Gehad Mohammed Ahmed Naji at al. (2020) menerangkan bahwa dalam sistem
keselamatan kerja yang baik maka menempatkan indikator leading dan lagging sebagai elemen
penting untuk memantau hasil kinerja atau safety performance. Lagging Indicator adalah terkait
dengan angka kecelakaan, dan indikator incident frekuensi rate (IFR), dimana IFR menunjukan
angka kekerapan kecelakaan. Untuk itu perusahaan menetapkan angka target IFR (Incident
Frequency Rate) sebagai ukuran Safety Performance yang dipakai oleh perusahaan dan
Pada tahun 2021 perusahaan menargetkan pencapaian safety performance dalam bentuk
lagging indicator pada beberapa item, yaitu zero fatality, LTIFR = 0, TRIR=0, dan IFR kurang
dari 3. Target pencapaian dari tahun ke tahun selalu meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan
mempunyai komitmen dan keseriusan yang tinggi dalam pengelolaan K3. Tiga indikator
tercapai, namun untuk parameter IFR tidak tercapai di tahun 2021, karena ada beberapa kejadian
kecelakaan di beberapa kecelakaan, sehingga menyebabkan angka IFR naik. Terinci dibawah
lagging indikator Safety Performance dari tahun 2018 sampai tahun 2021 di PT. XYZ :
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tidak tercapaiannya IFR yang di targetkan oleh
perusahaan di tahun 2021 yaitu IFR < 3, dimana posisi sekarang masih dibulan November 2021,
ada potensi lagi IFR akan naik jika factor factor yang significant tidak di Kelola dengan baik
oleh perusahaan.
Dengan adanya deviasi pencapaian IFR dari target yang di tetapkan di OTP 2021 yaitu <3
dan real pencapaiannya, maka akan menjadikan dasar untuk melakukan penelitian. Dalam hal ini
perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut faktor-faktor yang berpengaruh dan berkontribusi untuk
yang ditargetkan.
Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian dipertimbangkan terkait dengan Safety
menunjukan peran serta manajemen di beberapa bulan Juli sampai dengan agustus
menjadi bagian yang ditarget dalam program K3 setiap bulan seperti pada gambar 1.2
dibawah.
Gambar 1.2. Target besaran kontribusi dalam K3
Jajaran Manajemen proyek yang terdiri dari manajer proyek beserta jajaran manajer
dibawah tanggungjawabnya merupakan “role model” atau sebagai panutan yang akan
ditiru oleh semua karyawan di proyek tersebut dalam hal keterlibatan atau kontribusi
dalam program K3. Berikut gambar 1.3 menunjukan bahwa target besaran kontribusi K3
untuk jajaran manajemen dari bulan juni sampai September munjukkan hasil dibawah
2) Penelitian Daniel Wynalda dan Hendrik Sulistyo (2018) menetapkan bahwa faktor faktor
menetapkan program K3 yang ditetapkan dalam konsep Perfect Day Every Day (sebagai
pengendalian aspek bahaya terhadap K3 dalam setiap hari ke dalam program “Perfect
Card” masing masing unit bisnis. Secara garis besar program yang diterapkan meliputi :
Program BBS, Hazob, TSV, Training, Tanggap gawat daarurat, Inspeksi, pelaporan dan
kecelakaan, dan inisiatif lain sesuai kondisi operasional. Program ini direncanakan dalam
setiap bulan. Berikut dibawah adalah rata rata pencapaian lagging indikator target rata
rata di masing masing unit bisnis. Ada beberapa unit bisnis yang tidak mencapai target
3) Menurut penelitian Winda Purnama Tagueba at al.(2018) bahwa ada pengaruh signifikan
antara penerapan manajemen risiko dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Di PT.XYZ
setiap karyawan mempunyai hak untuk menghentikan kegiatan kerja jika dipandang
berbahaya dengan kartu SWA (Stop Work Authority). Data gambar 1.3. menunjukan
bahwa masih ada proses kerja atau perilaku kerja dengan resiko tinggi yang berpotensi
untuk menciptakan suatu kecelakaan. Untuk itu pekerjaan diberhentikan sebentar, untuk
melakukan mitigasi resiko sampai level aman sesuai dengan matrik resiko yang
ditetapkan oleh perusahaan. Dalam penerapan manajemen risiko yang baik dan efektif
maka pengentian suatu pekerjaan karena bahaya bisa diminimalisasi sampai angka 0
(nol).
