Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HARGA GABAH TERHADAP

HARGA GABAH KERING GILING DI TINGKAT PETANI

Nama Kelompok :

1. Toni Wijaya (522019030)

2. Martoyo Afwan (522019056)

3. Amanda Cornelia Fifa E (522020008)

4. Wahyu Dwi Setiawan (522020020)

5. Excel Dionisiyus Yoktan (522020047)

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2022
I. DASAR TEORI
1.1. Kebijakan Harga Komoditas Pangan (Gabah)
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki yang setiap saat
harus dapat dipenuhi, oleh karena itu pangan khususnya beras merupakan
komoditas yang penting dan strategis. Keterkaitan yang erat dengan ketahanan
pangan menjadi alasan penting mengapa kebijakan menyerahkan komoditas
pangan khususnya beras ke mekanisme pasar adalah kebijakan yang kurang
tepat.
Secara filosofis, kebijakan harga setidaknya memiliki tiga fungsi strategis
yang dapat memberikan perlindungan bagi petani produsen dan konsumen
sekaligus. Pertama, kebijakan harga sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga
stabilitas atau mengurangi fluktuasi harga antar musim, antar wilayah dan antar
pelaku. Kedua, kebijakan harga dimaksudkan untuk memberikan insentif atau
signal positif yang dapat membantu petani merencakan pola produksinya pada
musim tanam yang akan datang. Ketiga, kebijakan harga juga diharapkan
digunakan sebagai acuan kepastian bagi konsumen beras, terutama dari kalangan
tidak mampu. Keempat, kebijakan harga bertujuan untuk menjadi peredam risiko
produksi dan risiko usahatani padi dari fluktuasi iklim dan cuaca, ketidakpastian
pasar. Dengan kata lain, keempat fungsi strategis tersebut memang dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan bagi petani dan bagi konsumen, terutama
kelompok miskin (Arifin, 2005).
Penggunaan instrumen ekonomi, terutama kebijakan harga dasar gabah
yang kemudian diubah dengan harga pembelian pemerintah, dilakukan
pemerintah dengan tujuan untuk memberikan insentif kepada petani yang
diharapkan dapat mendorong perluasan areal tanam dan penggunaan teknologi
lebih baik dalam budidaya tanaman padi (price-induced innovation) yang pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani.
Persoalan klasik pada kebijakan perberasan adalah berpangkal pada 2 tujuan
yang harus dicapai sekaligus dan terkadang keduanya bertolak belakang, yaitu
mempertahankan harga yang baik pada tingkat produsen, namun pada saat yang
sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Penelitian empiris
membuktikan, keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di
tingkat produsen (petani) bersifat asimetri (Khudari 2008).
1.2. Persamaan Regresi
Regeresi adalah alat yang berfungsi untuk membantu memperkirakan
nilai suatu varibel yang tidak diketahui dari satu atau beberapa variabel yang
tidak diketahui. Analisis regresi didefinisikan sebagai kajian terhadap hubungan
satu variabel yang disebut variabel yang diterangkan (the explaind variabel) atau
sering disebut sebagai variabel tergantung, dan variabel tidak tergantung atau
variabel bebas.
Analisis regresi secara konseptual merupakan metode sederhana untuk
memeriksa hubungan antara variabel (Chatterjee & Hadi, 1986). Hubungan
antara variabel yang dimaksudkan tersebut digambarkan dalam bentuk
persamaan atau model yang menghubungkan antara variabel dependen (Y) dan
satu atau lebih variabel independen (X).
Analisis yang memiliki variabel bebas lebih dari satu disebut analisis
regresi linier berganda. Teknik regresi linier berganda digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan dua atau lebih variabel bebas
terhadap variabel terikat (Y).
Menurut Faraway (2002) variabel dependen dinotasikan dengan Y dan
himpunan dari variabel independen dinotasikan dengan X1, X2 ,Xk dimana k
merupakan jumlah variabel independen. Model regresi linear yang terdiri dari
beberapa variabel independen dan satu variabel dependen merupakan model
regresi linear berganda. Berikut model regresi linear berganda.
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + … + βkXk + e
Dimana:
Y merupakan nilai variabel dependen dalam observasi, X1, X2, dan Xk
merupakan variabel independen pada observasi, β0, β1, β2, dan βk merupakan
parameter regresi yang tidak diketahui nilainya dan akan dicari nilai estimasinya,
dan e merupakan error term.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh kebijakan harga dan nilai tukar petani terhadap
harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani.
2. Mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh dan tidak berpengaruh
terhadap harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani.
II. DATA

2.1. Kerangka Konseptual

Uji t
X1 HPP
Y Gabah Kering Giling
di Tingkat Petani

X2 Nilai Tukar Uji t


Petani

Uji F
Gambar 1 Kerangka Konseptual

2.1. Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
bersumber dari BPS, dan hasil kajian yang relevan, meliputi data kebijakan
harga pembelian pemerintah kurun waktu 2008 – 2020, data harga gabah kering
giling di tingkat petani kurun waktu 2008 – 2020, dan data nilai tukar petani
kurun waktu 2008 – 2020.

