Agar Taruna / Taruni yang akan bekerja sebagai Perwira Deck di kapal dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka perlu memahami Peraturan
Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) dan Dinas Jaga.
Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) dan Dinas Jaga adalah salah satu
mata diklat pada program DP-III yang merupakan mata diklat produktif. Buku ajar ini
akan memandu Taruna / Taruni untuk mempelajari P2TL & Dinas Jaga sesuai
dengan kurikulum diklat yang telah ditentukan. Materi dalam mata diklat ini akan
sangat membantu peserta diklat dalam memahami tugas dan tanggung jawab awak
kapal saat melaksanakan tugas jaga di kapal nantinya
Mata Diklat Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) & Dinas Jaga ini
membahas tentang aturan-aturan dalam melayarkan kapal agar terhindar dari
bahaya tubrukan serta tugas dan kewajiban yang dilakukan saat bertugas jaga di
kapal. Dalam mata pelajaran ini diajarkan bagaimana cara mengemudikan dan
melayarkan kapal, mengadakan pengamatan yang baik, mengenal jenis-jenis
penerangan dan sosok benda, isyarat bunyi yang yang harus diperdengarkan oleh
sebuah kapal serta tugas dan tanggung jawab saat melaksanakan tugas jaga diatas
kapal.
a. Sebagai bahan rujukan Tarunat / Taruni selama mengikuti mata pelajaran P2TL
& Dinas jaga.
b. Sebagai bekal kemampuan untuk dapat melaksanakan tugas jaga di kapal.
Pendahuluan 1
c. Memandu Taruna / Taruni dengan langkah belajar yang terstruktuktur dan
terarah sesuai tujuan yang dipersyaratkan.
d. Sebagai referensi bagi Taruna / Taruni dalam mempelajari mata pelajaran
produktif yang berkaitan dengan P2TL & Dinas Jaga.
a. Bagian A - Umum.
b. Bagian B - Mengemudikan dan Melayarkan Kapal.
c. Bagian C - Penerangan dan Sosok Benda.
d. Bagian D - Isyarat Bunyi dan Isyarat Cahaya.
e. Bagian E - Pembebasan–pembebasan.
f. Lampiran-lampiran
Pendahuluan 2
1.5.2. Dinas Jaga
Pendahuluan 3
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT 1972
BAGIAN A
UMUM
ATURAN I
PEMBERLAKUAN
(a). Aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal di laut lepas dan di semua perairan
yang berhubungan dengan laut yang dapat dilayari oleh kapal-kapal laut.
(b). Tidak ada sesuatu apapun dalam aturan-aturan ini yang akan menghalangi
berlakunya aturan-aturan khusus khusus yang dibuat oleh penguasa yang
berwenang atas alur pelayaran, pelabuhan, sungai, danau atau perairan
pedalaman yang berhubungan dengan laut dan dapat dilayari oleh kapal laut.
(c). Tidak ada suatu apapun dari aturan ini yang akan menghalangi berlakunya
aturan-aturan khusus yang manapun yang dibuat oleh pemerintah negara
manapun berkenaan dengan tambahan kedudukan atau lampu-lampu isyarat,
sosok benda atau isyarat suling untuk kapal-kapal perang dan kapal-kapal yang
berlayar dalam beriring-iringan atau lampu-lampu isyarat atau sosok-sosok
benda untuk kapal-kapal ikan yang sedang menangkap ikan dalam suatu
armada.
Penjelasan ;
Perairan tempat berlakunya peraturan ini adalah di laut lepas atau laut bebas
dan diseluruh perairan yang berhubungan dengan laut bebas tersebut dan
dapat dilayari oleh kapal-kapal laut dan tidak diatur oleh aturan setempat.
(b) Pada ayat b ini memberikan kewenangan kepada suatu otoritas setempat
yang berwenang untuk membuat peraturan khusus di perairan pelabuhan,
Bandar, sungai, danau dan perairan pedalaman yang mempunyai hubungan
dengan laut lepas dan dapat dilayari oleh kapal laut. Namun perauturan yang
dibuat tersebut harus tidak bertentangan dengan peraturaninternasional dan
harus semirip mungkin.
(f) Penyimpangan yang diberikan oleh pemerintah dengan maksud agar tidak
mengganggu fungsi kapal kapal khusus itu.
Pada kapal induk lampu tiangnya tidak dapat ditempatkan pada sumbu
membujur kapal, karena dapat mengganggu fungsi kapal untuk dapat
menaikkan dan mendaratkan pesawat udara. Kapal selam yang kesulitan
memasang lampu tiang depan yang lebih tinggi daripada lampu lambung.
TANGGUNG JAWAB
(a). Tidak ada suatu apapun dalam aturan-aturan ini akan membebaskan tiap kapal
atau pemiliknya,nakhoda atau awak kapalnya,atas akibat-akibat setiap kelalaian
untuk memenuhi aturan-aturan ini atau atas kelalaian terhadap setiap tindakan
berjaga-jaga yang dipandang perlu menurut kebiasaan pelaut atau terhadap
keadaan-keadaan khusus dimana kapal itu berada.
Penjelasan :
(a) Peraturan internasional ini wajib dipenuhi atau dilaksanakan oleh kapal atau
pemiliknya, nakhoda dan awak kapal.
Nakhoda dan awak kapal tidak hanya dituntut melaksankan aturan aturan yang
ada dalam P2TL namun juga harus melaksanakan ”kebiasaan pelaut atau
ordianary practice of seaman ” atau tindakan-tindakan yang perlu dilakukan
pada suatu keadaan khusus :
Kapal yang sedang berlayar tubrukan dengan kapal yang sedang berlabuh
jangkar, maka kapal yang menubruk kapal yang berlabuh jangkar, secara nyata
tidak melaksankan aturan 2 (a).
(b) Bila pada ayat (a) mewajibkan kapal atau pemiliknya, nakhoda dan awak kapal
untuk memenuhi aturan-aturan, namun pada ayat (b) ini menegaskan DAPAT
MENYIMPANG ATAU TIDAK MELAKSANAKAN ATURAN akan tetapi dalam
menyimpang atau tidak melaksanakan aturan tersebut harus memiliki alasan
yang dapat diterima yaitu dalam rangka menghindari bahaya navigasi atau
bahaya tubrukan atau keterbatasan kemampuan kapal yang terlibat.
ATURAN 3
DEFINISI-DEFINISI UMUM
(a). Kata “kapal” mencakup setiap jenis kendaraan air ,termasuk kapal tanpa
benaman (displacement) dan pesawat terbang laut, yang digunakan atau dapat
digunakan sebagai sarana angkutan di air.
(b). Istilah” kapal tenaga “ berarti setiap kapal yang digerakkan dengan mesin.
(c). Istilah”kapal layar” berarti setiap kapal yang sedang berlayar dengan
menggunakan layar, dengan syarat bahwa mesin penggeraknya bila ada
sedang tidak digunakan.
(e). Kata ”pesawat terbang laut” mencakup setiap pesawat terbang yang dibuat
untuk mengolah gerak di air.
(f). Istilah ”Kapal yang tidak terkendalikan ” berarti kapal yang karena sesuatu
keadaan yang istimewa tidak mampu untuk mengolah gerak seperti yang
diisyaratkan oleh aturan-aturan ini dan karenanya tidak mampu menyimpangi
kapal lain.
(g). Istilah ”kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas” berarti kapal yang
karena sifat pekerjaannya mengakibatkan kemampuannya untuk mengolah
gerak seperti diisyaratkan oleh aturan-aturan ini menjadi terbatas dan
karenanya tidak mampu untuk menyimpangi kapal lain.
vi. Kapal yang menunda sedemikian rupa sehingga menjadikan tidak mampu
untung menyimpang dari haluannya.
(h). Istilah “ Kapal yang terkendala oleh saratnya” berati kapal tenaga yang kerena
saratnya terhadap kedalaman air dan lebar perairan yang dapat dilayari
mengakibatkan kemampuan olah geraknya untuk menyimpang dari garis haluan
yang sedang diikuti menjadi terbatas sekali.
(j). Istilah ”Panjang” dan ”Lebar” kapal adalah pIanjang seluruhnya dan lebar
terbesar
(l). Istilah penglihatan terbatas berarti setiap keadaan dalam mana daya tampaknya
dibatasi oleh kabut, halimun, hujan salju, hujan badai, badai pasir, atau setiap
sebab lain yang serupa dengan itu.
(m). Istilah ”pesawat Wing In Ground (WIG)” berarti pesawat multi moda yang moda
operasi utamanya dengan terbang berdekatan dengan permukaan bumi dengan
menggunakan efek permukaan.
Penjelasan:
Untuk dapat memahami maksud dari aturan ini harus memahami kata atau
term yang didiskripsikan dalam Aturan ini.
Pada amandemen 2001 menambahkan istilah baru yaitu Wing In Ground Craft
(WIG) yang dianggap juga sebagai kapal. WIG sebagaimana didefinisikan pada
ayat (m) adalah pesawat terbang yang dalam moda operasi utamanya dengan
terbang rendah.
Kapal yang tidak terkendali dan kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas
keduanya adalah kapal yang tidak mampu menghindari kapal lain. Namun
terdapat perbedaan penyebab ketidakmampuan menghindari kapal lain itu,
kapal tidak terkendali (not under command) disebabkan oleh keadaannya yang
luar biasa, seperti kerusakan mesin kemudi, kerusakan mesin penggerak,
Ayat (h) mendefisikan kapal yang terkendala oleh saratnya (constrained by her
draught), perlu menjadi perhatian bahwa kapal yang dapat dianggap sebagai
kapal yang terkendala oleh saratnya hanyalah kapal tenaga.
Kapal dianggap sedang berlayar kalau tidak sedang berlabuh jangkar, tidak
sedang diikat di daratan atau sedang kandas. Kapal yang berlayar tidak harus
selalu kapal yang sedang bergerak, kapal yang hanya terapung – apung tanpa
mempunyai kecepatan terhadap air ataupun permukaan bumi juga disebut
kapal yang sedang berlayar.
SEKSI 1
ATURAN 4
PEMBERLAKUAN
Penjelasan :
Pemberlakuan ini menegaskan bahwa aturan-aturan yang ada dalam seksi I bagian
B yaitu Aturan 5 (Pengamatan), Aturan 6 (Kecepatan Aman), Aturan 7 (Bahaya
Tubrukan), Aturan 8 (Tindakan untuk menghindari Tubrukan), Aturan 9 (Alur
Pelayaran Sempit ) dan Aturan 10 (Tata Pemisahan Lalu Lintas) berlaku setiap
kondisi penglihatan Terbatas. Dengan demikian jelas bahwa aturan 5-10 berlaku
untuk keadaan Saling Melihat mapun Penglihatan Terbatas.
