatan. Dalam kebijakan kurikulum mbkm terdapat perbedaan
defenisi sks yang mana setiap sks diartikan sebagai jam kegiatan bukan jam belajar, defenisi
kegiatan itu sendiri yaitu belajar di kelas, praktek kerja atau magang, pertukaran pelajar,
proyek di desa, wirausaha, riset, studi independen dan kegiatan belajar di desa terpencil.
Semua kegiatan yang dipilih oleh mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen
pembimbing yang ditentutkan oleh perguruan tinggi.

Kurikulum mbkm menempatkan dosen sebagai penggerak dimana dosen


memfasilitasi pembelajaran mahasiswanya secara independen, dosen dapat menggunakan
bentuk-bentuk kegiatan non kuliah seperti magang, kkn, menghadirkan praktisi atau dosen
dari industri bila perlu di rpl kan dan melibatkan mahasiswa dalam projek yang ada. Adapun
kegiatan mahasiswa yang dapat dilakukan diluar kampus yaitu :

a. Magang atau praktek kerja : kegiatan magang disebuah perusahaan, yayasan


nirbala, organisasi multirateral, institusi pemerintahan, maupun perusahaan
rintisinn atau startup. Dalam kegiatan magang ini mahasiswa wajib dibimbing
oleh seorang dosen atau pengajar hal ini merupakan ketetapan yang telah
ditetapkan oleh kurikulum mbkm.
b. Proyek di desa : proyek sosial untuk membantu masyarakat di pedesaan atau
daerah terpencil dalam membangun ekonomi rakyat, infrastruktur dan lainnya.
Kegiatan proyek di desa ini dapat dilakukan bersama dengan aparatur desa
atau kepala desa, BUMDes, koperasi atau organisasi desa lainnya.
c. Mengajar di sekolah : kegiatan mengajar di sekolah dasar, menengah maupun
atas selama beberapa bulan, sekolah dapat berada di lokasi kota atau desa
terpencil dan kegiatan mengajar ini akan difasilitasi oleh kemendikbud.
d. Pertukaran pelajar : Mahasiswa mengambil kelas atau semester di perguruan
tinggi luar negeri atau dalam negeri berdasarkan perjanjian kerja sama yang
sudah diadakan pemerintah. Nilai dan sks yang diambil di perguruan tinggi
luar akan disetarakan dengan oleh perguruan tinggi masing-masing.
e. Penelitian atau riset : kegiatan riset akademik baik sains maupun sosial
humaniora yang dilakukan di bawah pengawasan dosen atau peneliti, kegiatan
ini dapat dilakukan untuk lembaga riset seperti LIPI atau BRIN.
f. Kegiatan wirausaha : Mahasiswa dapat mengembangkan kegiatan
kewirausahan secara mandiri yang dibuktikan dengan penjelasan atau proposal
kegiatan kewirausahaan dan bukti transaksi konsumen atau slip gaji pegawai,
dalam kegiatan ini mahasiswa wajib dibimbing oleh seorang dosen atau
pengajar.
g. Studi atau proyek independen : mahasiswa dapat mengembangkan sebuah
proyek berdasarkan topik sosial khusus dan dapat dikerjakan bersama dengan
mahasiswa lain, kegiatan ini wajib dibimbing oleh seorang dosen atau
pengajar.
h. Proyek kemanusiaan : kegiatan sosial untuk sebuah yayasan atau organisasi
kemanusiaan yang disetujui oleh perguruan tinggi baik dalam maupun luar
negeri, contoh organisasi yang dapat disetujui oleh rektor yaitu palang merah
indonesia, Mercy Corps dan lainnya.

Semua kegiatan yang telah ditentukan wajib dibimbing oleh seorang dosen atau
pengajar dan kegiatan yang berada diluar perguruan tinggi asal misalkan magang
atau proyek didesa dapat diambil sebanyak dua semester atau setara dengan empat
puluh sks.

Implementasi mbkm dalam SN Dikti (Standar Nasional Pendidikan Indonesia)


terhadap perguruan tinggi yaitu penambahan pernyataan standar untuk standar isi
pembelajaran, proses pembelajaran dan standar kerja sama. Terhadap program studi yaitu
penambahan manual pelaksanaan atau SOP dan formulir kemudian implementasi MBKM
terhadap mahasiswa yaitu penambahan manual pelaksanaan atau SOP dan formulir. Hal ini
telah diatur dan sesuai dengan permendikbud 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional
Pernidikan Tinggi menyebutkan bahwa Standar Penelitian adalah kriteria minimal tentang
sistem Penelitian pada Perguruan Tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi mbkm dalam SN Dikti terhadap perguruan
tinggi yaitu :

