Anda di halaman 1dari 3

Penerapan merdeka belajar pada PT

Pada tanggal 24 Januari 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan arahan
pelaksanaan Kampus Merdeka sebagai implementasi dari penerapan Merdeka Belajar pada jenjang
perguruan tinggi. Implementasi tersebut didukung oleh 3 peraturan menteri yang langsung berkaitan
dengan program Kampus Merdeka. Dalam pelaksanaan Kampus Merdeka, ada 4 pokok kebijakan,
yaitu :
a. Pembukaan program studi baru
b. Sistem akreditasi perguruan tinggi
c. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), dan
d. Hak belajar tiga semester di luar program studi
Kebijakan tersebut didukung dengan dikeluarkannya 5 peraturan menteri yang baru, yaitu:
a. PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi
b. PERMENDIKBUD No 4 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan N0 88 Tahun 2014 Tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri Menjadi
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
c. PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan
Tinggi
d. PERMENDIKBUD No 6 Tahun 2020 Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana
pada Perguruan Tinggi Negeri
e. PERMENDIKBUD No 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan
Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta
Diharapkan, dengan adanya kebijakan Kampus Merdeka, mahasiswa bukan hanya berkembang sesuai
dengan program studi yang mereka pilih, namun juga dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja
yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.
A. PEMBUKAAN PROGRAM STUDI BARU
Pada masa sekarang, pembukaan program studi baru bukan merupakan hal yang mudah bagi
perguruan tinggi. Kemudahan pembukaan program studi baru hanya didapatkan oleh PTN-BH.
Sedangkan bagi perguruan tinggi swasta (PTS) atau perguruan tinggi negeri non badan hukum
(PTN), proses mengajuan program studi baru membutuhkan waktu yang lama. Begitu juga apabila
program studi tersebut dibuka, program studi tersebut akan mendapatkan akreditasi minimal atau di
bawah akreditasi C. Hal ini membuat perguruan tinggi menjadi jauh lebih berhati-hati dalam
membuka program studi baru memngingat besarnya tenaga dan biaya yang dibutuhkan untuk
membuka program studi baru dan membuat inovasi perguruan tinggi menjadi kecil, terutama
perguruan tinggi yang tidak memiliki modal cukup besar. Permasalahan ini membuat kompetensi
yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi tidak lagi sesuai dengan perkembangan dunia, dan
lulusan yang muncul bukanlah lulusan yang siap kerja, tapi masih harus dilatih kembali oleh
perusahaan penerima.
Pada peraturan meneteri yang baru, perguruan tinggi mendapat kemudahan dalam pembukaan
program studinya. Kemudahan ini tercantum dalam PERMENDIKBUD No 5 dan 7 Tahun 2020.
Dalam hal ini ada 4 poin yang berkaitan dengan pembukaan program studi baru.
1. PTS dan PTN diberi otonomi membuka program studi baru jika:
a. Memiliki akreditasi A dan B
b. Ada kerjasama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, atau universitas top 100
ranking QS.
c. Prodi baru bukan di bidang kesehatan dan pendidikan.
2. Kerjasama dengan orrganisasi mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja, dan penempatan
kerja. Pengawasan akan dilakukan oleh kementerian dengan bekerjasama dengan perguruan
tinggi penyelenggaran dan mitra prodi.
3. Apabila prodi baru diajukan oleh perguruan tinggi berakreditasi A dan B, maka prodi baru
tersebut akan otomatis mendapat akreditasi C dari BAN-PT
4. Setiap tahun perguruan tinggi diwajibkan melakukan tracer study atau penelusuran alumni.
Salah satu persyaratan yang penting dalam kemudahan pembukaan program studi baru ini adalah
adanya mitra prodi. Kementerian pendidikan juga sudah memberikan arahan mitra seperti apa yang
bisa menjalin kerjasama pembukaan prodi baru. Di dalam negeri, mitra yang diijinkan adalah BUMN
berskala besar tingkat nasional dan BUMD berskala besar tingkat provinsi. BUMD tingkat kota atau
kabupaten masih belum diijinkan untuk mendapatkan kemudahan pembukaan prodi. Bagi perusahaan
swasta, yang diijinkan bergabung adalah perusahaan internasional yang masuk dalam Fortune 500,
perusahaan teknologi yang memiliki reputasi sangat baik, dan perusahaan startup yang telah memiliki
modal sebesar USD $50 juta. Sedangkan bagi organisasi nirlaba kerjasama, yang dapat bergabung
adalah organisasi multilateral dan kelas dunia.