Gambar 1.5 : Temuan aktifitas resiko tinggi dengan dikeluarkan kartu SWA di PT.XYZ
Dengan gambaran fenomena yang telah dipaparkan di latar belakang diatas, maka dapat di
1. Keterlibatan Safety Leadership pada tingkatan manajemen masih dibawah target yang
ditetapkan. Grafik gambar 1.3 menunjukan, bahwa pencapaian masih dibawah target
maksimal. Grafik gambar 1.4 menunjukan, bahwa ada beberapa unit bisnis yang
pencapaian Program kerja K3 masih dibawah 98 % seperti yang di tetapkan oleh
perusahaan.
gambar 1.5 menunjukan, bahwa masih ditemukan banyak kegiatan resiko tinggi yang
Dengan memperhatikan latar belakang dan identifikasi masalah penelitian, yang telah
dijelaskan diatas, maka bisa dibuat rumusan masalah penelitian masing-masing adalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara safety leadership terhadap
2. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pencapaian program kerja K3
3. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara manajemen resiko terhadap
4. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara safety leadership, pencapaian
program kerja K3, dan manajemen risiko secara simultan terhadap safety
Berdasarkan pertimbangan pada rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka
PT.XYZ
2. Mengetahui pengaruh antara program kerja K3 terhadap safety performance di
PT.XYZ
PT.XYZ
4. Mengetahui pengaruh antara safety leadership, pencapaian program kerja K3, dan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat serta kegunaan bagi semua pihak yang
terkait, terutama dalam bentuk manfaat akademis dan manfaat praktis. Manfaat akademis yang
diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lainnya adalah memberikan sumbangan pemikiran
tentang upaya peningkatan penerapan K3 yang baik serta efektif dan efisien dalam suatu bidang
bisnis pelayanan logistik terpadu dan penyedian pelayanan infra struktur tangki terminal (tangki
timbun). Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lainnya
adalah memberikan masukan kepada manajemen perusahaan tentang upaya peningkatan K3 serta
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam menciptakan operasi yang terbaik, perusahaan melakukan tata kelola semua bidang
termasuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan tuntutan pelanggan. Untuk itu Peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terkait Safety Performance di PT.XYZ. beberapa variable
yang dipakai adalah Safety Leadership, Program Kerja K3 dan Manajemen Risiko.
Anita Dewi (2012), pengertian kesehatan keselamatan kerja (K3) atau Occupational
Safety and Health (OSH) menurut ILO adalah meningkatan serta memelihara derajat tertinggi
semua karyawan baik secara hal fisik, mental, dan kesejahteraan sosial pada semua jenis
melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat
kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Aita Dewi (2012), menurut Occupational Safety Health Administrasi (OSHA) pengertian
K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko
keselamatan manusia dan properti baik dalam industri maupun bukan. Kesehatan keselamatan
kerja merupakan mulitidispilin ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku
menurut WHO-ILO dan OSHA. Pertama, pendekatan yang dilakukan WHO-ILO mengarah
pada perlindungan kesehatan masyarakat pekerja melalui upaya promotif, prefentif, kuratif dan
rehabilitasi. Sasarannya pekerja. Sedangkan OSHA lebih menekankan pada pengendalian
lingkungan kerja fisik, kimia, biologi dan ergonomi psikologi yang dapat mengganggu status
kesehatan dan keselamatan pekerja. Sasarannya lingkungan kerja. Perbedaan yang kedua
adalah WHO-ILO menekankan pada kesehatan kerja sedangkan OSHA pada keselamatan
kerja. Namun demikian perlu digarisbawahi, bahwa masalah K3 tidak bisa dipisahkan antara
Era Manajemen dan Manjemen K3, Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak
tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang
meneliti penyebab penyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia
(substandar act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (substandar condition). Pada era ini
berkembang sistem automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan
manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok
Sejalan dengan itu Frank Bird. (1990) mengemukakan teori Loss Causation Model yang
menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan
Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan
sistem manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber-
daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam
suatu sistem manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input
proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional seperti
mempengaruhi aktifitas-aktifitas seseorang atau sekelompok orang sebagai cara mencapai suatu
mempengaruhi atau memberi teladan yang dilakukan oleh pemimpin kepada pengikutnya atau
anggotanya yang bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan
sebagai salah satu perihal terpenting guna menentukan bagi keberhasilan manajemen suatu
organisasi. Kepemimpinan yang efektif akan mampu mendorong motivasi anggota organisasi
sehingga produktifitas, loyalitas dan kepuasan bawahan atau anggota organisasi meningkat.