PENGAMATAN
Setiap kapal harus senantiasa melakukan pengamatan yang layak, baik dengan
penglihatan dan pendengaran maupun dengan semua sarana tersedia yang sesuai
dengan keadaan dan suasana yang ada sehingga dapat membuat penilaian yang
lengkap terhadap situasi dan bahaya tubrukan.
Penjelasan :
Bahwa setiap kapal diwajibkan untuk melakukan pengamatan yang tujuannya adalah
untuk dapat membuat penilaian yang lengkap tentang situasi dan bahaya tubrukan.
Kapal apapun jenis dan kondisinya, dalam keadaan saling melihat ataupun
penglihatan terbatas, diwajibkan untuk melaksanakan pengamatan.
Pengamatan sebagai bagian dari tugas jaga navigasi sebagaimana telah dijelaskan
pada Bab sebelumnya yang merupakan ketentuan yang ditetapkan pada Bab VIII
STCW Code.
KECEPATAN AMAN
Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk menghindari tubrukan dan dapat
dihentikan dalam jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada. Dalam
menentukan kecepatan aman, faktor-faktor berikut termasuk faktor-faktor yang harus
diperhitungkan :
b. Tambahan bagi kapal kapal yang radarnya dapat bekerja dengan baik
i. Sifat – sifat khusus, daya guna dan keterbatasan pesawat radar
ii. Setiap kendala yang timbul oleh skala jarak radar yang digunakan;
iii. Pengaruh keadaan laut, cuaca dan sumber sumber gangguan lain pada
penggunaan radar;
iv. Kemungkinan bahwa kapal-kapal kecil, gunung es dan benda-benda
terapung lainnya tidak dapat ditangkap oleh radar pada jarak yang memadai;
v. Jumlah, posisi dan gerakan kapal-kapal yang ditangkap oleh radar;
vi. Berbagai macam penilaian penglihatan yang lebih tepat yang mungkin dapat
bila radar digunakan untuk menentukan jarak kapal-kapal atau benda lain
disekitarnya.
Penjelasan :
Setiap kapal yang berlayar harus berlayar dengan kecepatan aman. Kecepatan
berapa atau yang bagaimana dikatakan kapal telah berlayar dengan kecepatan
aman. Untuk itu, perlu dipahami kecepatan yang bagaimana dikatakan sebagai
kecepatan aman tersebut . Kecepatan aman adalah suatu kecepatan dimana kapal
dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk menghindari tubrukan dan
dapat diberhentikan dalam suatu jarak yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Dalam menentukan kecepatan aman harus memperhitungkan faktor – faktor
sebagaimana dituliskan dalam aturan dia atas.
BAHAYA TUBRUKAN
(a). Setiap kapal harus menggunakan semua sarana yang tersedia sesuai dengan
keadaan dan suasana yang ada untuk menentukan ada tidak adanya bahaya
tubrukan. Jika timbul keragu-raguan maka bahaya demikian itu harus dianggap
ada.
(b). Penggunaan pesawat radar harus dilakukan dengan tepat, jika dipasang dikapal
dan bekerja dengan baik, termasuk penyimakan jarak jauh untuk memperoleh
peringatan dini akan adanya bahaya tubrukan dan pelacakan posisi radar atau
pengamatan sistematis yang sepadan atas benda-benda yang terindra.
(c). Praduga-praduga tidak boleh dibuat berdasarkan oleh keterangan yang sangat
kurang khususnya keterangan radar.
i. Bahaya demikian harus dianggap ada jika baringan pedoman kapal yang
sedang mendekat tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
a) Penilaian akan bahaya tubrukan harus dilakukan oleh setiap kapal dengan
menggunakan sarana yang tersedia ; kompas, radar atau arpa, radio VHF,
teropong dll. Sesuai dengan suasana dan keadaan yang ada :
- Tidak harus selalu menggunkan radar
- Cuaca terang lebih baik dengan visual bearing
- Dalam situasi bersilangan kapal yang bertahan sebaiknya radar pada posisi
on.
(a). Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan
mengijinkan harus tegas, dilakukan dalam waktu yang cukup lapang dan benar-
benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang baik.
(b). Setiap perubahan haluan dan atau kecepatan untuk menghindari tubrukan jika
keadaan mengizinkan harus cukup besar sehingga segera menjadi jelas bagi
kapal lain yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar,
serangkaian prubahan kecil dari haluan dan atau kecepatan hendaknya
dihindari.
(c). Jika ada ruang gerak yang cukup perubahan haluan saja mungkin merupakan
tindakan yang paling berhasil guna untuk menghindari situasi saling mendekat
terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu
cukup dini, bersungguh sungguh dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi
saling mendekat terlalu rapat.
(d). Tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain harus
sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan jarak aman. Hasil
guna tindakan itu harus dikaji secara seksama sampai kapal yang lain itu pada
akhirnya terlewati dan bebas sama sekali.
(e). Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau untuk memberikan waktu yang
lebih banyak untuk menilai keadaan, kapal harus mengurangi kecepatannya
atau menghilangkan kecepatannya sama sekali dengan memberhentikan atau
menjalankan mundur sarana penggeraknya.
(f). i. Kapal yang oleh aturan ini diwajibkan tidak boleh merintangi jalan atau jalan
aman kapal lainnya, bilamana diwajibkan oleh suatu keadaan harus
mengambil tindakan sedini mungkin untuk memberikan untuk memberi
ruang gerak yang cukup bagi jalan kapal orang lainnya.
ii. Kapal yang diwajibkan untuk tidak merintangi jalannya atau jalan aman
kapal lain tidak dibebaskan dari kewajiban ini jika mendekati kapal lain
iii. Kapal yang jalannya tidak boleh dirintangi tetap wajib sepenuhnya untuk
melaksanakan aturan-aturan dibagian ini bilamana kedua kapal itu sedang
berdekatan satu dengan lainnya yang mengakibatkkan bahaya tubrukan.
Penjelasan
(a). Kapal yang sedang berlayar menyusuri alur pelayaran atau alur pelayaran
sempit harus berlayar sedekat mungkin dengan batas luar alur pelayaran yang
terletak disisi lambung kanannya selama masih aman dan dapat dilaksanakan.
(b). Kapal dengan panjang kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh
menghalang-halangi jalannya kapal lain yang hanya dapat berlayar dengan
aman didalam alur pelayaran atau air pelayaran sempit.
(c). Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh menghalang-halangi jalannya
kapal lain yang berlayar di dalam alur pelayaran atau air pelayaran sempit.
(d). Kapal tidak boleh memotong air pelayaran sempit atau alur pelayaran sempit,
jika pemotongan demikian itu menghalangi jalannya kapal yang hanya dapat
belayar dengan aman didalam alur pelayaran atau air pelayaran demikian itu.
Kapal yang disebut belakangan boleh menggunakan isyarat bunyi yang diatur
dalam aturan 34 d jika ragu –ragu mengenai maksud pada kapal yang
memotong haluan itu.
(e). i. Dialur atau air pelayaran sempit jika penyusulan dapat dilaksanakan, hanya
kapal yang disusul itu melakukan tindakan untuk memungkinkan dilewatinya
dengan aman, maka kapal yang bermaksud untuk menyusul harus
menunjukkan maksudnya dengan membunyikan isyarat yang sesuai
ii. Aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyusul dari kewajibannya
berdasarkan aturan 13.
(f). Kapal yang sedang mendekati tikungan atau daerah pelayaran atau air
pelayaran sempit dimana kapal-kapal lain dapat dikaburkan oleh rintangan yang
terletak diantaranya harus berlayar dengan kewaspadaan dan hati-hati dan
harus membunyikan isyarat yang sesuai yang diisyaratkan dalam aturan 34 (e).
(g) Setiap kapal, jika keadaan mengijinkan harus menghindarkan diri dari berlabuh
jangkar di alur pelayaran sempit.
Penjelasan :
Aturan 9 : berlaku pada setiap alur pelayaran sempit yang berhubungan dengan laut
bebas yang dapat dilayari oleh kapal – kapal laut dan tidak di berlakukan aturan
setempat.
Tidak berlaku pada daerah tata pemisahan lalu lintas walaupun perairannya relatif
sempit.
- Diantara 2 pier dan 100 meter diluar tanda batas pintu masuk pelabuhan
- Alur pelayaran antara garis pelampung.
a). Kapal di alur pelayaran sempit harus berlayar sedekat mungkin di tepi kanan
Kapal kecil dan kapal layar harus memberi jalan sendini mungkin tanpa
menunggu apakah akan timbul bahaya tubrukan atau tidak.
c). Kapal penangkap ikan diperkenankan menangkap ikan di perairan sempit bila
tidak sedang di gunakan. Oleh sebab itu kapal yang menangkap ikan harus
memberi jalan kepada setiap kapal yang sedang menggunakan alur termasuk
kapal < 20 m dan kapal layar.
d). Kapal boleh memotong alur pelayaran sempit akan tetapi jika pemotongan
tersebut mengakibatkan perintang terhadap kapal yang hanya dapat berlayar di
alur pelayaran sempit maka pemotongan demikian di larang.
Bila masih tetap ada yang memotong maka berikan isyarat peringatan dengan 5
tiup pendek.
e). Penyusulan di perairan sempit hanya dapat dilaksanakan bila kapal yang disusul
memberi jalan kepada kapal yang menyusul. Oleh karena itu kapal yang akan
menyusul harus menyatakan maksudnya dengan isyarat sbb:
(a). Aturan ini berlaku bagi tata pemisahan lalu lintas yang diterima secara syah
oleh organisasi dan tidak membebaskan setiap kapal dari kewajibannya untuk
melaksanan aturan lainnya.
(b). Kapal yang sedang menggunakan tata pemisahan lalu lintas harus :
i. Berlayar dijalur lalu lintas yang sesuai dengan arah lalu lintas umum untuk
jalur itu;
ii. Sedapat mungkin tetap bebas dari garis pemisah atau zona pemisah lalu
lintas.
iii. Jalur lalu lintas pada umumnya dimasuki atau ditinggalkan dari ujung jalur,
tetapi bilamana tindakan memasuki maupun meninggalkan jalur itu
dilakukan dari salah satu sisi, tindakan itu harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah lalu
lintas umum.