Kemudahan ini bertujuan supaya perguruan tinggi dapat membuka prodi yang sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja, terutama yang saat ini sangat berkaitan dengan perkembangan
teknologi informasi dan profesi yang sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
B. SISTEM AKREDITASI PERGURUAN TINGGI
Bukan hanya di pendidikan usia dini, dasar, dan menengah saja yang menganggap akreditasi adalah
hal yang menakutkan. Perguruan tinggi pun juga berpikiran sama. Berbagai macam dokumen yang
harus dipersiapkan sebelum akreditasi, ditambah dengan waktu yang tersita oleh tim yang harus
mempersiapkan akreditasi membuat akreditasi ditakuti oleh banyak institusi pendidikan.
https://koran.tempo.co/read/nasional/449649/kampus-keluhkan-rumitnya-proses-akreditasi?
Permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dan program studi antara lain adalah kewajiban
melakukan akreditasi setiap 5 tahun. Bisa dibayangkan bila perguruan tinggi tersebut memiliki
banyak program studi, maka hampir setiap tahun waktu akan tersita untuk persiapan akreditasi.
Belum lagi proses akreditasi yang meakan waktu cukup lama, yaitu 170 hari untuk PT dan 150 hari
untuk prodi. Dosen yang bekerja pada prodi maupun PT tersebut juga akan mendapat tambahan
beban administrasi apabila proses alreditasi akan dan sedang berjalan. Hal ini dikhawatirkan akan
mengganggu waktu dosen untuk melakukan persiapan atau mengajar.
PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 meberikan beberapa perubahan peraturan yang diharapkan
bisa membantu perguruan tinggi dalam proses akreditasi. 4 poin kebijakan batu tersebut adalah:
1. Akreditasi yang sudah ditetapkan BAN_PT berlaku 5 tahun dan akan diperbaharui secara
otomatis. Berarti perguruan tinggi atau prodi tidak wajib melakukan re-akreditasi setelah 5 tahun
berjalan. Bagi perguruan tinggi yang memperoleh akreditasi B atau C, mereka dapat mengajukan
kenaikan akreditasi kapanpun saat mereka siap secara sukarelal
2. Peninjauan kembali akreditasi baru akan dilakukan BAN-PT jika ada indikasi penurunan mutu,
seperti adanya pengaduan dari masyarakat atau data jumlah pendaftar dan lulusan yang terus
berkurang dalam waktu lima tahun. Apabila indikasi di atas tidak ditemukan, maka perguruan
tinggi atau prodi dapat tetap mempertahankan akreditasinya.
3. Kemudahan dapat diperoleh bagi prodi yang telah mendapatkan akreditasi internasional. Prodi
tersebut akan otomatis mendapat akreditasi A tanpa harus melakukan proses akreditasi melalui
BAN-PT. Dalam hal ini Kemendikbud sudah membuat peraturan yang memuat lembaga
internasional yang diakui oleh Kemendikbud.
4. Apabila perguruan tinggi atau prodi akan mengajukan reakreditasi, mereka harus menunggu
paling cepat 2 tahun setelah mendapat akreditasi yang terakhir, dengan syarat PT dan prodi
tersebut harus melakukan tracer study setiap tahun.