suatu usaha pemanfaatan jenis pengaruh bukan paksaan guna memotivasi sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain bahwa sebagai leader adalah orang yang
mempunyai kemampuan untuk mengajak orang lain dengan tanpa paksaan, sehingga dapat
Gunawan F.A (2013) Safety Leadership (kepemimpinan keselamatan kerja) adalah suatu
kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk menggerakkan angora organisasi, agar bersemangat
dalam upaya mengendalikan risiko kerja dan operasi, sehingga dapat dicegah terjadinya insiden
Gunawan F.A (2013) sebagai tindakan nyata seorang pemimpin dalam safety leadership
adalah dengan :
2) Menjadi contoh perilaku (role model) bahwa keselamatan kerja sama penting dengan
operasi
Wu at al., (2008) mendefinisikan safety leadership sebagai proses interaksi antara pimpinan dan
pekerja, yang mana pimpinan dapat mempengaruhi pekerja untuk mencapai tujuan keselamatan
kerja organisasi dengan kondisi yang ada pada organisasi dan diri pekerja. Wu at al., (2008)
menyatakan bahwa safety leadership diukur melalui tiga dimensi (subscale) yaitu :
Pimpinan dan Manajer pada suatu perusahaan selalu memberi contoh terkait dengan
keselamatan, yaitu sebagai contoh melalui keterlibatannya secara individu langsung dalam
pelatihan serta pengawasan untuk aktifitas yang penting. Setiap individu karyawan dalam
organisasi berupaya untuk meneladani perilaku dan nilai yang ditunjukkan oleh Pimpinan secara
individu. Sehingga sebagai tolak ukur suatu standar hendaknya diatur pada organisasi sebagai
faktor yang penting terhadap leadership terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
dikomunikasikan dengan jelas oleh pimpinan kepada jajaran dan karyawan, diberbagai
metode kesempatan yang ada secara konsisten. Komunikasi atau hubungan antara
pimpinan dengan pekerja ini diperlukan dengan beberapa metode, untuk mengurangi
terkait dengan cara mereka berpikir, bersikap dan berperilaku untuk membangun budaya
K3. Perlu disadari bahwa faktor utama dalam membangun budaya keselamatan, adalah
pembangunan sikap dan perilaku selamat dari nilai-nilai keselamatan yang ditanamkan
dalam budaya atau kultur perusahaan. Gambar 2.3 menunjukkan budaya suatu organisasi
dari personality and values, emotional, commitment pimpinan yang membuat Leadership
style untuk membangun best practices yang ditumbuhkan untuk memperkokoh budaya /
kultur organisasi.
dapat memberi contoh nilai-nilai K3, yang ditunjukkan pada perilaku dan tindakan juga
etika kerja. Safety Leadership dari pimpinan harus menunjukkan kepedulian dan
keteladanan yang tinggi dengan cara keterlibatan langsung pada program K3 yang
ditetapkan.
benar tentang K3 yang baik. Jika pimpinan atau manajer melihat suatu pekerjaan
dilakukan tidak benar, maka harus segera melakukan perbaikan kondisi tersebut untuk
menyakinkan pada pekerja bahwa tidak ada toleransi untuk suatu penyimpangan
instruksi kerja atau prosedur. Pemenuhan ketentuan K3 harus 100 %, untuk mencegah
Kadang menyalahkan korban dan tidak mengidentifikasi kegagalan terhadap sistem dan
akar masalahnya, tidak menanyakan hal-hal K3, dan tidak berkenan mendapatkan
informasi buruk tentang penerapan keselamatan. Beberapa item yang bisa ditingkatkan
periodik, maka perbaikan dalam komitmen dan keterlibatan manajemen secara riil akan
meningkat. Pemimpin yang mempunyai safety leadership yang bagus sangat dibutuhkan
keselamatan.