(c). Sedapat mungkin, kapal harus menghindari memotong jalur lalu lintas tetapi jika
terpaksa melakukannya harus memotong dengan haluan sedapat mungkin
tegak lurus terhadap arah lalu lintas umum.
ii Lepas dari sub ayat (d)(i) kapal boleh menggunakan zona lalu lintas dekat
pantai bilamana sedang berlayar menuju atau dari sebuah pelabuhan,
instalasi atau bangunan lepas pantai, stasion pandu atau setiap tempat yang
berlokasi di dalm zona lalu lintas dekat pantai atau untuk menghindari
bahaya mendadak.
(e). Kapal kecuali sebuah kapal yang sedang memotong atau kapal-kapal yang
sedang memasuki atau sedang meninggalkan jalur, pada umumnya tidak boleh
memasuki zona pemisah atau memotong garis pemisah kecuali :
(f). Kapal yang sedang berlayar di daerah dekat ujung tata pemisahan lalu lintas
harus berlayar sangat hati-hati.
(g). Sedapat mungkin, kapal harus menghindari dirinya berlabuh jangkar didalam
tata pemisahan lalu lintas atau di daerah-daerah dekat ujung-ujungnya.
(h). Kapal yang tidak menggunakan tata pemisahan lalu lintas harus
menghindarinya dengan ambang batas selebar-lebarnya.
(i). Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi kapal jalan setiap
kapal lain yang sedang mengikuti jalur lalu lintas.
(j). Kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh
merintangi pelayaran aman dari kaapl tenaga yang sedang mengikuti suatu jalur
lalu lintas.
(k). Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas apabila sedang tugas untuk
memelihara keselamatan pelayaran/navigasi dalam bagan tata pemisah lalu
(l). Kapal yang terbatas kemampuan olah geraknya apabila dalam tugas
memasang, merawat atau mengangkat kabel laut dalam bagan tata pemisah
lalu lintas dibebaskan mengikuti peraturan ini sejauh yang diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya
Penjelasan :
a). Aturan 10 berlaku di daerah Tata Pemisahan Lalu Lintas (TPL) yang telah
disahkan oleh International Maritime Organization (IMO). Pada TPL juga tetap
berlaku aturan lainnya.
c). Dilarang memotong jalur Lalu Lintas. Bila memotong harus tegak lurus baik
pada saat ada kapal lain maupun tidak ada kapal lain.
d). Dilarang menggunakan atau memasuki Lalu Lintas dekat pantai, kecuali :
1. kapal dengan panjang < 20 m
2. Kapal Layar
3. Kapal Yang sedang menangkap Ikan
4. Kapal yang menghindari bahaya mendadak
5. Kapal yang memiliki kepentingan di daerah tersebut
e). Kapal tidak boleh memasuki ZONA PEMISAH atau memotong garis pemisah
kecuali :
1. Dalam keadaan darurat untuk menghindari bahaya mendadak
2. Menangkap Ikan
3. Memasuki, memotong atau meninggalkan jalur
h). Kapal tidak harus menggunakan TPL, tetapi bila tidak menggunakan TPL harus
melintas sejauh mungkin dari garis pemisah ( > 2 mil)
i). Kapal yang sedang menangkap ikan dapat memasuki semua bagian TPL akan
tetapi bila menangkap ikan di jalur LL tidak boleh merintangi kapal yang sedang
menggunakan jalur dan harus berlayar sesuai dengan jalur umum.
SEKSI II
ATURAN 11
PEMBERLAKUAN
Penjelasan :
Aturan 12 – 18 hanya berlaku bila kapal – kapal dalam keadaan saling melihat.
KAPAL LAYAR
a). Bilamana dua kapal layar saling mendekati, sehingga mengakibatkan bahaya
tubrukan, satu diantarnya harus menghindari yang lain sebagai berikut :
ii. Bilaman keduanya mendapat angin dari lambung yang sama maka kapal
yang berada di atas angin harus mengindari kapal yang di bawah angin.
iii. Jika kapal mendapat angin dari lambung yang kiri melihat kapal berada di
atas angin dan tidak dapat memastikan apakah kapal lain itu mendapat
angin dari lambung kiri atau kanannya, ia harus menghindari kapal yang lain
itu
(b). Untuk mengartikan aturan ini sisi diatas angin ialah sisi yang berlawanan
dengan sisi dimana layar utama berada atau dalam hal kapal dengan layar
persegi sisi yang berlawanan dengan sisi dimana layar muka belakang yang
terbesar di pasang.
Penjelasan :
Mengatur 2 (dua) kapal layar dalam keadaan saling melihat dan akan mengakibatkan
PENYUSULAN
(a). Lepas dari apapun yang tercantum dalam aturan-aturan bagian B seksi I dan II
setiap kapal yang menyusul kapal lain, harus menyimpangi kapal yang disusul.
(b). Kapal dianggap sedang menyusul ,bilamana mendekat kapal lain dari jurusan
lebih dari 22.5 derajat di belakang arah melintang, ialah dalam kedudukan
sedemikain sehingga terhadap kapal yang disusul itu pada malam hari ia dapat
melihat hanya penerangan buritan, tetapi tidak satupun penerangan-
penerangan lambungnya.
(c). Bilamana sebuah kapal ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain ia
harus menganggap bahwa demikain halnya dan bertindak sesuai dengan hal
itu.
(d). Setiap perubahan baringan selanjutnya antara kedua kapal itu tidak akan
mengakibatkan kapal yang sedang menyusul sebagai kapal yang menyilang,
dalam pengertian aturan-aturan ini atau membebaskan dari kewajibannya untuk
tetap bebas dari kapal yang sedang di susul itu sampai akhirnya lewat dan
bebas.
Penjelasan :
ATURAN 14
SITUASI BERHADAPAN
(a). Bilamana dua buah kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan berhadapan
atau hampir berhadapan, sehingga mengakibatkan bahaya tubrukan, masing-
masing kapal harus berubah haluannya ke kanan sehingga saling berpapasan
pada lambung kirinya.
(b). Situasi demikian itu selalu dianggap ada, bilamana sebuah kapal melihat kapal
lain tepat atau hampir tepat di depannya pada malam hari ia dapat melihat
penerangan tiang kapal lain segaris atau hampir segaris dan/atau kedua
penerangan lambung pada siang hari dengan memperhatikan penyesuaian
sudut pandangan dari kapal lain.
(c). Bilamana sebuah kapal ragu-ragu apakah situasi demikian itu ada, ia harus
menganggap demikian halnya dan bertindak sesuai dengan keadaan itu.
Bilamana kapal dalam keadaan ragu – ragu apakah situasinya berhadap – hadapan
atau bukan, maka kapal harus menganggap dirinya berhadap – hadapan.
Oleh sebab itu dalam situasi berhadap – hadapan ataupun situasi persilangan kapal
sebaiknya tidak mengubah haluannya ke KIRI.
ATURAN 15
SITUASI BERSILANGAN
Penjelasan :
Setiap kapal yang oleh aturan-aturan ini di wajibkan menyimpangi kapal lain,
sepanjang keadaan memungkinkan, harus mengambil tindakan dengan segera dan
nyata untuk dapat bebas dengan baik.
Penjelasan ;
Bagi kapal yang diwajibkan menghindar tidakannya harus dilakukan dalam waktu
dini.
Tindakannya harus tegas sehingga selalu terbebas dari segala resiko tubrukan ”
Passing in safe distance”
(a). i. Apabila salah satu dari kedua kapal diharuskan menyimpang, maka kapal
yang lain harus mempertahankan haluan dan kecepatannya.
ii. Bagaimanapun juga, kapal yang di sebut terakhir ini boleh bertindak untuk
menghindari tubrukan dengan olah geraknya sendiri, segera setelah jelas
baginya, bahwa kapal yang diwajibkan menyimpang itu tidak mengambil
tindakan yang sesuai dalam memenuhi aturan-aturan ini.
(b). Bilamana oleh sebab apapun, kapal yang diwajibkan mempertahankan haluan
dan kecepatannya mengetahui dirinya berada terlalu dekat, sehingga
tubrukan tidak terhindari lagi dengan tindakan oleh kapal yang menyimpang itu
saja, ia harus mengambil tindakan sedemikain rupa, sehingga merupakan
bantuan yang sebaik-baiknya untuk menghindari tubrukan.
(c). Kapal tenaga yang bertindak dalam situasi bersilangan sesuai dengan sub
paragraph (a) (ii) aturan ini untuk menghindari tubrukan dengan kapal tenaga
yang lain, jika keadaan mengijinkan, tidak boleh merubah haluannya ke kiri
untuk kapal yang berada di lambung kirinya.
(d). Aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyimpang dari kewajibannya
untuk menghindari jalannya kapal lain.
- Bila salah satu dari kapal di wajibkan menghindar maka kapal yang lainnya
tersebut harus mempertahankan haluan dan kecepatannya.
- Tersebut di atas hanya untuk dalam keadaan saling melihat, tidak berlaku untuk
dalam keadaan penglihatan terbatas.
- Perhatikan aturan 12, 13, 15 dan 18.
- Bila yang di wajibkan menghindar tidak melaksanakan tindakannya, maka kapal
yang bertahan harus menghindar.
ATURAN-18
(c). Kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin , harus menghindari :
i. Kapal yang tidak terkendalikan ;
ii. Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas
(d). i. Setiap kapal, selain dari pada kapal yang tidak terkendalikan atau kapal
yang kemampuan olah geraknya terbatas, jika keadaan mengijinkan, harus
menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal yang terkendala
oleh saratnya yang sedang memperlihatkan isyarat-isyarat dalam aturan 28 ;
(e). Pesawat terbang laut di air, pada umumnya harus tetap benar-benar bebas dari
semua kapal dan menghindarkan dirinya merintangi navigasi kapal-kapal itu.
Sekalipun demikian jika ada bahaya tubrukan, pesawat terbang laut itu harus
memenuhi aturan–aturan bagian ini.
Penjelasan :
Pada tahap boleh bertindak, kapal tenaga tidak boleh mengubah haluannya ke kiri,
tindakan pada tahap ini adalah ;
1. Beri isyarat 34 (d) yaitu 5 tiup pendek atau 5 kedip dengan lampu aldish
Pada tahap harus bertindak ( tahap kritis ) kapal yang bertahan harus bertindak
( 17.b ). Perubahan haluan ke kanan bagi kapal yang bertahan akan sangat
membahayakan.