Table 1 Data Harga Pembelian Pemerintah dan Harga Gabah Kering Giling Tingkat Petani serta Nilai
Tukar Petani Kurun Waktu Tahun 2008-2020

(Y) GKG Tingkat Petani (X1) HPP (X2) Nilai Tukar


No Tahun
(Rp/Kg) (Rp/Kg) Petani
1 2008 2 811,95 2 200,00 100,16
2 2009 2 987,22 2 400,00 99,86
3 2010 3 547,93 2 640,00 107,84
4 2011 4 046,03 2 640,00 115,11
5 2012 4 463,04 3 300,00 116,45
6 2013 4 592,50 3 300,00 116,89
7 2014 4 766,58 3 300,00 116,45
8 2015 5 303,46 3 700,00 116,89
9 2016 5 455,38 3 700,00 102,26
10 2017 5 510,52 3 700,00 101,13
11 2018 5 487,21 3 700,00 104,09
12 2019 5 450,34 3 700,00 105,11
13 2020 5 566,61 4 200,00 101,13
Sumber : BPS
2.2. Perumusan Model Regresi
Selanjutnya dalam penelitian ini model regresi di kembangkan menjadi model sebagai
berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + e
Dimana :
Y = Variabel terikat, yaitu harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani
X1 = Variabel bebas, yaitu harga dasar atau harga pembelian pemerintah (HPP)
X2 = Variabel bebas, Nilai tukar petani
α = konstanta
β1- β2 = koefisien regresi
e = error term

III. HASIL REGRESI DAN PEMBAHASAN


3.1. Koefisien Determinasi
Tabel 3.1 Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .666a .443 .332 124213.91120


a. Predictors: (Constant), X2, X1

Berdasarkan pada tabel 3.1 menujukkan besaran nilai Adjusted R Square


sebesar 0,332, hal ini berarti 33,2% harga gabah kering giling (GKG) di tingkat
petani dapat dijelaskan oleh variasi dari kedua variable bebas harga pembelian
pemerintah (HPP) dan Nilai tukar petani dan sisanya dijelaskan oleh sebab sebab
lain di luar odel.
3.2. Uji Stastistik F
Tabel 3.2 ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 122784299301.794 2 61392149650.897 3.979 .054b

Residual 154290957351.898 10 15429095735.190

Total 277075256653.692 12

a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2, X1
Berdasarkan pada tabel 3.2 menujukkan nilai F sebesar 3.979 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,054. Sehingga probabilitas lebih besar dari 0,05 maka
dapat disimpulkan koefisien regresi harga pembelian pemerintah (HPP) dan
Nilai tukar petani secara simultan/bersamaan tidak berpengaruh terhadap gabah
kering giling (GKG) di tingkat petani.
3.3. Uji Stastistik t
Berdasarkan hasil analisa persamaan regresi linier berganda didapatkan
persamaan sebagai berikut.
Y = 477266.377 + 154.925 X1 - 51.306 X2
Dari persamaan regresi linear berganda di atas, dapat dijelaskan sebagai
berikut. Nilai konstanta (α) memiliki nilai positif sebesar 477266.377. Tanda
positif artinya menunjukkan pengaruh yang searah antara variabel independen
dan variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa jika semua variabel
independen yang meliputi HPP (X1), dan nilai tukar petani (X2) bernilai 0
persen,
Nilai koefisien regresi untuk variabel HPP (X1) yaitu sebesar 154.925.
Nilai tersebut menunjukkan pengaruh positif antara variabel HPP (X1) dan GKG
di tingkat petani (Y). Hal ini artinya jika variabel HPP (X1) mengalami kenaikan
sebesar 1%, maka variabel GKG di tingkat petani (Y) juga akan mengalami
kenaikan sebesar 154.925. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.
Nilai koefisien regresi untuk variabel nilai tukar petani (X2) yaitu
sebesar -51.306. Nilai tersebut menunjukkan pengaruh negatif antara variabel
nilai tukar petani (X2) dan GKG di tingkat petani (Y). Hal ini artinya jika
variabel nilai tukar petani (X2) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka
sebaliknya variabel GKG di tingkat petani (Y) akan mengalami penurunan
sebesar 51.306. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.

Tabel 3.3. Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 477266.377 565406.000 .844 .418

X1 154.925 58.645 .623 2.642 .025

X2 -51.306 49.491 -.245 -1.037 .324


a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan Tabel 3.3 Mengujian hasil regresi dilakukan dengan tingkat


kepercayaan sebesar 95% atau dengan taraf signifikannya sebesar 5% (α = 0,05).
Adapun kriteria dari uji statistik t Menurut Ghozali (2016) adalah sebagai
berikut:

1. Jika nilai signifikansi uji t > 0,05 maka H₀ diterima dan Ha ditolak.
Artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variaben
dependen.
2. Jika nilai signifikansi uji t < 0,05 maka H₀ ditolak dan Ha diterima.
Artinya terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menujukan variabel
harga pembelian pemerintah HPP (X1) nyata berpengaruh terhadap variabel
GKG di tingkat petani (Y) kerena nilai Signifikansinya sebesar 0,025, sehingga
nilai Sig < 0,05, sedangkan variabel nilai tukar petani (X2) tidak berpengaruh
terhadap variabel GKG di tingkat petani (Y) karena nilai Signifikansinya sebesar
0,324, sehingga Sig > 0,05.
3.4. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Atika Fatimah, tahun 2018 dengan
judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Perberasan Terhadap Kesejahteraan Petani
Di Indonesia Harga Eceran Tertinggi Beras” menujukan hasil sebagai berikut.
Pada harga beras Medium (HET Medium), Harga Pembelian Pemerintah Gabah
Kering Panen (HPP GKP), dan Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering
Giling (HPP GKG) tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Tukar Petani
(NTP). Hal ini disebabkan karena HET beras medium tidak efisien dalam
meningkatkan kesejahteraan petani sebab harganya masih terlalu rendah dan
belum memberikan imbal balik biaya yang petani keluarkan untuk memproduksi
beras medium.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh M. Ikhwan Rahmanto, tahun
2012 dengan judul “Analisis Dampak Kebijakan Harga Gabah Terhadap Harga
Gabah Kering Giling Di Tingkat Penggiling” dengan membandingkan kebijakan
harga dasar pada tahun 1970-1997 dan tahun 1998-2009 didapatkan hasil
sebagai berikut. Pada Kebijakan harga dasar gabah dari ke dua time series
tersebut berpengaruh signifikan terhadap Harga Pembelian Pemerintah Gabah
Kering Giling. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kebijakan harga dasar gabah
terhadap Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Giling masih efektif baik
pada masa orde baru atau setelah orde baru. Namun berdasarkan rasio
perbandingan harga dan koefisen regresi masih lebih efektif diterapkan pada
masa orde baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Sudana pada tahun 2011 dengan
judul “Efektivitas Penerapan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Urea dan Harga
Gabah Pembelian Pemerintah di Beberapa Sentra Produksi Padi” juga
menemukan hasil yang sama bahwa HPP di beberapa daerah seperti
Nusatenggara (NTB dan NTT) dan Sulawesi (Sulsel dan Sulut), ketentuan HPP
gabah cukup efektif, seperti ditunjukkan oleh harga gabah aktual di tingkat
petani yang lebih tinggi dari harga HPP. Khusus di Nusatenggara dan Sulawesi,
pelaksanaan HPP belum efektif, sehingga diperlukan upaya BULOG setempat
untuk melakukan pembelian agar harga gabah yang diterima petani pada saat
panen raya tidak jatuh ke bawah HPP

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan data
skunder dari tahun 2008-2020 dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi harga
pembelian pemerintah (HPP) dan Nilai tukar petani secara simultan/bersamaan
tidak berpengaruh terhadap gabah kering giling (GKG) di tingkat petani karena
nilai Sig > 0,05.
Tetapi secara terpisah variabel harga pembelian pemerintah HPP (X1)
nyata berpengaruh terhadap variabel GKG di tingkat petani (Y) kerena nilai
Signifikansinya sebesar 0,025 sehingga nilai Sig < 0,05, sedangkan variabel
nilai tukar petani (X2) tidak berpengaruh terhadap variabel GKG di tingkat
petani (Y) karena nilai Signifikansinya sebesar 0,324, sehingga Sig > 0,05.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian : Paradigma Kebijakan dan Strategi


Revitalisasi, Jakarta, Gasindo
Atika Fatiman. 2018. Analisis Pengaruh Kebijakan Perberasan Terhadap Kesejahteraan
Petani Di Indonesia Harga Eceran Tertinggi Beras. Yogyakarta: Universitas
AMIKOM
BPS (2021) Rata-Rata Harga Gabah Menurut Kelompok Kualitas dan HPP di Tingkat
Petani dan Tingkat Penggilingan (Rupiah/kg), 2000-2020. Jakarta: BPS
BPS (2022) Nilai Tukar Petani (NTP). Jakarta: BPS
Chatterjee, S., & Hadi, A. S. (1986). Influential Observations, High Leverage Points, and
Outliers in Linear Regression. Statistical Science, Vol. 1, No. 3, 379-393.
Departemen Pertanian RI, 2000, Analisis Permintaan dan Produksi Beras di Indonesia
2001-2004, www.deptan.go.id
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, 2007, Laporan Tahunan Pembangunan
Pertanian Tahun 2006.
Faraway, J. J. 2002. Practical Regression and ANOVA Using R. Chapman Hall
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23
(Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Khudari, 2008, HPP dan kesejahteraan Petani, www.republika.co.id diunduh tanggal 3
maret 2010.
Muhammad I. R. 2012. Analisis Dampak Kebijakan Harga Gabah Terhadap Harga Gabah
Kering Giling Di Tingkat Penggiling. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan
Wilayah Vol. 4 No. 1, Desember 2012
Sudana, W., 2011. Efektivitas Penerapan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Urea dan
Harga Gabah Pembelian Pemerintah di Beberapa Sentra Produksi Padi. Iptek
Tanaman Pangan, 6 (1).

Anda mungkin juga menyukai