2) Berbagi Pengetahuan
Safety leadership harus jelas dalam mengembangkan dan membangun budaya kultur
transfer knowledge kepada jajarannya. Sehingga pimpinan dapat berperan sebagai guru
bagi para jajarannya, untuk membekali dan meningkatkan kompetensi dan kemampuan
Berdasarkan konsep behavior base safety leadership team building gambar berikut,
dapat melihat dari pengalaman dalam bekerja, serta pelatihan untuk meningkatkan
3) Coaching (Pembinaan)
dalam metode workshop, pelatihan, atau pada saat pimpinan / manajer melakukan pemeriksaan
ke lapangan. Menurut Avanti Vontana dalam bukunya Inovate We Can halaman 213, “tugas
coach ialah memberikan dukungan guna meningkatkan sumberdaya, kapabilitas, dan kreativitas
yang ada pada pekerja, baik dengan cara banyak akal (resourceful), alamiah kreatif (creative),
dan serta utuh (whole)”. Berdasarkan tugas coach ini, maka pimpinan bisa berperan sebagai
coach dengan efektif, karena pimpinan / manajer berpengetahuan luas dan punya pengalaman
dalam organisasi. Manajer lebih akan memahami dan serta menjiwai apa-apa yang
Consulting sebagai transfer knowledge dari atasan sub ordinate perihal bahan
yang dikonsultasikan, waktunya bisa dilakukan kapan saja. Mentoring adalah transfer
pengetahuan tasit yang diperoleh dari pengalaman saat bekerja, dari pimpinan ke
Ada istilah mengatakan, jika kita ingin menyentuh perihal masa depan, maka kita
harus mendidik orang lain untuk bisa melanjutkan cita-cita. Kita tidak selamanya ada,
tetapi tujuan, harapan serta cita-cita, tidak akan pernah punah, karena kita telah mendidik
Ini fungsi mentoring dari manajer atau pimpinan diperlukan untuk mendukung
mendatang di dalam suatu organisasi. Dalam program terkait mentoring ini, pimpinan
Organisasi harus menetapkan tujuan K3 pada fungsi dan tingkat yang relevan dalam
kerja yang akan mewujudkan komitmen yang tertuang pada kebijakan perusahaan. Menurut
Prasetyo (2019) mengemukakan bahwa rencana kerja disusun untuk setiap tingkat manajemen
fungsi bisnis, divisi atau departemen. Program keselamatan dan kesehatan kerja agar
dipadukan dengan program perusahaan secara keseluruhan. Hal ini dapat menjadi
salah satu faktor dalam pencapaian target organisasi pada tingkatan korporasi,
sebagai contoh terkait dengan keuangan, tenaga, infra struktur dana atau dukungan
komitmen lainnya.
program kerja.
Sebagai contoh, Prasetyo (2019) menerangkan bahwa beberapa bagian dari program kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut: Kelengkapan Administrasi K3,
Pelaksanaan Kegiatan K3 di Lapangan dan Pelatihan K3. Namun program kerja dibuat sesuai
Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS, 2021), mereka
memberikan contoh beberapa program kerja keselamatan dan kesehatan kerja di suatu
organisasi, yang bisa menjadi inspirasi suatu organisasi / perusahaan untuk diterapkan adalah
4) Ergonomi
6) Medical Check Up
Namun perusahaan dapat menginisiasi program lainnya yang merujuk pada ketentuan
1) Identifikasi peraturan dan perundangan. Hal ini dilakukan sesuai dengan bahaya
2) Penetapan tujuan dan program organisasi yng dituangkan pada dokumen OTP.
3) Pelatihan K3.
4) Media komunikasi K3 cetak. Ini bisa meliputi spanduk, poster, banner, atau
5) Media komunikasi K3 elektronik. Program ini bisa dilakukan dengan digitalisasi K3,
6) Rambu K3. Ini dalam bentuk fisik dipasang di tempat kerja sebagai infomasi
7) Pelaporan kinerja K3. Pelaporan ini bisa terkait dengan internal atau ke pihak
9) Ide berkelanjutan. Adalah sumbang saran dari karywan untuk memberikan perbaikan
10) Pengamatan bahaya di tempat kerja. Ini sebagai kontribusi karyawan bisa di
11) Manajemen visit. Sebagai program rutin tingkatan manajemen untuk mengetahui
12) Safety Talk adalah briefing kepada karyawan terkait dengan K3, dilakukan sebelum
13) Prosedure K3. Semua langkah kerja suatu aktifitas dibakukan dan bentuk dokumen
15) Pengukuran lingkungan kerja. Adanya pemantauan dan pengukuran semua potentsi
16) Audit K3. Untuk mengukur kepatuhan penerapan K3 sesuai dengan standard dan
Semua program program yang diterangkan diatas, perusahaan bisa menerapkan dalam organisasi
dan menjadi rujukan untuk menyelesaaikan permasalahan K3 yang ada di organisasi untuk
Menurut ISO 31000, bahwa mengelola risiko adalah bagian dari tata kelola dan
kepemimpinan, dan merupakan dasar bagaimana organisasi dikelola di semua tingkatan. Ini
berkontribusi pada peningkatan sistem manajemen. Mengelola risiko adalah bagian dari semua
kegiatan yang terkait dengan organisasi dan termasuk interaksi dengan pemangku kepentingan.
manusiafaktor perilaku dan budaya. Mengelola risiko didasarkan pada prinsip, kerangka kerja,
dan proses yang diuraikan dalam dokumen ini, sebagai diilustrasikan pada Gambar 2.3.