Walaupun kapal tenaga diwajibkan menghindar kapal layar, kapal tenaga tidak perlu
mengambil tindakan dini karena biasanya kapal layar sering merubah haluannya
terlebih dahulu.
ATURAN 19
(a). Aturan ini berlaku bagi kapal-kapal yang tidak saling melihat bilamana sedang
berlayar disuatu daerah yang berpenglihatan terbatas atau didekatnya.
(b). Setiap kapal harus berjalan dengan kecepatan aman yang disesuaikan dengan
keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada.
(d). Kapal yang mengindera kapal lain hanya dengan radar harus menentukan
apakah sedang berkembang situasi saling mendekat terlalu rapat dan / atau
apakah ada bahaya tubrukan. Jika demikian kapal itu harus melakukan tindakan
dalam waktu yang cukup lapang, dengan ketentuan bahwa bilamana tindakan
demikian terdiri dari perubahan haluan, maka sejauh mungkin harus dihindari
hal-hal berikut :
i. Perubahan haluan kekiri terhadap kapal yang ada didepan arah melintang,
selain dari pada kapal yang sedang disusul ;
ii. Perubahan haluan kearah kapal yang ada diarah melintang atau dibelakang
arah melintang.
(e). Kecuali apabila telah yakin bahwa tidak ada bahaya tubrukan, setiap kapal yang
mendengar isyarat kabut kapal lain yang menurut pertimbangannya berada
didepan arah melintangnya, atau yang tidak dapat menghindari situasi saling
mendekat terlalu rapat hingga kapal yang ada didepan arah melintangnya harus
Jika dianggap perlu, kapal itu harus meniadakan kecepatannya sama sekali dan
bagaimanapun juga berlayar dengan kewaspadaan khusus hingga bahaya
tubrukan telah berlalu.
Penjelasan :
a. Aturan 19 hanya berlaku bila kapal – kapal dalam keadaan tidak saling melihat
yang sedang berlayar di daerah berpenglihatan terbatas atau di dekatnya.
Kapal yang berada di dalam dan di dekat daerah berpenglihatan terbatas selain
harus melaksanakan Aturan 19 juga harus membunyikan isyarat sesuai aturan
35 ( aturan 34 tidak boleh di gunakan ).
Didalam daerha berpenglihatan terbatas bila telah dapat melihat secara visual
kapal lainnya maka aturan 19 tidak lagi berlaku, melainkan Aturan – aturan
seksi ii yang berlaku.
- pengamatan
- kecepatan aman
- menentukan tubrukan
Plotting Untuk Menentukan CPA ( Closest Point of Approach ) dan TCPA ( Time
Mengetahui nilai CPA ( CN ) sangat penting untuk mengetahui ada atau tidak adanya
Bahaya tubrukan. Jika nilai CN adalah nol atau garis perpanjangan OA berhimpit
WO : Haluan dan Jarak yang di tempuh oleh kapal sendiri selama plotting interval
( Way of Own Ship )
WA : Haluan dan Jarak yang di tempuh oleh kapal target selama plotting interval
( Way of Another Ship )
Aspek : Baringan Relatif Kapal Sendiri dari Target 0 - 180 Merah ata Hijau
c. Selisih sekitar 3 dan 6 menit lakukan plot yang kedua beri symbol A
BAGIAN C
ATURAN 20
PEMBERLAKUAN
(a). Aturan-aturan didalam bagian ini harus dipenuhi dalam segala keadaan cuaca.
(d). Aturan-aturan tentang sosok-sosok benda harus dipenuhi pada siang hari.
Penjelasan :
a. Aturan 20 berlaku dalam setiap keadaan penglihatan dan bagi seluruh kapal,
termasuk kapal – kapal kecil sekalipun, agar keberadaan mereka dapat
diketahui oleh kapal – kapal lain.
c. Pada saat siang hari, atau saat lampu – lampu sudah di padamkan untuk
menyatakan keadaan kapal dipasang sosok benda.
DEFINISI
Penjelasan :
a. Lampu tiang di pasang di suatu tempat yang berada di bagian paling atas
sehingga tidak terhalang oleh bangunan kapal atau lampu – lampu lain. Dengan
sektor cahaya 225, diupayakan dalam setiap keadaan lampu tiang belakang
dapat terlihat paling atas dari lampu tiang depan.
b. Lampu lambung kapal tenaga harus ditempatkan pada ketinggian diatas badan
tidak boleh lebih dari tiga perempat tinggi lampu tiang depan. Lampu – lampu
lambung itu tidak boleh ditempatkan terlalu rendah sehingga dapat terganggu
oleh lampu – lampu geladak.
f. Lampu keliling nampak pada busur 360 ditempatkan disuatu tempat yang tidak
terhalang oleh lampu – lampu lain.
ATURAN 22
Penjelasan :
Lampu – lampu ini dapat terlihat pada jarak yang sudah ditentukan baik pada saat
keadaan gelap maupun malam yang terang.
ATURAN 23
ii. Penerangan tiang kedua di belakang dan lebih tinggi dari pada penerangan
tiang depan kecuali kapal yang panjangnya kurang dari 50 meter, tidak wajib
memperlihatkan penerangan demikian, tetapi boleh memperlihatkannya ;
(b). Kapal bantalan udara bilamana sedang beroperasi dalam bentuk tanpa berat
benaman disamping penerangan-penerangan yang ditentukan di dalam
paragrap (a) aturan ini, harus memperlihatkan penerangan keliling kuning kedip.
(c). Pesawat WIG hanya pada saat lepas landas, mendarat dan terbang didekat
permukaan sebagai tambahan lampu – lampu yang diwajibkan dalam
paragraph (a) harus memperlihatkan satu lampu keliling merah berkedip
dengan intensitas tinggi.
(d) i. Kapal tenaga yang panjangnya kurang dari 12 meter, sebagai ganti
penerangan-penerangan yang ditentukan didalam paragrap (a) aturan ini,
boleh memperlihatkan penerangan keliling putih dan penerangan-
penerangan lambung.
ii. Kapal tenaga yang panjangnya kurang dari 7 meter yang kecepatan
meximumnya tidak lebih dari 7 mil setiap jam, sebagai ganti penerangan-
penerangan yang ditentukan didalam paragrap (a) aturan ini,
memperlihatkan penerangan keliling putih dan jika mungkin, harus juga
memperlihatkan penerangan-penerangan lambung.
iii. Penerangan tiang atau penerangan keliling putih dikapal tenaga yang
panjangnya kurang dari 12 meter boleh dipindahkan dari sumbu membujur
kapal jika pemasangan disumbu membujur tidak dapat dilakukan, dengan
ketentuan bahwa penerangan-penerangan lambung digabungkan dalam
satu lentera yang harus diperlihatkan disumbu membujur kapal atau
ditempatkan sedekat mungkin disumbu membujur yang sama dengan
penerangan tiang atau penerangan keliling putih.
Bilamana panjang tundaan diukur dari buritan kapal yang sedang menunda
sampai keujung belakang tundaan lebih dari 200 meter, tiga penerangan
yang demikian itu, bersusun tegak lurus ;
v. Bilamana panjang tundaan lebih dari 200 meter, sosok belah ketupat disuatu
tempat yang dapat kelihatan dengan sejelas-jelasnya.
(c). Kapal tenaga bilamana sedang mendorong maju atau sedang menggandeng
kecuali didalam hal suatu unit berangkai harus memperlihatkan :
i. Sebagai pengganti penerangan yang ditentukan didalam aturan 23 (a) (i)
atau (a) (ii) dua penerangan tiang yang bersusun tegak lurus ;
ii. Penerangan-penerangan lambung ;
iii. Penerangan buritan.
(d). Kapal tenaga yang dikenai paragrap (a) atau (c) aturan ini, harus juga
memenuhi aturan 23 (a) (ii) .
(e). Kapal atau benda yang sedang ditunda, selain dari pada yang dinyatakan
didalam paragrap (g) aturan ini harus memperlihatkan :
i. Penerangan-penerangan lambung ;
ii. Penerangan buritan ;
iii. Bilamana panjang tundaan lebih dari 200 meter, sosok belah ketupat disuatu
tempat yang dapat kelihatan dengan sejelas-jelasnya.
(f). Dengan ketentuan bahwa berapapun jumlah kapal yang sedang digandeng atau
didorong dalam suatu kelompok, harus diberi penerangan sebagai satu kapal :
i. Kapal yang sedang didorong maju yang bukan merupakan bagian dari suatu
unit berantai, harus memperlihatkan penerangan-penerangan lambung di
ujung depan ;
i. Jika lebarnya kurang dari 25 meter, satu penerangan keliling putih diujung
depan atau didekatnya dan satu diujung belakang atau didekatnya kecuali
apabila naga umbang itu tidak perlu memperlihatkan penerangan diujung
depan atau didekatnya ;
ii. Jika lebarnya 25 meter atau lebih, dua penerangan keliling putih tambahan
diujung-ujung paling luar dari lebarnya atau didekatnya ;
iii. Jika panjangnya lebih dari 100 meter, penerangan-penerangan keliling putih
tambahan diantara penerangan-penerangan yang ditentukan didalam sub
paragrap (i) dan (ii) sedemikian rupa hingga jarak antara penerangan-
penerangan itu tidak boleh lebih dari 100 meter ;
iv. Sosok belah ketupat di atau didekat ujung paling belakang dari kapal atau
benda paling belakang yang sedang ditunda dan jika panjang tundaan itu
lebih dari 200 meter, sosok belah ketupat tambahan disuatu tempat yang
dapat kelihatan dengan sejelas-jelasnya serta ditempatkan sejauh mungkin
di depan.
(i). apabila karena suatu sebab yang cukup beralasan sehingga tidak
memungkinkan kapal yang tidak melakukan operasi-operasi penundaan untuk
memperlihatkan penerangan-penerangan yang ditentukan didalam paragrap (a)
atau (c) aturan ini, maka kapal demikian itu tidak diisyaratkan untuk
memperlihatkan penerangan-penerangan itu bilamana sedang menunda kapal
lain dalam bahaya atau dalam keadaan lain yang membutuhkan pertolongan.
Segala upaya yang mungkin harus ditempuh untuk menunjukan sifat hubungan
antara kapal yang sedang menunda dan kapal yang sedang ditunda
sebagaimana yang diharuskan dan dibolehkan oleh aturan 36 terutama untuk
menerangi tali tunda.