1. Standart Isi Pembelajaran


Tim kurikulum Perguruan Tinggi menyusun standar evaluasi kurikulum (jika harus
menyusun kurikulum baru) dengan memasukkan kegiatan MBKM dan Ketua program
studi wajib menyusun kurikulum (jika sudah berakhir kurikulum) yang
mengakomodir kegiatan MBKM.
2. Standart proses pembelajaran
Pimpinan Perguruan Tinggi wajib menyusun kebijakan/panduan akademik yang
mencakup semua aspek penyelenggaraan program studi dalam pelaksanaan kegiatan
MBKM yang meliputi perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan merdeka belajar.
3. Standar dosen dan tenaga pendidik
Dekan memastikan ketersediaan standar Dosen pembimbing kegiatan MBKM : al
memiliki kualifikasi akademik minimal Lektor (sesuai dengan kebijkan PT) atau
memiliki kemampuan sesuai bidang dalam MBKM dalam rangka pemenuhan capaian
pembelajaran lulusan.
4. Standar kerjasama
Pimpinan PT dan pimpinan fakultas menyusun standar kerja sama dengan pihak
industri dan Perguruan Tinggi serta Pimpinan PT dan pimpinan fakultas melakukan
inisiasi kerja sama dengan pihak industry dan Perguruan Tinggi.
5. Standar penilaian pembelajaran
Dekan dan Ketua Program Studi memastikan ketersediaan standar penilaian untuk
kegiatan MBKM.
2. Permasalahan Implementasi Kurikulum MBKM
Pelaksanaan kurikulum mbkm tentu mendapat berbagai kendala beberapa diantaranya
yang dialami mahasiswa saat ini yaitu masih banyak mahasiswa yang tidak memiliki banyak
fleksibelitas untuk mengambil kelas di luar prodi dan kampusnya sendiri, bobot sks untuk
kegiatan pembelajaran diluar kelas sangat kecil dan tidak adil bagi mahasiswa yang sudah
mengorbankan banyak waktu dan banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru
menunda kelulusan mahasiswanya. (1) Tujuan Pendidikan, Substansi Program Kurikulum
Merdeka Belajar dan Kampus Belajar yang mengutamakan praktik di lapangan (link and
matcth) dikhawatirkan akan melupakan atau mengesampingkan tunjuan utama pendidikan.
Kebijakan ini sangat kental dengan pendekatan pasar untuk kebutuhan industri, bukan untuk
membentuk karakter mahasiswa yang berakhlak mulia, menerapkan nilai-nilai Pancasila, dan
cinta tanah air. Dikhawatirkan pula, perguruan tinggi hanya akan melahirkan manusia-
manusia pekerja, bukan manusia pemikir yang kritis.
(2) Kebijakan Masih Parsial, Butir-butir dalam kebijakan Merdeka Belajar dan
Kampus Merdeka masih parsial dan belum menuju ke titik tujuan yang ingin dicapai, belum
terintegrasi dengan tujuan yang terintegrasi dengan landasan keilmuan, kemampuan berpikir,
regulasi, dan filosofi dasar negara serta tatanan beragama. (3) Aturan atau Panduan untuk
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar Kegiatan implementasi,
termasuk implementasi Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar diperlukan aturan
atau acuan dari pimpinan perguruan tinggi dan antar perguruan tinggi. Acuan berupa
peraturan, surat keputusan, buku panduan, petunjuk pelaksanaan, prosedur operasional, dan
sejenisnya sangat diperlukan untuk segera diwujudkan. Tanpa panduan dan rambu-rambu
yang jelas dari perguruan tinggi yang akan melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar dan
Kampus Belajar, tentu program kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. (4) Pola Pikir,
Sampai sekarang masih banyak perguruan tinggi yang belum siap menjalankan kebijakan
merdeka belajar dan kampus merdeka, realitas yang kita hadapi, yaitu perubahan mindset
(pola pikir) yang masih butuh waktu.
(5) Penyusunan Kurikulum di Program Studi, Penyusunan Kurikulum Merdeka
Belajar dan Kampus Belajar di Program Studi yang tetap mengacu pada KKNI bukanlah
pekerjaan yang mudah. Banyak kesulitan yang dihadapi oleh tim penyusun di program studi
yang baru saja selesai menyusun kurikulum KKNI l dan baru saja dilaksanakan, lalu harus
menyusun kembali Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Secara teori tentu
mudah, dengan mengundang para pakar kurikulum kemudian mencoba menyusunnya, tetapi
dalam praktiknya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi Kurikulum