Komponen-komponen ini mungkin sudah ada secara penuh atau sebagian di dalam organisasi,
namun, mereka mungkin perlu diadaptasi atau ditingkatkan sehingga pengelolaan risiko menjadi
Dalam praktek penerapan pengelolaan managemen resiko pada industry dilakukan dengan 2
2) Kedua menurut standard OSHA 3671 (2002), untuk detail analisa resiko setiap tahapan
Salah satu perusahaan oil & gas menerapkan program SWA (Stop Work Authority), dimana
Semua karyawan karyawan dan kontraktor memiliki wewenang dan kewajiban untuk
berhenti bekerja ketika ada alasan untuk percaya bahwa seseorang kesehatan,
keselamatan, keamanan, atau lingkungan dapat terancam dengan kartu SWA (Stop Work
Authority).
Pekerjaan yang telah dihentikan tidak boleh dilanjutkan sampai masalah “berhenti
bekerja” dan kekhawatiran telah ditangani sesuai dengan prosedur ini. Insiden
Tidak akan ada retribusi manajemen, intimidasi, atau disiplin tindakan yang dihasilkan
Karyawan dan kontraktor yang melakukan pekerjaan untuk perusahaan harus memahami
Dari rujukan diatas, SWA program merupakan langkah terakhir untuk melakukan pencegahaan
kecelakaan jika pengelolaan manajemen resiko belum maksimal pekerjaan dilakukan dengan
aman. Sehingga menjadi tolak ukur atau parameter terhadap performance pengelolaan risiko
dalam keselamatan.
dengan efektivitas (sejauh mana kegiatan yang direncanakan direalisasikan dan hasil yang
direncanakan) pencegahan cedera dan kesehatan yang buruk pada pekerja dan penyediaan
Dalam kutipan dari Wu, T, Chen, C & Li, C. (2008), safety performance diartikan suatu
kinerja dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi guna menjamin keselamatan kerja dalam
suatu organisasi. Safety performance direncanakan untuk mengukur tingkat keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pada suatu organisasi. Safety performance diukur berdasarkan pada dimensi
organisasi dan manajemen K3. Safety performance mencakup indicator reaktif (lagging
Merujuk pada standart OSHA 3970 (2019), pengukuran Safety Performance bisa dilakukan
dengan 2(dua) indikator yaitu indikator leading (proaktif) dan lagging (reaktif). Indikator reaktif
(lagging) mengukur kejadian dan frekuensi kejadian yang terjadi di masa lalu, seperti jumlah
atau tingkat cedera, penyakit, dan kematian. Dan indikator lagging dapat mengingatkan akan
kegagalan di suatu area program keselamatan dan kesehatan kerja atau keberadaan suatu bahaya,
Jumlah Kecelakaan
Regresi Linier Berganda yang akan disimulasikan pada bagian ini menggunakan
pendekatan Ordinary Least Squares (OLS). Penjelasan akan dibagi menjadi 4 (empat) tahapan,
yaitu:
Persiapan data dimaksudkan untuk melakukan input data ke dalam software SPSS. Setelah
data di-input kedalam software SPSS, maka langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi
(pendugaan) model (persamaan) regresi linier, baru dilanjutkan dengan pengujian asumsi klasik.
Pengujian asumsi klasik dilakukan setelah model regresi diestimasi, bukan sebelum model
diestimasi. Tidak mungkin pengujian asumsi klasik dilakukan sebelum model regresi diestimasi,
karena pengujian asumsi klasik yang meliputi normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi
membutuhkan data residual model yang didapat setelah model terbentuk. Apabila model yang
modifikasi/transformasi/ penyembuhan terhadap data ataupun model regresi. Pada bagian ini
tidak dibahas langkah-langkah yang harus ditempuh apabila tidak dipenuhinya asumsi klasik
dalam model regresi linier. Pada bagian ini data yang digunakan untuk mengestimasi model
regresi linier dengan OLS telah memenuhi semua asumsi klasik. Tahap terakhir dari bagian ini
akan dijelaskan bagaimana melihat layak tidaknya model dan menginterpretasikan model yang
terbentuk.