(a). Kapal layar yang sedang berlayar yang sedang berlayar harus
memperlihatkan :
(d). i. Kapal layar yang panjangnya kurang dari 7 meter, jika mungkin harus
memperlihatkan penerangan-penerangan yang ditentukan didalam paragrap
(a) atau (b) aturan ini, tetapi jika tidak memperlihatkannya, kapal layar itu
harus selalu siap dengan sebuah lampu senter atau lentera yang menyala
yang memperlihatkan cahaya putih yang harus ditunjukan dalam waktu yang
cukup untuk mencegah tubrukan.
KAPAL IKAN
(a). Kapal yang sedang menangkap ikan, apakah sedang berlayar atau berlabuh
jangkar hanya boleh memperlihatkan penerangan-penerangan dan sosok-sosok
benda yang ditentukan oleh aturan ini.
(c). Kapal yang sedang menangkap ikan, kecuali yang sedang mendogol harus
memperlihatkan :
i. Dua penerangan keliling bersusun tegak lurus, yang di atas merah dan di
bawah putih, atau sosok benda yang terdiri dari dua kerucut yang titik-titik
puncaknya berimpit bersusun tegaklurus. Kapal yang panjangnya kurang
dari 20 meter, sebagai pengganti sosok benda ini, boleh memperlihatkan
keranjang ;
ii. Bilamana mana ada alat penangkap ikan yang terjulur mendatar dari kapal
lebih dari 150 meter, penerangan putih keliling atau kerucut yang titik
puncaknya ke atas diarah alat penangkap ;
iii. Bilamana mempunyai kecepatan di air, disamping penerangan- penerangan
yang ditentukan didalam paragrap ini, penerangan- penerangan lambung
dan penerangan buritan.
ATURAN 27
(d). Kapal yang sedang melaksanakan pengerukan atau pekerjaan di dalam air,
bilamana kemampuan olah geraknya terbatas, harus memperlihatkan
penerangan-penerangan dan sosok-sosok benda yang ditentukan di dalam su
paragrap (b) (i), (ii) dan (iii) Aturan ini dan sebagai tambahan bilamana ada
rintangan ,harus memperlihatkan :
i. Dua penerangan merah keliling atau dua bola bersusun tegak lurus untuk
menunjukkan sisi tempat rintangan itu berada ;
ii. Dua penerangan hijau keliling atau dua sosok belah ketupat bersusun tegak
lurus untuk menunjukan sisi yang boleh dilewati kapal lain ;
iii. Bilamana berlabuh jangkar, penerangan atau sosok-sosok benda yang
ditentukan di dalam paragrap ini sebagai ganti penerangan-penerangan atau
sosok benda yang ditentukan di dalam Aturan 30.
(g). Kapal-kapal yang panjangnya kurang dari 12 meter, kecuali kapal-kapal yang
sedang menjalankan pekerjaan penyelaman, tidak wajib memperlihatkan
penerangan-penerangan dan sosok-sosok benda yang ditentukan di dalam
Aturan ini.
(h). Isyarat-isyarat yang yang ditentukan di dalam Aturan ini bukan isyarat-isyarat
dari kapal-kapal dalam bahaya dan membutuhkan pertolongan. Isyarat-isyarat
demikian tercantum di dalam Lampiran IV Peraturan ini.
ATURAN 29
KAPAL PANDU
ATURAN 30
(a). Kapal yang berlabuh jangkar harus memperlihatkan disuatu tempat yang
dapat kelihatan dengan sejelas-jelasnya :
i. Di bagian depan, penerangan putih keliling atau satu bola ;
ii. Di buritan atau di dekatnya dan di suatu ketinggian yang lebih rendah dari
pada penerangan yang ditentukan didalam sub paragrap (i), sebuah
penerangan putih keliling.
(e). Kapal yang panjangnya kurang dari 7 meter bilamana berlabuh jangkar, tidak
didalam atau didekat alur pelayaran sempit, air pelayaran atau tempat berlabuh
jangkar, atau tempat yang biasa dilayari oleh kapal-kapal lain, tidak disyaratkan
(f). Kapal yang panjangnya kurang dari 12 meter, bilamana kandas, tidak
disyaratkan memperlihatkan penerangan-penerangan atau sosok-sosok benda
yang ditentukan didalam su paragrap (d) (i) dan (ii) Aturan ini.
ATURAN 31
BAGIAN D
ATURAN 32
DEFINISI
(a). Kata “ suling “ berarti alat isyarat bunyi yang dapat menghasilkan tiupan-tiupan
yang ditentukan dan yang memenuhi perincian-perincian didalam Lampiran III
Peraturan-peraturan ini.
(b). Istilah “ tiup pendek “ berarti tiupan yang lamanya kira-kira satu detik ;
(c). Istilah “ tiup panjang “ berarti tiupan yang lamanya 4 sampai 6 detik.
(a). Kapal yang panjangnya 12 meter atau lebih harus dilengkapi dengan suling dan
genta serta kapal yang panjangnya 100 meter atau lebih sebagai tambahan,
harus dilengkapi dengan gong yang nada dan bunyinya tidak dapat terkacaukan
dengan nada dan bunyi genta. Suling, genta dan gong itu harus memenuhi,
perincian-perincian didalam Lampiran III Peraturan ini.
Genta atau gong atau kedua-duanya boleh diganti dengan perlengkapan lain
yang mempunyai sifat-sifat khas yang sama dengan bunyi masing-masing,
dengan ketentuan bahwa alat-alat isyatar yang ditentukan itu harus selalu
mungkin dibunyikan dengan tangan.
(b). Kapal yang panjangnya kurang dari 12 meter tidak wajib memasang alat-alat
isyarat bunyi yang ditentukan didalam paragrap (a) Aturan ini, tetapi jika tidak
memasangnya, kapal itu harus dilengkapi dengan beberapa sarana lain yang
menghasilkan isyarat bunyi yang efisien.
ATURAN 34
(b). Setiap kapal boleh menambah isyarat-isyarat suling yang ditentukan didalam
paragrap (a) Aturan ini dengan isyarat-isyarat cahaya, diulang-ulang seperlunya
sementara olah gerak sedang dilakukan :
(c). Bilamana dalam keadaan saling melihat dalam alur pelayaran atau air
pelayaran sempit :
i. Kapal yang sedang bermaksud menyusul kapal lain, sesuai dengan Aturan 9
(e) (i) harus menyatakan maksudnya itu dengan isyarat berikut dengan
sulingnya :
- Dua tiup panjang diikuti satu tiup pendak untuk menyatakan “ Saya
bermaksud menyusul anda di sisi kanan anda “ ;
- Dua tiup panjang diikuti dua tiup pendak untuk menyatakan “ Saya
bermaksud menyusul anda di sisi kiri anda “.
ii. Kapal yang sedang siap untuk disusul itu bilamana sedang melakukan
tindakan sesuai dengan Aturan 9 (e) (i), harus menyatakan persetujuannya
dengan isyarat-isyarat dengan sulingnya :
- Satu tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang dan satu tiup
pendek dengan tata urutan tersebut.
(e). Kapal yang sedang mendekati tikungan atau daerah alur pelayaran atau air
pelayaran yang ditempat itu kapal-kapal lain dapat terhalang oleh alingan, harus
memperdengarkan satu tiup panjang.
Isyarat demikian itu harus disambut dengan tiup panjang oleh setiap kapal yang
sedang mendekat yang sekiranya ada didalam jarak dengar disekitar tikungan
atau dibalik alingan itu.
(f). Jika suling-suling dipasang di kapal secara terpisah dengan jarak lebih dari 100
meter, hanya satu suling saja yang harus digunakan untuk memberikan isyarat
olah gerak dan isyarat peringatan.
ATURAN 35
Didalam atau didekat daerah yang berpenglihatan terbatas baik pada siang hari atau
pada malam hari, isyarat-isyarat yang ditentukan didalam Aturan ini harus digunakan
sebagai berikut :
(a). Kapal tenaga yang mempunyai laju di air memperdengarkan satu tiup panjang
dengan selang waktu tidak lebih dari 2 menit.
(b). Kapal tenaga yang sedang berlayar tetapi berhenti dan tidak mempunyai laju di
air harus memperdengarkan dua tiup panjang beruntun dengan selang waktu
tidak lebih dari 2 menit dan selang waktu tiup-tiup panjang itu kira-kira 2 detik.
(d). Kapal yang sedang menangkap ikan bilamana berlabuh jangkar dan kapal yang
kemampuan olah geraknya terbatas bilamana sedang menjalankan
pekerjaannya dalam keadaan berlabuh jangkar, sebagai pengganti isyarat-
isyarat yang ditentukan didalam paragrap (g) Aturan ini, harus
memperdengarkan isyarat yang ditentukan dadalam paragrap (c) Aturan ini.
(e). Kapal yang ditunda atau jika yang kapal ditunda itu lebih dari satu, maka kapal
yang paling belakang dari tundaanitu jika diawaki, harus memperdengarkan 4
tiup beruntun, yakni 1 tiup panjang diikuti 3 tiup pendek, dengan selang waktu
tidak lebih dari 2 menit. Bilamana mungkin, isyarat ini harus diperdengarkan
oleh kapal yang menunda.
(f). Bilamana kapal yang sedang mendorong dan kapal yang sedang didorong maju
diikat erat-erat dalam kesatuan gabungan, kapal-kapal itu harus dianggap
sebagai sebuah kapal tenaga dan harus memperdengarkan isyarat-isyarat yang
ditentukan didalam paragrap (a) atau (b) Aturan ini.
(g). Kapal yang berlabuh jangkar harus membunyikan genta dengan cepat selama
kira-kira 5 detik dengan selang waktu tidak lebih dari 1 menit.
Di kapal yang panjangnya 100 meter atau lebih genta itu harus dibunyikan
dibagian depan kapal dan segera setelah pembunyian genta, gong harus
dibunyikan cepat-cepat selama kira-kira 5 detik dibagian belakang kapal.
(i). Kapal yang panjangnya kurang dari 12 meter tidak wajib memperdengarkan
isyarat-isyarat tersebut diatas, tetapi jika tidak memperdengarkannya, kapal itu
harus memperdengarkan isyarat bunyi lain yang efisien dengan selang waktu
tidak lebih dari 2 menit.
(j). Kapal pandu bilamana sedang bertugas memandu, sebagai tambahan atas
isyarat-isyarat yang ditentukan didalam paragraph (a), (b) atau (g) Aturan ini
boleh memperdengarkannya isyarat pengenal yang terdiri dari 4 tiup pendek.