C. PERGURUSN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM
https://www.duniadosen.com/keuntungan-dan-kelemahan-berstatus-ptn-bh/
Salah satu tujuan adanya PTN-BH adalah otonomi yang dimilikinya. Dengan status PTN-BH,
perguruan tinggi secara mandiri dapat mengatur rumah tangganya sendiri. Salah satunya adalah
kemudahan dalam membuka prodi baru yang dianggap perlu dan penutupan prodi baru yang sudah
dianggap tidak diperlukan lagi. Otonomi lainnya adalah berkaitan dengan pengurusan kepegawaian
dan keuangan, meskipun masih terikat dengan pemerintah. Keuntungan lainnya adalah PTN-BH
memiliki hak untuk menyajikan informasi secara terbuka dan cepat sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
Otonomi dalam bidang keuangan juga menjadi salah satu kerugian bagi PTN-BH. Otonomi tersebut
membuat pemerintah mengurangi subsidi PTN. Dengan adanya pengurangan subsis, otomatis PTN-
BH harus kreatif dalam mencari sumber dana tambahan untuk operasional kampus. Pilihan tersebut
antara lain dengan menerima mahasiswa dengan biaya studi yang lebih mahal, bekerja sama dengan
pihak swasta dalam mendapatkan dana tambahan seperti membuka gerai di dalam kampus, dan
beberapa cara lain. Keberadaan PTN-BH juga membuat tanggung jawab pemerintah dalam PTN
tersebut lebih kecil.
Bagaimanapun juga, status PTN-BH menjadi incaran bayak PTN karena berbagai otonomi yang
dimilikinya. Sebelumnya, untuk menjadi PTN-BH, sebuah PTN harus mendapatkan akreditasi A
terlebih dahulu, dengan sebagian besar prodinya juga harus terakreditasi A. Melalui
PERMENDIKBUD No 4 dan 6 Tahun 2020, Kemendikbud mempermudah persyaratan sebuah PTN
untuk menjadi PTN-BH. Salah satunya adalah dihapuskannya nilai akreditasi minimum bagi PTN
yang akan mengajukan diri. Begitu juga permohonan PTN untuk menjadi PTN-BH dapat dilakukan
kapanpun saat merasa sudah siap. Dengan ini diharapkan semakin banyak PTN-BH yang mampu
berinovasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
D. HAK BELAJAR TIGA SEMESTER DI LUAR PROGRAM STUDI
DI dunia perguruan tinggi di Indonesia saat ini, budaya belajar mahasiswa di luar program studinya
masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya bobot SKS yang diperoleh mahasiswa yang
melakukan pembelajaran di luar kelas, meskipun kegiatan tersebut menyita waktu yang sangat besar
bagi mahasiswa. Kegiatan praktek kerja maupun magang juga seringkali membuat mahasiswa
menunda kelulusannya. Oleh karena itu Kemendikbud membuat peraturan yang membuat mahasiswa
semakin mudah melakukan kegiatan belajar di luar prodinya.
Dalam PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020, kemudahan yang diberikan adalah PT wajib
memberikan hak bagi mahasiswa secara sukarela (boleh diambil atau tidak) sebanyak 3 semester
untuk mengambil SKS di luar prodinya dengan rincian sebagai berikut:
1. 2 semester (setara 40 SKS) dilakukan di luar perguruan tinggi tempat mahasiswa berada
2. 1 semester (setara 20 SKS) dilakukan di prodi lain di dalam perguruan tinggi yang sama tempat
mahasiswa berada.
Sesuai dengan peraturan di atas, maka mahasiswa wajib mengambil SKS sebanyak 5 semester di
prodi asal, kecuali untuk prodi kesehatan. Kegiatan belajar di luar prodi tersebut juga harus disetujui
oleh rektor, dan wajib didampingi oleh seorang dosen dan pengajar. Bentuk belajar di luar prodi
tersebut dapat berupa magang/ praktek kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar,
penelitian, kegiatan wirausaha, studi independen, dan proyek kemanusiaan.
Dengan adanya hak belajar ini, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan talentanya sehingga
mudah memnuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, bahkan berinovasi untuk menciptakan lapangan kerja
sendiri tanpe perlu khawatir waktu studinya akan hilang akibat kegiatan yang dilakukannya.

Anda mungkin juga menyukai