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian
sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan. Dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan penelitian dengan judul yang
sama seperti judul penelitian peneliti. Namun peneliti mengangkat beberapa penelitian sebagai
referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian ini. Selengkapnya terdapat pada
Tabel
BAB III.
METODE PENELITIAN
Penenitian ini bermaksud untuk bisa memberikan saran peningkatan Safety Performance (
Kinerja K3) di PT. XYZ. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kausal, yaitu bertujuan
untuk menguji hipotesis tetang pengaruh beberapa variable independen (X1,X2 danX3) terhadap
variable dependen (Y). Metode pendekatan yang dipakai yaitu metode survei. Data diperoleh
melalui survei dengan memberikan kuesioner kepada semua karyawan di perusahaan PT.XYZ.
Pertanyaan yang diberikan bersikap tetap (statis) atau sudah standar. Karyawan sebagai pengisi
kuisioner, akan menerima pertanyaan yang sama, dan akan menjawab pertanyaan yang sama.
Dan praktis tidak akan ada kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lebih lanjut dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan. Kuisioner dibuat dalam bentuk google form, dan secara
online.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pengujian
hipotesis. Menurut Sugiyono (2017) metode kuantitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif
atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Teknik analisa statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan
program software SPSS. Menurut Sugiyono (2019) analisa regresi digunakan untuk
memprediksikan seberapa jauh perubahan nulai variable dependen, bila nilai variable independen
SPSS adalah sebuah program aplikasi yang memiliki kemampuan analisis statistic cukup
tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-menu
deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami cara
pengoperasiannya. SPSS banyak digunakan dalam berbagai riset pemasaran, pengendalian dan
perbaikan mutu (quality improvement), serta riset-riset sains. Pada awalnya SPSS dibuat untuk
keperluan pengolahan data statistik untuk ilmu-ilmu sosial, sehingga kepanjangan SPSS itu
sendiri adalah Statistical Package for the Social Sciences. Sekarang kemampuan SPSS diperluas
untuk melayani berbagai jenis pengguna (user), seperti untuk proses produksi di pabrik, riset
ilmu sains dan lainnya. Dengan demikian, sekarang kepanjangan dari SPSS Statistical Product
Alur pada penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Olahan Peneliti 2021
Tabel 3.1. Operasional Variabel
3.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Menurut Sugiono (2020) Variable penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang adatanya ingin diperoleh.
Variable penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti, sehingga diperoleh informasi
Ada 2 (dua) macam variable yang digunakan pada penelitian ini yaitu variable independen (variable bebas) dan variable
dependen (variable terikat). Pengertian variable menurut Sugiyono (2020) adalah variable yang mempengaruhi atau yang
Variable dependen (terikat) yang digunakan pada penelitian ini adalah Safety Serformance (Y). Dalam kutipan dari Wu,
T, Chen, C & Li, C. (2008), Safety Performance diartikan suatu kinerja dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi guna
menjamin keselamatan kerja dalam suatu organisasi. Variable Independen (bebas) yang digunakan pada penelitian ini adalah
safety leadership (X1), program kerja K3, manajemen risiko (X3). Hubungan antara kedua variable adalah hasil dan nilai
variable dependen (terikat) dipengaruhi oleh variable independen (bebas). Berikut dibawah ini definisi dari masing-masing
variable :
1. Safety Performance. Safety Performance adalah suatu kinerja dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi guna
menjamin keselamatan kerja dalam suatu organisasi Wu, T, Chen, C & Li, C. (2008)
Tabel 3.1. Operasional Variabel
2. Safety leadership. Gunawan F.A (2013) Safety leadership (kepemimpinan keselamatan kerja) adalah suatu kemampuan
yang dimiliki pemimpin untuk menggerakkan angora organisasi, agar bersemangat dalam upaya mengendalikan risiko
kerja dan operasi, sehingga dapat dicegah terjadinya insiden yang merugikan (manusia, harta dan lingkungan).
3. Program kerja K3. Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety (2021), mereka memberikan contoh
beberapa program kerja keselamatan dan kesehatan kerja di suatu organisasi, yang bisa menjadi inspirasi suatu
perusahaan untuk diterapkan. Prasetyo (2019) menerangkan bahwa beberapa bagian dari program kerja Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) bisa diterapkan, namun program kerja dibuat sesuai dengan permasalahan yang ada dalam
suatu organisasi.