ATURAN 36
Jika perlu untuk menarik perhatian kapal lain, setiap kapal boleh menggunakan
isyarat cahaya atau isyarat bunyi yang tidak dapat terkelirukan dengan setiap isyarat
yang diharuskan atau dibenarkan dimanapun didalam Aturan ini, atau boleh
mengarahkan berkas cahaya lampu kejurusan manapun. Sembarang cahaya yang
digunakan untuk menarik perhatian kapal lain harus sedemikian rupa sehingga tidak
dapat terkelirukan dengan alat bantu navigasi manapun. Untuk memenuhi maksud
Aturan ini penggunaan penerangan berselang-selang atau penerangan berputar
dengan intensitas tinggi, misalnya penerangan-penerangan stroba, harus
dihindarkan.
ISYARAT BAHAYA
Bilaman kapal dalam bahaya dan membutuhkan pertolongan, kapal itu harus
menggunakan atau memperlihatkan isyarat-isyarat yang ditentukan didalam
Lampiran IV Peraturan ini.
BAGIAN E
PEMBEBASAN - PEMBEBASAN
ATURAN 38
PEMBEBASAN
Setiap kapal ( atau kelas kapal-kapal ) dengan ketentuan bahwa kapal itu
memenuhi syarat-syarat Peraturan internasional tentang pencegahan tubrukan di
laut 1960 yang lunasnya diletakkan sebelum peraturan ini berlaku atau yang pada
tanggal itu dalam tahapan pembangunan yang sesuai, dibebaskan dari kewajiban
untuk memenuhi Peraturan ini sebagai berikut :
(g). Syarat-syarat tentang alat-alat isyarat bunyi yang ditentukan didalam Lampiran
III Peraturan ini, sampai 9 tahun setelah tanggal mulai berlakunya Peraturan ini.
39. Definisi
(a) Audit adalah proses yang sistematis, independen dan terdokumentasi untuk
memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan
sejauh mana kriteria audit terpenuhi.
(b) Skema audit berarti Skema Audit negara anggota IMO yang dibuat oleh
organisasi dan dengan memperhatikan pedoman yang dikembangkan oleh
organisasi.
(c) Kode untuk implementasi berarti kode implementasi instrumen IMO (Kode III)
yang diadopsi oleh organisasi dengan resolusi A.1070 (28)
(d) Standar audit adalah pedoman pelaksanaan
40. Pemberlakuan
(a) Setiap pihak dalam Kontrak harus menjalani audit berkala oleh organisasi sesuai
dengan standar audit untuk memverifikasi kepatuhan dan implementasi dari konvensi
ini.
(b) Sekretaris Jenderal organisasi memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
skema audit, berdasarkan pedoman yang dikembangkan oleh organisasi
(c) Setiap Pihak dalam Kontrak akan memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi
pelaksanaan audit dan implementasi program tindakan untuk menangani temuan,
berdasarkan pedoman yang dikembangkan oleh organisasi.
(d) Audit semua pihak dalam kontrak harus:
(i) berdasarkan atas semua jadwal yang dikembangkan oleh Sekretaris Jenderal
Organisasi, dengan mempertimbangkan pedoman yang dikembangkan oleh
Organisasi dan
(ii) dilakukan pada interval berkala, dengan mempertimbangkan pedoman yang
dikembangkan oleh Organisasi
LAMPIRAN I
c. Penerangan tiang kapal tenaga yang panjangnya 12 meter atau lebih tetapi
kurang dari 20 meter harus ditempatkan pada ketinggian diatas tutup tajuk
tidak kurang dari 2,5 meter.
k. Penerangan labuh depan yang ditentukan didalam Aturan 30 (a) (i) bilamana
dipasang dua penerangan labuh belakang.
Di kapal yang panjangnya 50 meter atau lebih, penerangan labuh depan ini
harus ditempatkan pada ketinggian yang tidak kurang dari 6 meter diatas
badan.
4. Perincian tentang Letak Penerangan Penunjuk arah bagi kapal ikan, kapal
keruk dan kapal yang sedang menjalankan pekerjaan didalam air.
a. Penerangan yang menunjukan arah alat penangkap ikan yang menjulur dari
kapal yang sedang menangkap ikan sebagaimana yang ditentukan didalam
Aturan 26 (c) (ii), harus ditempatkan dengan jarak mendatar yang tidak
kurang dari 2 meter diukur dari dua penerangan merah dan putih keliling
yang ditentukan didalam Aturan 26 (c) (i) dan tidak lebih rendah dari pada
penerangan-penerangan lambung.
6. Sosok-sosok Benda
i. Bola harus dengan garis tengah tidak kurang dari 0,6 meter ;
ii. Kerucut harus dengan bidang alas yang garis tengahnya tidak kurang
dari 0,6 meter dan tingginya sama dengan garis tengahnya ;
iii. Silinder harus dengan garis tengah tidak kurang dari 0,6 meter dan
tingginya sama dengan dua kali garis tengahnya ;
iv. Sosok belah ketupat harus terdiri dari dua kerucut sebagaimana yang
diuraikan dengan jelas didalam sub paragrap (ii) diatas yang mempunyai
bidang alas persekutuan.
a. Putih
b. Hijau
c. Merah
d. Kuning
8. Intensitas Cahaya
Dengan ketentuan :
1 0,9
2 4,3
3 12
4 27
5 52
6 94
9. Sektor-sektor mendatar
Di kapal yang hanya dipasangi satu penerangan tiang, penerangan olah gerak
itu, jika dipasang harus ditempatkan disuatu tempat yang dapat kelihatan
dengan sejelas-jelasnya, terpisah tegak lurus dari penerangan tiang dengan
jarak tidak kurang dari dua meter.
13. Persetujuan
LAMPIRAN II
1. Umum
i. Pada malam hari : lampu sorot diarahkan kedepan dan kearah kapal
lain dari pasangan itu ;
Kapal-kapal yang sedang menangkap ikan dengan alat penangkap ikan jaring
lingkar boleh memperlihatkan dua penerangan kuning bersusun tegak lurus.
LAMPIRAN III
1. Suling
Jarak dengar isyarat dari suling harus ditentukan oleh frekuensi-frekuensi itu
yang dapat meliputi frekuensi dasar dan atau satu atau beberapa frekuensi
yang lebih tinggi, yang terletak dalam batas 180 – 700 Hz ( ± 1 persen ) dan
yang menghasilkan tingkat-tingkat tekanan bunyi yang disebutkan secara
terperinci didalam paragrap 1 (c) dibawah ini.
Untuk menjamin keragaman yang luas dari ciri-ciri suling, frekuensi dasar
sebuah suling harus terletak diantara batas-batas :
iii. 250 – 700 Hz bagi kapal yang panjangnya kurang dari 75 meter.
Suling yang dipasang di kapal didalam arah kekuatan maksimum dari suling
itu dan disuatu tempat yang jaraknya 1 meter dan suling itu harus
menghasilkan suatu tingkat tekanan bunyi didalam sekurang-kurangnya 1
bidang ⅓ oktaf didalam batas-batas frekuensi-frekuensi 180 – 700 Hz ( ± 1
persen ) yang tidak lebih kecil dari pada angka yang sesuai dengan yang
tercantum didalam tabel dibawah ini :
Tingkat lebar bidang
Panjang Kapal ⅓ oktaf di 1 meter dB Jarak dengar
Dalam meter Dengan acuan 2 x 10-5 Dalam mil laut
N/m2
Jarak dengar didalam tabel diatas itu digunakan sebagai informasi dan
merupakan perkiraan jarak yang pada jarak itu bunyi suling dapat terdengar
disumbu depannya dengan 90% kemungkinan dalam keadaan cuaca tenang
disebuah kapal dengan tingkat kebisingan latar belakang rata-rata di pos-
pos pendengaran ( diambil sebesar 68 dB didalam bidang oktaf yang
dipusatkan di 500 Hz ).
Tingkat tekanan bunyi sebuah suling yang berarah disumbu disetiap arah
dibidang mendatar didalam ± 45° dari sumbu tidak boleh lebih dari 4 dB
dibawah tingkat tekanan bunyi diarah lain manapun dibidang mendatar itu
tidak boleh lebih dari 10 dB dibawah tekanan bunyi yang ditentukan disumbu
itu sehingga jarak dengan disetiap arah akan sekurang-kurangnya sama
dengan setengah jarak dengar disumbu depan.
Tingkat tekanan bunyi itu harus diukur didalam bidang ⅓ oktaf yang
menentukan jarak dengar tersebut.
e. Penempatan Suling-suling
Jika suling-suling dipasang dengan jarak lebih dari 100 meter, maka harus
ditata sedemikian rupa hingga suling-suling itu tidak dibunyikan secara
serentak.
a. Intensitas Isyarat
Genta atau gong atau alat bunyi lain yang mempunyai ciri-ciri bunyi yang
serupa harus menghasilkan tingkat tekanan bunyi yang tidak lebih dari 110
dB pada jarak 1 meter dari genta atau gong itu.
b. Konstruksi
Genta-genta dan gong-gong harus dibuat dari bahan tahan karat dan
dirancang untuk menghasilkan nada yang bening.
Garis tengah mulut gentatidak boleh kurang dari 300 mm bagi kapal-kapal
yang panjangnya 12 meter atau lebih tetapi kurang dari 20 meter.
3. Persetujuan
d. Isyarat yang dipancarkan dengan telegrap radio atau dengan cara lain
manapun yang terdiri dari kelompok ••• ▬▬▬ • • • ( SOS ) dalam
kode morse ;
e. Isyarat yang dipancarkan dengan telephon radio yang terdiri dari kata yang
dituturkan ” MEDE ” ;
g. Isyarat yang terdiri dari sehelai bendera segi empat yang dibawah atau
diatasnya disambung dengan bola atau sesuatu yang menyamai bola ;
h. Nyala api di kapal ( misalnya dari tong ter, tong minyak yang sedang
terbakar, dan sebagainya ) ;
Buku petunjuk pencarian dan pemberian pertolongan kapal niaga serta isyarat-
isyarat berikut :
a. Sehelai kain terpal berwarna jingga dengan segi empat dan lingkaran hitam
atau lambung lain yang sesuai ( untuk pengenalan dari udara ) ;
LAMPIRAN TAMBAHAN
PASAL I
PASAL II
1. Konvensi ini akan tetap terbuka untuk penandatanganan sampai 1 Juni 1973
dan setelah tanggal itu akan tetap terbuka untuk penyertaan.
c. Pengertian.
