Dosen Pengampuh :
Dr. Hana Suparti, M.Th., M.Pd.K
Disusun oleh :
Ananta ....
Erlin Mayastuti, S.Pd
Fanni ....
Herawati Patras, S.Pd
Olan ....
Seperti sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya bahwa merdeka belajar ini
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebagai
sebuah program yang mana ingin menciptakan adanya sebuah suasana belajar yang
menyenangkan dan membahagiakan. Dimana tujuan dari adanya merdeka belajar itu
sendiri adalah agar peserta didik, orangtua maupun pendidik mengalami hal yang
menyenangkan dan membahagiakan dalam proses belajar maupun mengajar.
. Adapun program dari merdeka belajar adalah meliputi ujian sekolah berstandart
Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), merencanakan pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dan peraturan penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi. “ Empat pokok
program kebijakan tersebut menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada
arahan presiden dan wakil presiden dalam meningkatkan sumber daya manusia,” jelas
Nadiem di Jakarta, Rabu ( 11/12/2019), seperti dilansir dari Antara.
Pada tahun 2020 ini, USBN tidak dilaksanakan karena adanya pandemi corona
yang mana tadinya direncanakan menjadi USBN terakhir, karena pada tahun 2021 akan
diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survey karakter yang terdiri dari
kemampuan nalar bahasa (literasi), matematika (numerasi) dan pendidikan karakter.
Sedangkan pada RPP akan diberikan sebuah kemerdekaan pada guru untuk
mengembangkan, memilih maupun membuat format dari RPP dimana yang tadinya
terdiri atas tiga belas indikator menjadi tiga komponen inti dari RPP tersebut yakni ,
tujuan pembelajaran, kegiatan dan assesmen itu sendiri.
Banyak pihak yang menyambut baik dengan adanya wacana merdeka belajar ini,
karena beberapa berpendapat bahwa dengan adanya merdeka belajar ini dapat
menjadikan anak akan lebih dapat bersaing dalam era 4.0. Meskipun pada dasarnya ada
ketertinggalan dalam pelaksanaannya dibandingkan dengan negara lainnya.
Pasti dengan adanya kebijakan merdeka belajar ini ada dampak positif maupun
negatif yang akan menyertai, apalagi ini merupakan hal yang baru dalam dunia
pendidikan. Beberapa dampak negatif yang nantinya kita bisa temui dalam adanya
merdeka belajar.
C. Zonanisasi
Merdeka belajar juga membahas mengenai PPDB, dimana Kemendikbud
bermaksud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel dan
mengakomidasi ketimpangan akses dan kualitas diberbagai daerah. Akan tetapi
kenyataannya akan timbul beberapa keluhan yang ditimbulkan dengan adanya sistem
zonasisasi ini. Diantaranya menurut Dr Aswandi seorang pengamat Pendidikan
Universitas Tanjungpura. Menurut dia, didaearah seperti Pontianak bukan lagi berbicara
tentang pemerataan tetapi sebuah mutu pendidikan.
Beberapa hal dampak negatif yang timbul dengan adanya sistem zonasi ini
adalah timbulnya dampak semangat yang menurun dari sianak yang ingin masuk
sekolah di SMP ataupun SMA karena tidak dapat masuk disekolah yang mereka
inginkan karena adanya sistem zonasi ini. Selain itu diharapkan anak seharusnya juga
dapat lebih bersosialisasi dengan lebih luas lagi. Apabila dibatasi dengan ruang gerak
zonasi maka pergaulan mereka dari SD-SMA hanya akan terkungkung pada wilayah itu
saja, maka hal itu kurang baik bagi perkembangan mereka kedepannya.
Orangtuapun melihat bahwa anaknya yang pintar pasi memiliki keinginan untuk
menyekolahkan ke sekolah favorit atau sekolah yang paling bagus. Tetapi karena
dampak dari zonasi ini maka tidak bisa menyekolahkan anaknya disekolah favorit.
Sedangkan saat ini masyarakat memandang adanya sekolah favorit dan sekolah non
favorit.
Menurut Dr Aswandi, ada empat hal yang harusnya tidak boleh dilanggar yakni
prinsip dapat memprediksi anak akan sukses atau lulus dengan baik atau tidak, sehingga
apabila anak tidak suka disekolah tersebut ditakutkan dia akan putus ditengah jalan dan
tidak sukses. Prinsip yang kedua, adalah keadilan dimana anak yang pintar apakah tidak
boleh bersekolah di sekolah yang dia inginkan akibat dari adanya zonasi ini. Prinsip ke
tiga adalah efisiensi, memang dalam hal zonasi prinsip efisiensi sudah masuk. Prinsip
yang keempat adalah memudahkan dalam pembelajaran. Sebanarnya dengan prinsip
keempat ini tidak masuk karena anak yang pintar maupun anak yang kurang mampu
atau kurang pintar akan dapat diterima kalau berdasarkan bukan nilai. Hal ini tentunya
akan membuat adanya keanekaragaman dalam hal pembelajaran. Guru harus sudah
siap mengajar mereka, dengan adanya keragaman dalam kemampuan anak-anak dalam
satu kelas akan menjadi sebuah problem baru, dimana guru harus benar-benar dapat
mempersiapkan dalam mereka mengajar dan memiliki ketrampilan penguasaan.
Kuota sebesar duapuluh persen untuk masyarakat kurang mampu harus
diperketat lagi sehingga kuota yang ada tidak akan disalahgunakan oleh oknum yang
tidak bertanggungjawab.Manipulasi surat miskin dan kuota sebesar 5 persen untuk
orang tua yang pindah juga harus dapat dikontrol oleh beberapa pihak terkait. Tetapi
akankah hal ini mudah dalam penerapannya? Diperlukan sebuah pemikiran yang
panjang agar hal ini dapat juga ditangani dan tidak salah alamat dalam pemberian kuota.
Daftar Pusataka
https://pontianak.tribunnews.com/2019/06/16/pengamat-ungkap-sisi-negatif-sistem-
zonasi-ppdb-bisakah-anak-sukes-pada-sekolah-bukan-pilihannya?page=4–diakses
tanggal 15 Mei jam 00.30
https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar-nadiem-makarim-melupakan-kompetensi-
guru-b1XrF9qeW - diakses tanggal 15 Mei 2020 –jam 00.24
https://amp.kompas.com/edukasi/read/2020/02/02/14311001/merdeka-belajar-siapkah-
guru-dan-sekolah-menjalankannya diakses tgl 15 Mei jam 00-10
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0k8D8p0k-sistem-zonasi-dianggap-
membawa-dampak-buruk -diakses tanggal 15 Mei 2020 jam 15