4. Manajemen risiko. (ISO 31000, 2018) manajemen risiko adalah bagian dari tata kelola dan kepemimpinan, dan
merupakan dasar bagaimana organisasi dikelola di semua tingkatan. Ini berkontribusi pada peningkatan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Proaktif penerapan manajemen risiko memiliki dampak langsung,
positif efek pada hasil keselamatan kerja (Beatriz Fernandez Muniz at al., 2014)
Operasional variabel menjelaskan mengenai variabel yang diteliti, dengan memaparkan dimensi, indikator, atau item
pengukuran variabel. Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah safety performance yang dijelaskan dengan safety
leadership, program kerja K3, dan manajemen risko, dapat dilihat di Tabel 3.1. Definisi operasional yang disebutkan pada tabel
Tabel 3.1. Operasional Variabel
tersebut, selanjutnya diterjemahkan ke dalam bentuk statement kuesioner untuk masing-masing item. Dalam proses
penghitungan / pengujian dengan menggunakan analisa regresi berganda dengan software PLSS
3.3. Populasi dan Sample Penelitian
(Sugiyono, 2020) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek / subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian diterik kesimpulannya. Adapun untuk penelitian ini mengambil populasi
orang yang bekerja PT. XYZ untuk semua tingkatan. Dimana semua karyawan di PT.XYZ
terlibat dengan program K3 dan memerlukan konsen yang sama untuk melakukan peningkatan
safety performance untuk menghindari kecelakaan baik secara individu atau secara umum.
(Sugiyono, 2020) Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini diambil dari karyawan yang aktif bekerja di
PT.XYZ dalam semua tingkatan. Teknik sampling dilakukan dengan sampling jenuh, yaitu
penentuan sampel bila semua anggota digunakan sebagai sample (Sugiyono, 2020).
Dengan rumus Slovin (Amirin, T., 2011), dan sampel yang akan ditentukan oleh peneliti
dengan persentase kelonggaran ketidaktelitian (tingkat kesalahan dalam memilih anggota sampel
N = Ukuran populasi
Jumlah populasi yang akan diteliti telah ditentukan dengan jumlah sebanyak 110 orang. Maka
dari data tersebut didapatkan ukuran sampel dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
n = 133 / (1+(133*0.05*0.05)
n = 99,8
Maka dapat disimpulkan, sampel pada penelitian ini menggunakan 100 orang responden.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini akan mendapatkan data dari dua sumber data adalah sebagai berikut :
1) Data Primer, adalah data yang akan didapatkan dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh
2) Data Sekunder, adalah data yang didapat berdasarkan studi pustaka dan rujukan yang ada
Skala Likert adalah dipakai untuk skala pengukuran indikator, berdasarkan Sugiyono
(2020) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian, indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Penelitian ini menggunakan metode analisa regresi linier benganda. Dimana menurut
Rosalendro Eddy Nugroho (2021) Analisis regresi linier berganda adalah regresi linier untuk
menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen yang jumlah variabelnya
Adapun persamaan regresi untuk tiga variable independen adalah (Sugiyono, 2020) :
Y = a + b1X1+ b2X2 + b3X3 ……….…………………………… (3.2)
Keterangan :
pada perubahan variable independen. Bila (+) arah garis naik, dan
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah Analisis Regresi Linear Berganda.
Analisis regresi linear berganda merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen, atau untuk menguji hipotesa. Jenis pengolahan
Uji t digunakan untuk melakukan uji pengaruh variabel independen secara partial. Hasil
uji t menunjukkan sebagai berikut: Jika probabilitasnya (nilai sig) > 0.05 atau t hitung < t tabel
maka H0 tidak ditolak. Jika probabilitasnya (nilai sig) < 0.05 atau t hitung > t tabel maka H0
Sebelum melaksanakan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji alat instrumen yaitu uji
validitas dan uji realibilitas, serta dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji
multikoleniaritas, dan uji heterokedatisitas. Uji validitas dilaksanakan agar pertanyaan yang
mewakili indikator mempresentasikan variabel yang diuji. Uji Reliabilitas dilaksanakan untuk
menguji akurasi (accurately) pengukurannya. Suatu hasil pengukur dikatakan reliabel (dapat
hipotesa secara tepat. Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk menguji apakah variabel
residual memiliki distribusi normal, atau menghindari adanya data yang tidak membentuk
distribusi normal karena merupakan pencilan data. Selain itu, model regresi yang baik adalah
untuk menghindari varian variabel pada model regresi yang tidak sama.
membandingkan nilai p atau sig dengan level of significance (biasanya = 0.05). Jika r hitung
lebih besar dari r tabel atau nilai p atau sig < 0.05, maka pernyataan tersebut valid. Uji reliablitas
dilaksanakan dengan menggunakan analisis Cronbach’s Alpha (CA). Apabila nilai CA lebih dari
Data berada dalam distribusi normal, bila disribusi residual mendekati distribusi normal
teoritis (bentuk lonceng). Gejala multikolinearitas terjadi bila nilai tolerance kurang dari 0.1 atau
VIF lebih dari 10. Data terhindar dari heterokedastisitas bila data tidak membentuk pola tertentu,
dan berpencar.