PASAL III
PENERAPAN WILAYAH
3. Setiap pemberitahuan yang dilakukan sesuai dengan ayat 1 pasal ini dapat
ditarik kembali berkenaan dengan setiap wilayah yang disebutkan didalam
pemberitahuan tersebut dan perluasan konvensi ini kewilayah tersebut akan
tidak berlaku lagi setelah satu tahun atau suatu kurun waktu yang lebih lama
yang dapat disebut pada saat penarikan kembali.
PASAL IV
MULAI BERLAKUNYA
b. Lepas dari pada ketentuan-ketentuan didalam sub ayat (a) ayat ini, konvensi
ini tidak akan mulai berlaku sebelum tanggal 1 Januari 1976.
4. Setelah tanggal mulai berlakunya suatu perubahan Konvensi ini sesuai dengan
ayat 3 Pasal VI, maka setiap pengesahan, penerimaan, penyetujuan atau
penyertaan akan berlaku terhadap Konvensi yang telah diubah.
PASAL V
KONPERENSI PERBAIKAN
PASAL VI
2. Apabila diterima oleh dua pertiga mayoritas dari para Peserta Penandatangan
yang hadir dan memberikan suara didalam Komisi Keselamatan Maritim dari
Organisasi, maka perubahan demikian akan diberitahukan kepada semua
Peserta Penandatangan dan para Anggota Organisasi sekurang-kurangnya
enam bulan sebelum dipertimbangkan oleh Majelis Organisasi.
Setiap Peserta penandatangan yang bukan Anggota Organisasi akan diberi hak
untuk berperan serta bilamana perubahan itu dipertimbangkan oleh Majelis.
4. Perubahan demikian akan mulai berlaku pada suatu tanggal yang akan
ditentukan oleh Majelis pada waktu yang sama, lebih dari sepertiga dari para
Peserta Penandatangan memberitahu Organisasi tentang keberatan-keberatan
mereka terhadap perubahan itu. Penentuan oleh Majelis sehubungan dengan
tanggal-tanggal yang teracu didalam ayat ini harus dilakukan oleh dua pertiga
mayoritas dari mereka yang hadir dan memberikan suara.
PASAL VII
PEMUTUSAN
1. Konvensi ini dapat diputuskan oleh Peserta Penandatangan pada setiap waktu
setelah berakhirnya lima tahun terhitung sejak tanggal mulai berlakunya
Konvensi bagi peserta tersebut.
3. Suatu pemutusan akan berlaku satu tahun, atau kurun waktu yang lebih lama
yang dapat disebutkan didalam dokumen setelah penyampaiannya.
PASAL VIII
PASAL IX
BAHASA
Alih bahasa – alih bahasa dalam bahasa Rusia dan bahasa Spanyol akan disiapkan
dan disimpan bersama dengan naskah asli yang ditanda tangani.
Selaku saksi untuk hal-hal tersebut di atas, yang bertanda tangan di bawah ini diberi
wewenang dengan sepatutnya oleh Pemerintah mereka untuk maksud itu, telah
menandatangani Konvensi yang sekarang ini.
Dilakukan di London, pada tanggal dua puluh Oktober seribu sembilan ratus tujuh
puluh dua.
Aturan – aturan mengenai tugas jaga diatur dalam Standar of Training Certification
and Watchkeeping ( STCW ) 1995 pada Chapter VIII ( delapan ).
Chapter VIII : Standard – standard yang Berkaitan dengan Tugas Jaga
Section A – VIII / 1 : Fitness ( kebugaran ) untuk melaksanakan Tugas Jaga :
a. Semua orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas jaga harus diberikan waktu
istirahat paling sedikit 10 jam setiap periode 24 jam.
b. Jam – jam istirahat paling banyak hanya boleh dibagi menjadi dua periode
istirahat yang salah satu periodenya tidak boleh kurang dari 6 jam.
Waktu istirahat minimum tersebut dapat dikurangi sampai dengan 6 jam waktu
istirahat bila terjadi suatu keadaan darurat, situasi latihan atau kondisi
operasional yang mendesak.
c. Waktu istirahat minimum 6 jam tersebut dapat dilaksanakan berturut – turut
asalkan pengurangan semacam itu tidak lebih dari 2 hari dan paling sedikit harus
ada 70 jam istirahat selama periode 7 hari.
a. Setiap anggota tugas jaga harus memahami dan menyadari sepenuhnya, akibat
yang timbul apabila terjadi pencemaran.
b. Untuk itu harus mengambil setiap tindakan pencegahan terhadap terjadinya
pencemaran.
Dinas Jaga 97
c. Tindakan pencegahan mengacu pada peraturan-peraturan internasional dan
peraturan nasional/setempat yang berlaku.
Dinas Jaga 98
e. Komposisi tugas jaga menjamin dilaksanakan pengamatan secara terus-menerus
dan cermat. Nahkoda perlu mempertimbangkan berbagai faktor dalam menyusun
komposisi tugas jaga navigasi :
1) Jarak tampak, keadaan laut dan cuaca
2) Kepadatan lalu lintas dan kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan di
perairan dimana kapal berlayar (latihan perang, pengerukan, pemasangan,
kabel laut, dll).
3) Seberapa besar perhatian yang diperlukan jika berada di atau dekat bagan
pemisah (separation scheme).
4) Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan di anjungan berkaitan fungsi-
fungsi kapal dan olah gerak yang mungkin harus dilakukan dengan segera.
5) Kebugaran (fitness) masing-masing personil yang ikut tugas jaga.
6) Pengetahuan dan kepercayaan diri secara professional dari para perwira jaga.
7) Pengalaman masing-masing perwira dan tingkat pengenalan terhadap setiap
peralatan navigasi, proseedur yang ada serta kemampuan olah gerak kapal.
8) Kegiatan yang dilakukan di kapal pada setiap saat, termasuk kesibukan
komunikasi radio dan kemudahan mendapat bantuan tenaga untuk segera
dating ke anjungan bila diperlukan.
9) Status operasional dari alat-alat di anjungan termasuk alat control dan alarm
karakteristik olah gerak kapal, termasuk karakteristik baling-baling dan
kemudi.
10)Ukuran kapal dan besarnya sudut pandang dari tempat pengamatan.
11)Penataan anjungan yang mungkin mempengaruhi kemampuan deteksi
seorang pengamat terhadap setiap perkembangan situasi yang terjadi.
12)Setiap standard atau prosedur serta petunjuk berkaitan dengan pelaksanaan
jaga yang telah ditetapkan oleh IMO, (missal ISM Code).
Dinas Jaga 99
3) Penggunaan dan kondisi operasional peralatan navigasi.
4) Apakah dilengkapi kemudi otomatis
5) Kamar mesin yang tidak dijaga (unmanned)
6) Keadaan khusus yang mungkin terjadi, sehubungan dengan operasi kapal
yang tidak sebagaimana biasanya.
b. Tugas jaga di laut : Pengaturan tugas jaga laut di kapal dilaksanakan sebagai
berikut:
1) Jam 00.00 – 04.00 Jaga larut malam (Dog watch) – Mualim II
2) Jam 04.00 – 08.00 Jaga dini hari (Morning Watch) – Mualim I
3) Jam 08.00 – 12.00 Jaga pagi hari (Forenoon Watch ) – Mualim III
4) Jam 12.00 – 16.00 Jaga siang hari (Afternoon Watch) – Mualim II
5) Jam 16.00 – 20.00 jaga sore hari (Evening Watch) – Mualim I
6) Jam 20.00 – 24.00 Jaga malam hari (Night Watch) – Mualim III
Kecuali diatur lain oleh Nahkoda, maka penjagaan dilakukan seperti tertera pada
daftar di atas. Pertukaran jaga dilakukan, dengan menyerah terimakan jaga dari
perwira jaga lama kepada penggantinya, Perwira jaga baru akan dibangunkan
setengah jam sebelumnya. Setelah berada di anjungan harus melihat haluan
kapal, lampu suar perintah nahkoda, membiasakan diri dengan situasi yang ada.
Mualim yang diganti menyerahkan jaganya dengan memberikan informasi
diperlukan, seperti posisi terakhir, cuaca, kapal lain dan hal-hal lain yang
dipandang perlu.
Sebagai catatan, mualim jaga setelah selesai jaganya diwajibkan meronda kapal
terutama pada malam hari misalnya pemeriksaan peranginan palka, kran-kran
air, cerobong asap, lashingan muatan dan lain-lain.
e. Apabila telah tiba waktu serah terima jaga tetapi sedang menghindari bahaya
atau sedang mengolah gerak (merubah haluan, merubah kecepatan) harus
dilselesaikan terlebih dahulu sampai bahaya telah lewat dan olah gerak telah
selesai.
e. Tindakan secepatnya :
3.7. Tugas Jaga pada setiap keadaan dan daerah pelayaran (watchkeeping
under different conditions and different area )
a. Cuaca baik :
b. Tampak terbatas
Jika jarak Nampak berkurang atau diperkirakan akan berkurang, maka sesuai
COLLREG 1972, harus berlayar dengan kecepatan aman dan menyiapkan mesin
untuk olah gerak, disamping itu :
1) Memberi tahu Nahkoda
2) Menempatkan pengamat dengan baik
3) Mengidupkan lampu-lampu navigasi
4) Mengoperasikan radar
5) Membuat situasi di dek dalam keadaan tenang
c. Pada waktu hari mulai gelap, perwira jaga meningkatkan pengamatan dengan
menempatkan pengamat, menyiapkan peralatan navigasi yang diperlukan serta
tindakan-tindakan pengamatan lain yang diperlukan.
d. Apabila kapal berlayar didekat pantai, prgunakanlah peta skala besar yang
sesuai.
f. Perwira jaga harus dapat mengidentifikasi setiap benda navigasi (landmark) yang
relevan dan ada di peta.
1) Keberadaan pandu tidak mengambil tugas dan tanggung jawab perwira dan
nakhoda.
2) Perwira dan nakhoda harus saling tukar informasi dan bekerja sama.
3) Jika ada keraguan mengenal tindakan pandu, perwira atau nakhoda meminta
penjelasan kepada pandu.
1) Perhatikan hujan salju, bila salju sudah menumpuk di dek dapat menganggu
stabilitas kapal.
2) Memberitahukan petugas untuk membersihkan dek dari salju.
3) Perhatikan gunung es dan bongkahan es yang hanyut.