KKNI di program studi belum lama dilaksanakan, tentu belum dievaluasi dan dikaji oleh
program studi secara mendalam dan tuntas sehingga belum diketahui secara pasti kelebihan
dan kelemahannya. Menyesuaikan jumlah lebih dari 20 SKS dengan jumlah SKS yang besar
diperlukan kecermatan. (6) Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi Lain, Kerja sama dengan
perguruan tinggi lain buka persoalan yang mudah. Perguruan tinggi yang sudah mapan tentu
mempersyaratkan kerja sma dengan perguruan tinggi lain. Bagi perguruan tinggi yang nilai
akreditasi unggul tentu tidak akan menerima mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi
yang nilai akreditasinya di bawahnya. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi mahasiswa
yag berasal dari perguruan tinggi yang status kreditasinya masih belum unggul, banyak
perguruan tinggi swasta di daerah akan merasakan hal ini.
(7) Kerja Sama dengan Industri atau Perusahaan Perguruan tinggi di daerah akan
mengalami kesulitan karena industri dan perusahaan banyak berada di Kota Besar, terutama
di Pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan perguruan tinggi di daerah tidak dapat banyak
menempatkan mahasiswanya untuk praktik di industriindustri yang ada di wilayahnya karena
kemampuan atau daya tampung untuk mahasiswa terbatas. Masih banyak provinsi yang
belum siap untuk mengimplementasi kampus merdeka. (8) Pengambilan Mata Kuliah di
Prodi Lain di Perguruan Tinggi Sendiri maupun di Perguruan Tinggi Lain Pengambilan mata
kuliah di program studi tertentu yang menjadi favorit bagi mahasisiwa, baik di Perguruan
Tinggi Sendiri atau di Perguruan Tinggi Lain akan mengalami penumpukan jumlah
mahasiswa sehingga program studi tidak dapat melayani secara baik karena tenaga pendidik
(dosen) di prodi tersebut terbatas.(9) Pelaksanaan Praktik di Instansi, Industri atau
Perusahaan Pelaksanaan Praktik di Instansi lain, Industri atau Perusahaan akan bermasalah
pada penentuan beban bobot SKS yang sudah ditentukan oleh perguruan tinggi asal yang
dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara kebutuhan instransi, industri atau perusahaan
dengan panduan praktik yang sudah ditentukan.
(10) Dana yang Diperlukan untuk Praktik atau Magang bagi Mahasiswa, Makin
banyak praktik dan makin lama melakukannya praktik atau magang di lapangan akan
membebani mahasiswa dalam pembiayaan.Mahasiswa akan mengeluarkan dana lebih
banyak ketika melakukan Pratik. Praktik yang selama ini sudah dilaksanakan seperti PLP 1
dan PLP 3 serta KKN saja yang SKS-nya tidak melebihi 4 SKS dan waktunya hanya kurang
dari 3 bulan sudah banyak dana yang dikeluarkan oleh mahasiswa apalagi SKS yang banyak
dan waktu selama lebih dari 2 semester tentu berat bagi mahasiswa. (11) Sistem Administrasi
Akademik Perguruan tinggi yang telah menggunakan sistem akademik daring terpusat untuk
urusan nilai, lembar hasil studi, dan transkrip tidak menjadi masalah, namun bagi perguruan
tinggi yang masih belum menggunakan aplikasi siakad terintegratif akan menjadi masalah.
Jadi, hanya dapat dilaksanakan pada perguruan tinggi yang sudah mapan serta memiliki
sarana yang lengkap. (12) Pandemi Covid 19, Dampak dari pandemi Covid-19 tentu ada
mengakibatka beberapa aktivitas pembelajaran Kampus Merdeka aka ada kendala, terutama
kegiatan tatap muka dan kuliah lapangan. Untuk itu, kurikulum harus didesain ke arah
virtual. Dengan demikian, mahasiswa tetap memperoleh capaian pembelajaran meski tidak
turun ke lapangan. Kurikulum Kampus Merdeka yang disusun harus sejalan dengan
kebutuhan pemerintah, masyarakat, maupun industri walau pada masa pandemic seperti
sekarang ini. (13) Penyiapan SDM, Penyiapan seluruh program pembangunan sumber daya
manusia (SDM) dunia, yaitu penyiapan tenaga pendidik (dosen) sebagai ujung tombak,
memerlukan yang tidak sebentar. Tanpa SDM penggerak (dosen), program pembangunan
SDM Unggul tidak akan berjalan. Dengan demikian, harusnya dibuat persiapan khusus untuk
mencetak dosen penggerak.

Anda mungkin juga menyukai