Uji reliabilitas adalah untuk mengukur kehandalan data yang telah didapat dilapangan
dengan model reliabilitas ini, apakah jawaban responden tetap konsisten dan stabilitas
nilai hasil skala yang dibuat yang kegunaannya untuk mengukur akurasi pengukuran
dan hasilnya. Untuk pengujian reliabilitas dari variable variable menggunakan model
Cronbachs Alpha. Uji signifikan dilakukan pada taraf alpha = 0,05. Dasar pengambilan
nilai alpha > (lebih besar) dari r-tabel, maka dinyatakan reliabel
nilai alpha < (lebih kecil) dari r-tabel, maka dinyatakan tidak reliabel.
0,877 4
Pada table diatas menunjukkan alpha (0,887) lebih besar dari r-tabel 5%(100)
Pada table 4.13 dan 4.14. diatas menunjukkan alpha (0,911) lebih besar dari r-
0,920 4
Pada table 4.15 dan 4.16. diatas menunjukkan alpha (0,920) lebih besar dari r-
0,724 2
Pada table 4.17 dan 4.18. diatas menunjukkan alpha (0,724) lebih besar dari r-tabel
Hasil uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien reliabilitas (alpha) kuisiener X1 sebesar
0,877, X2 sebesar 0,911, X3 sebesar 0.920, dan Y sebesar 0,724. Berdasarkan nilai
penelitian.
Sebelum melakukan uji regresi berganda ada beberapa syarat terhadap yang harus
dilakukan yaitu:
a) Uji Normalitas.
nilai signifikansi (Sig) antara Variabel Independen dengan absolut residual lebih
Pada tabel 4.25. diatas nilai dari variable safety leadership 0,612, program kerja
K3 0,423 dan Manajemen Risiko 0,166, sehingga lebih besar dari 0.05. Sehingga
Dari ke 5 uji asumsi klasik sudah terpenuhi persyaratannya, sehingga bisa dilanjutkan
A. Uji t
Persamaan Regresi :
Konstanta (a) yaitu bilangan tetap atau konstan variable terikat, jika variable
Dari data tabel diatas nilai konstans sebesar 0,959, artinya bahwa jika tidak ada
Konsep dasar uji t bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh parsial
(sendiri) yang diberikan variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y).
Jika nilai sig < 0,05, atau t hitung > t table, maka terdapat pengaruh
variable X.
Untuk variable Safety Leadership terhadap Safety Performance, Jika nilai sig
hitung (0,154) > 0,05, maka H1 ditolak. Jadi uji parsial tidak terdapat pengaruh
Untuk variable Program Kerja K3 terhadap Safety Performance, Jika nilai sig
hitung (0,161) > 0,05, maka maka H2 ditolak. Jadi uji parsial tidak terdapat
hitung (0,000) < 0,05, maka maka H3 diterima. Jadi uji parsial X3 terdapat
B. Uji F
Konsep dasar uji regresi berganda / uji F bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh secara bersama (simultan) yang diberikan variable bebas (X1,
Jika nilai sig < 0,05, atau F hitung > F table, maka terdapat pengaruh
Jika nilai sig > 0,05, atau F hitung < F table, maka tidak terdapat pengaruh
dan angka nilai F hitung 56,071 lebih besar dari F tabe (2,70), berarti berarti H4
diterima. Ada pengaruh secara simultan / bersama sama Safety Leadership (X1),
Performance (Y)
C.1. Nilai R.
hubungan kuat bebas (X) dengan variable terikat (Y). Hal ini berarti terdapat
hubungan yang sangat kuat antara Safety Leadership, Program K3, Manajemen
Nilai R Square pada tabel 4.29. diatas sebesar 0,637 menunjukkan bahwa
28,3% dijelaskan oleh faktor lain. Jadi variable Safety Leadership, program
Dari tabel 4.29 menunjukkan tingkat kesalahan regresi linier (SEE) sebesar
0,566. Semakin kecil angka SEE, maka regresi semakin baik. Jadi tingkat