Mualim jaga diharuskan untuk selalu berada di kapal dan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh juru mudi atau panjarwala secara bergiliran dan pada waktu-
waktu tertentu harus melakukan perondaan keliling.
a. Secara umum tanggung jawab mulaim jaga pelabuhan, meliputi hal-hal sebagai
berikut :
b. Tugas dan tanggung jawab mualim jaga pada saat kapal berlabuh
d. Tugas dan tanggung jawab mualim jaga pada saat kapal berolah gerak
Pada waktu kapal mengolah gerak baik berlabuh jangkar maupun sandar atau
berangkat maka tugas mualim di kapal dibagi menjadi tiga tempat yaitu di haluan,
buritan dan di anjungan.
Tiba :
1) Satu orang perwira berada di haluan, satu di buritan untuk memimpin tugas-
tugas di tempat tersebut.
2) Satu jam sebelumnya memberitahu KKM, masinis jaga, dan seluruh ABK.
3) Apabila diperlukan memasang semboyan-semboyan karantina, minta pandu,
bendera Negara yang dikunjungi dan lain-lain.
4) Menyiapkan ship’s condition (draft, sisa air tawar, bahan bakar, muatan , sisa
ruangan, store).
5) Mooring winch disiapkan serta tros-tros, tali buangan.
6) Apabila direncanakan langsung ada kegiatan muat bongkar, maka alat muat
bongkar disiapkan.
7) Di anjungan semua sarana olah gerak disiapkan dan dicoba, jam-jam
dicocokkan.
Berangkat :
f. Tugas dan tanggung jawab mualim jaga pada saat berlabuh jangkar
Kapal dibuat layak laut serta persiapan-persiapan dianjungan sama seperti saat
kapal sandar, sebagai tambahan dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Pada waktu rantai di area / dihibob dilaporkan ke anjungan, berapa segel di
air atau di dek serta arah rantai kemana, kencang atau slack.
2) Apabila jangkar up and down atau makan dilaporkan ke anjungan
3) Setelah selesai berlabuh atau mengangkat jangkar maka devil clam
dikencangkan, rantai diikat kuat.
4) Pada waktu tiba atau berangkat dari berlabuh jangkar, seorang perwira
dibantu oleh serang dan mistri di haluan untuk menerima perintah dari
anjungan.
g. Tugas dan tanggung jawab mualim jaga saat kapal bongkar muat
Mungkin metode ini terlalu menekankan agar SDM nya merencanakan pelayaran
berikutnya dengan sebaik – baiknya. Sedangkan tugas yang dijalankan sangat
penting, tapi SDM yang ada tidak mencukupi. Masalah – masalah tersebut diatas
hanya dapat dipecahkan dengan memenuhi persyaratan yang menjamin
keselamatan navigasi dan penempatan segala sistem berdasarkan prosedur yang
berlaku.
Implementasi dari BTM adalah pengenalan terhadap standar yang sesuai yang
hanya dapat diterapkan jika navigasi didasarkan pada prinsip – prinsip dan diperkuat
oleh organsasi yang efektif. Dalam hal ini semua perwira – perwira kapal membuat
kemungkinan yang terbaik dalam menggunakan sumber – sumber yang tersedia,
yaitu SDM dan material yang ada, untuk mencapai keberhasilan pelayaran secara
menyeluruh.
Untuk mencapai hasil yang maksimal ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
yang meliputi pengetahuan teknis, keahlian – keahlian dan juga kemampuan orang
yang terlibat didalampengembangan SDM.
Tujuan dari kewaspadaan awak kapal adalah kapal dapat sampai dengan selamat
kearah yang ingin dituju.
Seperti halnya pengetahuan mengenai keahlian dasar lainnya, maka tugas jaga
anjungan harus didukung dan ditetapkan. Berbagai tindakan harus diambil
dianjungan mengenai pertukaran informasi yang kurang kritis antara Nakhoda dan
perwira tugas jaga dalam hal terjadi perubahan hubungan kerja dimana asumsi yang
dibuat tanpa diperiksa terlebih dahulu.
3.12.1. Pengenalan
Benjamin Franklin, pada tahun 1786 mencatat bahwa "kapal yang" kadang-kadang
terlambat dan kadang-kadang dalam perjalanan mereka dibantu oleh arus di laut ".
Dia tahu bahwa kapal yang datang dari Falmouth ke New York mengambil dua
minggu lebih lama dari mereka yang berasal dari London ke Rhode Island. Franklin
berkonsultasi dengan seorang kapten laut Nantucket mengenai ini dan diberitahu
bahwa penyebabnya adalah Gulf Stream. .
Ide routing kapal modern dimulai pada tahap awal Perang Dunia II ketika Angkatan
Laut Amerika Serikat membentuk "Angkatan Laut Meteorologi dan Oseanografi
Pusat" di Naval Air Station di Norfolk. pada tahun 1958 "Optimum Track Kapal
Routing" (OTSR) telah mulai memberikan keselamatan disesuaikan dan
penghematan biaya routing layanan kepada semua kapal yang digunakan oleh
militer untuk jangka waktu selama perjalanan dilaut lepas. Cuaca routing komersial
pertama kali dimulai di tahun 1950 ketika Howard Kaster, seorang ahli meteorologi
untuk United Airlines, memulai sebuah perusahaan bernama "Pasifik Analisis Cuaca
Corporation" yang kemudian berkembang menjadi Samudera Rute pada tahun 1967
di bawah Ray Maier dan Bill Dupin. Perintis routing komersial lainnya pada 1960-an
termasuk Bill Kaciak pendiri "Cuaca Routing Inc", TV cuaca “Louis Allen” yang mulai
"Allen Cuaca Corp" dan "Bendix Ilmu Kelautan Layanan" di bawah Robert A Raguso
routing yang mulai beroperasi di 1968.
Optimal routing kapal adalah seni dan ilmu mengembangkan rute "terbaik" untuk
sebuah kapal berdasarkan ramalan cuaca yang ada, karakteristik kapal, dan
Pendekatan Evolusioner sebagai pengganti alami satu genetik telah menjadi populer
dalam dua dekade terakhir dan telah berhasil diterapkan untuk manuver anti
tabrakan. Pemodelan alat cuaca routing modern juga memanfaatkan algoritma
evolusioner bukan waktu-isokron front usang. Namun isochrones masih dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan populasi awal.
a. Angin
Pengaruh kecepatan angin terhadap kinerja kapal sulit untuk ditentukan. Dalam
angin ringan (kurang dari 20 knot), kapal kehilangan kecepatan di headwinds .
kapal berlayar di daerah angin yang tinggi akan memiliki efek lebih merugikan
pada muatan, seperti pada kapal kontainer dan kapal mobil.
b. Gelombang Tinggi.
c. Kabut
Kabut yang tebal dapat mempengaruhi pelayaran suatau kapal, hal ini di
karenakan jarak penglihatan seoarang navigator menjadi terbatas sehingga
bahaya-bahaya navigasi tidak bisa terlihat secara jelas . keadaan ini sering
menimbulkan terjadinya keterlambatan kapal serta dapat juga menimbulkan
kecelakaan kapal.
d. Es
Bahaya Es ada dua macam ; Es yang mengambang dipermukaan air laut dan es
yang berada di dalam lautan atau disebut dengan gunung Es. Gunung Es ini
sangat sulit untuk di deteksi dan memiliki potensi besar untuk menimbulkan
e. Lintang
Semakin tinggi suatu lintang maka semakin besar pula masalah yang di hadapi
oleh sebuah kapal dalam melakukan pelayaran.
SOAL 1
Setelah terjadi kecelakaan pada tgl 15 februari 2013 antara kapal A & B di utara 10 mil
semarang
dimana haluan kapal A = 090' kecepatan kapal 15 knot. haluan kapal B = 225' kecepatan
kapal 15 knot. Telah terjadi diantara ke dua kapal tersebut tubrukan pada jam 2400 ( dilihat di
gambar )
pertanyaan Dari kasus tubrukan diatas apa penyebab dari kondisi tersebut dengan
mempertimbangkan ketentuan - ketentuan P2TL , Buatlah Analisa kemungkinan-
kemungkinan
jawab
1.Kelalaian
2.Kecakapan Pelaut
3.Komunikasi yang tidak jelas
4.Mengoperasiakan sarana dan prasarana di kapal yang tidak jelas
5.Kurangnya kesadaran bertanggugn jawab antar kapal
SOAL -2
Telah terjadi kecelakaan kapal pada hari selasa ( 11/12/12 ) malam hari pukul 22.30 wib .Di
Arcol Pelabuhan .Tanjung Perak Surabaya di antara terminal peti kemas dan dermaga
Pertamina yaitu : KM Alpine yang memuat kontainer sedang lego jangkar dengan KM Alken
Pesat yang akan masuk sandar Pelabuhan Tanjung Priok membawa 83 kontainer. Tiba-tiba
KM.Alken Pesat menubruk lambung kiri KM.Alpine yang mengakibatkan kapal miring dan
kemasukan air .Beberapa saat kemudian KM.Alpine tenggelam namun sebuah ABK dapat
diselamatkan.
PERTANYAAN :
Dari masing-masing peristiwa diatas, bagaimana menurut pendapat saudara yang cukup
berpengalaman menjadi mualim , atau nakhoda di tinjau dari
a. Tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing kapal pada saat bermanoever
b. Aturan-aturan P2TL mana yang diabaikan sehingga terjadi bahaya tubrukan.
SOAL -3
pada hari jumat 25 januari 2013 jam 22.50 WIB di alur Pelayaran barat Surabaya dekat Buoy
No.6 terjadi tubrukan antar KM surya membawa kontainer dengan KM gunung bromo (kapal
penumpang ) sesuai kronologis kejadian , KM surya akan emnuju ke pelabuhan Tanjung
Perak surabaya sedangkan KM .Gunung Bromo akan menuju Makassar .Dari Kejadian
tersebut lambung kanan, KM Surya mengalami sobek.
PERTANYAAN :
Dari masing-masing peristiwa diatas, bagaimana menurut pendapat saudara yang cukup
berpengalaman menjadi mualim , atau nakhoda di tinjau dari
a. Tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing kapal pada saat bermanoever
b. Aturan-aturan P2TL mana yang diabaikan sehingga terjadi bahaya tubrukan.
1.Kelalaian
2.Kecakapan Pelaut
3.Komunikasi yang tidak jelas
4.Mengoperasiakan sarana dan prasarana di kapal yang tidak jelas
5.Kurangnya kesadaran bertanggugn jawab antar kapal